Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian microteaching
Microteaching berasal dari dua kata, micro dan teaching. Micro berarti kecil,
terbatas, sempit, dan sedikit. Teaching berarti mengajar. Jadi microteaching adalah
kegiatan mengajar yang segala aspek pengajarannya diperkecil atau disederhanakan.
Pengecilan atau penyederhanaan dalam segala aspek dalam pengajaran menjadikan
microteaching tidak serumit kegiatan mengajar biasa.
Menurut Mc. Knight dalam Asmani (2011:21) microteaching dapat digambarkan
sebagai proses pengajaran yang diperkecilyang di desain untuk mengembangkan
keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang telah dimiliki. Sedangkan
menurut Richard N. Jensen dikutip Yatiman(1999) microteaching sebagai suatu sistem
yang memungkinkan seseorang calon guru mengembangkan keterampilannya dalam
menerapkan teknik mengajar tertentu.
Menurut Lakshmi (1009:4) microteaching merupakan pertemuan mengajar yang
diperkecil dan sistem latihan yang terkontrol yang memungkinkan konsentrasi pada
keterampilan mengajar tertentu, manajemen ruang kelas, dan penggunaan CCTV untuk
memberikan umpan balik sesegera mungkin.
Selanjutnya menurut Langhlin dan Moulton (Rohani, 2004:226)mirroteaching
merupakan metode pelatihan peforma yang dirancang untuk membatasi komponen
proses pengajaran sehingga praktikan dapat menguasai komponen satu persatu dalam
situasi pengajaran yang sederhana.
Sementara itu menurut Dodiet A. Setyawan (2010:3) microteaching adalah salah
satu model pelatihan praktik mengajar dalam lingkup terbatas (mikro) untuk
mengembangkan keterampilan dasar mengajar yang dilaksanakan secara terisolasi dan
dalam situasi yang disederhanakan/diperkecil.
Sukirman (2012:24-25) melihat tiga hal penting dalam microteaching yaitu:
1. Microteaching pada intinya merupakan suatu pendekatan atau cara untuk
melatih calon guru dan guru dalam rangka mempersiapkan dan meningkatkan
kemampuan (kompetensi) penampilan mengajar.
2. Sesuai

dengan

namanya

microteaching,

proses

pelatihan

dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran mikro dapat dilakukan untuk seluruh

aspek pembelajaran. Adapun dalam teknis pelaksanaannya dilakukan secara


bertahap dan hanaya memfokuskan pada bagian demi bagian secara terisolasi
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh yang akan berlatih atau dengan
arahan dari supervisior.
3. Pada saat peserta berlatih melalui pendekatan pembelajaran mikro, untuk
mencermati penampilan peserta, dilakukan pengamatan atau observasi oleh
supervisior atau orang yang telah berpengalaman.
Jadi dapat disimpulkan microteaching dapat diartikan sebagai model pelatihan
guru atau calon guru untuk menguasai keterampilan mengajar tertentu melalui proses
pengajaran yang sederhana.
Fokus utama mikroteaching yaitu ialah pada proses pelatihan untuk
menguasai/memperbaiki keterampilan mengajar tertentu yang sifatnya. Menurut Turney
(1973) ada 8 komponen keterampilan dasar mengajar yang perlu di latihkan dalam
microteaching yaitu :
a. Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran
b. Keterampilan dasar menjelaskan
c. Keterampilan dasar mengadakan variasi
d. Keterampilan dasar memberikan penguatan
e. Keterampilan dasar bertanya
f. Keterampilan dasar mengelola kelas
g. Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil
Setyawan (2010:3) pertimbangan yang mendasari penggunaan program
mikroteaching ialah :
1) Untuk mengatasi kekurangan waktu yang diperlukan dalam latihan mengajar secara
tradisional.
2) Keterampilan mengajar yang kompleks dapat diperincikan menjadi keterampilanketerampilan mengajar yang khusus dan dapat dilatih secara berurutan.

3) Microteaching dimaksudkan untuk memperluas kesempatan latihan mengajar.

B. FUNGSI MICROTEACHING
Microteaching bagi calon guru berfungsi memberikan pengalaman baru dalam
belajar mengajar, sedangkan bagi guru microteaching berfungsi memberi penyegaran
keterampilan dan sebagai sarana umpan balik atas kinerja mengajarnya. Dwight Allen
dalam Asril (2011:46) mengemukakan bahwa microteaching bagi calon guru:
1. Memberi pengalaman mengajar yang nyata dan latihan sejumlah keterampilan dasar
mengajar.
2. Calon guru dapat mengembangkan keterampilan mengajarnya sebelum mereka terjun
ke lapangan.
3. Memberikan kemungkinan bagi calon guru untuk mendapatkan bermacam-macam
keterampilan dasar mengajar.
Selain itu, microteaching berfungi memberikan kesempatan pada mahasiswa calon
guru untuk menemukan dirinya sebagai calon guru (Suwarna et al., 2006:4). Kegiatan
mengajar merupakan kegiatan utama seorang guru. Melalui kegiatan tersebut, guru harus
berhadapan dengan banyak siswa yang menjadi sosok manusia berwibawa dan disegani
siswa. Pada saat itu calon guru harus menunjukan performa terbaiknya, meminimalkan
segala kekurangan dan memanfaatkan segala kelebihannya untuk mendewasakan siswa.
Kegiatan mengajar akan membentuk pribadi atau jati diri seorang guru yang
sesungguhnya.
Bagi guru, Dwight Allen dalam Asril (2011:46) menyatakan bahwa microteaching
memberikan penyegaran dalam program pendidikan dan mendapatkan pengalaman
mengajar yang bersifat individual untuk mengembangkan profesi dan mengembangkan
sikap terbuka bagi guru terhadap pembaruan. Guru yang sudah lupa dengan teori-teori
mengajar dan teknik-teknik mengajar (karena jarang digunakan) kembali dapat diingatkan
melalui program microteaching.
Suwarna et.,al (2006:4) mengatakan bahwa microteaching berfungsi sebagai
sarana untuk memperoleh umpan balik atas kinerja mengajar seseorang. Melalui
microteaching, baik guru maupun calon guru memperoleh informasi tentang kekurangan

dan kelebihannya dalam mengajar. Apa saja kelebihan yang perlu dipertahankan dan apa
saja kekurangan yang perlu diperbaiki. Selain itu, microteaching dapat mencoba metode
atau model pembelajaran baru sebelum digunakan pada kelas yang sebenarnya.
C. TUJUAN MICROTEACHING
Tujuan utama microteaching ialah untuk membekali dan atau meningkatkan
performance calon guru atau guru dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar melalui
pelatihan keterampilan mengajar. Microteaching dimaksudkan untuk meningkatan
performance guru atau calon guru yang menyangkut keterampilan mengajar.
Microteaching digunakan untuk mempertemukan antara teori dan praktek pengajaran
pada mahasiswa calon guru. Selain itu, microteaching digunakan untuk menyiapkan
calon guru sebelum praktik mengajar disekolah.
Awalnya microteaching bertujuan untuk mengatasi persoalan praktik mengajar
disekolah. Guru pamong jarang menguasai teknik-teknik untuk membantu orang yang
sedang mengalami kesulitan dalam belajar mengajar. Guru pamong lebih cendrung
menilai daripada membimbing sehingga menghambat pencapaian tujuan praktik
mengajar disekolah. Lebih lebih antara mahasiwa dan supervisor disekolah memiliki
pandangan yang berbeda tentang cara pendekatan yang baik dalam mengajar. Brown
(1991:14) mengungkapkan beberapa hal pokok yang tidak disepakati oleh mahasiswa
dan supervisornya diantaranya:
1. Menyelingi pekerjaan yang menarik dengan yang kurang menarik.
2. Menghukum anak agresif apabila menyerang anak-anak lain.
3. Mendudukan anak-anak yang lamban dengan temannya yang lamban untuk semua
tugas akademik.
4. Menafsirkan yang benar dan salah bagi anak-anak.
5. Tidak membiarkan anak-anak mengetahui bagaimana guru akan bereaksi terhadap
situasi kelas.
6. Memulai dengan disiplin yang ketat dan berangsur-angsur melonggarkannya.
7. Memungkinkan anak-anak mempercayakan kepada guru masalah-masalah pribadinya
yang tidak ingin dibahasnya bersama orangtua.

8. Member pujian sehemat mungkin.


Pada

perkembangan

berikutnya

microteaching

memiliki

tujuan

untuk

pengembangan profesional guru. Microteaching merupakan bentuk pendidikan pre


service bagi calon guru dan pendidika,n in service bagi guru. Guru melakukan upaya
peningkatan kinerja pengajaran melalui praktik mengajar secara micro untuk
memaksimalkan kemampuan dalam hal komponen-komponen mengajar.
Sebagai suatu pendekatan pembelajaran tujuan microteaching, antara lain
(Sukirman, 2012:35) sebagai berikut:
a. Untuk memfasilitasi, melatih, dan membina calon maupun para guru dalam
hal keterampilan dasar mengajar (teaching skills).
b. Untuk memfasilitasi, melatih, dan membina calon maupun para guru agar
memiliki kompetensi yang diharapkan oleh ketentuan undang-undang maupun
peraturan pemerintah.
c. Untuk melatih penampilan,dan keterampilan mengajar yang dilakukan secara
bagian demi bagian secara spesifik agar diperoleh kemampuan maksimal
sesuai dengan tuntutan professional sebagai tenaga seorang guru.
d. Untuk memberi kesempatan kepada calon maupun para guru berlatih dan
mengoreksi serta menilai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (self
evaluation) dalam hal keterampilan mengajar.
e. Untuk memberi kesempatan kepada setiap yang berlatih (calon guru dan para
guru) meningkatkan dan memperbaiki kelebihan dan kekurangannya sehingga
guru selalu berusaha meningkatkan layanannya kepada siswa.

D. Prinsip Micro Teaching


Menurut Sukirman dalam Barnawi (2015:35) prinsip yang menjadi aturan atau
ketentuan dalsm penerapan Micro Teaching antara lain sebagai berikut:
1. Fokus pada penampilan yang menjadi sasaran utama dalam micro teaching ialah
penampilan setiap peserta yang berlatih. Penampilan yang dimaksud ialah prilaku
atau tingkah laku peserta (calon guru/guru) dalam melatihkan setiap jenis

keterampilan mengajarnya. Penampilan biasanya menunjukkan pada performance


seseorang yang secara konkret bisa dilihat atau diamati.
2. Spesifik dan konkret; jenis keterampilan yang dilatih harus terpusat pada setiap jenis
keterampilan mengajar yang dilakukan secara bagian demi bagian. Misalanya
berlatih membuka dan menutup pembelajaran, dilakukan secara tersendiri dan tidak
digabungkan dengan jenis keterampilan mengajar lainnya dalam waktu yang
bersamaan. Selain itu penampilan dalam membuka atau menutup pembelajaran
tersebut bisa ditekankan pada aspek-aspek yang lebih khusus lagi. Misalnya
bagaimana dalam menyampaikan tujuan ketika membuka pembelajarannya,
bagaimana ketika mengkondisikan lingkungan belajar, bagaimana cara atau gayanya
dan bagaimana vokalnya. Penekanan pada hal-hal yang lebih khusus dari setiap
keterampilan yang dilatihkan, itulah makna dari prinsi spesifik dan konkret.
3. Cara yang dilakukan seperti itu dimaksudkan agar pihak yang berlatih secara
optimal menfokuskan pada jenis keterampilan tersebut. Demikian pula pihak
observer

atau supervisor dalam melakukan pengamatan secara cermat dan akurat

hanya mengamati prilaku calon guru atau para guru dalam kemampuan membuka
dengan aspek-aspek khusus tai dengan demikian akan diperoleh gambaran yang
konkret tingkat kemampuan peserta dalam membuka pembelajarannya.
4. Umpan balik; prinsip berikutnya ialah umpan balik, yaitu proses memberikan
balikan (komentar, saran, solusi pemecahan, dll) yang didasarkan pada hasil
pengamatan dari penampilan yang telah dilakukan seseorang yang berlatih. Setelah
selesai setiap peserta melakukan proses latihan melalui microteaching, pada saat itu
pula dengan secara dilakukan proses umpan balik. Misalnya, melihat hasil rekaman
(kalau ada pada saat latihan direkan /video) atau penyajian dari pihak observer atau
supervisor memberikan komentar terhadap penampilan yang telah dilakukan oleh
peserta. Setelah meliht rekaman memerhataikan beberapa komentar, ditindaklanjuti
dengan kegiatan diskusi atau refleksi untuk memberikan saran atau pemecahan yang
harus dilakukan untuk diperbaiki untuk penampilan berikutnya.
5. Keseimbangan; prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu umpan balik,
maksudnya ketika observer atau supervisor menyampaikan komentar, saran, atau
kritik terhadap penampilan peserta yang berlatih (calon guru/guru) tidak hanya
menyoroti kekurangan atau kelemahan peserta yang berlatih tersebut. Akan tetapi,
harus dikemukakan pula kelebihan kelebihan penampilan yang telah dimilikinya.
Dengan demikian, pihak yang berlatih dapat memperoleh masukkan yang berharga
baik dari sisi kelebihan maupun kekurangannya. Informasi melalui umpan balik

yang disampaikan dengan jujur, transparan, akuntabel, dan seimbang, diharapkan


akan menjadi motivasi untuk memelihara dan meningkatkan kelebihannya dan
memperrbaiki kekurangannya.
6. Ketuntasan; kemampuan yang maksimal terhadap keterampilan yang dipelajarinya.
Apabila satu atau dua kali latihan ternyata berdasarkan kesepakatan masih ada yang
harus diperbaiki dalam menerapkan jenis keterampilan tertentu maka semua pihak
harus membantu (memfasilitasi) latihan ulang sehingga diperoleh kemampuan yang
maksimal sesuai dengan yang diharapkan (tuntas).
7. Maju berkelanjutan; yaitu siapapun yang berlatih dengan pendekatan microteaching,
ia harus mau belajar secara terus menerus, tanpa ada batasnya (life long of
education). Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, demikian pula
pengetahuan terus berkembang, demikian pula pengetahuan tentang keguruan dan
pembelajaran, setiap saat mengalami perkembangan baik kuantitas maupun kualitas.
Oleh karena itu, ketika seseorang teelah terampil menguasai satu model atau jenis
keterampilan yang dilatihkan tidak berarti segalanya dianggap sudah selesai tetapi
masih banyak tantangan lain yang harus dipelajari dilatih dan dikuasai. Inilah makna
prinsip maju berkelanjutan yaitu keinginan untuk terus memperbaiki dan
meningkatkan diri.
Berdasarkan teori-teori belajar yangberkembang, Shivpal Singh (2011)
mengemukakan prinsip-prisip yang mendasari konsep microteaching, yaitu sebagai
berikut:
a. Kemampuan pembelajar menjadi pertimbangan ketika menentukan materi apa yang
akan diajarkan. Dalam prinsip ini, peserta pelatihan diberi kesempatan untuk
memilih isi pelajaran yang paling dikuasai sehingga ia merasa nyaman dengan
materi pelajaran tersebut.
b. Pembelajar memotivasi secara intrinsik. Sejalan dengan prinsip ini, memotivasi
intrinsik dalam konteks microteaching, diciptakan melalui perbedaan kognitif dan
keefektifan diantara ide-idenya,konsep diri guru, dan pengajaran yang sebenarnya.
c. Tujuan yang ditetapkan realistis. Sesuai dengan prinsip ini, microteaching,
dilaksanakan untuk berlatih keterampilan yang dapat dipelajari dan sesuai dengan
keinginan pembelajar.
d. Hanya satu unsur keterampilan yang dilatihkan dalam satu waktu kegiatan
microteaching. Pembelajar hanya berlatih satu keterampilan mengajar dalam setiap
sesi microteaching. Setelah pembelajar menguasainya, pembelajar baru boleh
berlatih keterampilan berikutnya.

e. Partisipasi aktif pembelajar diperlukan untuk penguasaan substansi suatu


keterampilan. Dalam setiap situasi microteaching, pembelajar terlibat aktif dalam
mempraktikkan keterampilan yang sedang dipelajari.
f. Informasi tentang penampilan diri sangat berguna bagi pembelajar. Microteaching
akan berlangsung lebih baik jika pembelajar memperoleh feedback terkait dengan
kinerjanya dalam mengajar. Dalam hal ini sangat dibutuhkan supervisor dengan atau
tanpa bantuan video rekaman.
g. Feedback diberi secara langsung agar kesalahan pembelajar tidak menjadi
kebiasaan. Prinsip ini menghilangkan kesempatan pembelajar untk melakukan
kesalahan yang sama.
h. Pelatih keterampilan mengajar dilakukan secara berkala. Dalam microteaching,
pembelajar diberikan pengalaman berlaatih berbagai jenis keterampilan dalam waktu
yang lama.
Berdasarkan pendapat Sukirman dan Shivpal Singh tersebut maka prinsip-prinsip
microteaching dapat dirumuskan sebagai berikut, yaitu sebagai berikut:
1) Fokus pada penampilan. Microteaching difokuskan pada penampilan
praktikan yang akan diamati.
2) Spesifik, konkret, dan realistis. Jenis keterampilan yang dilatihkan harus
khusus, jelas, dan sesuai dengan keinginan praktikan.
3) Berbasis minat praktikan. Praktikan diberi kesempatan untuk memilih jenis
keterampilan yang ingin dikuasai terlebih dahulu. Dengan demikian, ia akan
merasa nyaman dan giat mempelajari keterampilan mengajar tersebut.
4) Umpan balik. Setelah praktikkan melakukan praktik mengajar ia harus
memperoleh umpan balik dari pengamat, bisa berupa: saran, komentar, dan
solusi. Umpan balik haus diberikan secara langsung setelah praktik mengajar
agar tidak mengakibatkan kesalahan-kesalahan kecil menjadi besar karena
kebiasaan.
5) Objek dan seimbang. Umpan balik dilakukan secara hati-hati berdasarkan
temuan selama mengamati. Umpan balik diberikan secara seimbang yaitu
apabila ada keunggulan yang diketahui pengamat harus disampaikan,
demikian pula sebaliknya.
6) Tuntas. Praktikan yang belum cukup menguasai keterampilan yang sedang
dilatihkan maka wajib mengulang latihan kembali sampai pada suatu ukuran
dinyatakan tuntas atau menguasai.
7) Berkelanjutan. Microteaching tidak hanya diselenggarakan saat akan
menjadi gur, tetapi juga setelah menjadi guru. Hal tersebut sebagi sarana

belajar seumur hidup untuk senantiasa terus menerus meningkatkan


kemampuannya.
Perlu dipahami bahwa microteaching bukanlah solusi super canggih yang
dapat menyelesaikan semua masalah mengajar. Microteaching bisa saja dianggap hanya
sebagi model pelatihan guru yang akan menghasilkan guru-guru yang seragam dengan
penampilan standar. Semua guru akhirnya menjadi sseperti robot dengan gay dan
senyuman yang sama apabila didepan siswanya. Guru kehilangan seni atau
kreativitasnya pada saat mengajar. Brown dalam Barnawi (2015:41) mengingatkan
bahwa microteaching tidak akan menyelesaikan semua masalah mengajar yang ada,
microteaching tidak akan mengubah kepribadian guru menjadi cemerlang tetapi hanya
mengubah seseorang menjadi guru yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai