NPM
Tugas
260110130001Teori Dasar
260110130002Editor
260110130004Pembahasan
260110130005Prosedur
260110130006Perhitungan
260110130007Perhitungan
260110130008Prosedur
260110130020Pembahasan
260110130029Perhitungan
260110130032Pembahasan
260110130036Teori Dasar
260110130080Pembahasan
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
II.
Tujuan
1. Dapat mengetahui dan melaksanakan prosedur pengerjaan uji disolusi.
2. Dapat mengetahui nilai absorbansi, konsentrasi, dan persen disolusi
tablet CTM pada menit ke-5, 10, 15, 30, 45, dan menit ke-60.
Prinsip
1. Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya
adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep
(Ansel, 1985).
2. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan mengguankan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector Fototube.
Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang
gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200380 nm), daerah Visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-3000
III.
nm).
Teori Dasar
Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum
adalah obat yang menentang kerja histamin pada H- 1 reseptor histamin
sehingga berguna dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya
simptom karena histamin (Ansel,1989). Antihistamin bekerja dengan
menempati tempat pada sel yang biasanya ditempati oleh histamin,dengan
demikian akan menghilangkan kemampuan histamin untuk menimbulkan
reaksi alergi (Harkness, 1989). Untuk interaksi obatnya antihistamin akan
menekan sistem syaraf pusat. Obat ini menekan atau mengurangi sejumlah
fungsi tubuh seperti koordinasi dan kewaspadaan, depresi berlebihan dan
hilangnya fungsi tubuh dapat terjadi jika antihistamin digunakan bersama
dengan sistem syaraf pusat lainnya (Harkness, 1989).
Pembuatan tablet CTM yang paling menguntungkan adalah dengan
metode kempa langsung. Metode ini dinilai sangat memuaskan karena
hemat waktu, peralatan, energi yang digunakan dan sangat sesuai untuk
zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban tinggi sehingga dapat
menghindari kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan
kembali yang tidak terkendali selama proses pengeringan pada metode
granulasi basah. Selain itu dapat menghindari zat aktif dari tumbukan
mekanik yang berlebihan jika digunakan metode granulasi kering (Voigt,
1984).
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk
padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu
tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu
obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat
tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus
halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
dM.dt-1
: Kecepatan disolusi
D
Cs
C
h
Faktor-faktor
: Koefisien difusi
: Kelarutan zat padat
: Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu
: Tebal lapisan difusi
yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin,
1993):
1. Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat
yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.
Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan
berikut (Martin, 1993):
D
: koefisien difusi
r
: jari-jari molekul
k
: konstanta Boltzman
: viskositas pelarut
T
: suhu
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi
suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga
menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. pH pelarut
yang berarti.
Prosedur
1. Media disolusinya menggunakan air sebanyak 500 ml dengan alat tipe
2 (dayung) 50 rpm, selama 45 menit.
2. Membuat pengenceran CTM untuk kurva baku.
3. Menimbang CTM 0.05 mg larutkan dengan 100 ml aquadest pada labu
ukur. Ukur absorbansinya pada spektrofotometri dengan 262 nm
pada pengenceran beberapa kali sampai menemukan absorbansi pada
rentang 0.2 0.8 minimal enam titik absorbansi pada hasil
pengenceran yang di dapat untuk membuat kurva baku.
4. Uji disolusi tablet CTM
1 tablet CTM yang kandungan zat aktifnya (CTM) 4 mg masukan
kedalam alat disolusi yang telah diisi larutan aquadest 500 ml dan satu
tabung lagi juga diisi dengan larutan aquadest 500 ml, atur suhunya
37oC. Setelah alat dinyalakan selang 1 menit larutan buffer asetat yang
berisi tablet CTM diambil 5 ml dengan pipet volume lakukan sampai
menit kelima, kemudian untuk selanjutnya diambil 5 ml sengan selang
waktu 5 menit ke 45 dan setiap pengambilan 5 ml larutan aquadest
2
3
kurva baku.
Uji disolusi tablet CTM
1 tablet CTM yang kandungan zat aktifnya (CTM) 4 mg masukan kedalam alat
disolusi yang telah diisi larutan aquadest 500 ml dan satu tabung lagi juga diisi
dengan larutan aquadest 500 ml, atur suhunya 37oC. Setelah alat dinyalakan
selang 1 menit larutan buffer asetat yang berisi tablet CTM diambil 5 ml
dengan pipet volume lakukan sampai menit kelima, kemudian untuk
selanjutnya diambil 5 ml sengan selang waktu 5 menit ke 45 dan setiap
pengambilan 5 ml larutan aquadest yang berisi CTM harus ada penambahan 5
ml aquadest juga dari tabung satunya yang telah berisi larutan aquadest agar
larutan tersebut tetap 500 ml.
Dari larutan disolusi yang telah diambil 5 ml tersebut semuanya masuk ke vial
dan diberi tanda untuk selang waktu menitnya dan ada 12 cuplikan dengan
selang waktu yang berbeda,yaitu : 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35,
6
7
40, 45.
Diamkan beberapa menit agar pengotor lainnya mengendap.
Setelah di diamkan masukan kedalam kuvet dengan mengambil bagian atasnya
supaya pengotor tidak ikut kedalamnya, kemudian ukur absorbansinya pada
spektrofotometri dengan 262 nm.
V.
Data Pengamatan
8.1.
Hasil Absorbansi Kurva Baku
8.2.
Larutan
baku
20 ppm
1
0.3195
Absorbansi
2
3
0.3189 0.3193
40 ppm
0.5939
0.5921
0.5919
60 ppm
0.8201
0.8197
0.8239
80 ppm
1.057
1.0581
1.0608
100 ppm
1.3128
1.3125
1.3162
Kurva baku
Rata-rata
0.31923
3
0.59263
3
0.82123
3
1.05863
3
1.31383
3
0.8
Absorbansi 0.6
Linear (CTM)
0.4
0.2
0
20
40
60
80
Konsentrasi (ppm)
VI.
Perhitungan
1. Pembuatan larutan stok CTM
100
dalam 1 L = 100 ppm
2. Pembuatan kurva baku CTM
a. 20 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 100 ppm = 25 mL x 20 ppm
25 mL x 20 ppm
V 1=
100 ppm
V1
= 5 mL
V2
= 25 mL
b. 40 ppm
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 25 mL x 40 ppm
V 1=
25 mL x 40 ppm
100 ppm
V1
= 10 mL
V2
= 25 mL
c. 60 ppm
V1 x N1
= V2 x N2
100
25 mL x 60 ppm
100 ppm
V1
= 15 mL
V2
= 25 mL
d. 80 ppm
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 25 mL x 80 ppm
V 1=
25 mL x 80 ppm
100 ppm
V1
= 20 mL
V2
= 25 mL
e. 100 ppm
V1 x N1
= V2 x N2
V1 x 100 ppm = 25 mL x 100 ppm
25 mL x 100 ppm
V 1=
100 ppm
V1
= 25 mL
V2
= 25 mL
3. Perhitungan Disolusi
1. Menit ke 5
A = 0,3377
Konsentrasi (X) =
0,33770,0846
0,2455
= 1,0308 g/ 500 mL
515,4107
8000
x 100% = 6,443%
2. Menit ke 10
A = 0,3490
Konsentrasi (X) =
0,34900,0846
0,2455
= 1,0771 g/ 500 mL
543,6809
8000
3. Menit ke 15
A = 0,3530
Konsentrasi (X) =
x 100% = 6,796%
0,35300,0846
0,2455
= 1,0933 g/ 500 mL
552,0763
8000
4. Menit ke-30
A = 0,3809
0,38090,0846
X=
0,2455
x 100% = 6,901%
= 1,2076 g/500 mL
5 mL
500 mL
5. Menit ke-45
x 608,8813 g = 6,0888 g
A = 0,4248
0,42480,0846
X=
0,2455
= 1,3859 g/500 mL
5 mL
500 mL
x 699,0084 g = 6,9903 g
6. Menit ke-60
A = 0,4945
0,49450,0846
X=
0,2455
= 1,6697 g/500 mL
5 mL
500 mL
x 841,8172 g = 8,4182 g
Pembahasan
Salah satu syarat dalam evaluasi tablet yang harus dilakukan adalah uji
disolusi tablet. Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu
hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat
menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi
harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul. Disolusi adalah
proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada
suatu medium. Disolusi menunjukkan jumlah bahan obat yang terlarut
dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro,
KLT,
KCKT,
Kromatografi
Gas,
Spektroforometri
UV,
1,0771 g/mL. Karena digunakan media dalam air 500ml maka diperoleh
kadar sebesar 538,568 g, kemudian ditambahkan faktor koreksi sebesar
5,154 g sehingga diperoleh kadar total sebesar 543,6809 g. Selanjutnya
dihitung faktor koreksi yang akan ditambahkan di menit ke 15, dimana
5ml sampel yang diambil dibandingkan terhadap 500ml media dikali
kadar 543,6809 g sehingga diperoleh faktor koreksi sebesar 5,437 g.
kemudian ditentukan persen disolusi pada menit ke 10 dimana kosentrasi
yang diperoleh 543,6809 g dibagi dengan konsentrasi tablet yaitu
8000g dikali 100% sehingga diperoleh persen disolusinya 6,796%.
Pada menit ke 15 diperoleh absorbansi rata-rata yaitu 0,3530.
Kemudian ditentukan konsentrasi dengan memasukan hasil absorbansi ke
dalam persamaan garis yang diperoleh sehingga diketahui konsentrasi
1,0933 g/mL. Karena digunakan media dalam air 500ml maka diperoleh
kadar sebesar 546,6395 g, kemudian ditambahkan faktor koreksi sebesar
5,437 g sehingga diperoleh kadar total sebesar 552,0763 g. Selanjutnya
dihitung faktor koreksi yang akan ditambahkan di menit ke 30, dimana
5ml sampel yang diambil dibandingkan terhadap 500ml media dikali
kadar 552,0763 g sehingga diperoleh faktor koreksi sebesar 5,52 g.
kemudian ditentukan persen disolusi pada menit ke 15 dimana kosentrasi
yang diperoleh 552,0763 g dibagi dengan konsentrasi tablet yaitu
8000g dikali 100% sehingga diperoleh persen disolusinya 6,901%.
Pada menit ke 30 diperoleh absorbansi rata-rata yaitu 0.3809.
Kemudian ditentukan konsentrasi dengan memasukan hasil absorbansi ke
dalam persamaan garis yang diperoleh sehingga diketahui konsentrasi
1,2067 g/mL. Karena digunakan media dalam air 500ml maka diperoleh
kadar sebesar 603,3605 g, kemudian ditambahkan faktor koreksi sebesar
5,52 g sehingga diperoleh kadar total sebesar 608,8813 g. Selanjutnya
dihitung faktor koreksi yang akan ditambahkan di menit ke 45, dimana
5ml sampel yang diambil dibandingkan terhadap 500ml media dikali
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Harkness, R. 1989. Interaksi Obat, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan mathilda
S. Widianto. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Syukri, Y. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarta : UII Press.
Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto S.
Yogyakarta : UGM Press.