Anda di halaman 1dari 4

Ekosistem Lentik

Ekosistem perairan tergenang (lentik) merupakan bagian dari habitat air tawar.
Air tergenang, atau habitat lentik ( berasal dari kata lenis yang berarti tenang )
seperti danau, kolam, rawa atau pasir terapung (Odum,1996)
Praktikum perairan lentik (menggenang) ini dilakukan di Ranu Klakah
(Danau Klakah) yaitu sebuah perairan menggenang yang terletak di Desa
Tegalrandu Kecamatan Klakah dengan jarak sekitar 20 km kearah utara Kota
Lumajang. Danau ini berada pada ketinggian 900 m dpl dengan luas 22 Ha dan
kedalaman 28 m. Ranu Klakah terletak pada koordinat 7 o 59 8 LS dan 113o 16
17 BT.
Pada ekosistem lentik zonasinya meliputi: zona litoral, limnetik, dan
profundal.Zonalitoral merupakan zona dimana akar dan cahaya mampu
menembus sampai ke dasarnya.Zonalimnetik bukan berarti berada dibawah zona
litoral,yang membedakan hanya ada tidaknyadasar dan pada zona limnetik ini
dasar tidak ditemukan.Zona Profundal adalah zona yangtidak dapat tertembus
cahaya (Kembarawati, 2000).
-

Zona litoral

Zona litoral merupakan wilayah tepi pada danau dan daerah ini merupakan daerah
dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Komunitas organisme
sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom),
berbagai siput dan remis, serangga, crustacea, ikan, amfibi (katak), reptilia air dan
semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang
sering mencari makan di danau (Kembarawati, 2000).
-

Zona limnetik

Zona limnetik merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih
dapat ditembus sinar matahari. Zona ini dihuni oleh berbagai organisme,
diantaranya fitoplankton termasuk ganggang dan sianobakteri, zooplankton yang
sebagian besar termasuk Rotifera dan udang serta nekton. (Kembarawati, 2000).
-

Zona profundal

Zona profundal merupakan daerah yang dalam dan merupakan daerah dasar pada
suatu danau. Zona ini dianggap sebagai daerah afotik danau. Pada zona profundal

hidup predator heterotrof dan bentos (hidup di dasar air) yang mendekomposisi
(menguraikan) limbah-limbah organik. Selain itu, pada zona profundal terdapat
banyak mikroba (bakteri) dan makhluk hidup lain yang dapat hidup secara
anaerob (Kembarawati, 2000).
Pada masing-masing zona dilakukan berbagai pengukuran antara lain
pengukuran data fisik dan sampling biota.

Pengukuran data fisik meliputi

kecepatan arus, kedalaman, kecerahan, temperature, warna air, dan tipe tekstur
substrat. Setiap data fisik yang diukur dilakukan tiga kali pengulangan dan
diambil rata-ratanya. Serta pada zona profundal data yang digunakan merupakan
data kelas.
Berdasarkan hasil yang didapatkan untuk pengukuran fisik

Kecepatan arus
pada zona litoral kecepatan arus 0,01m/dt sedngkan untuk zona limnetik
0,02 m/dt. Ciri khas ekosistem lentik yaitu memiliki kecepatan arus sangat

lambat dan secara 0,1-1 cm/detik (Odum,1996).


Temperatur
pada zona litoral didapatkan nilai temperatur 31 oC, 31 oC, 32 oC , sehingga
dapat dilihat diketahui rata-rata suhu pada zona litoral 31 oC dan zona
limnetik pada ketiga pengulangan nilai temperatur

31 oC begitu juga

dengan zona profundal dari ketiga pengulangan bernlai sama yaitu


temperatur menunjukkan 31 oC. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan

fitoplankton di perairan adalah 20 oC - 30 oC (Brahmana,1993).


Kedalaman air
Dari hasil didapatkan untuk kedalaman zona litoral 1 0,26 m, litoral 2
0,30m dan litoral 3 0,25m. Sedangkan zona llimnetik mempunyai
kedalaman limnetik1 2,9 meter limnetik2

1,5 meter dan limnetik3

2,1meter. sedangkan pada zona profundal kedalaman mencapai 30meter.


Hal ini diketahui dari salah seorang narasumber yang berprofesi sebagai

pengelola wisata danau Klakah tersebut.


Salinitas
didapatkan rata-rata salinitas ekosistem lentik adalah 0%o . ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa Ekosistem lentik memiliki
tingkat salinitas rendah yaitu kurang dari 5% atau 6-89 ppt (Odum, 1996).

Warna air
ekosistem danau ini memiliki warna hijau kecoklatan, Warna air
cenderung berwarna kehijauan,hal tersebut dipengaruhi oleh alga yang
hidup pada daerah tersebut. Sehingga dapat dimungkinkan produktifitas
primer didalamnya tinggi tetapi pada zona profundal warna air cenderung
lebih bening dibandingkan dengan zona yang lain, hal ini dikarenakan
zona profundal sangat dalam dan aktivitas organisme sangat sedikit.
Sehingga substrat pada dasar perairan tidak teraduk dan menyebabkan air
tetap bening.

Setelah selesai pengukuran fisik dilakukan juga pengukuran kimia meliputi nilai
DO dan PH dilakukan juga pengukuran 3 kali pengulangan

DO
Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat oleh molekul air.
Pada zona litoral nilai DO dengan pengulangan 3kali berturut turut 1,06
mg/L , 1,04 mg/L , 1,04 mg/L sedangkan pada zona limnetik nilai DO
pengulangan 3 kali berturut turut adalah 1,02 mg/L , 1,05mg/L , 1,03mg/L.
Dan untuk zona profundal didapatkan nilai DO 1,02 mg/L, 1,03mg/L,
1,01mg/L. Jika dibandingkan dengan besar nilai DO yang normal yakni 57, pada titik ini dapat dikatakan memiliki tingkat kejernihan yang kurang
baik.

PH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen
dan menunjukkan apakah suasana air tersebut bereaksi asam atau basa
(Kembarawati, 2000). Pada zona litoral didapatkan nilai Ph 8,5 , pada zona
limnetik dengan pengulangan 3kali 7,2 , 7,5 dan 8. Sedangkan pada zona
profundal nilai ph 8,5 , 8,9 , dan 8 . Air normalyang memenuhi syarat
untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 7,5.
Ditemukan mikro alga bentik pada zona litoral lokasi 1 Gonatozygon sp.

Pada litoral lokasi 2 ditemukan Nitschia sp. Sedangkan pada zona limnetik lokasi
1 ditemukan Navicula sp.
Untuk makro invertebrata bentik pada litoral lokasi 1 ditemukan Viviparus
sp. dengan jumlah 2. Sedangkan pada litoral lokasi 2 ditemukan Champeloma sp.

dengan jumlah 2. Pada litoral lokasi 3 ditemukan Goniobasis sp. dengan jumlah 4.
Selanjutnya pada zona limnetik 1 ditemukan juga makro invertebrata bentik yaitu
Hydrobia sp. dengan jumlah 2. dan Pleurocera sp. dengan jumlah 1. Sedangkan
pada limnetik lokasi 2 ditemukan makro invertebrata bentik yaitu udang dengan
komposisi jenis 1.
Untuk Neuston dan Nekton hanya ditemukan ikan cethul dengan jumlah 1.
Berdasarkan data yang didapat tersebut menunjukkan bahwa pada titik ini
biodiversitas dari organisme khususnya neuston dan nekton masih rendah karena
hanya ditemukan 1 jenis organisme. Indeks keanekaragaman jenis pada setiap
jenis di ekosistem danau ranu klakah rendah karena pada setiap jenis, individu
yang ditemukan jumlahnya hanya satu atau dua sehingga tidak ada yang
mendominasi.
Pengamatan yang dilakukan selanjutnya yaitu analisis data pendukung.
Salah satunya adalah pemanfaatan danau oleh masyarakat yaitu untuk tempat
pariwisata, sumber air untuk irigasi, dan berbagai macam budidaya akuatik seperti
budidaya kerang dan ikan mujair. Tata guna lahan di sekitar danau sebagai tempat
pemukiman penduduk

DAFTAR PUSTAKA
Odum, E.P. 1998.Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Brahmana, Moelyo,M, Rahayu,S. 1993. Eutrofikasi Waduk Saguling, Jurnal
litbang Pengairan 8 (28). Bandung: Puslitbang Pengairan.
Kembarawati. 2000. Penentuan Faktor Biotik-abiotik lingkungan perairan.
Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai