Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

BRONKIOLITIS

Oleh
Vicky Octaviani
030.11.297

Pembimbing
dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A

KEPANITRAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD BEKASI
PERIODE 1 AGUSTUS-8 OKTOBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Pasien
An. K
2 bulan

Nama
Usia
Alamat
Pekerjaan

Ayah
Tn. S
29 tahun
Jl. Lismaratu no. 5
Ojek

Ibu
Ny. A
27 tahun
Karyawan swasta

I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan pasien beserta ibu pasien
pada tanggal 31 Agustus 2016 di Bangsal Melati

Keluhan utama

: Sesak

Keluhan tambahan

: Demam, batuk

Riwayat Penyakit Sekarang


Os dibawa ke IGD RSUD Bekasi karena sesak sejak 1 hari SMRS. Selain itu
terdapat keluhan demam naik turun sejak 1 hari SMRS, saat dirumah suhu
tertinggi 38.5o C diukur dengan termometer, tidak disertai kejang. Terdapat
batuk berdahak sejak 3 hari SMRS, dahak tidak bisa keluar. Keluhan muntah
dan mencret disangkal. Os tetap mau minum susu seperti biasanya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os belum pernah menderita sakit serupa maupun penyakit lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ada anggota keluarga yang sedang sakit batuk pilek di rumah (adik ibu),
Riwayat penyakit jantung dan asma dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan
Os sehari-hari minum ASI ditambah susu formula 60 cc 8x/hari. Ayah pasien
merupakan perokok aktif.

Riwayat kehamilan dan kelahiran

Kehamilan
Kelahiran

Perawatan antenatal
Penyakit kehamilan
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan

Setiap bulan di bidan


(-)
Rumah bersalin
Bidan
Spontan
4

Usia kehamilan
Berat badan lahir
Panjang badan lahir
Warna kulit
Ketuban
Nilai APGAR
Kelainan bawaan
Kesan: riwayat kehamilan dan kelahiran baik

Riwayat Makanan

Umur
ASI/PASI
Buah/biskuit
(bulan)
0-2
ASI + susu formula
2-4
ASI + susu formula
Kesan: Pasien tidak mendapat ASI eksklusif

39 minggu
3100gr
50 cm
Sianosis
Hijau
Tidak diketahui
(-)

Bubur susu

Nasi tim

Riwayat imunisasi

Vaksin
Umur
Hepatitis B
Lahir
Polio
Lahir
BCG
Lahir
DTP
Campak
Kesan: imunisasi dasar sesuai usia tidak lengkap. Pasien melewati imunisasi hepatitis
B yang kedua (1 bulan) DTP pertama (2 bulan), polio yang kedua (2 bulan).

Riwayat Perumahan dan Sanitasi


Os tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari

genteng, dan ventilasi cukup. Di rumah os tinggal bersama kakek, nenek, ayah,
ibu dan adik ibunya (2 orang). Menurut pengakuan keluarga pasien, keadaan
lingkungan rumah padat, ventilasi, dan pencahayaan baik, sumber air bersih
berasal dari PAM, sumber air minum dari galon.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Melati pada tanggal 31 Agustus 2016
Keadaan umum
Tanda Vital

Kesadaran
Frekuensi nadi

: Tampak sakit berat


: Compos mentis
: 124 x/menit
6

Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh

: 44x/menit
: 39.7 0C

Data antropometri

BB/U

Berat badan
Panjang badan
Lingkar kepala
Status gizi
: SD > +2 gizi lebih

: 5.4 kg
: 55 cm
: 39 cm

TB/U : SD 0 - +2 baik
BB/TB : SD +1-+2 gizi baik

LK/U : SD 0 baik

10

Status generalis
Kepala

: Normocephali, simetris, ubun-ubun belum menutup, rambut hitam,

Wajah
Mata

distribusi merata, tidak mudah dicabut


: Tampak pucat (-), dismorfik (-)
: CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor, reflek cahaya langsung (+/+),

Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax

reflek cahaya tidak langsung (+/+),


: Normotia, sekret (-), nyeri tekan (-),
: Simetris, deformitas (-), sekret (-), pernapasan cuping hidung (+)
: Mukosa bibir tidak kering, sianosis (-), faring hiperemis (-), T1 / T1
: Kelenjar tidak teraba, nyeri tekan (-)
: Inspeksi: Normochest, efloresensi kulit (-) spider nevi (-), gerak napas
simetris statis dan dinamis, pelebaran sela iga (-/-), retraksi
suprasternal(+), retraksi intercostal (+)

12

+
+

+
+
Palpasi: Gerak napas simetris
Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi:
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SNV (+/+), rhonki (+/+) ,

Abdomen

wheezing (+/+), inspirasi

memendek (+)
: Inspeksi: Datar, warna kulit sama dengan sekitar, striae (-), venektasi
vena (-),
Auskultasi: Bising usus (+) 6x/menit
Palpasi: Supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-)

Extremita

Perkusi: Timpani seluruh regio abdomen


: Deformitas (-), akral hangat , oedem (-), CRT < 2 detik

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Darah lengkap
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
GDS
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Laju endap darah
Eritrosit
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC

Hasil
31 Agustus 2016

Nilai Normal

10.2
31.2
8.1
388
84
1 September 2016
10.7
30.8
7.7
401
30
3.26

11-14.5 g/dL
40-54 %
5-10 ribu/uL
150-400 ribu/uL
60-110 mg/dL

0
3
2
53
32
8

<1 %
1-3 %
2-6 %
52-70 %
20-40 %
2-8 %

94.6
29.9
31.6

75-87 fL
24-30 pg
31-37 %

11-14.5 g/dL
40-54 %
5-10 ribu/uL
150-400 ribu/uL
0-10 mm
4-5 juta/uL

14

Elektrolit
Natrium
Kalium
Clorida

136
5.3
95

135-145 mmol/L
3.5-5.0 mmol/ L
94-111 mmol/L

Radiologi

Skeletal : Normal
Cor : Sinus dan diafragma normal
Pulmo
: Corakan normal, tampak infiltrat di
parakardial.
Kesan
: Bronkopneumonia duplex

IV. RESUME
Os anak laki-laki, usai 2 bulan datang ke IGD RSUD Bekasi karena sesak sejak 1
hari SMRS. Selain itu terdapat keluhan demam naik turun sejak 1 hari SMRS.
Terdapat batuk berdahak sejak 3 hari SMRS, dahak tidak bisa keluar.
Riw. penyakit keluarga : bibi pasien menderita batuk pilek.
Riw. kebiasaan: ayah perokok aktif
Riw. makanan: asi ekslusif (-) sejak lahir os minum asi ditambah susu formula
Riw. imunisasi: imunisasi dasar sesuai usia tidak lengkap
Riw. perumahan dan sanitasi: jumlah anggota keluarga cukup banyak di rumah (7
orang)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Tanda Vital

: Tampak sakit berat

Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh

: Compos mentis
: 124 x/menit
: 44x/menit
: 39.7 0C

Data antropometri

Berat badan
Panjang badan

: 5.4 kg
: 55 cm

16

Lingkar kepala

: 39 cm

Status gizi
BB/U : SD > +2 gizi lebih
TB/U : SD 0 - +2 baik
BB/TB : SD +1-+2 gizi baik
LK/U : SD 0 baik

Status generalis
Hidung : pernapasan cuping hidung (+)
Thorax : retraksi suprasternal(+), retraksi intercostal (+)
Pulmo : SNV (+/+), rhonki (+/+) , wheezing (+/+), inspirasi memendek (+)

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Leukosit dalam batas normal
LED meningkat 30 mm
Radiologi
Tampak infiltrat di parakardial.
Kesan

: Bronkopneumonia duplex

V. DIAGNOSIS KERJA
Bronkiolitis
VI. DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial
Bronkopneumonia
VII.

TATALAKSANA
O2 2-4 L/mnt
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250 mg
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau dalam 2 dosis 2x50
mg
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Nebulizer salbutamol @0.2-0.6 mg/kg per 4-6 jam 1 cc + NaCl
0.9% 3 cc inhalasi / 6 jam

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : ad bonam

IX. FOLLOW UP
Tanggal

Catatan

Instruksi
18

01/09/201
6

Demam (-), batuk (+), sesak (+)


berkurang, ngorok
Kes: CM, TSB
HR: 110 RR: 36 S: 36.5oC
Thorax: Retraksi (+)
SNV +/+ Rh +/+ Wh +/+
Stridor (+)

02/09/201
6

Demam (-), batuk (+), sesak (+)


berkurang, ngorok
Kes: CM, TSB
HR: 100 RR: 34 S: 36.7oC
Thorax: Retraksi (+)
SNV +/+ Rh +/+ Wh +/+
Stridor (+)

03/09/201
6

04/09/201
6

05/09/201
6

O2 2-4 L/mnt
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
mg
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau
dalam 2 dosis 2x50 mg
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Nebulizer salbutamol @0.2-0.6 mg/kg per 4-6
jam 1 cc + NaCl 0.9% 3 cc inhalasi / 6
jam

O2 2-4 L/mnt
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
mg
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau
dalam 2 dosis 2x50 mg
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Nebulizer salbutamol @0.2-0.6 mg/kg per 4-6
jam 1 cc + NaCl 0.9% 3 cc inhalasi / 6
jam
Cetirizin 1x1 mL
Demam (-), batuk (+), sesak (+)
O2 2-4 L/mnt
stridor inspirasi (+)
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Kes: CM, TSS
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
o
HR: 112 RR: 32 S: 36.6 C
mg
Thorax: Retraksi (-)
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau
SNV +/+ Rh +/+ Wh +/+
dalam 2 dosis 2x50 mg
Stridor (+)
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Cetirizin 1x1 mL
Nebu Adrenalin 1cc+NaCl 0.9% 4 cc / 8 jam
Dexamethason 2x0.3 cc
Demam (-), batuk (+), sesak (+)
O2 2-4 L/mnt
berkurang
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Kes: CM, TSS
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
HR: 100 RR: 32 S: 36.6oC
mg
Thorax: Retraksi (-)
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau
SNV +/+ Rh +/+ Wh +/+
dalam 2 dosis 2x50 mg
Stridor (+)
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Cetirizin 1x1 mL
Nebu Adrenalin 1cc+NaCl 0.9% 4 cc / 8 jam
Dexamethason 2x0.3 cc
Demam (-), batuk berkurang, sesak O2 2-4 L/mnt
(+) berkurang
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Kes: CM, TSS
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
HR: 100 RR: 32 S: 36.7oC
mg
Thorax: Retraksi (-)
Amikasin @ 15-20 mg/kgBB/hari single atau
SNV +/+ Rh +/+ Wh -/dalam 2 dosis 2x50 mg
Stridor (+)
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg

20

06/09/201
6

07/09/201
6

08/09/201
6

09/09/201
6

Cetirizin 1x1 mL
Nebu Adrenalin 1cc+NaCl 0.9% 4 cc / 8 jam
Dexamethason 2x0.3 cc
Demam (-), batuk berkurang, sesak O2 2-4 L/mnt
(-)
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
Kes: CM, TSS
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
HR: 110 RR: 28 S: 36.6oC
mg
Thorax: Retraksi (-)
Amikasin stop
SNV +/+ Rh +/+ Wh -/Azitromisin 1x50 mg
Stridor (+)
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Cetirizin 1x1 mL
Apialys 1x0.5 cc
Demam (-), batuk berkurang, sesak IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
(-)
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
Kes: CM, TSS
mg
o
HR: 100 RR: 26 S: 36.7 C
Amikasin stop
Thorax: Retraksi (-)
Azitromisin 1x50 mg
SNV +/+ Rh +/+ minimal Wh -/- Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Stridor (+)
Cetirizin 1x1 mL
Apialys 1x0.5 cc
Demam (-) batuk jauh berkurang,
IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
sesak (-)
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
Kes: CM, TSS
mg
o
HR: 100 RR: 24 S: 36.7 C
Amikasin stop
Thorax: Retraksi (-)
Azitromisin 1x50 mg
SNV +/+ Rh +/+ minimal Wh -/Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Stridor (-)
Cetirizin 1x1 mL
Apialys 1x0.5 cc
Demam (-), batuk sedikit, sesak (-) IVDF KaEn 1B 168 cc/ jam 7 tpm
HR: 110 RR: 26 S:36.6
Ceftazidime @ 30-150 mg/kgBB/hari 2x250
HR: 100 RR: 28 S: 36.5oC
mg
Thorax: Retraksi (-)
Amikasin stop
SNV +/+ Rh +/+ minimal Wh -/Azitromisin 1x50 mg
Stridor (-)
Ambroxol < 2 tahun 2 x 0.5 mL @ 15 mg
Cetirizin 1x1 mL
Apialys 1x0.5 cc

BAB II
ANALISA KASUS
22

Kasus

Teori

Identitas
Usia: 2 bulan
Laki-laki
Anamnesis
KU: sesak
KT: demam 1 hari SMRS, batuk 3 hari
SMRS
RPK: kontak dengan orang sakit (+)
RK: susu formula
RL: rumah padat (7 orang)
Ayah perokok
Tanda vital
HR: 124x/menit
RR: 44x/menit
Pemeriksaan Fisik
Hidung: NCH (+)
Thorax
Retraksi suprasternal (+)
Retraksi subcostal (+)
Rhonki (+/+)
Wheezing (+/+)
Inspirasi memendek
Pemeriksaan penunjang
Leukosit dbN
LED 30 mm
Ro: tampak infiltrat di parakardial BP
duplex

Sering pada anak <2 tahun


Lebih sering menyerang anak laki-laki
Sering diawali dengan infeksi sal. pernapasan
atas (common cold)
Kontak dengan orang sakit fak. risiko
ASI (-) fak. risiko
Lingkungan rumah padat fak. risiko
Paparan asap rokok fak.risiko
Hipoksia HR dan RR meningkat

Usaha bernapas (+)


Rhonki (+/+)
Wheezing (+/+)
Banyak udara sisa dalam alveoli
Leukosit normal
Inflamasi (+)
Tidak spesifik, sering timbul gambaran BP

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

24

Definisi
Bronkiolitis akut adalah peradangan pada bronkiolus yang ditandai oleh sesak napas,
mengi, dan hiperinflasi paru.1 Penyakit bronkiolitis merupakan infeksi respiratorik
bagian bawah yang sering terjadi pada bayi. Umumnya bronkiolitis menyerang anak
usia kurang dari 2 tahun dengan puncak insiden usia sekitar 6 bulan.2,3,4

Etiologi
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah agen yang paling sering yang ditemukan
dalam isolasi sebanyak 75% pada anak-anak kurang dari 2 th yang menderita
bronkiolitis dan dirawat di rumah sakit. Penyebab lain yang menyebabkan bronkiolitis
termasuk didalamnya adalah virus para influenza tipe 1 dan 3, influenza B, para
influenza tipe 2, adenovirus tipe 1,2,5 dan mycoplasma yang paling sering pada anakanak usia sekolah.5 Bakteri sebagai etiologi bronkiolitis merupakan hal yang sangat
jarang, namun tidak menutup kemungkinan.

Tabel 1. Agen penyebab infeksi virus saluran napas pada anak 3,4,6

26

Agen penyebab

Respiratory Syncytial
Virus
Adenovirus
Parainfluenza viruses
Rhinoviruses
Metapneumovirus
Mycoplasma pneumonia

Frekuensi kejadian berdasarkan kelompok


umur
0-2 tahun

2-5 tahun

5-9 tahun

9-15 tahun

++++
++
++
+
++
+

+++
++
++
++ - +++
+
++

++
+
++
++ - +++
+
+++

++
0
++
+++
0
+++

+++ = sangat sering ++ = sering ++ = kadang += tidak umum


0 = tidak diketahui
Faktor Risiko
Bayi yang tidak mendapat ASI (faktor proteksi) 3,4,6,7
ASI mempunyai antibodi terhadap RSV termasuk IgG, IgA, IFN-, serta
mempunyai aktivitas netralisasi melawan RSV
Lingkungan rumah padat 3,4,6
Kontak dengan orang sakit
Orang tua perokok 2,4,6
Paparan asap rokok baik prenatal maupun pascanatal dapat mempengaruhi
morfogenesis paru maupun perkembangan sistem imunologis anak .9 Nikotin
yang terkandung dalam asap rokok dapat menekan kemampuan fagositosis
dari neutrofil dan makrofag/monosit,27 selain itu nikotin juga menyebabkan
kerusakan sel epitel sebagai pertahanan mekanik tubuh yang akan
menyebabkan peningkatan perlekatan patogen pada permukaan mukosa sel.31
Bayi prematur dan berat lahir rendah
Melalui 2 mekanisme, yaitu gangguan sistem imun dan gangguan fungsi paru.
Gangguan fungsi imun ini dapat berdiri sendiri ataupun sebagai bagian dari
kekurangan nutrisi semasa bayi. Pada BBLR dan prematur gangguan fungsi
paru dapat terjadi karena bronkopulmoner displasia yang berhubungan dengan
penyempitan saluran napas, akibat pemakaian ventilator.
Jenis kelamin laki-laki3,8
Bronkiolitis akut lebih banyak mengenai anak laki-laki. Hal ini dihubungkan
dengan kaliber saluran respiratorik yang relatif lebih sempit pada anak lakilaki dibanding perempuan.3
Riwayat atopi dalam keluarga
Hal ini didasari karena pasien bronkiolitis akut berat sering mengalami mengi
berulang atau berkembang menjadi asma. 12,13
Dititipkan di day care14
Usia14

28

Kelainan jantung bawaan14


Patofisiologi15
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting
dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat
sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel
target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi
protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV
strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan
sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring
kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui
penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring.
Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
(common cold) yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Apabila infeksi
meluas ke saluran napas bagian bawah maka akan terjadi bronkiolitis. Bronkiolitis
akut ditandai dengan peradangan pada bronkiolus sehingga timbul edema bronkiolus
selain itu juga akan memicu sekresi mukus oleh sel-sel inflamasi. Timbulnya mukus
akan mempersempit saluran napas. Aliran udara yang melalui bronkiolus yang radang
dan penuh mukus akan menimbulkan wheezing. Replikasi dan kolonisasi virus pada
mukosa bronkiolus akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan gambaran patologi
nekrosis sel epitel yang akan menjadi debris. Saat proses inspirasi debris akan
terdorong ke alveoli, saat proses ekspirasi debris akan terdorong ke arah atas sehingga
menghambat aliran udara keluar dan kelamaan akan menyebabkan air trapping yang
dapat mengakibatkan hiperinflasi dada. Proses patologis yang terjadi akan
mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru, sehingga ventilasi yang makin
menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia (PaO2 menurun)
yang ditandai dengan peningkatan heart rate dan respiration rate yang diikuti dengan
expiration effort dan retraksi. Lama kelamaan anak akan mengalami fatigue yang
pada akhirnya jatuh pada kondisi letargi.

30

Manifestasi klinis
Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer,
batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung beberapa
hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk paroksimal, mengi,
dispnoe, dan irritable. Timbulnya kesulitan minum terjadi karena napas cepat
sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada kasus ringan, gejala
menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan
perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan
hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat
napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadangkadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong
diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi dan
awal ekpirasi dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.
Diagnosis

32

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan


adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing
pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan
gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan
pneumonia atau riwayat atopi seperti asma yang dapat menyebabkan wheezing.
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory
Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila
skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3
dimasukkan dalam kategori ringan.
SKOR
0

Skor
3

maksima
l

Wheezing
Ekspirasi
Inspirasi
Lokasi

Akhir

Sebagian

semua

2 dr 4

3 dr 4

lap paru

lap paru

(-)

Ringan

Sedang

Berat

(-)

Ringan

Sedang

Berat

(-)
(-)
(-)

Semua

2
2

Retraksi
Supraklavikula
r
Interkostal

(-)
Ringan
Sedang
Berat
3
Subkostal
TOTAL
17
Tabel 2. Respiratory Distress Assessment Instrument
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak menunjukan hasil spesifik. Hitung lekosit
biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan
leukosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. 16 Analisa gas darah
(AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang
membutuhkan ventilator mekanik, gejala fatigue, hipoksia dan asidosis metabolik jika
terdapat dehidrasi.16,17 Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan
pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur
34

virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada
50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah
80-90%.
Pemeriksaan radiologi tidak menunjukan gambaran yang khas, dapat dijumpai
gambaran hiperinflasi yang ditandai dengan peningkatan diameter anterposterior,
infiltrat yang biasanya tidak luas, hiperlusen karena air trapping, diafragma mendatar
dan atelektasis fokal akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat.(16)
Bahkan ada kecenderungan ketidaksesuaian antara gambaran klinis dan gambaran
radiologis. Berbeda dengan pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat akan
menunjukkan gambaran kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada
bronkiolitis gambaran klinis berat tanpa gambaran radiologis berat. Gambaran
hiperinflasi dan infiltrat ini mungkin juga dapat ditemukan pada pasien dengan asma,
pneumonia atipik atau aspirasi cairan.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama bronkiolitis adalah asma.18
Asma
Bronkiolitis
Penyebab
Hiperreaktivitas bronkus
Virus
Umur
> 2 tahun
< 2 tahun
Sesak berulang
Ya
Tidak
Onset sesak
Akut
Tersembunyi
ISPA atas
+/Selalu +
Atopi keluarga
Sering
Jarang
Alergi lain
Sering
Respon bronkodilator
Cepat
Lambat
Eosinofil
meningkat
Normal
Tabel 3. Perbedaan asma dengan bronkiolitis

Beberapa penyakit-penyakit lain yang harus dibedakan dari bronkiolitis antara


lain, kelainan anatomi seperti cincin vaskuler dapat menyebabkan obstruksi saluran
napas dan gangguan inspirasi ataupun ekspirasi, benda asing harus dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding.4 Penyebab mengi lain yang sering pada bayi muda adalah
Gastroesophageal Refux Disease (GERD).4 Pneumonia bakterialis harus dibedakan
dengan bronkiolitis karena terkait dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada
pneumonia jarang sekali ditemukan mengi. 4 Pneumonia bakteri pun kadang-kadang
36

sulit dibedakan dengan bronkiolitis apabila disertai dengan sumbatan respiratorik


karena diameter saluran napas yang masih kecil.

Infeksi
Asma

Kelainan anatomi

Respiratory Syncytial Virus (RSV), Human


metapneumovirus, Parainfuenza, Adenovirus, Influenza,
Rhinovirus, Bocavirus, Chlamydia trachomatis, Tuberculosis,
Histoplasmosis, Papilomatosis
Transient wheezer, Persistent wheezer, Late onset wheezer
Abnormalitas saluran napas sentral
(malacia laring, trakea, dan/atau bronki, trakeoesofageal
fistula, laryngeal cleft)
Kompresi saluran napas (tumor, benda asing)
Anomali saluran napas intrinsik (hemangioma saluran napas,
malformasi cystic adenomatoid, kista bronchial atau paru,
emfisema lobar kongenital, benda asing, penyakit jantung
kongenital)
Imunodefisiensi (Imunoglobulin A defciency, defisiensi cell, AIDS, bronkiektasis)

Kelainan
mucociliary

Fibrosis kistik, diskinesia silier primer, bronkiektasis

clearance
Sindroma aspirasi
Lainnya

Gastroesofageal refluks, disfungsi faringeal


Displasia bronkopulmoner, bronkiolitis obliterans, gagal
jantung, anafilaksis
Tabel 3. Diagnosis Banding Bronkiolitis 4

Tatalaksana
Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting disease, sehingga pengobatan
biasanya hanya suportif.19
1. Oksigenasi
2. Terapi cairan penting untuk koreksi apabila terdapat asidosis
metabolik/respiratorik dan cegah terjadinya dehidrasi
3. Bronkodilator dan kortikosteroid
Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis. Obat golongan beta agonis akan menyebabkan relaksasi otot
polos

saluran

nafas,

meningkatkan

klirens

mukosilier,

mengurangi

permeabilitas vaskuler dan mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan
basofil.Penggunaan bronkodilator masih kontroversial karena ada yang
berpendapat bahwa Pada keadaan bronkiolitis yang dominan adalan
inflamasinya bukan bronkokonstriksinya sehingga yang harus diberikan
adalah pemberian antiinflamasi bukan bronkodilator.20 Pemberian epinefrin
38

memberikan hasil yang lebih baik secara klinis, sebuah penelitian randomized
controlled trial di Eropa pada tahun 2009 menunjukkan bahwa nebulisasi
epinefrin dan deksametason oral pada anak dengan bronkiolitis dapat
mengurangi kebutuhan rawat inap, lama perawatan di rumah sakit, dan durasi
penyakit.21
4.

Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya masih


kontroversial baik efektivitas maupun keamanannya.18 The American Academy
of Pediatrics merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan yang
diperkirakan akan menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis
dengan

kelainan

jantung,

fibrosis

kistik,

penyakit

paru

kronik,

imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur.19 Ribavirin dapat menurunkan


angka morbiditas dan mortalitas penderita bronkiolitis dengan penyakit
jantung jika diberikan sejak awal.3,4,19 Penggunaan ribavirin biasanya dengan
cara nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per
5.

hari selama 3-7 hari. 19


Antibiotik tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus,
kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan.21 Terapi antibiotik sering
digunakan berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak
terdeteksi,22 padahal hal ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh
kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya
diusahakan hanya berdasarkan indikasi.19 Pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi
dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas.22 Antibiotik yang dipakai
biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma pneumoniae
diatasi dengan eritromisin.

Pencegahan
Salah satu bentuk pencegahan terhadap RSV adalah higiene perorangan
meliputi desinfeksi tangan menggunakan alcohol based rubs atau dengan air dan
sabun sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien atau objek tertentu yang
berdekatan dengan pasien.22 Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi
udara serta pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencegah kejadian bronkiolitis. 22
Perlu dilakukan edukasi anggota keluarga mengenai diagnosis, tatalaksana, dan
pencegahan bronkiolitis sesuai evidence-base. 22

40

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Paediatric Society of New Zealand. Best Practice Evidence Based Guideline.
Wheeze and chest infection in infants under 1 year 2005 Accessed September
9th 2016. Available at: http//www.paediatrics.org.nz
2. Orenstein DM. Bronchiolitis. Dalam Behrman RE, Kliegen RM, Arvin Am,
penyunting. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi kelimabelas. Saunders,
Philadelphia. h.1211-2.

42

3. Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman


RE, Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2011. p. 1456-9.
4. Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin
Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders;
2009. p. 277-85
5. DeNicola LK, Gayle M O, Bronchiolitis, [serial online ] Sept 1998 [ akses
2016

Sept

];

[12

Halaman

].

Di

akses

dari

URL: http://www.dcmsonline.org/jaxmedicine/1998journals/september98/bron
chiolitis.htm
6. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children:
Guidelines for the management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013.
7. Bachrach VRG, Schwarz E. Bachrach LR. Breastfeeding and the risk of
hospitalization for respiratory disease in infancy- A meta-analysis. Arch
Pediatr & Adolesct Med 2003; 157:237-43.
8. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A,
penyunting. Kendigs Disorder of Respiratory Tract in Children. Edisi ke-7.
Philadelphia: Saundres; 2006. h. 423-32.
9. Davies DE, Wicks J, Powell RM, Puddicombe SM, Holgate ST. Airway
remodeling in asthma: New insights. J Allergy Clin Immunol 2003; 111:21525.
10. Victoria CG, kirkwood BR, Ashworth A, Black RE, Rogers S, Sazawal S, et
al. Potential intervention for the prevention of childhood pneumonia in
developing

countries:

imporving

nutrition.

Am

of

Clinic

Nutr

1999;70(3):309-320.
11. Dye JA, Adler KB. Effects of cigarette smoke on epithelial cells of the
respiratory tract. Thorax 1994;49:825-34.

44

12. Sigurs N, Gustafsson PM, Bjarnason R. Severe respiratory syncytial virus


bronchiolitis in infancy and asthma and allergy at age 13. Am J Respir Crit
Care Med 2005; 171:137-41
13. Lemanske RF, Jackson DJ, Gangnon RF. Rhinovirus illness during infancy
predict subsequent childhood wheezing. J Allergy Clin Immunol 2005;
116:571-7.
14. Arif, M. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Penerbitan Media
Aesculapius FKUI.
15. Mansbach JM. Respiratory viruses in bronchiolitis and their link to recurrent
wheezing and asthma. Clin Lab Med. 2009; 29(4): 74155.bed
16. Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak,
Edisi Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008
17. A Tam, SY Lam, et all. Clinical Guideline on The Management pf Acute
Bronchiolitis, Hongkong Journal Pediatric (New Series) 2006; 11; 235 241.
18. Committee on Infectious Diseases and Bronchiolitis. Updated huidance for
pavlizumab prophylaxis among infants and young children at increased risk of
hospitalization for respiratory syncytial virus infection. American Academy of
Pediatrics 2014;134:415-20.
19. Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI): Evidence and recommendations for further
adaptations. Geneva: WHO; 2005.
20. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, Kimpen JLL. Viral lower respiratory
tract infection in infants and young children. BMJ 2003; 327:36-40.
21. Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R, Brant R, et al.
Epinephrine and Dexamethasone in Children with Bronchiolitis. N Engl J Med
2009; 360:2079-89.doi: 10.1056/NEJMoa0900544

46

22. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson BK, Baley JE, Gadomski
AM, et al. Clinical practice guideline: The diagnosis, management, and
prevention of bronchiolitis. American Academy of Pediatrics 2014;
134(5):1474-502.

48

Anda mungkin juga menyukai