Anda di halaman 1dari 24

TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH B3

PAPER TENTANG REMEDIASI

DISUSUN OLEH:
NAMA : RAISSA ROSADI
NIM

: H1E113206

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
taufik dan hidayah-Nya maka usaha usaha dalam menyelesaikan tugas
Pengelolaan Limbah B3 tentang Remediasi

ini dapat terselesaikan sesuai

harapan. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini banyak


mendapat dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Nova Annisa, S.Si, M.S selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengelolaan
Limbah B3.
2. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah berkenan
membantu dan mendukung dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Saran dan kritik yang konstruktif tetap praktikan harapkan serta akan
dijadikan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan tugas Pengelolaan Limbah
B3 tentang Remediasi ini. Akhirnya penulis mohon maaf apabila ada
kekurangan dalam penyusunannya. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru,

Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remediasi......................................................................... 4
2.2 Pengertian Bioremediasi..................................................................... 4
A. Tujuan Bioremediasi...................................................................... 5
B. Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi... 5
C. Proses Bioremediasi....................................................................... 11
D. Jenis-jenis Bioremediasi................................................................ 12
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.. 13
F. Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi..................................... 16
2.3 Pengertian Fitoremediasi.................................................................... 17
A. Proses Fitoremediasi... 17
B. Aplikasi di Lapangan..................................................................... 18
BAB VI PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 20
3.2 Saran................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita

hirup, air yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan
makanan telah terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi
dari sampah industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan
peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah
bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan
organisme hidup yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri,
senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan
bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki
dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan
termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila
tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak
sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh
pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan
ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahanbahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga
fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan
oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabene-nya sebagai pengguna
lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan
secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan

kemampuan

terdegradasinya

di

lingkungan,

polutan

digolongkan atas dua golongan :


1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan
seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini

akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih


cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang
cukup serius. Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri
dari bahan pelarut (kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT,
lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida (pentaklorofenol),
insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon
[PAH], benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs),
logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan
berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera dalam
lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode
biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi
dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti
CO2 dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan
salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada
lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming
(peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya
polutan dilokasi kontaminan tersebut.
Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga
menjadi peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap
buruknya kesehatan akibat polusi lingkungan.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun

menemukan beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara


sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan remediasi ?
2. Apakah pengertian Bioremediasi ?
3. Apakah tujuan dari biormediasi ?
4. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?
5. Bagaimanakah proses bioremediasi ?
6. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
7. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
8. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?
9. apakah pengertian dari phytoremediasi ?
10. Bagaimana proses fitoremediasi berlangsung ?
1.3

Tujuan
Adapun tujuan dan maksud penulisan ini, diantaranya :

1. Untuk mengetahui apa itu remediasi


2. Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi
3. Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari biremediasi
4. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam bioremedisi
5. Untuk mengetahui proses bioremediasi
6. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi
7. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi
8. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi
9. untuk mengetahui apa itu phytoremediasi
10. Untuk mengetahui cara berlangsungnya proses fitoremediasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang

tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ

(atau off-site). Pembersihanon-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini


lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari phytoremediasi dan bioremediasi.
2.2

Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat

diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir


(2006), bioremediasimerupakan

pengembangan

dari

bidang

bioteknologi

lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan


pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasimempunyai potensi untuk
menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah
untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses
pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain
seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword
(1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses
biodegradatif

untuk

menghilangkan

atau

mendetoksi

polutan

(biasanya

kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi
masalah

lingkungan

dengan

memanfaatkan

bantuan

mikroorganisme.

Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast,


alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan
memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan
tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir
komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien,
logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan
istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

A.

Tujuan Bioremediasi

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi


bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan
pencemar dari lingkungan.
B.

Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu

teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan


bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan).
1. Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya di
lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu
bahan yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau
didekomposisi, baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer
(bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya
adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan
degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang
cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan
merkuri. Sedangkan
2. Senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan
menjadi :
1. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya
(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil
penyulingan), fosfat dan logam berat.

2. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang


sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida,
herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang
berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa
senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya
berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian
karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama
bagian ligninnya.
3. Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan
dalam mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan
yang tidak beracun.
A. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon
alifatik dan aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari proses
destilasi bertingkat. Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masingmasing fraksi minyak bumi akan menyebabkan pencemaran yang akan
mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam minyak bumi
terdapat

dua

macam

komponen

yang

dibagi

berdasarkan

kemampuan

mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah


diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh
mikroorganisme. yaitu :
i.

Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan


komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana
yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran
sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif
banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat
bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan
pengoksidasi alkana normal.

ii.

Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen


yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi.
Hal ini menyebabkan bakteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih
sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan
pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri
ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada
setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi yang mudah didegradasi. Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat
digunakan untuk mendegradasi minyak bumi. Beberapa contoh bakteri
yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang
dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya
mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor
elektronnya. Adapun contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri
dari genus Achromobacter, Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces,
Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella,
Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi yang
digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus
Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce,
Cladosp.orium, Debaromyces, Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium,
Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma, Trichosp.oron. Sejumlah bakteri
seperti

Pseudomonas

aeruginosa,

Acinetobacter

calcoaceticus,

Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan


senyawa biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam
memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori
yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan
komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan
hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan
iii.

mampu menurunkan tegangan permukaan.


Mikroba untuk proses Bioremediasi berdasarkan kemampuan untuk
mendegradasi

atau

meremediasi,

menjadi:

mikroorganisme

dikelompokkan

1. Aerobik

mikroorganisme

yang

membutuhkan

oksigen

untuk

pertumbuhannya. Misal: Pseudomonas, Alcaligenes, Sphingomonas,


Rhodococcus, Mycobacterium. Mikroba ini dapat mendegradasi
pestisida, hidrokarbon, alkana dan senyawa poliaromatik. Dan
Metilotrop Merupakan bakteri aerobik yang mengunakan metan
sebagai sumber karbon dengan menggunakan enzim methane
monooxygenase.
2. Anaerobik Mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya,

biasanya

digunakan

untuk

mendegradasi

Polychorinated biphenyls (PCBs). Jamur Ligninolitik Umumnya


digunakan untuk meremediasi polutan yang bersifat toksik dan
presisten. Misalnya: Phanaerochaete chrysosporium.
B. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang
berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan
merupakan masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan
terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam
menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara maupun air. Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam
anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam
tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh.
Mikroba memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai
donor atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi
mikroba terhadap logam antara lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel
serta membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya
bakteri Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim
format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam
metabolisme energy
8

c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan


negatif dalam proses yang disebut biosorpsi.
C. Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan
dengan

cara

detoksifikasi,

biohidrometakurgi,

bioleaching,

dan

bioakumulasi.
1. Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang
bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini
umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa
kimia sebagai akseptor elektron.
2. Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada
suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang
dapat larut dalam air.
3. Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat
dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya
mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion
logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti
dengan akumulasi ion logam.
4. Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang
berhubungan dengan lintasan metabolisme.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari
fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun
contoh mikroba pendegradasi logam yaitu :
1. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr
(VI)

menjadi

Cr

(III)

dengan

bantuan

senyawa-senyawa

hasil

metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion, sistein,


dll.
2. Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan
hidrogen sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang
menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk
mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa menghasilkan
energi.

4. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam


melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber
energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik
sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan sebagai sumber
donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun
selnya.
5. Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan
pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan
senyawa sulfat.
6. Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga
dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel
Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari
larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus
fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi
tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol,
sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam sitoplasma.
7. Jamur
Saccharomyces
cerevisiae
dan
Candida
sp.
dapat
mengakumulasikan Pb dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus
arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur
mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.
C.

Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan

biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh


mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan
energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada
proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar
10

bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi


kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang
tidak berbahaya misalnya CO2.
Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia
tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.
Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi,
sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti
berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya,
terutama tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang
sama, supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme.
Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas
degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik,
sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan
tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang
degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap
mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara
untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikrobamikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
D.

Jenis-jenis Bioremediasi
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
a. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan

mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
11

pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika


jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba
dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang
ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan
dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,
jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan
lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan
di area yang tercemar (Suhardi, 2010).
b.

Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke

dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di
suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs
yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu
mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011).
Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti
dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang
asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
c.

Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang

tercemar.
Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
a. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah
tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan
oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.
b. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke
12

tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.


Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia
pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih
beragam.
E.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi


Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.

Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim


pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan
kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi
kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a) Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya
aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga
proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah
yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat
berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin
kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40C.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan
pada suhu 38C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan
kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada
temperatur

yang

rendah,

viskositas

minyak

akan

meningkat

mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik


menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi
tempat dilaksanakannya bioremediasi

13

c) Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun
kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan
demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi
hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya
oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi
hidrokarbon minyak
d) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang
namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5
menjadi 7,4 dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak
menjadi

dua

kali.

Penyesuaian

pH

dapat

merubah

kelarutan,

bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro


nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun,
sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- .
Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
e) Kadar H2O dan karakter geologi
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai
aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0,
umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang
poros.
f) Keberadaan zat nutrisi
Baik pada in situ dan ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas
pertanian mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon
ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi
yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon,
energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah
minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber
nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g) Interaksi antar Polusi
14

Fenomena

lain

yang

juga

perlu

mendapatkan

perhatian

dalam

mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah


interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah
satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses
transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy
yang dihasilkan.

F.

Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi


Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :
1. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan
lahan yang sempit sekalipun.
2. Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
3. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang
secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
5. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.


Membutuhkan pemantauan yang ekstensif.
Membutuhkan lokasi tertentu.
Pengotornya bersifat toksik .
Padat ilmiah.
Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal.
Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain.
Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji.

Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

15

2.3

Pengertian Fitoremediasi
Fito asal kata Yunani/ greek phyton yang berarti tumbuhan / tanaman

(plant), remediation asal kata latin remediare ( to remedy) yaitu memperbaiki /


menyembuhkan atau membersihkan sesuatu.
Jadi Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana
tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah,
koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar / polutan) menjadi
kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.
A.

Cara Berlangsungnya Proses Fitoremediasi


Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap

proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar
yang berada disekitarnya.
1. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat
kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan.
Proses ini disebut juga Hyperacumulation
2. Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat
kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses
ini dilakukan dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung
radio aktif untuk suatu test di Chernobyl, Ukraina.
3. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar
yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat zat tersebut
menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran
air dalam media.
4. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or
plented-assisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat
kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan.
Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
5. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan
tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai
molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan
dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi

16

pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada


daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang
dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan
enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang
tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa
tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari
untuk setiap batang.
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah:
Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning / Ungu, Akar Wangi, Bambu Air,
Cana Presiden Merah / Kuning / Putih, Dahlia, Dracenia Merah / Hijau, Heleconia
Kuning / Merah, Jaka, Keladi Loreng /Sente / Hitam, Kenyeri Merah / Putih,
Lotus Kuning / Merah, Onje Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus,
Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah / Putih, Spider Lili, dll.
B.

Aplikasi di Lapangan
Beberapa penerapan lapangan dengan konsepsi phytoremediasi ini yang

cukup berhasil diantaranya adalah :


1. Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti
yang dilakukan di Ne Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty.
Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd oleh penggunaan
pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2. Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak
(TNT, RDX dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan
metode wetland yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami
tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar bahan peledak
tersebut.. Tumbuhan yang digunakan seperti : Sagopond (Potomogeton
pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan
lain-lain.

17

3. Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda


Wet land, seperti yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan
sebutan wastewater garden (WWG) atau terkenal dengan Taman
Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan
Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari pasangan batu
kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air
(Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah (grey water dan effluen dari
sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm atau 10 cm
dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga
lainnya. Untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air
limbah sebelum masuk unit wetland ini harus dilewatkan unit pengendap
partikel discret. Berdasarkan hasil test laboratorium terhadap influen dan
effluen diperoleh hasil evaluasi kinerja unit tersebut, dengan effisiensi
removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d 96 %, TSS 75
s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99
%. Terdapat 27 spesies tumbuhan yang digunakan untuk taman Bali ini
diantaranya Keladi, pisang, Lotus, Cana, Dahlia, Akar wangi, Bambu air,
Padi-padian, Papirus, Alamadu dan lainnya tanaman air. Pemeliharaan
sistim ini sangat kecil yang umumnya hanya menyiangi daun-daun
tumbuhan yang layu/ kering dengan demikian maintainance cost sangat
rendah.

18

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Fitoremediasi cukup efektif dan murah untuk menangani pencemaran

terhadap lingkungan oleh logam berat dan B 3 sehingga dapat digunakan untuk
remediasi TPA dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terakhir TPA
dan menggunakan sistim wet land bagi kolam leachit.
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu:
1. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba
yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi.
3. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke
tempat asal.

3.2

Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya

serta kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang

19

sampah pada tempatnya. Lingkungan merupakan tempat kita yang harus


dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia.

20

DAFTAR PUSTAKA

Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application.


McGraw-Hill, Inc. Toronto.
Budianto, H. 2006. Perbaikan Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Secara
Bioremediasi
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode
Biostimulasi Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai