Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang masalah
Setelah wafat nya Nabi Muhammad Saw, dalam ajaran islam banyak ditemukan
aliran- aliran dan teologi-teologi. jika sebelumnya semua masalah dikembalikan pada
beliau, maka setelah Nabi wafat Al-Qurn dan hadith menjadi pegangan. Namun,
masalah semakin komplit dan Al-Qurn masih sangat universal. Interpretasipun
dilakukan dan menjadi pegangan. Sebagai hasil sebuah pemikiran, lahirlah berbagai
perbedaan dari rujukan yang sama.
Aliran murjiah merupakan salah satu aliran teologi islam yang muncul pada abad
pertama hijriah. Pendirinya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi menurut
Syahristani dalam bukunya bahwa orang pertama yang membawa paham ini adalah
Gailan ad-Dimasyqi.1
Sebagaimana halnya dengan kaum khawarij dan syiah, murjiah pada mulanya juga
ditimbulkan oleh persoalan politik. Dalam suasana konflik yang ditimbulkan oleh
kaum khawarij dan syiah itulah muncul suatu golongan baru yang ingin bersikap
netral yang tidak mau terlibat dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi diketika
itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya
orang-orang yang bertentangan itu kepada Tuhan. Bagi kaum murjiah mereka yang
bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari
jalan yang benar, mereka tidak menyalahkan siapa yang benar dan siapa yang salah,
mereka lebih menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt, untuk mengampuni atau
tidak mengampuninya pada hari kiamat kelak.2
Keberadaan murjiah banyak yang belum diketahui, tidak seperti khawarij, syiah dan
aliran lain. Keberadaanya sudah lama tenggelam seiring perkembangan Islam.
Pencetus dan pengikut murjiah ekstrim mungkin harus bertanggung jawab atas
semuanya. Karena merekalah yang membuat murjiah terkesan negatif dan
ditinggalkan pada masa-masa selanjutnya. Namun, ajaran-ajarannya yang moderat
masih banyak ditemukan walau tidak dalam murjiah formal sebagai sebuah aliran.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, maka di dalam makalah ini ada beberapa
pertanyaan yang dapat dirumuskan:
1. Apa Pengertian murjiah dan bagaimana latar belakang sejarah timbulnya
murjiah serta siapa tokoh tokohnya
2. Apa pokok pokok pemikiran Murjiah Dan apa sekte sektenya ?
3. Bagaimana pengaruh murjiah dalam sejarah islam ?
c. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui pengertian murjiah dan latar belakang timbulnya murjiah
serta tokohnya !
1 Ensiklopedi Islam jilid 3, cet. X, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), h. 301
2 Harun Nasution, Teologi Islam,cet, V, ( Jakarta: UI-Press, 2011), h. 22

2. Untuk mengetahui pokok pokok pemikiran Murjiah beserta sekte sektenya !


3. Untuk mengetahui pengaruh murjiah dalam sejarah islam !

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, latar belakang timbulnya murjiah serta tokoh tokohnya
1. Pengertian
Murjiah secara etimologi memiliki arti :
1. : Mengakhirkan.3
2. : Takut.4
3. Angan-angan
4. Memberi
5. Mengharap.
Firman Allah Taala dalam surat An Nisa, ayat 104:

Sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan."
Dan firman-Nya dalam Surat Nuh, ayat 13:

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah."


Al Azhari menyebutkan perihal kata-kata Raja yang mempunyai arti takut yaitu
apabila lafadz Raja bersama dengan huruf nafi.
Sedangkan kata-kata Irja yang mempunyai arti takhir (mengakhirkan)

sebagaimana dalam firman-Nya surat Al araaf:111 yang dibaca arjikhu yaitu


akhirhu.5
Secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang ketepatan dalam
mengartikan kalimat Murjiah, secara ringkas kalimat Murjiah adalah:
Al Irja : Mengakhirkan amal dari Iman.
3 . Tartibul Qamus Al Muhid : 2 / 313
4 . Al Misbahul Al Munir : 84
5. Firaq Muashirah , Ghalib Ali Awwaji, Juz II hal : 745

Al Bagdadi berkata : Mereka dikatakan Murjiah dikarenakan mereka


mengakhirkan amal dari pada iman.6
Alfayaumy berkata: Mereka adalah orang-orang yang tidak memberi hukuman
kepada seseorang di dunia akan tetapi mereka mengakhirkan hukuman tersebut
hingga datangnya hari kiamat.7
Irja diambil dari bahasa yang berarti takhir dan imhal (mengakhirkan dan
meremehkan). Irja semacam ini adalah irja (mengakhirkan) amal dalam derajat
iman serta menempatkannya pada posisi kedua berdasarkan iman dan dia bukan
menjadi bagian dari iman itu sendiri, karena iman secara majaz, di dalamnya
tercakup amal. Padahal amal itu sebenarnya merupakan pembenar dari iman itu
sendiri sebagaimana yang telah diucapkan
kepada
orangorang yang
mengatakan bahwa perbuatan maksiat itu tidak bisa membahahayakan keimanan
sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat bagi orang kafir.
Pengertian seperti ini tercakup juga di dalamnya orang-orang yang mengakhirkan
amal dari niat dan tashdiq (pembenaran).
Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Irja adalah
mengakhirkan hukuman kepada pelaku dosa besar sampai datangnya hari kiamat
yang mana dia tidak akan diberi balasan atau hukuman apapun ketika masih
berada di dunia.
Sebagian mereka ada yang mengartikan Irja dengan perkara yang terjadi pada
Ali, yaitu dengan memposisikan Ali pada peringkat ke-empat dalam tingkatan
sahabat. Atau mengakhirkan (menyerahkan) urusan Ali dan Utsman kepada
Allah subhanahu wataalla serta tidak menyatakan bahwa mereka berdua
beriman atau kafir.
Sebagian kaum Murjiah yang lain ada yang tidak memasukkan sebagian sahabat
Nabi Muhammad SAW yang berlepas diri dari fitnah yang terjadi antara sahabat
Ali dan Muawiyah sebagai sahabat Rasulullah SAW.8
2. Sejarah Kemunculan Murjiah
Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di
6. Syarh Usul Itiqad :1/ 25
7.Al Misbahul Al Munir : 84
88Firaq Muashirah , Juz II hal : 746

hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap
mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu
dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan
dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar
utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.9
Namun dalam sejarah perjalanannya, generasi aliran murji'ah setelah para
shahabat dan para pengikutnya mengalami perubahan teologi yang sangat jauh
berbeda dengan paham para pendahulunya. Mereka tidak hanya berpendapat
bahwa urusan dosa besar diserahkan pada AllahSWT, namun mereka juga
menyatakan bahwa "ma'shiat tidak akan membahayakan asalkan masih ada iman
di dalam hati".
Pendapat inilah yang kemudian difahami dengan keliru oleh sebagian orang,
dengan asumsi bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak akan diadzab
asalkan masih ada iman di dalam hati. Bahkan sisi fatalitas kelompok ini adalah
pendapat mereka yang menyatakan bahwa iman adalah I'tiqad di hati saja.
Meskipun seseorang menyatakan kafir dengan lisannya atau tampak menyembah
berhala maka ia tetap dianggap sebagai orang mu'min asalkan iman masih
tertancap dalam hatinya. Paham seperti inilah yang dianggap menyimpang terlalu
jauh dari Islam, sehingga wajar sekali kalau generasi murji'ah setelah para
shahabat serta para ulama yang mengikutinya dianggap sebagai kelompok sesat.
Namun dalam perjalanan sejarahnya, kelompok ini pun tak dapat lepas dari
perdebatan dalam tubuh kelompok, sehingga kelompok ini pun pada akhirnya
terpecah kedalam beberapa aliran.
3. Tokoh-tokoh faham murjiah.
Beberapa buku dan keterangan para ulama menyatakan bahwa di antara tokohtokoh faham Murjiah adalah sebagai berikut :
1. Al Hasan bin Muhammad bin Al Hanafiyah
2. Ghiilan

9 Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu kalam, Filsafat, dan taSawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995). h.
33.

3. Jahm bin Shafwan 10


4. Abu Hanifah

B. Pokok pokok pemikiran dan aqidah Murjiah serta sekte sektenya


1. Pokok Pemikiran Dan Aqidah Murjiah
1) Iman itu adalah tashdiq saja atau pengetahuan hati saja atau iqrar saja.
2) Amal itu tidak masuk dalam hakekat iman dan tidak pula masuk dalam
bagiannya.
3) Iman tidak bisa bertambah atau berkurang.
4) Orang yang berbuat maksiat tetap dikatakan Mumin kamilul Iman
( mukmin yang sempurna imannya) sebagaimana sempurnanya tashdiq
mereka (tidak dapat tergoyahkan dengan apapun) dan di akhirat kelak ia
tidak akan masuk neraka.
5) Manusia itu pencipta amalnya sendiri dan Allah tidak dapat melihatnya
diakhirat nanti. (Ini seperti pemahaman Mutazilah)
6) Sesungguhnya Imamah itu tidak wajib, kalaupun Imamah itu ada, maka
Imamnya itu boleh datang dari golongan mana saja walaupun bukan dari
Quraisy. (dalam masalah ini pemahamannya seperti Khawarij).
7) Bodoh kepada Allah itu adalah kufur kepada-Nya.11
Orang-orang Murjiah mengatakan bahwa Iman adalah amalan hati saja atau
amalan lisan saja atau kedua-duanya

bukan amalan yang bermakna rukun

(amalan dzahir), serta iman itu tidak bertambah dan tidak pula berkurang.
Sampai-sampai perbuatan kafir dan zindik pun

tidak membahayakan bagi

keimanan seorang muslim.


Dalam madzhab Abu Hanifah iman itu hanya sampai pada pembenaran
dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan, maka yang satu tidak berguna bagi
yang lainnya, barang siapa yang beriman dengan hatinya tapi berdusta/kafir
dengan lisannya, maka bukanlah seorang mukmin. 12
Shahibul kitab Al Inhirafaat Al Aqdiyah wa Al Alamaliyah menerangkan
bahwa orang-orang Murjiah mejadikan arkanul Islam sebagai bagian yang
paling besar dari iman kepada Allah azza wa jalla disejajarkan dengan syahidusy
10 . Syarh Usul Itiqad :1/ 26 -28
11 . Firaq Muasirah : 757
12 . Firaq Muasirah : 749

syuhud atau qarinah-qarinah dhahir yang faktanya justru mereka menyelisihinya


sampai-sampai terucap perkataan dari lisan mereka:Sesungguhnya orang yang
mencela Allah, membunuh Rasul-Nya, maka ia tetap dikategorikan sebagai orang
mukmin dan tidak akan menjadi kafir (dari sisi batin) kecuali ilmu batinnya
(iman) telah hilang dari hatinya. Apabila dikatakan kepada mereka: Telah datang
kepada kalian Al Quran dan As sunnah yang mengkafirkan ilmu dan tashdiq batin
kalian, karena ilmu dan tashdiq kalian tidak disertai keyakinan di hati dan
ikrarkan dengan lisan. Maka mereka menjawab: Siapa yang dapat
mendatangkan nash/hujah yang mencounter ilmu kami? Yaitu mengcounter
berdasarkan nash, bukan dengan analisa/pandangan dan pemahaman semata!
Disamping itu kami tetap tidak dapat mengkafirkannya meskipun kami
mengetahui hukumannya secara dhahir.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Berdasarkan keterangan di atas
tampakjelas kesalahan perkataan Jahm bin Shafwan beserta pengikutnya, mereka
mengira bahwa iman cukup hanya dengan pembenaran dan pengetahuan hati,
dengan tidak menjadikan amalan-amalan hati termasuk dari bagian iman,
sehingga mereka menyangka bahwa seseorang akan menjadi mukmin kaamilul
iman hanya dengan hati saja, di sisi lain ia mencela Allah, Rasul-Nya, membunuh
wali-wali-Nya, loyal terhadap musuh-musuh Allah, membunuh para Nabi,
menghancurkan masjid-masjid, menghina mushaf (Al Quran), memuliakan
orang-orang kafir dengan kemuliaan sedemikian rupa, menghina orang-orang
mukmin dengan kehinaan sedemikian rupa, dengan perasaan ringan mereka
mengatakan: Semua ini adalah perbuatan maksiat namun semua itu tidak dapat
menghilangkan iman yang sudah tertancap dalam hati, bahkan perbuatan seperti
ini menurut Allah tetap dikatakan sebagai mukmin kalau iman benar-benar sudah
ada di hati.13
2. Sekte Dalam Murjiah
Sejak kaum murjiah mulai menanggapi persoalan-persoalan teologis yang
mencakup iman, kufur, dosa, serta hukuman atas dosa, perbedaan pendapat
dikalangan para pendukungnya pun mulai tampak. Sehingga dengan adanya
perbedaan pandangan tersebut kaum murji'ah menjadi terpecah kedalam beberapa

13. Al Inhirafat Al Aqdiyah wal Amaliyah : 119-120

kelompok. Secara garis besar kelompok murji'ah dibagi menjadi dua golongan
yaitu :
1) Murji'ah Moderat
Murji'ah moderat yang juga disebut dengan murji'ah sunnah adalah
kelompok murji'ah yang berpendapat bahwa iman itu tidak hanya
terdiri dari tasdiq bi al-qalb akan tetapi juga harus dibarengi dengan
iqrar bi al-lisan. Kedua unsur ini merupakan satu kesatuan utuh yang
tidak boleh dipisahkan.Yang termasuk dalam golongan murji'ah
moderat ini antara lain Al-Hasan ibn Muhammad Ibn 'Ali Ibn Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits.14
Dalam masalah iman ini Abu Hanifah mendefinisikannya sebagai
pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, tentang rasul-rasul-Nya
dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan dan
tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah atau
berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman. Hal
ini memberikan kesimpulan bahwa Abu Hanifah berpendapat bahwa
iman semua orang Islam itu sama tidak ada beda antara muslim yang
taat dan muslim yang berdosa besar. Atau dengan kata lain menurut
beliau dosa besar maupun kecil tidak berpengaruh pada iman
seseorang.
Golongan moderat berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa
besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan
dihukum

dalam

neraka

sesuai

dengan

besarnya

dosa

yang

dilakukannya dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni


dosanya sehingga tidak akan masuk neraka sama sekali. Nasibnya di
akhirat terletak pada kehendak Allah, kalau Allah mengampuninya
maka ia terbebas dari neraka dan masuk surga, namun jika ia tidak
mendapat ampunan ia masuk neraka dan kemudian baru dimasukkan
surga. Pendapat ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama. Barang kali
golongan inilah yang merupakan generasi pertama murji'ah yang terdiri
dari para shahabat dan orang yang hidup setelahnya yang masih
memegang prinsip para pendahulunya.
14 Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah. Hal 147-148

2) Murji'ah Ekstreme
Murji'ah Ekstrim disebut juga murjiah al-bidah, yaitu mereka yang
secara khusus memakai nama murjiah di kalangan mayoritas umat
Islam. Mereka mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau
pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb). Artinya, mengakui dengan
hati bahwa tidak ada Tuhan selain AllahSWT dan Muhammad RasulNya. Menurut mereka, iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman,
karena yang penting menurut mereka adalah tasdiq dalam hati.
Alasannya bahwa iman dalam bahasa adalah tasdiq, sedangkan
perbuatan dalam bahasa tidak dinamakan tasdiq. Iman letaknya dalam
hati dan apa yang ada dalam hati seseorang tidak diketahui manusia
lain. Sedangkan perbuatan seseorang tidak selamanya menggambarkan
apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia
tidak mempunyai iman.15 Dengan konsep inilah mereka berpendapat
bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan maka tidaklah kafir, karena iman
dan kufur tempatnya hanyalah dalam hati. Oleh karena itu segala
ucapan maupun perbuatan yang menyimpang dari kaidah agama tidak
berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya
masih sempurna dalam pandangan Tuhan, meskipun ia menyembah
berhala, menjalankan ajaran Yahudi / Kristen dengan menyembah salib.
Murji'ah ekstreme ini terbagi menjadi beberapa kelompok antara
lain:
a) Yunusiyyah
Mereka adalah para pengikut yunus bin Aun An-Numairy.
Golongan ini menyangka bahwasanya iman adalah marifat
pada Allah, tunduk dihadapannya, tidak menyombongkan
diri padanya serta cinta pada Allah dengan hati yang tulus.
Barang siapa memenuhi kriteria diatas maka ia dianggap
beriman.
15 Ibid, h. 147-148

Menurut

mereka

kesalahan

iblis

yang

menyebabkan ia kafir adalah karena ia menyombongkan diri


dihadapan Allah, tidak mau sujud pada Adam.as menuruti
perintah Allah.
b) Ubaidiyyah.
Kelompok ini adalah pengikut Ubaid Al-muktaib,
dinukilkan darinya bahwa segala dosa selain syrik pasti
diampuni, seorang hamba yang mati dalam keadaan
bertauhid maka tidak membahayakan baginya dosa yang ia
perbuat selagi tidak menyekutukan Allah.
c) Ghassaniyyah.
Mereka dikomandoi oleh Ghassan Al-kuffy, golongan ini
berpandangan bahwa iman adalah marifat pada Allah,
rasulnya dan iqrar terhadap apa yang diturunkan Allahpada
para rasul tersebut secara gelobal. Iman tidak bertambah dan
tidak pula berkurang. Mereka juga mengatakan bahwa orang
yang mengatakan saya tahu Allahtelah mewajibkan haji
kebaitullah namun tidak tahu baitullah itu terletak dimana,
mereka dianggap mumin. Maksud mereka dengan contoh
diatas adalah keyakinan yang berada dibalik iman bukan
termasuk kriteria iman.
d) Tsaubaniyyah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tsauban Al-Murjii.
Mereka menyangka bahwa iman hanyalah marifat dan iqrar
pada Allah, rasulnya dan segala sesuatu yang menurut akal
tidak boleh dilakukan, sedangkan mengetahui serta iqrar
(menetapkan) sesuatu yang secara akal boleh dilakukan
bukanlah iman menurut mereka. Diantara pengikutnya yaitu
Abu Marwan ghailan bin marwan Al-Dimasyqi, Abu
Syimrin, Musa bin Imran dan Fadhl Ar-Raqosy.

e) Tumaniyyah
Kelompok ini dipimpin Abu Muadz Al-Tumany. Mereka
berpendapat bahwa iman adalah kebalikan kafir. Ia adalah
kriteria-kriteria yang apabila tidak dimiliki oleh seseorang
maka secara otomatis akan dihukumi kafir, baik tidak

memiliki semua kriteria itu maupun salah satunya. Kriteria


yang mereka maksud adalah marifat, tashdiq, mahabbah,
ikhlash dan iqrar terhadap apa yang dibawa oleh rasul Saw.
Orang yang meninggalkan sholat karena menganggap
meninggalkannya boleh maka dihukumi kafir, namun apabila
meninggalkannya dengat niat mengqodo maka tetap
beriman.
f) Sholihiyyah
Mereka adalah para pengikut Shalih bin Umar As-Sholihy,
Muhammad bin Syabib, Abu Syimrin dan Ghailan. Mereka
semua menggabungkan antara qodariyah dan irjaiyah.AsSholihiyyah

berpendapat

iman

adalah

marifat

pada

Allahsecara muthlaq(marifat al-uula) yaitu tahu bahwasanya


alam

ini

ada

penciptanya

sedangkan

kafir

adalah

kebalikannya. Adapun Ghailan bin Marwan memandang


bahwa iman adalah marifat at-tsaani(marifat selanjutnya)
pada Allah, rasa cinta, tunduk dihadapannya dan iqrar
dengan apa yang dibawa oleh rasulnya.
Yang dimaksud marifat at-tsani yaitu marifat setelah
mengetahui alam ini ada penciptanya, ringkasnya adalah
marifat bahwa dzat yang menciptakan alam ini adalah
Allah. Sedangkan marifat pertama yang sebatas meyakini
bahwa alam ini ada penciptanya adalah fitrah manusia maka
dari itu belum bisa dianggap iman kalau hanya memenuhi
kriteria ini karena menurut mereka setiap insan pasti yakin
akan adanya sang pencipta.

C. Pengaruh Aliran Murjiah di dalam sejarah Islam


pada referensi yang saya dapatkan16 bahwa Aliran Murjiah ini berkembang
sangat subur pada masa pemerintahan dinasti bani Umayyah. Aliran ini tidak
memberontak terhadap pemerintah, karna tidak memusuhi pemerintah yang sah.
Dari sana bisa saya interpretasikan bahwa pengaruh aliran murjiah berkembang
di beberapa Negara yang pada saat itu di kuasai bani umayyah hingga seiring
16 Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah

runtuhnya kerajaan ini maka lambat laun aliran ini juga tidak mempunyai bentuk lagi,
bahkan beberapa ajarannya diakui oleh aliran kalam berikutnya.
Sebagaimana di atas, literatur tentang Murjiah banyak yang tidak diketemukan
sebagaimana aliraan lain. Bahkan keberadaanya seakan hilang ditelan masa dan hanya
tinggal sejarah. Namun dalam prakteknya pada masa sekarang ajaran mereka masih
banyak diketemukan di kalangan masyarakat. Hanya saja tidak dalam tubuh aliran
Murjiah, tetapi melekat pada aliran lain. Walaupun hal ini tidaklah memberikan
kepastian sebagai pengaruh ajarannya, karena tidak mungkin sesuatu yang tidak
saling berinteraksi akan saling mempengaruhi. Namun, apa yang tampak tetap tidak
bisa dipungkiri sebagai bagian dari ajaran Murjiah.
Taklid
Menjadi hal yang biasa ketika ada anak yang lahir dari orang tua muslim
juga dihukumi muslim. Pada hal mereka belum tahu tentang apa itu Islam
bahkan kadang sampai masa dewasanya. Khususnya mereka yang dari kecil
sangat sedikit mengenyam pendidikan keagamaan. Mereka Islam hanya ikutikutan atau bisa dibilang turunan. Ketika ditanya tentang agama, mereka
begitu antusias menjawab Islam bahkan ada yang member embel-embel
Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah tanpa tahu lebih dulu akan semuanya. Pada
hal dalam aliran Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah sendiri tidak diperbolehkan
taklid dalam akidah.17 Kebolehan taklid dalam akidah hanya ditemukan
dalam ajaran murjiah sebagaimana sebagian pendapat di atas. Secara tidak
sadar sbenarnya mereka bukan Ahlu As-Sunnah Wa Al-Jamaah.
Penundaan atau Penangguhan
Menunda-nunda baik dalam urusan duniawi apalagi ukhrowi sudah
menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat. Dalam dunia kerja, penundaan
pengerjaan tugas sudah biasa apa lagi terkait dengan tobat. Banyak maksiat
yang diperbuat dan menunggu masa tua untuk tobat. Pada hal semuanya
masih belum pasti dan kuburan sendiri bukan tempat orang tua tapi tempat
orang mati. Mereka tahu itu tapi tidak tahu menahu. Hal ini adalah salah
satu pengaruh murjiah disamping sudah menjadi tabiat yang diabadikan.
Mereka yang suka menunda ketika ditanya akan berdalih Jika Tuhan telah
menetapkan begini dan begitu, maka tidak akan ada yang bisa

mencegahnya.
Iman dan Kufur

17 Fudhali, Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.

Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran Murji;ah


adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang. Meskipun
mereka yang beriman tidak menjalankan syariat bahkan menentangnya,
mereka tetap tidak kufur dan bisa masuk surga. Hal ini sudah menjadi
pegangan masyarakat dan dalih mereka ketika melakukan dosa atau bahkan
menentang agama. Tidak ada yang berhak memberikan hukuman atau
menentukan iman dan tidak imannya seseorang selain Tuhan sendiri. Dan
mereka tetap memiliki bagian di surga dengan secuil iman meskipun tanpa

amal sebagai penghargaan.


Pengampunan Tuhan
Di zaman sekarang, banyak ditemukan orang yang berlebihan dan
keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa
apa yang dikerjakan adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan memahami sifat
Ghaffar-Nya Allah atau bisa saja dibilang salah paham. Mereka yang
bergelut dengan maksiat ketika ditanya tentang apa yang dilakukannya,
akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu luas dan tidak terbatas.
Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murjiah ekstrem yang mewajibkan

pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep penangguhannya.


Suluk
Banyak ditemukan di desa orang yang meninggalkan syariat khususnya
shalat. Mereka dikenal sebagai pengikut suluk dan termasuk salah satu
aliran kebatinan yang berkembang di pelosok desa. Menurut mereka
syariat atau shalat tidaklah berguna, buang-buang waktu dan cukup dengan
niat saja. Tuhan tidak akan mempersulit hamba-NYA, Maha Pengasih dan
Penyayang. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan murjiah ekstrim
yang memisahkan iman dengan amal. Amal yang jelek atau melanggar
syariat tidak akan mempengaruhi iman seseorang sebagaimana amal baik
yang tidak mempengruhi mereka mereka yang tidak beriman.

BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa aliran murjiah merupakan dampak
dari pemikir sebelumnya, yaitu syiah dan khawarij tentang saling kafir mengkafirkan dalam
menjalankan agama, maka murjiah lahir sebagai aliran non blok, dia tidak memihak kepada
syiah maupun khawarij, namun seiring berjalannya waktu aliran ini juga di campuri dengan
pemahaman pemahaman bidah sampai kepada penyimpangan penyimpangan yang salah
sehingga mengakibatkan perpecahan antar sesama kelompok.
Secara garis besar, murjia'h terbagi menjadi dua yakni murji'ah moderat atau murji'ah
sunnah dan murji'ah ekstreme. Murji'ah moderat merupakan kelanjutan dari murji'ah yang
muncul sebagai reaksi atas sikap umat Islam pada waktu itu yang saling mengkafirkan antara
satu golongan dengan golongan lain. Golongan pertama ini masih mengikuti manhaj
ahlussunnah wal jama'ah.
Adapun murji'ah ekstreme merupakan golongan Murji'ah yang muncul di kemudian hari
yang meninggalkan manhaj para pendahulunya. Golongan inilah yang dianggap sebagai
aliran sesat dan sangat berbahaya.
Dan pengaruh murjiah ini berkembang pesat seiring perkembangan bani umayyah karena
kalam ini tidak menetang terhadap pemerintahan yang sah.

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Ilmu kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1995.
Asmuni, M. Yusran. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.
Zahrah, Imam Muhammad Abu. Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah. Diterjemahkan
Oleh Abd. Rahman dan Ahmad Qarib. Jakarta: Logos Publishing House, 1996.
Al-Asyari, Abu Al-Hasan bin Ismail. Maqaalaat Al-Islaamiyyiin Wa Ikhtilaafi AlMuslimiin, jilid I. Bandung: Pustaka setia, 1998.
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisis perbandingan.
Jakarta: UI-press, 1986.
Al-Syahrastani, Muhammad ibn Abd Al-Karim Ahmad,

Al-Milal Wa Al-Nihal.

Diterjemahkan Oleh Syuaidi Asyari. Bandung: Mizan Pustaka, 2004.


Al Misbah Al Munir, Al Fayumi, Maktabah Libanon. Th 1987 M.
Firaaqul Muashirah, Ghalib bin Ali Awaji- cet. I th. 1414 H/1993 MSyarh Al Usul Al Itiqad, Al Lalikai, Maktabah layyinah, cet 1414 H /1993 M
Al Inhirafaat Al Aqdiyah wa Al Amaliyah, Ali bin Bukhait Az Zahrani. Dar Ar Risalah,
Makkah tanpa tahun cetakan.
Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah
Fudhali, Syaikh Muhammad. 1359H. Kifayatu Al-Awam. AL-HIDAYAH; Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai