Anda di halaman 1dari 18

Bisnis Pariwisata

Pertumbuhan Pariwisata dan Ekonomi Nasional

Oleh
Ni Made Istri Artha Pratiwi ( Akuntansi D / 30 )

Fakultas Ekonomi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
2016 / 2017

Bisnis Pariwisata
Pertumbuhan Pariwisata dan Ekonomi Nasional

Oleh
Luh Nadya Anggi Andini ( 39 )
Akuntansi ( D )

Fakultas Ekonomi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
2016 / 2017

A. EKONOMI NASIONAL

Ekonomi Nasional diperuntukkan bagi ekonom dan masyarakat yang


menginginkan agar Indonesia menjadi negara yang mandiri sehingga ribuan trilyun
rupiah hasil SDA bisa memakmurkan rakyat, tidak tergantung oleh hutang luar negeri
atau lembaga IMF (yang mendikte pemerintah RI untuk mengkonversi hutang swasta jadi
hutang negara/rakyat), tidak mementingkan konglomerat diatas rakyat Indonesia. Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945, ihwal Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial antara lain dinyatakan sebagai berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
2. Cabang-cabang produski yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Kondisi ekonomi dapat dikatakan sangat berpengaruh terhadap suatu negara,
kondisi ekonomi itu sendiri dapat juga mencerminkan bagaimana keadaan suatu negara.
Maju atau tidaknya , tingkat keamanannya, hingga menyangkut masalah kesehatan sangat
di pengaruhi oleh kondisi ekonominya. Untuk perekonomian Indonesia masih dalam
tahap memperbaiki , hal ini dikarenakan Indonesia sempat terkena krisis yang membuat
perekonomian Indonesia turun drastis pada saat pemerintahan orde baru. Sebenarnya
pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sangat bagus terjadi pada masa orde baru,
atau pada masa pemerintahan Soeharto. Pada saat itu pemerintah mencanangkan
pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima
tahunan yang disebut pelita ,yang kebijakan ekonominya mencakup segala bidang seperti,
kebutuhan pokok,pendidikan dan kesehatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha,
penyebaran pembangunan, dan lain- lain.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, kesuksesan ini
mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada
tahun 1985. Ini suatu prestasi yang sangat luar biasa bagi Indonesia , dan sangat sulit di
ulangi hingga saat ini. Namun dampak negative pada saat pemerintahan Soeharto ialah
terjadinya krisis moneter yang melanda negara ini, yang disebabkan banyaknya hutang
luar negeri. Selain itu KKN pun merajalela, kemudian timbulah perbedaan ekonomi antar
daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin
tajam. Hal ini yang menyebabkan runtuhnya orde baru.

Setelah orde baru sampai saat ini Indonesia masih berusaha untuk memperbaiki
kondisi ekonominya dan hal itu membawa dampak yang positif , hal ini dapat diketahui
selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup
signifikan yang pertumbuhan diatas 6%. Bahkan pada pertengahan bulan oktober 2006 ,
Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Pada tahun
2010 perkembangan perekonomian Indonesia bisa di bilang cukup baik walaupun sempat
terjadi penurunan sebelumnya, bahkan deputi gubernur Bank Indonesia Hartadi A.
Sarwono memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 akan tumbuh pada
kisaran 6,3-6,5%.
B. KONTRIBUSI PARIWISATA TERHADAP EKONOMI NASIONAL DAN REGIONAL
Kontribusi Pariwisata Terhadap Ekonomi Nasional
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi dua,
yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari pajak
pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada
kawasan wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi.
Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah
berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan
kepada wisatawan yang berkunjung. Dalam kedua konteks di atas, WTO memprediksi
bahwa usaha perjalanan wisata dan bisnis pariwisata tersebut secara langsung dan tidak
langsung termasuk juga pajak perorangan telah berkontribusi terhadap pariwisata dunia
melampaui US$ 800 billion pada tahun 1998, dan pada tahun 2010 berlipat dua kali jika
dibandingkan tahun 1998.
Menurut penelitian, pariwisata Kanada menghasilkan $ 19,7 Juta pendapatan
untuk ketiga tingkat pemerintahan gabungan di Kanada pada tahun 2007. Dan Belanja
Kanada menyumbang tiga dari setiap empat dolar, sementara satu dari empat dolar
berasal dari wisatawan asing yang berwisata di Kanada. Sementara pemerintah Komboja
mencatat bahwa sektor pariwisata secara langsung dan nyata telah memberikan
sumbangan pendapatan bagi pemerintah melalui aktifitas penjualan tiket masuk
wisatawan yang mengunjungi obyek wisata Angkor sebesar 1,2 Juta US Dolar, dari Visa
sebesar 3 juta US Dolar, dan aktifitas taksi dan aktifitas pelayanan di bandara.
Pada kedua studi kasus di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa pariwisata
memang benar dapat meningkatkan pendapatan bagi pemerintah di mana pariwisata
tersebut dapat dikembangkan dengan baik.
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti
bahwa sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan
peluang kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi,
restoran, klub, taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir.

Menurut Canada Government Revenue Attributable to Tourism, (2007),


mendifinisikan bahwa yang dimaksud Tourism employment adalah ukuran yang
dipakai untuk mengukur besarnya tenaga kerja yang terserap secara langsung pada sector
pariwisata termasuk juga besarnya tenaga kerja yang terserap di luar bidang pariwisata
akibat keberadaan pembangunan pariwisata. Dan WTO mencatat kontribusi sector
pariwisata terhadap penyediaan lahan pekerjaan sebesar 7% secara internasional.
Hasil studi pada dampak pembangunan pariwisata di Tripura, India menunjukkan
bahwa industry pariwisata adalah industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar dan mampu menciptakan peluang kerja dari peluang kerja untuk tenaga
yang tidak terdidik sampai dengan tenaga yang sangat terdidik. Pariwisata juga
menyediakan peluang kerja diluar bidang pariwisata khususnya peluang kerja bagi
mereka yang berusaha secara langsung pada bidang pariwisata dan termasuk juga bagi
mereka yang bekerja secara tidak langsung terkait industri pariwisata seperti usaha-usaha
pendukung pariwisata; misalnya pertanian sayur mayor, peternak daging, supplier bahan
makanan, yang akan mendukung operasional industri perhotelan dan restoran.
Sedangkan menurut Mitchell dan Ashley 2010, mencatat bahwa sumbangan
pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja jika dibandingkan dengan sector lainnya
menunjukkan angka yang cukup berarti, dan indeks terbesar terjadi di Negara New
Zealand sebesar 1,15 disusul oleh Negara Philipines, kemudian [4] Chile, Papua New
Guinea, dan Thailand sebesar 0,93. Sementara di Indonesia indeks penyerapan tenaga
kerja dari sector pariwisata sebesar 0,74, masih lebih rendah jika dibandingkan Negara
Afrika Selatan yang mencapai 0,84.
Dalam dua kasus di atas, pariwisata memegang peranan penting dalam penyerapan
tenaga kerja di hampir semua Negara yang mengembangkan pariwisata, walaupun harus
diakui sector pertanian agriculture masih lebih besar indeks penyerapannya dan berada
diatas indeks penyerapan tenaga kerja oleh sector pariwisata di hampir semua Negara
pada penjelasan di atas.

Kontribusi Pariwisata Terhadap Ekonomi Regional


Berdasarkan fakta yang ada, pariwisata memberikan dampak yang cukup
signifikan terhadap keadaan suatu daerah baik itu dampak sosial, budaya sampai dengan
ekonomi. Namun, dampak yang sangat berperan dalam pengembangan masyarakat suatu
daerah adalah dampak ekonomi. Dengan adanya sektor pariwisata ini mampu

mengembangkan ekonomi lokal terutama pada daerah yang mempunyai daya tarik wisata
yang cukup baik.
Selain itu, dampak ekonomi juga dapat bersifat positif maupun negatif dalam
setiap pengembangan obyek wisata.
Segi Positif
Dampak ekonomi dari segi positif ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak
langsung. Dampak positif langsungnya antara lain membuka lapangan pekerjaan
yang baru untuk komunitas lokal, yang sesuai dengan kemampuan dan skill dari
masyarakat sekitar sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf
hidup yang layak. Namun, selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga
akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan
dari pajak. Pajak yang didapatkan oleh pemerintah biasanya dalam bentuk pajak
hiburan dan sebagainya. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah
kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, terutama dengan
adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Dengan begitu dapat
lebih mengembangkan perekonomian lokal melalui pemberdayaan masyarakat
dari semua kalangan, tidak terkecuali kaum wanita.
Segi Negatif
Dari segi negatifnya, dampak terhadap ekonomi lokal sebenarnya tidak serta
merta berjalan lancar, banyak faktor yang menyebabkan tidak semua masyarakat
lokal menerima dampak dari perkembangan perekonomian,
antara lain adanya kebocoron. Kebocoran dalam pariwisata ini banyak disebabkan
karena adanya investor yang menanamkan modalnya untuk mengembangkan
objek wisata di suatu daerah. Hal seperti inilah yang sebenarnya harus dapat
dicegah oleh pemerintah daerah agar pendapatan yang diterima oleh daerah tidak
dijajah oleh para investor luar.
Berdasarkan data dari sumber yang kami dapatkan, Pengembangan suatu obyek wisata
yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga
untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof.Ir Kusudianto
Hadinoto bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya
memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup
komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih
baik. Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul The Tourism, International Business
(2000, p.168-169), menyatakan bahwa : pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi
wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui
keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut.

C.

PERTUMBUHAN PARIWISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP SUATU


PEREKONOMIAN
Pertumbuhan Pariwisata Pariwisata merupakan industry perdagangan jasa yang
memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakupn pengaturan
pergerakan wisatawan dari Negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke
Negara asalnya yang melibatkan berbagai hal, seperti: transportasi, penginapan, restoran,
pemandu wisata, dan lain-lain. Oleh karena itu, industry pariwisata memegang peranan
yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata.
Dalam menjalankan perannya, industry pariwisata harus menerapkan konsep dan
peraturan serta panduan yang berlaku dalam pengembangan pariwisata agar mampu
mempertahankan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang nantinya
bermuara pada pemberian manfaat ekonomi bagi industry pariwisata dan masyarakat
local. Industry-industri pariwisata yang sangat berperan dalam pengembangan pariwisata
adalah : biro perjalanan wisata, hotel dan restoran. Selain itu juga di dukung oleh
industry-industri pendukung pariwisata lainnya. Pariwisata Indonesia menjadi sektor
paling menjanjikan. Bahkan, sektor ini memiliki peran penting terhadap perekonomian.
Ini bisa dilihat dari tren pertumbuhannya yang selalu di atas pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan melebihi perkembangan pariwisata dunia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu
mengatakan tahun 2011, perolehan devisa dari pariwisata diperkirakan mencapai USD8,5
miliar. Angka ini naik 11,8 persen dibandingkan tahun lalu. Bahkan, kenaikan ini
melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan ada di level 6,5 persen dan
pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya berkisar 4,5 persen.
Untuk kontribusi
terhadap devisa, sektor pariwisata ada di peringkat lima setelah minyak dan gas bumi,
minyak kelapa sawit, batubara, dan karet olahan, kata Mari Pangestu, di Jakarta, (5/1).
Mari Pangestu menjelaskan bahwa visi pariwisata, fokusnya adalah menjadikan
Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, dan
berkelanjutan. Upaya yang perlu dilakukan agar sejalan dengan visi tersebut adalah
peningkatan daya saing produk wisata, pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan
berkesinambungan, serta pengembangan institusi dan sumber daya manusia.
Untuk pariwisata ada tiga hal utama. Destinasi yang sudah ada akan
dikembangkan, mengembangkan destinasi baru, dan wisata minat khusus. Untuk wisata
minat khusus yang akan dikembangkan adalah MICE (Meeting Incentives Convention
and Exhibition), wisata bahari dan alam, wisata olahraga, serta wisata belanja dan
kuliner, katanya.
Untuk pengembangan destinasi pariwisata, tambahnya, akan difokuskan pada
pengembangan 15 Destination Management Organization (DMO), desa wisata, pusat
rekreasi masyarakat, pasar wisata, zona kreatif, daya tarik wisata serta melakukan

kerjasama dan kemitraan. Berdasarkan draft Renstra hingga 2014, pada 2014 Indonesia
akan memiliki 15 destinasi wisata yang telah menerapkan tata kelola destinasi yang
berkualitas (Destination Management Organization).
Untuk pariwisata berbasis pedesaan, ditargetkan tahun 2014 akan ada 822 desa,
naik dibandingkan 2011 yang hanya sejumlah 674 desa. Untuk sektor ekonomi kreatif,
visi yang diusulkan adalah meningkatkan kualitas hidup, toleransi, dan penciptaan nilai
tambah. Langkah-langkah yang akan dilakukan agar sejalan dengan visi tersebut adalah
peningkatan daya saing dan penciptaan nilai tambah, pengembangan institusi, apresiasi
dan penegakan hukum, promosi terpadu dan berkesinambungan, pengembangan SDM
dan bahan baku, serta pengembangan teknologi dan akses pembiayaan.
Dampak Pertumbuhan Pariwisata Terhadap Suatu Perekonomian
Pariwisata disambut sebagai industri yang membawa aliran devisa, lapangan
pekerjaan dan cara hidup modern. Industri periwisata memberikan keunikan tersendiri
dibandingkan dengan sektor ekonomi lain karena adanya empat faktor, yaitu :
Pariwisata adalah Industri Ekspor Fana Segala transaksi yang terjadi di industri
pariwisata berupa pengalaman yang dapat diceritakan kepada orang lain, tetapi
tidak dapat dibawa pulang sebagai cinderamata.
Butuhnya Barang dan Jasa Tambahan oleh Wisatawan Saat seorang wisatawan
mengunjungi suatu destinasi, ia selalu membutuhkan barang dan jasa tambahan,
seperti transportasi dan kebutuhan air bersih.
Pariwisata adalah Produk Fragmented But Intergreted Maksudnya disini adalah
pariwisata sebagai produk yang terpisah-pisah tetapi terintegrasi dan langsung
mempengaruhi sektor ekonomi lain. UU nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan secara jelas menyatakan, pariwisata berkaitan dengan banyak
sektor atau multisektor. Koordinasi strategis lintas sektor terkait dengan pariwisata
di antaranya dengan bidang pelayanan ke pelayanan kepabeanan, keimigrasian,
dan karantina; bidang keamanan dan ketertiban; bidang prasarana umum yang
mencakupi jalan, air abersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;
bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan bidang promosi pariwisara dan
kerjasama luar negeri. Kerjasama antarsektor harus diatur dengan tata kerja,
mekanisme dan hubungan baik untuk manfaat bersama.
Pariwisata Merupakan Ekspor yang Sangat Tidak Stabil Sifat kepariwisataan yang
dinamis dan musiman, membuat industri ini mngalami fluktuasi yang sangat
tinggi. Industri pariwisata rentan terhadap banyak hal, seperti politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.

Dampak pariwisata terhadap perekonomian bisa bersifat positif dan bisa negatif.
Secara umum dampak tersebut dapat dikelompokkan(Cohen, 1984) sebagai
berikut :
1.
Dampak terhadap peneriamaan devisa
2.
Dampak terhadap pendapatan masyarakat
3.
Dampak terhadap peluang kerja
4.
Dampak terhadap harga dan tarif
5.
Dampak terhadap distribusi manfaat dan keuntungan
6.
Dampak terhadap kepemilikan dan pengendalian
7.
Dampak terhadap pembangunan
8.
Dampak terhadap pendapatan pemerintah
Keunikan industri pariwisata terhadap perekonomian berupa dampak ganda
(multiplier effect) dari pariwisata terhadap ekonomi. Pariwisata memberikan pengaruh
tidak hanya terhadap sektor ekonomi yang langsung terkait dengan industri periwisata,
tetapi juga industri tidak langsung terkait dengan industri pariwisata.
Pariwisata memberikan keuntungan berganda ke bawah, terutama bagi
masyarakat setempat (trickle down). Secara ideal, pariwisata menghidupkan pemaokpemasok lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap import. Dampak ganda dapat
memperbaiki kualitas pelayanan lokal dengan berinvestasi dan mendorong pembelajaan
dalam negeri. Namun, tidak tertutup kemungkianan, dampak ganda memperbesar
kebocoran devisa, apabila pembelanjaan masyarakat sarat dengan import.
Pariwisata memberikan keuntungan sebagai dampak positif, yang juga
memberikan kerugian sebagai dampak negatif. Beberapa keuntungan dari pariwisata
terhadap perekonomian di antaranya sebagai berikut :
a. Dampak terhadap Penerimaan Devisa
Di Indonesia, kontribusi pariwisata terhadap neraca peneriamaan negara dihitung
melalui Neraca Pariwisata Nasional (Nesparnas). Pada umumnya diistilahkan dengan
Tourism Satellite Account (TSA). Nesparnas menghitung secara kuantitatif melaui
standar statistik dengan mengacu pada UN System of National Accounts yang
menampilkan definisi dan klasifikasi yang dipergunakan untuk survey sesuai standar
internasional. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa sumbangan periwisata terhadap
perekonomian dan keterkaitannya dengan berbagai sektor ekonomi lain baik konsumsi
yang dilakukan oleh wisatawan untuk sektor pariwisata maupun sektor lain. Perhitungan
Nesparnas terdiri atas beberapa subsektor dalam ekonomi (perdagangan, hotel, restoran,
transportasi dan jasa), faktor pendapatan (upah, keuntungan, dan bunga) serta komposisi
pengeluaran (konsumsi, pemerintah, investasi, ekspor, dan impor). Ketiga komponen itu
dihitung menjadi satu sebagai devisa dari sektor kepariwisataan.

Nesparnas menggambarkan besaran devisa yang mengalir masuk dan mengalir


keluar dari sektor pariwisata. Besarnya kontribusi pariwisata dalam bentuk devisa ke
dalam negara penerimaan negara dicontohkan sebagai berikut :
Satistik kepariwisataan Indonesia menunjukan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara (wisman) tahun 2008 sebesar 6,3 juta orang dengan membawa
devisa sebesar Rp7,4 miliar dolar AS atau lebih dari Rp91triliun.Wisma
meghabis rata-rata sebesar 1.178 dolar AS per kunjungannya. Belanja tamu
asing 2008 meningkat cukup signifikan, dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya 976 dolar AS. Pada tahun 2007, jumlah penerimaan
devisa dari sector pariwisata hanya mencapai jumlah 5,3 miliar dolar AS. Ada
peningkatan devisa dibandingkan tahun 2007 sebesar 2,1 miliar dolar AS .
b. Dampak terhadap Pendapatan Masyarakat
Setiap kegiatan pariwisata menghasilkan pendapatan khususnya bagi masyarakat
setempat . Pendapatan itu dihasilkan dai transaksi antara wisatawan dan tuan rumah
dalam bentuk pembelanjaan yang dilakukan oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan
terdistribusi tidak hanya ke pihak-pihak yang terlibat langsung dalam industri pariwisata
seperti hotel, restoran, biro perjalanan wisata, dan pemandu wisata. Distribusi
pengeluaran wisatawan juga diserap ke sektor pertanian, sektor industri kerajinan, sektor
angkutan, sektor komunikasi, dan sektor lain yang terkait.
c. Dampak terhadap Peluang Kerja
Pariwisata merupakan industri yang menawarkan beragam jenis pekerjaan kreatif
sehingga mampu menampung jumlah tenaga kerja yang cukup banyak. Seorang
wisatawan dilayani oleh banyak orang. Sebagai contoh, wisatawan yang bersantai di
pantai dapat memberikan pendapatan bagi penjual makan-minum, penyewa tikar, pemijat,
dan pekerja lain.
d. Dampak terhadap Struktur Ekonomi
Peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata membuat struktur
ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat bisa memperbaiki kehidupan dari
bekerja di industri pariwisata.
e. Dampak dalam Membuka Peluang Investasi
Keragaman usaha dalam industri pariwisata memberikan peluang bagi para
investor untuk menanamkan modal. Kesempatan berinvestasi di daerah wisata berpotensi
membentuk dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
D. MENGUKUR SUMBANGAN PARIWISATA
1. Foreign Exchange Earnings
Pengeluaran sektor pariwisata akan menyebabkan perekonomian masyarakat local
menggeliat dan menjadi stimulus berinvestasi dan menyebabkan sektor keuangan

bertumbuh seiring bertumbuhnya sektor ekonomi lainnya. Pengalaman di beberapa


negara bahwa kedatangan wisatawan ke sebuah destinasi wisata juga menyebabkan
bertumbuhnya bisnis valuta asing untuk memberikan pelayanan dan kemudahan bagi
wisatawan selama mereka berwisata. Tercatat juga bahwa di beberapa negara di dunia
83% dari lima besar pendapatan mereka, 38% pendapatannya adalah berasal dari
Foreign Exchange Earnings perdagangan valuta asing. Sebagai contoh, bahwa
pariwisata mampu menyumbangkan pendapatan untuk Negara India, berdasarkan hasil
survey ekonomi India pada tahun 2010-11, bahwa akibat kedatangan wisatawan asing ke
India pada tahun 2010 terjadi peningkatan pendapatan dari perdangan Valas sebesar
34,56% atau sebesar 14,193 Juta US Dolar meningkat jika dibandingkan tahun 2009 yang
hanya sebesar 11,394 Juta US Dolar. Sementara pemerintah China mencapat bahwa
sumbangan pariwisata akibat perdagangan Valas telah mencapai 5,1 Juta US Dolar untuk
kurun waktu hanya empat bulan saja pada tahun 2010.
Dari kedua contoh tersebut sudah dianggap cukup menguatkan pendapat bahwa
pembangunan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan suatu Negara khususnya dari
aktifitas perdagangan valuta asing.
2. Contributions To Government Revenues
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi
dua, yakni : kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari
pajak pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata
pada kawasan wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi.
Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal
dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan kepada
wisatawan yang berkunjung. Dalam kedua konteks di atas, WTO memprediksi bahwa
usaha perjalanan wisata dan bisnis pariwisata tersebut secara langsung dan tidak langsung
termasuk juga pajak perorangan telah berkontribusi terhadap pariwisata dunia melampaui
US $ 800 billion pada tahun 1998, dan pada tahun 2010 berlipat dua kali jika
dibandingkan tahun 1998.
Menurut penelitian, pariwisata Kanada menghasilkan $ 19,7 Juta pendapatan
untuk ketiga tingkat pemerintahan gabungan di Kanada pada tahun 2007. Dan Belanja
Kanada menyumbang tiga dari setiap empat dolar, sementara satu dari empat dolar
berasal dari wisatawan asing yang berwisata di Kanada. Sementara pemerintah Komboja
mencatat bahwa sektor pariwisata secara langsung dan nyata telah memberikan
sumbangan pendapatan bagi pemerintah melalui aktifitas penjualan tiket masuk
wisatawan yang mengunjungi obyek wisata Angkor sebesar 1,2 Juta US Dolar, dari Visa
sebesar 3 juta US Dolar, dan aktifitas taksi dan aktifitas pelayanan di bandara. Pada kedua
studi kasus di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa pariwisata memang benar dapat

meningkatkan pendapatan bagi pemerintah di mana pariwisata tersebut dapat


dikembangkan dengan baik.
3. Employment Generation
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti
bahwa sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan
peluang kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi,
restoran, klub, taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir. Menurut Canada Government
Revenue Attributable to Tourism, (2007), mendifinisikan bahwa yang dimaksud Tourism
employment adalah ukuran yang dipakai untuk mengukur besarnya tenaga kerja yang
terserap secara langsung pada sector pariwisata termasuk juga besarnya tenaga kerja yang
terserap di luar bidang pariwisata akibat keberadaan pembangunan pariwisata.
Dan WTO mencatat kontribusi sector pariwisata terhadap penyediaan lahan
pekerjaan sebesar 7% secara internasional. Hasil studi pada dampak pembangunan
pariwisata di Tripura, India menunjukkan bahwa industry pariwisata adalah industri yang
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan mampu menciptakan peluang
kerja dari peluang kerja untuk tenaga yang tidak terdidik sampai dengan tenaga yang
sangat terdidik.
4. Infrastructure Development
Berkembangnya sektor pariwisata juga dapat mendorong pemerintah lokal untuk
menyediakan infrastruktur yang lebih baik, penyediaan air bersih, listrik, telekomunikasi,
transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya sebagai konsekuensi logis dan
kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup baik wisatawan dan juga masyarakat
local itu sendiri sebagai tuan rumah. Sepakat membangun pariwisata berarti sepakat pula
harus membangun yakni daya tarik wisata attractions khususnya daya tarik wisata manmade, sementara untuk daya tarik alamiah dan budaya hanya diperlukan penataan dan
pengkemasan. Karena Jarak dan waktu tempuh menuju destinasi accesable akhirnya
akan mendorong pemerintah untuk membangun jalan raya yang layak untuk angkutan
wisata, sementara fasilitas pendukung pariwisata Amenities seperti hotel, penginapan,
restoran juga harus disiapkan.
Pembangunan infrastruktur pariwisata dapa dilakukan secara mandiri ataupun
mengundang pihak swasta nasional bahkan pihak investor asing khususnya untuk
pembangunan yang berskala besar seperti pembangunan Bandara Internasional, dan
sebagainya. Perbaikan dan pembangunan insfrastruktur pariwisata tersebut juga akan
dinikmati oleh penduduk local dalam menjalankan aktifitas bisnisnya, dalam konteks ini
masyarakat local akan mendapatkan pengaruh positif dari pembangunan pariwisata di
daerahnya.
5. Development of Local Economies

Pendapatan sektor pariwisata acapkali digunakan untuk mengukur nilai ekonomi


pada suatu kawasan wisata. Sementara ada beberapa pendapatan lokal sangat sulit untuk
dihitung karena tidak semua pengeluaran wisatawan dapat diketahui dengan jelas seperti
misalnya penghasilan para pekerja informal seperti sopir taksi tidak resmi, pramuwisata
tidak resmi, dan lain sebagainya. WTO memprediksi bahwa pendapatan pariwisata secara
tidak langsung disumbangkan 100% secara langsung dari pengeluaran wisatawan pada
suatu kawasan. Dalam kenyataannya masyarakat local lebih banyak berebut lahan
penghidupan dari sector informal ini, artinya jika sector informal bertumbuh maka
masyarakat local akan mendapat menfaat ekonomi yang lebih besar. Sebagai contoh,
peran pariwisata bagi Provinsi Bali terhadap perekonomian daerah PDRB sangat besar
bahkan telah mengungguli sector pertanian yang pada tahun-tahun sebelumnya
memegang peranan penting di Bali. Salah satu cara melihat sumbangan sektor pariwisata
terhadap PDRB dapat dilihat dengan dua cara, yaitu: Dari sisi permintaan (demand side)
yang berkaitan dengan pengeluaran wisatawan.
Gabungan dari sisi penawaran (supply side) dan sisi permintaan (demand side).
Dari sisi penawaran sebagian sektor pariwisata bisa dilihat dalam PDRB yang mencakup
restoran/rumah makan dan jasa hiburan. Sedangkan sisi permintaan adalah semua
pengeluaran wisatawan baik wisman maupun wisnus, di luar pengeluaran yang telah ada
dalam sisi penawaran, yang merupakan output dari usaha-usaha yang melayani para
wisatawan. Dengan mengalikan rasio nilai tambah dari usaha-usaha tersebut dengan
outputnya maka diperoleh nilai tambah yang ditimbulkan oleh permintaan wisatawan.
Sehingga dengan menjumlahkan kedua nilai tambah dari sisi penawaran dan permintaan
dapat diperoleh nilai tambah sektor pariwisata secara keseluruhan. Diharapkan dengan
meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung di DKI Jakarta serta peningkatan ratarata pengeluaran mereka melebihi dari pertumbuhan PDRB akan semakin meningkatkan
sumbangan sektor pariwisata.
Pembelanjaan wisman selama di Jakarta merupakan pemasukan devisa yang
dibawa secara langsung oleh para tamu mancanegara tersebut. Dengan terpuruknya nilai
rupiah terhadap mata uang US$ sejak pertengahan tahun 1997 akan mengakibatkan harga
barang dan jasa di Jakarta dan Indonesia pada umumnya menjadi sangat murah apabila
diukur dengan mata uang US$. Sebenarnya dari sisi ekspor barang dan jasa atau dalam
hal ini pengeluaran wisman di Indonesia akan menjadikan permintaan barang dan jasa
akan semakin meningkat yang pada gilirannya meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara. Sementara itu barang-barang impor akan menjadi mahal apabila
diukur dengan mata uang rupiah, sehingga bahan baku usaha industri yang masih banyak
mengandalkan dari luar negeri akan semakin tidak efisien. Kenaikan harga barang dan
jasa pada umumnya tidak bisa terelakkan lagi. Ini bisa dilihat dengan tingginya laju
inflasi pada tahun 1998 yang hampir mencapai 80 persen. Daya beli masyarakat menjadi

turun, suku bunga pinjaman di bank menjadi tinggi mengakibatkan lesunya roda
perekonomian nasional maupun regional. Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat
resesi ini sehingga peningkatan pengangguran tidak terelakkan lagi dengan banyaknya
pekerja yang di-PHK. Di sisi lain banyak usaha-usaha kecil yang sifatnya informal
bermunculan dengan menampung tenaga kerja korban PHK, seperti munculnya cafe-cafe
di ibukota.
Usaha-usaha tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang
Pariwisata merupakan bagian dari usaha penyediaan sarana pariwisata. Tampaknya
dengan terpuruknya berbagai usaha akhir-akhir ini menjadikan sebagian usaha pariwisata
tetap bisa bertahan.
Sumbangan Sektor Pariwisata dari Sisi Permintaan
Dari total pengeluaran wisman pada tahun 1998 sebesar Rp 7.796,89 milyar dan
wisnus sebesar Rp 4.725,82 milyar tercipta nilai tambah Rp 7.455,53 milyar. Nilai
tambah ini ternyata yang terbesar terserap pada usaha jasa akomodasi, yaitu 24,5 persen
diikuti dengan pengeluaran untuk transport sebesar 20,7 persen. [16] Sedangkan porsi
terkecil dikeluarkan untuk keperluan tamasya yang hanya mencapai 2,8 persen dari total
nilai tambah yang diciptakan wisatawan.
Sejalan dengan krisis ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini dengan melemahnya
dunia usaha, maka pertumbuhan PDRB DKI Jakarta atas dasar harga konstan (1993) juga
mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu 17,58 persen. Padahal lima tahun terakhir
sebelum tahun 1998 terjadi peningkatan di atas 5 persen. Apabila dilihat menurut sektor
penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan/konstruksi, yaitu sebesar 38,29 persen.
Sedangkan PDRB DKI Jakarta menurut harga berlaku pada tahun 1998 mencapai Rp
123.316,20 milyar dimana 3,72 persennya diciptakan oleh permintaan barang dan jasa
dari wisman dan 2,33 persen diciptakan oleh wisnus. Angka ini masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai tambah yang diciptakan oleh wisatawan pada tahun 1997.
PDRB harga berlaku pada tahun 1997 mencapai Rp 91.375,10 milyar di mana 5,58
persen diciptakan oleh wisman dan 1,69 persen oleh wisnus. Dari hasil estimasi memang
menunjukkan bahwa sumbangan wisman terhadap nilai tambah yang diciptakan oleh
wisman lebih besar jika dibandingkan dengan wisnus.
Secara keseluruhan gambaran sumbangan nilai tambah sektor pariwisata yang
diciptakan oleh wisman dan wisnus terhadap PDRB DKI Jakarta seperti berikut: Dari
tahun 1993 sampai dengan 1998, sumbangan terbesar sektor pariwisata terhadap PDRB
DKI Jakarta terjadi pada tahun 1997, yaitu 7,26 persen terhadap total PDRB. Sedangkan
yang terendah terjadi pada tahun 1995 yang hanya mencapai 5,44 persen.
Namun apabila di lihat pada tahun 1997 dan 1998 di mana krisis ekonomi melanda
Indonesia, justru pariwisata memberikan sumbangan yang lebih besar jika dibandingkan

dengan tahun-tahun tidak terjadinya krisis. Ini menunjukkan bahwa pariwisata bisa
merupakan sektor yang bisa diharapkan menjadi sektor andalan dalam menciptakan nilai
tambah dimasa krisis. Bahkan sesuai dengan GBHN bahwa sektor pariwisata khususnya
pemasukan devisa dari wisman dapat menjadi sektor andalan penerimaan devisa setelah
menurunnya ekspor Indonesia akhir-akhir ini. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah
untuk terus bisa meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan
mobilitas masyarakat Indonesia yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah
kunjungan wisnus. Jumlah kunjungan wisnus maupun PDRB menurut harga yang berlaku
menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan jumlah wismannya
terlihat adanya tren yang menurun sejak tahun 1997. Hal ini berkaitan dengan peristiwaperistiwa yang terjadi di ibukota mulai dari bulan Mei 1998 di mana pemberitaan
terjadinya kerusuhan di luar negeri sudah tidak bisa dibendung lagi yang mengakibatkan
ditundanya atau dibatalkannya rencana perjalanan wisman untuk berkunjung ke
Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya.

Sumbangan Sektor Pariwisata dari Sisi Permintaan Dan Penawaran


Selama kurun waktu tujuh tahun (1992 - 1998) sumbangan sektor pariwisata
berdasarkan metode gabungan antara sisi permintaan dan penawaran mengalami fluktuasi
naik turun. Sumbangan terbesar terjadi pada tahun 1997 yang mencapai 10,95 persen dan
paling rendah terjadi pada tahun 1993 sebesar 8,80 persen. Namun bila dilihat menurut
jenis kegiatan sumbangan paling banyak selama kurun waktu tujuh tahun adalah rumah
makan/restoran.
Pada tahun 1997 dimana krisis ekonomi mulai melanda Indonesia, justru sektor
pariwisata memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB selama kurun waktu 7 tahun
(1992 - 1998). Tahun berikutnya, 1998, krisis ekonomi semakin terasa dampaknya oleh
masyarakat dan dunia usaha pada umumnya, termasuk usaha pariwisata. Sehingga
sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB pada tahun tersebut mengalami penurunan
sebesar 14,43 persen, yaitu dari 10,95 persen pada tahun 1997 menjadi 9,37 persen pada
tahun 1998. Namun jika dilihat perkembangan PDRB pada tahun yang sama terjadi
penurunan sebesar 17,58 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata masih bisa
diharapkan sebagai salah satu pendorong roda ekonomi di DKI Jakarta dengan
meningkatkan sumbangan sektor ini terhadap PDRB. Jika dilihat nilai tambah yang

diciptakan sektor pariwisata pada tahun 1998 sebesar Rp 11.574,07 milyar memberikan
kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor ini sebesar Rp 238,50
milyar atau 2,06 persen yang berasal dari pajak pembangunan I (PB I), pajak hiburan dan
retribusi.
Pada tahun 1998 terjadi penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
di mana PAD yang diperoleh pada tahun tersebut sebesar Rp 319,81 milyar atau sebesar
3,20 persen dari nilai tambah sektor pariwisata. Seperti halnya nilai tambah pariwisata,
PAD pariwisata terbesar selama kurun waktu 6 tahun (1993-1998) terjadi pada tahun
1998. Namun apabila dilihat sumbangan PAD pariwisata terbesar terhadap perolehan
total PAD di DKI Jakarta justru terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar 27,01 persen.
Sedangkan pada tahun 1998 hanya mencapai 21,17 persen. Di sini juga menunjukkan
bahwa sektor pariwisata masih bisa menjadi salah satu pemasukan utama PAD.

Kasus (Pulau Bali)


Seperti yang telah kita ketahui bersama, Pulau Bali merupakan daya tarik wisata
yang dimiliki oleh Negara Indonesia secara Internasional. Oleh karena itu, harus ada
perhatian khusus dari pemerintah pusat mengenai bagaimana mengatur perputaran
perekonomian yang terjadi di Pulau Bali. Jangan sampai terjadi kebocoran yang cukup
besar sehingga menjadi tidak ada gunanya keberadaan pariwisata di Pulau Bali.
Berdasarkan fakta yang didapatkan, Pembangunan di Propinsi Bali didasarkan pada
bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas guna
melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor
pariwisata dengan karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor
industri kecil dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata
(Anonim, 1999; Anonim, 2001. Dari pernyataan diatas, diketahui bahwa keadaan
perekonomian Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata salah satunya. Tentu juga
dengan didukung oleh perkembangan sektor industri kecil yang memainkan peran dalam
sektor pariwisatanya juga. Hal itu juga ditandai dengan pertumbuhan ekonomi Bali yang
selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pada perencanaan lima tahun
yang dikeluarkan oleh pemerintah, Bali mengalami kenaikan-kenaikan yang cukup
signifikan. Penjabarannya dapat dilihat dibawah ini :
Pelita I perekonomian Bali tumbuh 7,32%

Pelita II sebesar 8,55%


Pelita III sebesar 14,01%,
Pelita IV sebesar 8,28%;
dan pada Pelita V tumbuh sebesar 8,40%.
Sedangkan dalam Pelita VI (1994-1998) pertumbuhan perekonomian Bali rata-rata
5,07% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya
Pertumbuhan perekonomian Bali 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993
sebesar 2,78%, Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan lima tahun sebelumnya yang
disebabkan oleh dampak krisis ekonomi nasional 1997/1999 dan Bom Kuta I tahun 2002.
Namun pertumbuhan ekonomi Bali 2004-2005 atas harga konstan tahun 2000 mengalami
kenaikan rata-rata sebesar 5.09%. Walau tahun 2005 Bali lagi-lagi diguncang Bom Kuta
II, tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap perekonomian Bali karena wisatawan tetap
datang ke Bali walau sedikit mengalami penurunan. Pulau Bali mengalami pertumbuhan
ekonomi lokal yang cukup signifikan disamping faktor pariwisata yang sangat indah,
Pulau Bali memiliki adat yang cukup kuat sehingga masyarakat lokal tidak mudah
mengalami degradasi sosial walaupun banyak wisatawan mancanegara yang datang ke
Pulau Bali. Dengan begitu, keekonomian lokal di Pulau Bali sangat terjaga dan tidak
terlalu banyak kebocoran yang terjadi sehingga masyarakat lokal dapat terberdayakan.

Daftar Pustaka
Canada Government Revenue Attributable to Tourism. 2007. Research Paper:
Income and Expenditure Accounts Technical Series: Catalogue no. 13-604- M
No. 60. Canada : Canada Government Revenue Attributable. Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata RI. 2005. Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan
dan Pariwisata Nasional 2005 2009. Jakarta : Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata RI.
Antara, Made. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, Bali
Rai Utama, Bagus. 2011. Dimensi Ekonomi Pariwisata: Kajian Terhadap Dampak
Ekonomi dan Refleksi Dampak Pariwisata Terhadap Pembangunan Ekonomi
Provinsi Bali. Denpasar : S3 Doktor Pariwisata, Universitas Udayana.
Website :

http://pisoftskill.blogspot.com/2011/03/perekonomian-indonesia.html
http://architecturetourism.files.wordpress.com/2009/06/multipliereffectpariwisata1.jpg.Diunduh Maret 2012
http://kppo.bappenas.go.id/preview/282
http://travel.kompas.com/read/2012/01/06/08213046/Pertumbuhan.Pariwisata.
Selalu.di.Atas.Pertumbuhan.Ekonomi
http://student.eepisits.edu/~wongthathu/COOL/MANAJ.%20PROYEK%20SI/Day
%201/Contoh %20Tugas/Tugas%20ManPro%201/Lampiran/rupe18.htm

Anda mungkin juga menyukai