Satuan Acara Penyuluhan Fraktur Tibia Dextra
Satuan Acara Penyuluhan Fraktur Tibia Dextra
7. Sasaran
a. Langsung : Keluarga dan Pasien Poli Bedah RSSA sanglah
b. Tidak langsung : Keluarga dan Pasien Poli Bedah RSSA sanglah
8. Materi
a. Pengertian patah tulang tibia dextra
b. Penyebab patah tulang tibia dextra
c. Tanda dan gejala patah tulang tibia dextra
d. Macam-macam patah tulang
e. Penatalaksanaan patah tulang tibia dextra
f. Pencegahan infeksi pada patah tulang tibia dextra
9. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Role Model
10. Media
a. LCD
b. Leaflet
11. Evaluasi
a) Evaluasi Struktur
1) Peserta hadir di tempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan penyuluhan di lakksanakan di Poli Bedah RSU Dr. SAIFUL
ANWAR SANGLAH
3) Pengorganisasian penyuluhan dilakukan sebelumnya
b) Evaluasi Proses
1) Peserta antusias dengan materi penyuluhan
2) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan tanpa alas an
penting
3) Peserta mengajukan pertanyaan dan memahami pertanyaan dengan baik.
c). Evaluasi Hasil
Peserta penyuluhan dapat mengerti dan memahami tentang Fraktur Tibia
Dextra meliputi:
a. Pengertian patah tulang tibia dextra
b. Macam-macam patah tulang
c. Penyebab patah tulang tibia dextra
d. Tanda dan gejala patah tulang tibia dextra
e. Penatalaksanaan patah tulang tibia dextra
f. Peserta penyuluhan memberikan pertanyaan tentang Fraktur Tibia Dextra
permasalahan yang dialami serta cara mengatasi.
E. Penatalaksanaan Fraktur
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya
fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur,
penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan
nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian
dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan
dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai
bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau
lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan
bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di
atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
F.Komplikasi
Brunner and Suddarth (2000). Text book of Medical Surgical Nursing, alih bahasa: Agung
Waluyo. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 2.
Jakarta :EGC.
Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problem. Fifth Edition Mosby.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson (1995). Phatophysiology: Clinical Concept of Disease Process. Alih
bahasa: Peter Anugerah, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4 vol. 2. Jakarta :EGC.