Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30
% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai
rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30 % dalam dekade
terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama adalah IMA (Sudoyo et al, 2006).
Infark Miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial
infaction atau stemi) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan
IMA dengan elevasi ST (Sudoyo et al, 2006).
Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit Akut Miokard Infark
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit Akut Miokard Infark di seluruh
dunia. Penyakit Akut Miokard Infark adalah penyebab utama kematian pada
orang dewasa. Akut Miokard Infark adalah penyebab kematian nomor dua di
negara berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di
Indonesia pada tahun 2002 penyakit Akut Miokard Infark merupakan
penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Sari,
2012).
Menurut Depkes (2009) pada tahun 2007 Direktorat Jendral Yanmedik
Indonesia meneliti bahwa jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani
rawat inap dan rawat jalan di RS di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus
terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu 110,183 kasus. Care fatelity
rate (CFR) tertinggi terjadi pada Akut Miokard Infark (13,49%) dan
kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya
(13,37%) (Sari, 2012).
Daerah Jawa Tengah khususnya di RSUD Moewardi Surakarta kasus
penyakit infark Miokard dalam 6 bulan terakhir pada tahun 2012 sebanyak 31
kasus. Dari 31 kasus Akut Miokard Infark yang mengalami kematian

1
sebanyak 16 kasus (Sari, 2012). Banyaknya kasus AMI yang menyebabkan
kematian dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kegawatdaruratan di Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Kualitas pelayanan Kegawatdarurat di IGD pada kasus
AMI sangat penting dalam menangani pasien gawat darurat. Penanganan
yang cepat dan tepat akan mengurangi prognosis pada kasus AMI yakni
Aritmia, Gagal jantung, Henti Jantung Nafas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum : Untuk membantu mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan yang tepat pada Infark Miokart Akut (IMA) secara
komprehensif.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu memahami konsep Infark Miokart Akut (IMA) seperti
pengertian, anatomi dan fisiologi, klarifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, dan hemodinamika.
b. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan secara
komprehensif meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.

C. Metode Penulisan
Dalam makalah ini, kami menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
seperti studi perpustakaan, merupakan cara pengambilan data dengan
mengumpulkan data-data yang bersumber dari literatur-literatur atau buku-
buku penunjang.

D. Sistematika Penulisan
Guna mempermudah pemahaman makalah ini, maka penulis menyusun
sistematika penulisannya, yang terdiri atas 4 Bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan

2
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
dan sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan Teoritis
Membahas mengenai pengertian, anatomi dan fisiologi,
klarifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, dan hemodinamika.
BAB III : Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut (IMA).
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
Penutup yang menguraikan kesimpulan, saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Akut Miocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan nekrosis miokard
yang diakibatkan karena aliran darah ke otot jantung terganggu (Sudoyo et
al,2006).
Akut Miocard Infark adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan aliran darah koroner miokard (oenyempitan atau sumbatan arteri
koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat
syok atau perdarahan (Carpenito L.J., 2000).
Akut Miocard infark adalah kematian otot jantung yang diakibatkan oleh
kekurangan aliran darah atau oksigen. Penyebabnya adalah penyempitan atau
sumbatan pembuluh darah koroner (Brunner & Studdart, 2000).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang (Smetzler et al, 2001).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis,
atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-
kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung
sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari
kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam
masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan
7.571 liter darah (Smetzler et al, 2001).
2. Letak
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm
diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi
cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa
VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada

4
pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum,
tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9cm di kiri
linea medioclavicularis (Smetzler et al, 2001).
3. Lapisan jantung
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Perikardium : Lapisan luar jantung yang melindungi lapisan dalam
dan organ dalam jantung
b. Myokardium : Bagian tengah otot jantung, yang terdapat diseluruh
atrium dan ventrikel. Gunanya adalah kontraksi jantung.
c. Endokardium :Berhubungan dengan pembuluh darah termasuk
struktur intrakardiak (otot-otot parilarry dan katup).
4. Ruang dan katup jantung
Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri dan ventrikel kanan dan kiri.
Katup yang memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan di sebut katup
trikuspidalis, sedangkan katup yang memisahkan atrium kiri dan ventrikel
kiri disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Atrium kanan menerima
darah dari vena kava superior dan inverior, atrium kiri menerima darah
dari vena pulmonalis, sedangkan ventrikel kanan menerima darah dari
atrium kanan dan memompakannya ke arteri pulmonalis, ventrikel kiri
menerima darah dari atrium kiri dan memompakan darah ke aorta
(Smetzler et al, 2001).
5. Sistem kerja jantung
Menurut Sudoyo et al (2006), sistem kerja jantung dibagi dalam 3 bagian
yaitu:
a. Otomaticity : Jantung dipersarafi oleh saraf otonom simpatis dan
parasimpatis. Sistem saraf simpatis berfungsi untuk meningkatkan
heart rate, sedangkan sistem saraf parasimpatis berfungsi untuk
menurunkan heart rate.
b. Conductivity : terdiri dari Sinoatrial node (SA-Node) merupakan
pacu jantung alami keseluruh miokardium serta memberikan
automatik/intrinsik rate jantung, kemudian sinyal listrik dihantarkan
dari sepanjang sel miokardium ke Atrioventrikular node (AV-node)
yang akan menghasilkan impuls yang kemudian impuls tersebut akan
dihantarkan melalui Bundle of his dan berakhir di serabut purkinye.

5
c. Contractility : Bekerja dengan melakukan kompresi dengan bantuan
otot-otot jantung serta adanya proses kompresi yang akan
menghasilkan daya pompa jantung untuk mengalirkan darah.
6. Sistem peredaran darah jantung
Sistem peradaran darah jantung dimulai dari masuknya darah dari vena
cava superior dan inferior ke atrium kanan. Dari atrium kanan darah
masuk ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Darah dari ventrikel
kanan akan dipompa masuk ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Di
paru-paru akan terjadi pertukaran dimana darah yang mengandung CO2
akan diganti dengan darah yang mengandung O2. Darah yang
mengandung O2 selanjutnya melalui vena pulmonalis masuk ke atrium
kiri kemudian melalui katup bikuspidalis akan masuk ke ventrikel kiri.
Dari ventrikel kiri darah akan dipompa ke seluruh tubuh melalui aorta
(Smetzler et al, 2001).

C. Etiologi
Sudoyo et al (2006) mengklasifikasikan beberapa penyebab dari Akut
Miokard Infark:
1. Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur menumpuk di bawah lapisan
intima arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan fibrosa dan
sering mengalami kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul plak
aterosklerotik dan akan menonjol ke dalam pembuluh darah dan
menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah.
2. Penyumbatan koroner akut
Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekua darah setempat atau
trombus dan akan menyumbat arteria. Trombus dimulai pada tempat plak
ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah
lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah.
Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi
darah, trombosit mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah
terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut

6
terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke
cabang arteria koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.
3. Sirkulasi kolateral di dalam jantung
Bila arteria koronaria perlahan-lahan menyempit dalam periode bertahun-
tahun, pembuluh-pembuluh kolateral dapat berkembang pada saat yang
sama dengan perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses
sklerotik berkembang di luar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral
untuk memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, maka
hasil kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, Kadang-kadang demikian
terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah
normal yang diperlukan. Faktor-faktor resiko :
a. Tidak dapat dirubah: Jenis kelamin, Umur, Keturunan.
b. Dapat dirubah: Kelebihan lemak, seperti: hiperkolesterol,
hiperlipidemia, hiperglitriserida, perokok, hiprtensi,
kegemukan/obesitas, diabetus militus, stres, kurang aktivitas fisik.
Menurut Smelzer et al (2001), penyebab utama akut miokard infark adalah
rupture plak aterosklerosis dengan akibat spasme dan pembentukan
gumpalan. Dan faktor resiko untuk terjadinya pembentukan plak
aterosklerosis adalah: laki-laki usia 70 tahun keatas, merokok,
hiperkolesterol dan hipertrigliseridemia, DM, hipertensi, riwayat keluarga
pernah mengidap penyakit yang sama, gaya hidup tidak sehat, tipe
kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif).
Dan menurut Kasuari (2002) ada beberapa etiologi / penyebab
terjadinya infark miokard akut yaitu:
1. Faktor penyebab :
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga
faktor:
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, Spasme, Arteritis
2) Faktor sirkulasi: Hipotensi, Stenosis aorta, Insufisiensi
3) Faktor darah: Anemia, Hipoksemia, Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat: Aktivitas yang berlebihan, Makan
terlalu banyak, Emosi, Hipertiroidisme.
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada: Kerusakan miokard,
Hipertropimiokard, Hipertensi diastolik
2. Faktor predisposisi
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah:

7
1) Umur lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras: insiden pada kulit hitam lebih tinggi
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Mayor: Hipertensi, Hiperlipidemia, Obesitas, Diabetes,
Merokok, Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
2) Minor: Kepribadian tipe A, Stress psikologis berlebihan dan
Inaktifitas fisik

D. Patofisiologi
1. Iskemia
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen
oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang
bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob. Pembentukan fosfat
berenergi tinggi akan menurun. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu
asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun (Samekto, 2001).
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat
menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-
serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang. Gerakan
dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian
tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya
kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika.
Penurunan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia
dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya
fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung sehingga akan
memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan

8
meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam
kapiler paru-paru akan meningkat (Samekto, 2001).
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu
peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum
timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap
berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan
tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan
respon vagus (Samekto, 2001).
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram
akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang T terbalik dan
depresi segmen ST. iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.
Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik
bersifat reversible (Samekto, 2001).
2. Infark
Menurut Smelzer et al (2001), Iskemia yang berlangsung lebih dari
30 - 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan
kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark
akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami
infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark
transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark
subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam dinding
ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu
dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior
disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria
sinistra, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteria
koronaria kanan (Smelzer et al 2001).
Menurut Smelzer et al (2001), Infark miokardium akan
mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis. kehilangan daya
kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami
gangguan kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan :

9
a. Daya kontraksi menurun
b. Gerakkan dinding abnormal
c. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
d. Pengurangan curah sekuncup
e. Pengurangan fraksi efeksi
f. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri

Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor; seperti:


a. Ukuran infark : 40 % berkaitan dengan syok kardiogenik.
b. Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi
mekanik dibandingkan dinding inferior.
c. Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan
fungsi miokardium sisanya.
d. Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang
kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang
menuju ke miokardium yang terancam.
e. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk
mepertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik
dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga
meningkatkan kekuatan kontraksi. Tekanan pengisian sirkulasi dapat
ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga infark
miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat
dilatasi kompensasi kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi
jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan
ventrikel Smelzer et al (2001).

10
Pohon masalah
Aterosklerosis Penyumbatan koroner akut Sirkulasi kolateral di dalam jantung

Gangguan pasokan darah koroner ke miokard


Suplai O2 ke jantung menurun

Kerusakan otot
jantung
Penurunan curah
Kontaksi jantung jantung
menurun
cardiac output
menurun Gg.Perfusi Jaringan
Suply darah ke seluruh
tubuh
Metabolisme anaerob
CO2 dan ATP menurun
Sumber dimodifikasi dari :
Kelemahan fisik Sel kekurangan ATP Smeltzer, et al. 2000.
Intoleransi aktivitas Keperawatan medikal medah. Edisi
Kerusakan jaringan
akkaaktivitas VIII, vol.II. Jakarta: EGC
Sudoyo, et al. 2006. Buku ajar ilmu
Pengeluaran histamin, bradikanin penyakit dalam. Edisi VI, jilid
III.Jakarta: Departemen Ilmu
Hipotalamus Disampaikan ke korteks serebri Penyakit Dalam FKUI

Nyeri

11
E. Tanda dan Gejala
Menurut Sudoyo et al (2006), pada infark miokard dikenal istilah TRIAS,
yaitu:
1. Nyeri :
a. Gejala khas adalah nyeri dada retroternal, seperti diremas-remas dan
tertekan, nyeri menjalar ke lengan, (kiri) bahu, leher, rahang bahkan
ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari
angina pectoris, terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas. Nyeri ini tidak responsif terhadap nitrogliserin
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
f. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptord.
g. Walaupun Infark Miokard merupakan manifestasi pertama dari
penyakit jantung koroner, namun bila anamnesa dilakukan secara teliti
sering didahului oleh angina, perasaan tidak enak di dada atau
epigastrium.
h. Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada berkarakteristik khas dan
bahkan dapat normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal irama gallop. Adanya krepitasi basal merupakan tanda
bendungan paru. Takikardi, kulit pecah, dingin dan hipotensi
ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat. Kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding pada
Infark Miokard anterior.
2. EKG

12
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang
terjadi kemudian adalah adanya gelombang Q/QS yang menandakan
adanya nekrosis.

F. Penatalaksanaan
Menurut Samekto (2001), perawatan atau terapi yang dapat digunakan untuk
pasien dengan Akut Miokard Infark yaitu sebagai berikut:
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 12 tetes/ menit
5. Oksigen 2 4 lt/menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 6 jam /infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas

G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Untuk mengetahui fungsi jantung. Akan ditemukan gelombang T
inverted, ST depresi, Q patologis.
2. Enzim Jantung : CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih : Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari
ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA,
menunjukkan inflamasi.
6. Kimia : Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi
organ akut atau kronis
7. GDA : Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum : Meningkat, menunjukkan
arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
9. Rongent thorax : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram : Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

13
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misal lokasi atau luasnya AMI
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA) : Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
13. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak
selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau emergensi.
14. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) : Memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan
plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

H. Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamik adalah ilmu mengenai pergerakan darah dan daya yang
berperan didalamnya (Dorlan, 2002). Monitoring hemodinamik menjadi
komponen yang sangat penting dalam perawatan pasca operasi atau keadaan
kritis pada pasien paska operasi jantung. Fungsi jantung dalam kondisi ini
sering abnormal karena kemampuan ventrikel menurun, disfungsi sekunder
akut pada prosedur operasi dan penggunaan cardiopulmonary bypass atau
kombinasi keduanya. Tekanan yang selalu diukur pada pasien pasca operasi
jantung meliputi : tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri
pulmonal. Demikian juga dengan cardiac output dan cardiac index.
Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler,
tranducer tekanan dan sistem monitoring.

I. Tujuan monitoring hemodinamik secara invasif adalah :

14
1. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal
jantung dan tamponade.
2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-
obatan dan dukungan mekanik.
3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.
4. Sebelum dan selama pemantauan hemodinamik secara invasif dilakukan
kalibrasi. Kalibrasi merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui
fungsi alat seperti monitor dan tranducer dalam keadaan baik. Adapun
tahapan untuk kalibrasi adalah sebagai berikut:
a. Tentukan titik nol pada pasien yang didapat dari intercostal 4 sejajar
sternum mid axila ditarik garis lurus sejajar 3 way stopcock dari
system flushing.
b. Menutup 3 way ke arah pasien dan membuka 3 way ke arah udara.
c. Mengeluarkan cairan ke udara.
d. Menekan tombol kalibrasi sampai pada layar monitor terlihat angka
nol.
e. Membuka 3 way ke arah pasien dan menutup 3 way ke arah udara.
f. Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik.

J. Indikasi pemantauan tekanan darah arteri secara invasif


1. Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi
kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor
sehingga apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak
dapat secepatnya dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari
terapi obat-obat yang telah diberikan.
a. Prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah
saraf, bedah laparotomy, bedah vascular
b. Pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
c. Pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
d. Pasien yang terpasang IABP
e. Pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat
f. Pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta
2. Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
Kontra indikasi relatif pada pemantauan tekanan darah arteri secara
invasive.
a. Pasien dengan gagal napas
b. Pasien yang terpasang ventilasi mekanik
c. Pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)

15
d. Pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri secara rutin
e. Pasien dengan perifer vascular disease
f. Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
g. Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah
terjadi infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau
pada area yang sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular

K. Lokasi pemasangan kateter arteri


Lokasi penempatan kateter intraarteri meliputi arteri radialis, brachialis,
femoralis, dorsalis pedis, dan arteri axilaris (Scheer et al,2002)
Pertimbangan penting pada penyeleksian lokasi insersi kateter meliputi,
adanya sirkulasi darah kolateral yang adekuat, kenyamanan pasien, dan
menghindari area yang beresiko tinggi mudah terjadi infeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri :
1. Curah jantung 6. Aktivitas
2. Volume darah 7. Elastisitas pembuluh
3. Umur
arteri
4. Resistensi perifer
8. Berat badan
5. Viskositas darah
9. Emosi

L. Indikasi pemantauan tekanan darah arteri secara invasif


1. Monitor tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi
kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor
sehingga apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak
dapat secepatnya dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari
terapi obat-obat yang telah diberikan
a) Prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah
saraf, bedah laparotomy, bedah vascular
b) Pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
c) Pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
d) Pasien yang terpasang IABP
e) Pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat

16
f) Pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta
2. Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
a) Pasien dengan gagal napas
b) Pasien yang terpasang ventilasi mekanik
c) Pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)
d) Pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri secara rutin

M. Interpretasi gelombang tekanan darah arteri


Gelombang tekanan arteri dihasilkan dari mulainya usaha untuk membuka
katup aorta, kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan arteri sampai
tekanan puncak (maksimum ejeksi ventrikel) tercapai.
Tekanan di ventrikel turun secara cepat sehingga tekanan aorta menjadi lebih
tinggi dari tekanan ventrikel kiri. Perbedaan tekanan tersebut mengakibatkan
katup aorta tertutup, penutupan katup aorta menghasilkan dicrotic notch
pada gelombang tekanan arteri

Sistolik 115 mmHg


pressur
e Dicrotic
notch
MAP

85
Diastolik
pressure
sistoli diastolik
k
Gelombang tekanan arteri sistolik digambarkan naik turun, hal ini
menyatakan dimulainya usaha pembukaan katup aorta diikuti ejeksi cepat
darah dari ventrikel, kemudian gambaran menurun ke bawah, karena
adanya penurunan tekanan sehingga katup aorta tertutup sehingga
terbentuk dicrotic notch. Periode diastolik yaitu saat jantung relaksasi
digambarkan dengan penurunan untuk kemudian dimulai periode awal
sistolik.

N. Monitoring Tekanan Vena Sentral

17
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002).
Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau vena
kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Pada umumnya jika venous return
turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat.
1. Indikasi pemantauan tekanan vena sentral
a. Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan
(RA) dan tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan
susunan jantung dan paru normal, CVP juga berhubungan dengan
tekanan end diastolic ventrikel kiri.
b. Mengetahui fungsi ventrikel kanan
CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik
akhir ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup
tricuspid terbuka yang memungkinkan komunikasi terbuka antara
serambi dengan bilik jantung. Apabila tekanan akhir diastolik sama
dengan yang terjadi pada gambaran tekanan ventrikel kanan, CVP
dapat menggambarkan hubungan antara volume intravascular, tonus
vena, dan fungsi ventrikel kiri.
c. Menentukan fungsi ventrikel kiri
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP
berhubungan dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan
merupakan sarana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
d. Menentukan dan mengukur status volume intravascular.
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur
status volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini
berhubungan dengan volume venous return.
e. Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui
vena perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal
ini disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan

18
sebagai akibatnya penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi,
aliran darah pada vena besar cepat dan mengencerkan segera cairan
IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP dapat digunakan untuk
memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit berkonsentrasi
tinggi.
f. Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi
pacemaker sementara.

2. Penempatan kateter vena sentral


Penempatann kateter vena sentral melalui vena jugularis interna, vena
subklavia, vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya
pemantauan dilakukan melalui vena subklavia.

3. Interpretasi gelombang CVP


Gelombang atrial biasanya beramplitudo rendah sesuai dengan tekanan
rendah yang dihasilkan atrium. Rata rata RAP berkisar 0 sampai 10
mmHg, dan LAP kira kira 3 sampai 15mmHg. Tekanan jantung kiri
biasanya melampaui tekanan jantung kanan karena terdapat perbedaan
resistensi antara sirkulasi sistemik dengan sirkulasi paru. Pengukuran
secara langsung tekanan atrium kiri biasanya hanya dilakukan di icu
setelah operasi jantung.

4. Gelombang CVP Normal


Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan
refleksi dari setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan
variasi tekanan yang terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai
bentuk gelombang yang karakteristik. Pada grlombang CVP terdapat tiga
gelombang positif (a, c, dan v) yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam
siklus mekanis yang meningkatkan tekanan atrium dan dua gelombang (x
dan y) yang dihubungkan dengan berbagai fase yang berbeda dari siklus
jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal.

19
a. Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat
kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada
EKG
b. Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke
dalam atrium pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik.
Dikorelasikan dengan akhir gelombang QRS segmen pada EKG
c. Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan gerakan
ke bawah ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum
timbulnya gelombang T pada EKG
d. Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama
injeksi ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap
tertutup) digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG
e. Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid
valve saat diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan.
Terjadi sebelum gelombang P pada EKG.

O. Monitoring Tekanan Arteri Pulmonal


Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena dengan
menggunakan sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk mengetahui
tekanan di arteri pulmonal.
1. Tujuan
Memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah pulmonal
dan ventrikel kiri. Pemantauan hemodinamik menggunakan kateter arteri
pulmonal diperkenalkan oleh Swans dan Ganz tahun 1970, sejak
menggunakan dobel lumen, balon/ tipped, sampai lima lumen ditambah
dengan kawat pacu jantung dan optikal kateter arteri pulmonal yang
sekarang dikenal sebagai kateter arteri pulmonal Swan Ganz, yang dapat

20
dikerjakandi tempat tidu r pasien tanpa bantuan fluoroskopi. Dengan
kateter ini dimungkinkan dapat memonitor secara intermiten curah
jantung, menentukan RVEV dan EDV, secara kontinyu dapat memonitor
RAV, saturasi oksigen vena campuran, pacing atrium dan ventrikel, juga
dapat digunakan mengkalkulasi SVR, PVR, oksigen transport dan
konsumsi, perbedaan arterio-venous oksigen dan fraksi shunt intra
pulmonal.
Kateter arteri pulmonal yang tersedia untuk pediatric dan dewasa
ukuran 60 -110 cm panjangnya, kaliber 4.0 8.0 Fr, volume balon dari 0.5
1.5 ml, diameter balon dari 8 -13 mm setiap 10 cm panjang kateter
ditandai dengan garis hitam kecil, yang membantu lokasi ujung kateter
yang dimasukkan melalui sirkulasi sentral.

2. Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal


Prinsip yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran tekanan
arteri pulmonal yaitu Pengukuran dan pencatatan gelombang PA sebaiknya
dilakukan pada waktu akhir ekspirasi, dikarenakan pada waktu akhir
ekspirasi tekanan mitral polmunal dialveolar adalah 0. Sama dengan
tekanan atsmosfir ( 750 mmHg ).
Pengukuran pada inspirasi dipengaruhi oleh venus return karena saat
inspirasi sebagai pompa. Membantu darah kembali masuk kejantung.
Pada waktu ekspirasi, darah lebih banyak dalam pembuluh dikarenakan
tidak ada yang membantu memompa darah ke jantung.
Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal :
a. Cuci tangan
b. Atur posisi yang nyaman saat pengukuran. Posisi sampai dengan
posisi tidur lebih tinggi 600. (Bridges, 2000). Pengukuran pada posisi
duduk tidak dianjurkan. Pada posisi tidur miring 300 - 900 dapat
dilakukan selama prinsip sudut yang terbentuk dengan posisi miring
tersebut diperhatikan.

21
c. Yakinkan bahwa kateter yang terpasang tidak ada yangterlipat,
cairan yang masuk, berada pada posisi yang tepat.
d. Lakukan kalibrasi
e. Perhatikan nilai yang ada pada monitor dan dikorelasikan dengan
morfologi gelombang yang tampak pada monitor dengan klinis
pasien.
f. Dokumentasikan data yang ada.
g. Cuci tangan

P. EKG (Elektrokardiography)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot


jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai
keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada
pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti,
otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


No Lokasi Gambaran EKG

22
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V6 dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-
V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-
V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

23
I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Identitas Klien

Nama : Tn. Y

Tempat tanggal lahir/umur : Ciamis, 5 agustus 1972/40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku bangsa, : Sunda

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Status perkawinan : Kawin

Alamat : Jalan Kopo No 45

Tanggal masuk RS :18 oktober 2012

Diagnosa medis : Akut Miokard Infrak

Sumber informasi : Keluarga klien

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. M
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Jalan kopo no 45

B. SURVEY
1. PRIMER
a. A : Airway

24
1) Pasien gelisah
2) Memegang leher
3) TD: 100/60 mmHg
b. B : Breathing.
1) Napas cepat dan dangkal
2) RR : 28x/menit
3) Pernapasan tidak regular
4) Pergerakan tidak simetris
5) Terdengar suara nuffle
6) Retraksi intercosta (-)
c. C : Circulation.
i. Akral dingin
ii. CRT < 2 detik
iii. Ada nadi carotis
iv. N: 120x/menit
v. Sianosis
d. D : Disability
i. GCS 14
ii. Pupil normal
2. SEKUNDER
i. Riwayat Penyakit
Klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat penyakit
jantung kurang lebih 3 tahun
ii. Keluhan Utama
Sebelum masuk Rumah Sakit klien mengatakan nyeri dada
yang hebat, menjalar ketangan kiri dan punggung belakang

iii. Alergi Obat


Klien tidak mempunyai alergi obat
iv. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mengatakan kurang lebih 1 tahun yang lalu pernah
masuk Rumah Sakit dengan gejala yang sama
v. Makan Terakhir
Klien mengatakan makan sate kambing dan dilanjutkan
bermain bulu tangkis
vi. Pengkajian Nyeri
a. P: Klien mengatakan nyeri di bagian dada, nyeri tidak
hilang, dengan istirahat dan nitrat
b. Q: Dada dan leher seperti ditekan dan dihimpit
c. R: Klien mengatakan nyeri menyebar ke tangan kiri
dan punggung belakang
d. S: Skala nyeri 6

25
e. T: Nyeri terasa saat bermain bulu tangkis, nyeri tidak
hilang, lebih dari 20 menit
2. Head to toe (H) :
a. Exposure (E) :
pemeriksaan
persistem
1. Sistem Pernafasan :

Inspeksi : sesak, nafas cepat dan dangkal.

Palpasi : dinding dada, tidak imetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : ronchi (+)

2. Sistem cardiovaskuler :
Inspeksi : Anemis, sianosis
Palpasi : JVP meningkat, tekanan darah menurun,
takikardi
Auskultasi : bunyi jantung tidak normal terdapat bunyi
jantung tambahan, muffle
3. Sistem Gastrointestinal :
Inspeksi : muntah
Palpasi : distensi abdomen (-)
Perkusi : hipertimpani dullness
Auskultasi : bising usus normal
4. Sistem Urogenital :
Inspeksi : penurunan produksi urine menurun
Palpasi : distensi kandung kemih (+)
5. Sistem Neurologis :
Inspeksi : kelemahan
Palpasi : rasa dingin pada tungkai, penurunan refleks
motorik

26
6. Sistem Muskuloskeletal :
Inspeksi : kelemahan kaki dan tangan, kuku clubbing
finger
Palpasi : CRT2 detik, akral dingin
Perkusi : -
Auskultasi : -
7. Sistem Integumen :
Inspeksi : sianosis, kuku clubbing finger
Palpasi : akral dingin, turgor kulit / 2 detik, CRT >2
detik, kulit atau membrane lembab
Perkusi : -
Auskultasi : -
b. Fluid, faran hait (F) :
Kolaborasi pemberian terapi cairan D5%

c. Head to toe (H):


1. Kepala
Rambut : Bentuk proporsional, warna rambut hitam,
distribusi rambut merata, tidak ada lesi
2. Telinga
Fungsi pendengarannya baik, lesi (-) bentuk simetris,
elastisitas.
3. Hidung
Simetris, fungsi penciuman normal, lesi (-).
4. Mulut
Simetris, mukosa bibir kering, lesi (-), fungsi pengecapan
normal
5. Leher
Kelenjar getah bening tidak teraba , tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, JVP meningkat, tidak ada rasa nyeri pada
saat menelan
6. Dada
Bentuk tidak simetris, pergerakan dada tidak simetris kiri
kanan, retraksi intercosta (+)
7. Abdomen

27
Bentuk abdomen cekung, bising usus (+), tidak ada
pembesaran hepar, tidak ada pembesaran spleen
8. Ektremitas
Ektemitas atas lengkap = akral teraba dingin, pergerakan
lemah, tidak ada udeme, ROM bebas.
Ektremitas bawah = akral teraba dingin, pergerakan lemah,
tidak ada udeme, ROM bebas
9. Genetalia
Hygiene dan bersih, infeksi (-), lesi (-), tidak ada keluhan
nyeri

10. Anus
Hygine (+), haemoroid (-), infeksi (-), lecet (-), tidak ada

C. Data Psiko- Sosial Spiritual


1. Data Psikologis
Klien tampak sangat cemas dengan penyakit yang ia alami

2. Data Social
Klin mengatakan bahwa ia sangat bersahabat dengan tetangganya,
selal mengikuti kegiatan social yang diadakan di lingkungannya

3. Data Spiritual
Klien mengatakan ia sering megikuti kegiatan keagamaan di mesjid
dan di lingkungannnya

D. Data Penunjang
Laboratorium

28
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan Interpretasi
Rujukan
HEMATOLOGI
Analisa Gas
o
Darah 39,5 C
Temperatur 7,41 7,35-7,45
PH 32,8 35-45 mmHg
PCO2 90 83-108 mmHg
PO2 20,6 21-28 mmol/L
HCO3 -2 -2-3 mmol/L
BE 22,7 mmol/L
cHCO3st 95,4 95-98 %
O2 Saturasi 13,3 0-20 Vol %
Ct O2 151,7 mmHg
AaDO2 45 %
FIO2

KIMIA KLINIK
Asam laktat
2,11 0.4-2 mmol/L Kenaikan
asam laktat
sebagai
indikator
nyeri akibat
dari
bertambahnya
CO2 dan
kurangnya
ATP

29
E. Therapi
Terapi Farmasi
Nama Obat Dosis Indikasi Manfaat
Morphine 1 x 1 cap Penatalaksanaan nyeri kronik yang Bertindak atas reseptor spesifik di otak
Sulfate perlu analgesik opioid dan sumsum tulang belakang untuk
mengurangi rasa nyeri dan mengurangi
respon emosional pada penyakit
Nitroglycerin 1 x 160 mg Nyeri dada terkait dengan angina Merelaksasi otot yang cepat untuk
Sulfate dan akut miokard infark dan edema mengurangi resistensi pembuluh darah
paru akut perifer tekanan darah, aliran balik fena,
dan beban kerja jantung
Betabloker a. a. Hipertensi Menurunkan angka kematian karena
x 0,5 mg semua sebab dan kematian terkait kardio-
b. Angina vascular, mencegah infark miokard akut
berulang
c. Katup mitral prolaps
d. Aritmia jantung
e. Fibrilasi atrium
f. Jantung kongestif
g. Serangan jantung
h. Glaukoma
i. Migrain profilaksis
j. Gejala kontrol (tachycardia,

30
getaran) di kecemasan dan
Hipertiroidisme
k. Penting getaran

l. Phaeochromocytoma, dalam
hubungannya dengan -
Pemblokir
Antiplatelet 3 x 30 mg Semua bentuk angina pektoris, Obat-obat untuk menghambat
hipertensi, takikardi supraventrikel, pembentukan trombus disirkulasi arteri
ekstrasistol atrium, flutter dan dimana antikoagulan yang mempunyai
efek yang sedikit
fibrilasi atrium disertai takiaritmia
(kecuali pada sindrom Wolff-
Parkinson-White)

Nitrat 2 x 5 mg Nyeri dada akibat penyempitan Bekerja dengan cara melebarkan sesaat
koroner atau angina pembuluh koroner yang menyempit
sehingga aliran darah ke otot jantung
membaik
Heparin 1 x 1 gram Profilaksis dan terapi pada disorder Sebagai antikoagulasi
2000/jam tromboembolik

31
F. Analisa Data

Diagnosa
No Data Etiologi
keperawatan
1. Subyektif (S): Terjadinya infark pada Nyeri berhubungan
- Klien mengatakan dadanya nyeri jaringan dengan peningkatan
dengan skala nyeri 6 (1-10) asam laktat di
Gg.pasokan darah koroner jaringan
Obyektif (O) : ke miokard
- TD : 100/60 mmHg.
- Nadi : 124 x/mnt Metabolisme Anaerob
- RR: 28 x/mnt
- Asam Laktat : 2,11 CO2 dan ATP menurun.
- Ekspresi wajah meringis
- Klien tampak memegang dadanya Sel kekurangan ATP
yang sakit

Kerusakan jaringan

Pengeluaran bradikinin,
histamin

Rangsangan ke hipotalamus

Cortex serebri

Nyeri
2. Subyektif (S): Gg.pasokan darah koroner Penurunan curah
- Klien mengeluh lemah, keringat ke miokard jantung berhubungan
dingin dengan penurunan
Suplai O2 ke jantung kontraktilitas
Obyektif (O) : jantung.
- TD : 100/60mmHg Kerusakan otot jantung
- Nadi : 124 x/menit
- RR: 28x/menit kontraktilitas jantung
- Kulit dingin menurun
- Cappilary refill kurang dari 3
detik Penurunan curah jantung
- Haluaran urin: < normal (500-
1000 cc/hari)
3. Subjektif (S) : Suplai O2 ke jantung Gangguan perfusi
- Klien mengatakan lemah dan lesu jaringan b.d
Kerusakan otot jantung penurunan suplai O2
Objektif (O) :
- TD: 100/10mmHg Cardiac output menurun
- Nadi: 124x/menit
- RR: 24/menit Suplai O2 ke jaringan
- Klien tampak lemah menurun
- Klien tampak pucat Gg.perfusi jaringan

32
- Akral teraba dingin
4. Subjektif (S) : suplai darah keseluruh Intoleransi aktifitas
- Klien mengatakan lemah dan tubuh menurun b.d kelemahan fisik
lesu.
Objektif (O) : metabolisme anaerob
- Klien tampak lemah
- Klien bedrest total CO naik dan ATP menurun
- Klien tampak meringis kesakitan
- Skala nyeri : 6 Sel kekurangan ATP

Kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

Prioritas Masalah
1) Nyeri berhubungan dengan peningkatan asam laktat di jaringan.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung.
3) Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan suplai O2
4) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
.

33
ASUHAN KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA EVALUASI

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri berhubungan dengan Tupan : setelah 1. Observasi TTV 1. Mengidentifikasi keadaan klien S : Klien
peningkatan asam laktat di dilakukan tindakan dan menentukan intervensi lebih mengatakan nyeri
jaringan. keperawatan 3x24 jam lanjut berkurang dan
rasa nyeri klien teratasi 2. Kaji tingkat nyeri klien dan bina 2. Mengidentifikasi tingkat nyeri skala nyeri
Subyektif (S): hubungan saling percaya terlebih klien sehingga dapat menjadi dasar berkurang menjadi
Klien mengatakan nyeri dibagian Tupen: dahulu tindakan selanjutnya 4
dada dengan skala nyeri 6. Setelah dilakukan
Obyektif (O) : tindakan keperawatan O : klien tidak
- Obyektif (O) : selama 1 x 24 jam 3. Ajarkan teknik relaksasi dan 3. Salah satu cara untuk mengalihkan tampak meringis
- TD : 100/60 mmHg. diharapkan klien dapat lagi
manajemen nyeri perhatian tidak terfokus pada
- Nadi : 124 x/mnt memenuhi kriteria, nyerinya
- RR: 28 x/mnt yaitu : A : intervensi
- Asam Laktat : 2,11 1. RR : 18-20x/mnit belum teratasi
4. Posisikan klien senyaman 4. Meningkatkan ekspansi paru
- Ekspresi wajah meringis 2. Klien menyatakan
mungkin (semifowler) sehingga O2 yang masuk maksimal P : lanjutkan
- Klien tampak memegang nyeri sudah
dadanya yang sakit berkurang intervensi
3. Asam laktat 5. Kolaborasi pemberian terapi:
mencapai batas Morfin Morfin dapat menurunkan nyeri
normal 0.4-2 yang dialami
mmol/L Oksigen Meningkatkan suplai oksigen ke
4. TD dalam batas jantung dan jaringana ke seluruh
normal tubuh
5. Nadi dalam batas Nitrogliserin Memabntu merelaksasi otot jantung
normal Aspirin Membantu mengurangi nyeri dan
mencegah terjadinya thrombus pad
pembuluh darah.

2. Penurunan curah jantung Tupan : Setelah 1. Pertahankan tirah baring selama 1. Tirah baring dapat mengurangi S : klien
berhubungan dengan penurunan dilakukan tindakan fase akut kerja jantung. mengatakan tubuh
kontraktilitas jantung. keperawatan selama 3 x 2. Kaji dan laporkan adanya tanda 2. Kenaikan tekanan darah dan COP terasa lemah.
24 penurunan curah tanda penurunan COP, TTV mengindikasikan adanya
Subyektif (S): jantung dapat teratasi. peningkatan kontraktilitas jantung. O : klien tampak
3. Berikan oksigen sesuai 3. Memenuhi kebutuhan oksigen lemah.
- Klien mengeluh lemah, Tupen: setelah kebutuhan. dalam tubuh.

34
keringat dingin dilakukan tindakan 4. Auskultasi pernafasan dan 4. Bunyi jantung dan suara nafas A : intervensi
keperawatan selama jantung sesuai indikasi tambahan mengindikasikan belum teratasi.
1x24 jam diharapkan keadaan jantung.
klien dapat memenuhi 5. Pertahankan cairan parenteral dan 5. Obat-obatan membantu P : lanjutkan
Obyektif (O) : kriteria, yaitu : obat-obatan sesuai advice. vasodilatasi pembuluh darah d intervensi
jantung.
- TD : 100/60mmHg 1. Klien tidak tampak
lemah.
- Nadi : 124 x/menit 2. Akral teraba hangat.
3. Cappilary refill
- RR: 28x/menit
kurang dari 2 detik.
- Kulit dingin 4. TD, RR, dan nadi
dalam batas normal
- Cappilary refill kurang dari 3 5. JVP dalam batas
detik normal
6. Haluaran urin dalam
- Haluaran urin: < normal 500- batas normal
1000 cc/hari

- JVP meningkat

3 Gangguan perfusi jaringan b.d Tupan : setelah 1. Kaji dan dokumentasikan, serta 1. Mengidentifikasi CO2 menurun, S : klien
penurunan suplai O2. dilakukan tindakan laporkan hal-hal sebagai berikut : mengidentifikasi kondisi klien, dan mengatakan badan
Subjektif (S) : keperawatan selama hipotensi, disritmia, kelelahan, untuk menentukan intervensi masih terasa lemah.
- Klien mengatakan lemah dan 3x24 jam gangguan urine output, ekstremitas dingin selanjutnya
lesu perfusi jaringan teratasi. dan lembab O: klien tampak
Objektif (O) : Tupen : setelah 2. Berikan O2 sesuai kebutuhan 2. Meningkatkan suplai O2 sehingga lemah, akral teraba
- TD: 100/10mmHg dilakukan tindakan diharapkan suplai demand hangat.
- Nadi: 124x/menit keperawatan 1x24 jam seimbang
- RR: 24/menit klien dapat memenuhi 3. Monitoring EKG bila terjadi 3. Memberikan informasi perubahan- A : intervensi
- Klien tampak lemah kriteria: perubahan gambar, lakukan perubahan yang terjadi pada klien teratasi sebagian.
1. Klien tidak lemah dan rekam EKG
- Klien tampak pucat lesu P : Lanjutkan
2. TD,RR, dan Nadi intervensi
dalam batas normal
3. Klien tidak tampak
pucat dan lemah

4. Intoleransi aktifitas b.d Tupan : setelah 1. Kaji aktivitas yang perlu, total 1. Dapat menentukan dan memilih S : klien
kelemahan fisik dilakukan tindakan atau partial care tindakan yang tepat mengatakan badan

35
keperawatan selama 2. Bantu semua aktivitas baik 2. Klien dengan kondisi bedrest masih masih terasa lemah.
Subjektif (S) : 3x24 jam intoleransi secara total maupun partial bisa memenuhi ADL
- Klien mengatakan lemah dan aktivitas dapat teratasi 3. Diskusikan dengan klien tentang 3. Agar klien dapat mengungkapkan O : ADL masih
lesu. Tupen : setelah kebutuhan yang klien harapkan hal-hal yang diharapkan klien dibantu
Objektif (O) : dilakukan tindakan dan yang klien dapatkan
- Klien tampak lemah keperawatan 1x24 jam A : intervensi
- Klien bedrest total dapat dapat toleran belum teratasi
- Klien tampak meringis dengan ADL dengan
kesakitan kriteria: P : lanjutkan
- Skala nyeri : 6 1. Klien tidak tampak intervensi
lemah
2. Klien dapat toleran
dengan ADL
3. ADL dapat
dilakukan secara
mandiri.

36
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut WHO (2008), pada tahun 2002 penyakit Akut Miokard Infark merupakan
penyebab kematian utama di dunia. Akut Miocard Infark adalah kematian jaringan
miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (oenyempitan atau
sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah
akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J., 2000).
Infark Miokart akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infaction atau stemi)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Sudoyo et al,
2006). Banyaknya kasus AMI yang menyebabkan kematian dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kualitas pelayanan
Kegawatdarurat di IGD pada kasus AMI sangat penting dalam menangani pasien gawat
darurat.

B. Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien gawat darurat dengan kasus
infark miokart akut dapat memberikan penanganan dengan optimal. Penanganan yang
cepat dan tepat pada Infark Miokard Akut (IMA) akan mengurangi prognosis pada kasus
AMI yakni Aritmia, Gagal jantung, Henti Jantung Nafas.

DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A., Jr. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC

37
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC

Nanda. (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC

RSHS. 2008. Penanganan Penderita Gawat Darurat Basic I. Bandung : RSHS

Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan Infark Miokard Akut Di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diperoleh tanggal 18 Oktober 2012 Pukul 14:34
WIB

Smeltzer et all. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sudoyo & dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

38

Anda mungkin juga menyukai