Anda di halaman 1dari 13

PEMBENTUKAN MINDSET YANG SESUAI DENGAN LINGKUNGAN BISNIS

Diajukan sebagai:
Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Sistem Pengendalian Manajemen

Disusun oleh:
Nur Khasanatun Nafiah/145020301111007
Wahyu Kartika Larasati/145020301111093

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
MALANG
2017

1
Bab 3: Kerangka Konseptual Pembentukan Mindset

Pengantar

Pada hakikatnya, tugas utama manajer adalah mengelola human assets dalam
memanfaatkan sumber daya lain untuk mewujudkan tujuan organisasi. Tindakan
manusia sangat dipengaruhi oleh sikap, dan sikap sangat ditentukan oleh peta
mental (mindset) seseorang. Desain sistem pengendalian manajemen, salah
satunya harus memperhatikan faktor mindset ini. Pendekatan ini biasa disebut
dengan human resource leverage approach. Langkah pertama yang harus
dilakukan oleh desainer sistem adalah membangun paradigma personel yang
mencerminkan kondisi lingkungan yang dimasuki oleh organisasi. Keserasian
paradigma dalam mendesain sistem dapat meningkatkan motivasi luar biasa dalam
diri manusia untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Konsep Mindset

Mindset merupakan sikap mental mapan (fixed mental attitude) yang dibentuk
melalui pendidikan, pengalaman, dan prasangka. Mindset atau peta mental
digunakan sebagai dasar dalam bertindak. Mindset terdiri dari tiga komponen
pokok, yaitu paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar. Paradigma merupakan
cara yang digunakan seseorang dalam memandang sesuatu. Keyakinan dasar
adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap sesuatu, sedangkan
nilai dasar merupakan sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh
seseorang.

Tindakan manusia ditentukan oleh cara pandang serta didarkan pada sesuatu yang
diyakini benar. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dapat digunakan sebagai
pembatas. Paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar bagaikan sebuah lensa
untuk memandang dunia. Apabila lensa ini salah, maka perilaku seseorang akan
tidak efektif. Dalam sebuah organisasi, mindset dikembangkan menjadi sebuah
building blocks. Model ini dibuat oleh Edger H. Schein yang secara grafis bentuk
model tersebut adalah sebagai berikut:

2
Implikasinya adalah, setiap personel organisasi harus memiliki mindset dasar yang
sesuai dengan tujuan organisasi agar supaya sistem pengendalian yang dibangun
dapat berjalan secara efektif.

Apa yang terjadi apabila mindset personel organisasi tidak sesuai dengan
mindset pendesainan sistem?

Untuk menjawab pertanyaan ini, menurut Mulyadi (2001), terdapat tiga


kemungkinan yang akan timbul:

1. Personel melaksanakan tindakan setengah hati, bahkan tanpa hati


2. Personel melakukan pengawasan dari orang lain untuk memastikan bahwa
tindakan dilaksanakan berdasarkan mindset yang semestinya
3. Personel dapat melakukan sabotase karena ketidaksesuaian antara mindset-
nya dengan mindset semestinya

Pengkomunkasian mindset menjadi sebuah hal yang sangat penting agar desain
sistem dapat berjalan secara efektif. Proses penyelarasan mindset ini akan berhasil
apabila proses internalisasi, paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang
dirumuskan organisasi tertanam di dalam diri seluruh personel organisasi. Dengan

3
demikian ketiga hal tersebut mampu menjadi pengarah dan pengendali sikap dari
personel organisasi.

Rerangka Konseptual Perumusan Mindset

Pada dasarnya, pembentukan mindset disesuaikan dengan lingkungan yang


dihadapi. Secara umum, ada dua langkah pembentukan mindset: (1) perumusan
mindset dan (2) pengkomunikasian mindset. Perumusan mindset dilakukan
melalui 4 langkah yaitu trendwatching, envisioning, perumusan paradigma, dan
perumusan mindset dapat dilakukan. Sedangkan pengkomunikasian mindset yang
telah dirumuskan dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) melalui perilaku pribadi
(personal behaviour) manajemen puncak, (2) melalui perilaku operasional
(operational behaviour), yaitu menjadikan mindset sebagai landasan dalam
mendesain sistem bisnis organisasi.

Gambar: Rerangka Konseptual Perumusan Mindset (Mulyadi)

4
Bab 4: Customer Value Mindset

Pengantar

Lingkungan bisnis yang radikal saat ini dipengaruhi oleh proses globalisasi,
pemanfaatan smart technology di hampir semua kehidupan masyarakat,
pengadopsian strategic quality management, serta revolusi manajemen.
Lingkungan bisnis ini berdampak juga pada perubahan pasar yang awalnya
berbasis mass market menjadi segmented market. Kualitas produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan ditentukan oleh seberapa tinggi value yang mampu
dinikmati oleh customer dibandingkan pemanfaatan produk dan jasa tersebut.
Value merupakan titik berat dalam bisnis saat ini. Tingkat value diciptakan oleh
customer, sehingga saat ini customer memegang kendali bisnis sehingga
menyebabkan produsen harus reorientasi dalam kegiatan produksinya.

Konsep Customer

Customer tidak sama dengan konsumen. Konsumen adalah orang yang


memanfaatkan produk atau jasa yang dihasilkan. Sementara Customer dapat
mencakup repeat buyer, one-time buyer, maupun konsumen itu sendiri. Customer
intern diperkenalkan dalam perusahaan yang manajemennya memandang bahwa
proses pembuatan produk dan penyediaan jasa merupakan suatu rangkaian rantai
customer (customer chain). Customer ekstern disebut pula customer akhir.
Kedekatan perusahaan dengan customer luar merupakan syarat yang harus
dipenuhi oleh perusahaan yang menggunakan total quality management.
Kedekatan ini juga mengakibatkan perusahaan senantiasa melakukan
improvement berkelanjutan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan. Konsep
customer juga membahas pemasok sebagai mitra bisnis. Kualitas hubungan
perusahaan dengan pemasok sangat menentukan kualitas produk dan jasa yang
dihasilkan untuk memenuhi customer akhir. Bebarapa perusahaan memiliki
pandangan terhadap customer mereka, yaitu:

1. Customer adalah orang yang paling penting dalam kantor kami, baik
dalam hal ia datang sendiri maupun melalui surat
2. Customer tidak tergantung pada kita...kita yang tergantung kepadanya

5
3. Customer bukan merupakan gangguan bagi pekerjaan kita...ia adalah
tujuan pekerjaan kita. Kita tidak berbuat baik dalam melayaninya...ia
berbuat baik kepada kita dengan memberi kesempatan kepada kita untuk
melayaninya
4. Customer bukan orang yang menjadi tumpahan bantahan kita. Tidak ada
orang yang dapat memenangkan perbantahan dengan customer
5. Customer adalah orang yang membawa keinginannya secara
menguntungkan, baik untuknya maupun untuk kita.

Rupanya, peningkatan kedekatan dari perusahaan kepada customer merupakan hal


yang penting. Cara yang dapat dilakukan untuk membangun kedekatan antara
lain:

1. Pembentukan organisasi pemakaian produk


2. Tim desain produk yang melibatkan customer
3. Kelompok customer untuk pemecahan masalah
4. Survei kepuasan customer
5. Program percontohan (pilot program) untuk pengujian pasar produk baru.

Saat ini, customer ditempatkan pada peringkat pertama di antara berbagai


stakeholders organisasi. Customer menjadi penyebab kelangsungan hidup dan
pertumbuhan perusahaan. Penempatan customer pada peringkat pertama dalam
keseluruhan stakeholders mengubah secara radikal desain struktur dan proses
sistem pengendalian manajemen. Semua komponen struktur pengendalian
manajemen (struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan
personel) didesain untuk memenuhi kebutuhan customer. Begitu juga semua tahap
proses pengendalian manajemen (perumusan strategi, perencanaan strategik,
penyusunan program, penyusunan anggaran, implementasi, dan pemantauan)
didesain untuk menghasilkan value terbaik bagi customer.

Konsep Customer Value

Customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer dari
produk dan jasa yang dikonsumsinya dengan pengorbanan yang dilakukan oleh
customer untuk memperoleh manfaat tersebut. Manfaat yang diperoleh dan
pengorbanan yang dilakukan oleh customer ditentukan oleh kualitas hubungan

6
yang dibangun antara produsen dengan para pemasok, antara produsen dengan
para mitra bisnisnya, dan antara produsen dengan customer-nya.

Customer Value = Manfaat

Dalam formula di atas, peran hubungan ditunjukkan dengan tanda perkalian (*).
Ini berarti hubungan berkualitas (quality relationship) dapat menggandakan
customer value yang dibangun produsen bagi customer. Keandalan produsen akan
memicu kecepatan produsen sebagai penyedia value bagi customer. Hasil akhirnya
kualitas, keandalan, dan kecepatan akan menjadikan produsen penghasil produk
dan jasa yang efisien.

Paradigma Customer Value

Dalam manajemen tradisional, produsen produk dan jasa berpandangan bahwa


kelangsungan hidup organisasinya tergantung pada kemampuan organisasi dalam
memproduksi produk dan jasa, terlepas dari apakah produk dan jasa tersebut
bermanfaat bagi customer atau tidak. Kami menjual apa yang dapat kami buat,
seperti itulah kiranya jargon yang dimiliki oleh organisasi bisnis masa lalu.

Berbeda dengan tuntutan bisnis saat ini, customer memegang kendali bisnis.
Paradigma customer value memfokuskan semua sumber daya yang dikuasai oleh
organisasi untuk menghasilkan value untuk memenuhi kebutuhan customer.
Customer value mengubah arah perhatian manajer, dari fokus untuk memuaskan
kepentingan diri sendiri, berbalik menjadi pemenuhan kebutuhan customer. Di
dalam lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis,
organisasi akan berhasil sebagai wealth creating institutions, apabila:

1. Mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer


2. Memproduksi barang dan jasa tersebut, serta mendistribusikannya ke
customer dengan proses operasi yang cost effective
3. Memasarkan dan menjual produk dan jasa tersebut secara efektif kepada
customers.

Ketiga syarat di atas, semuanya mengacu pada customer. Kebutuhan, keinginan,


dan harapan customer menjadi dasar desain produk yang dibuat oleh perusahaan.

7
Selanjutnya produk dan jasa yang telah didesain tersebut kemudian harus
diproduksi dan didistribusikan kepada customer secara cost effective, yaitu suatu
proses produksi dan proses distribusi yang hanya mengkonsumsi biaya untuk
aktivitas penambah nilai (value-added activities). Dengan demikian, penggeseran
paradigma ke customer value akan memberikan jaminan bagi organisasi
perusahaan untuk berhasil sebagai institusi pencipta kekayaan.

Keseluruhan Proses Pemanfaatan Produk

Customer value dihasilkan oleh produsen pada setiap tahap proses pemanfaatan
produk oleh costumer. Secara keseluruhan, proses pemanfaatan produk oleh
costumer dilaksanakan melalui proses: find, acquire, transport, store, use, dispose
of, dan stop (disingkat FATSUDS)

Find: mencari produk yang dibutuhkan customer. Produk dapat dicari melalui
kehadiran costumer secara fisik di pasar (marketplace) atau melalui teknologi
informasi. Paradigma customer value memandang usaha dan cara memudahkan
costumer dalam pencarian produk yang dihasilkan bukan berdasar pertimbangan
manfaat dari sudut produsen namun dari sudut costumer.

Acquire: usaha memperoleh produk yang dibutuhkan costumer. Proses


pemerolehan terdiri dari tiga proses, yaitu pemesanan, penerimaan barang, dan
pembayaran. Paradigma customer value berusaha keras dan smart agar ketiga
prosedur dapat menghasilkan manfaat lebih besar untuk costumer.

Transport: faktor sekuriti dan ketepatan waktu pengangkutan merupakan manfaat


yang diperlukan oleh costumer.

Store: packing merupakan salah satu upaya untuk menjaga kualitas dan kuantitas
produk selama masa penyimpanan. Pencantuman label dan tanggal kadaluarsa
juga merupakan informasi penting yang bermanfaat bagi konsumen

Use: costumer memanfaatkan berbagai atribut yang melekat pada produk untuk
memenuhi kebutuhannya. Kepuasaan signifikan dari konsumen sangat dijunjung
tinggi dalam paradigma costumer value karena tahap ini merupakan tahap inti.

8
Dispose of: produsen akan mendesain produknya sedemikian rupa sehingga
memberikan kemudahan untuk costumer dalam membuang produk bekas pakai

Stop: produsen akan mencari berbagai kemudahan bagi costumer dalam


menghentikan pemakaian produk yang tidak lagi memenuhi kebutuhannya.

Produk Adalah Satu Bundel Jasa

Produk bisa dikatakan sebagai satu bundel jasa untuk memuasi kebutuhan
costumer. Berbagai atribut yang melekat pada produk hanya akan menghasilkan
value jika atribut tersebut menghasilkan manfaat bagi costumer. Pandangan ini
menimbulkan konsekuensi: (1) Produsen bertanggung jawab terhadap penyediaan
value pada setiap tahap pemrosesan produk (2) Produsen tidak mungkin memiliki
kompetensi di dalam menyediakan keseluruhan jasa (3) Produsen akan
membangun hubungan kemitraan dengan produsen lain untuk menyediakan
quality service bagi costumer.

Keyakinan Dasar dan Nilai Dasar untuk Mewujudkan Paradigma Customer


Value

Paradigma costumer value perlu diwujudkan dalam keyakinan dasar kuat yang
harus ditanamkan kepada seluruh personel organisasi bahwa:

1. Bisnis merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan pemasok


dengan costumers.
2. Costumer merupakan tujuan pekerjaan
3. Sukses merupakan hasil penelitian terhadap suara costumer

Nilai dasar untuk mewujudkan paradigma customer value adalah integritas,


kerendahan hati, dan kesediaan untuk melayani.

Perwujudan Customer Value Mindset ke Dalam Struktur Sistem


Pengendalian Manajemen

Struktur pengendalian manajemen terdiri dari tiga komponen: struktur organisasi,


jejaring informasi, dan sistem penghargaan. Costumer value mindset diwujudkan
sebagai berikut:

a. Struktur organisasi difokuskan ke layanan kepada costumer

9
b. Jejaring informasi difokuskan untuk menyediakan layanan berkualitas bagi
costumer
c. Sistem penghargaan didasarkan pada sistem penghargaan berbasis kinerja.

Perwujudan Customer Value Mindset ke Dalam Proses Sistem Pengendalian


Manajemen

Proses sistem pengendalian manajemen terdiri dari enam tahap, yaitu perumusan
strategi, perencanaan strategi, penyusunan program, penyusunan anggaran,
implementasi, dan pengendalian. Customer value mindset diwujudkan sebagai
berikut:

a. Perumusan strategi ditujukan untuk menghasilkan value bagi costumer


b. Perencanaan strategik dengan pendekatan balance scorecard
c. Penyusunan anggaran berbasis aktivitas (activity-based budgeting)
d. Implementasi rencana dengan activity-based management
e. Pengendalian pelaksanaan rencana dengan activity-based cost system

10
Bab 5: Continuous Improvement Mindset

Pengantar

Organisasi harus melakukan suatu tindakan untuk menghadapi lingkungan bisnis


yang kompetitif. Artinya, organisasi harus melaksanakan improvement. Namun,
improvement saja tidak cukup, organisasi harus melaksanakan improvement
dengan cepat dikarenakan lingkungan bisnis mengalami percepatan-percepatan
akibat adanya smart technology. Organisasi harus memiliki karakteristik yang
fkleksibel untuk beradaptasi agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Penanaman mindset sangat diperlukan untuk menghadapi lingkungan yang
turbulen. Continuous improvement mindset dan opportunity mindset harus
ditanamkan dalam diri personel organisasi agar mampu menghadapi tuntutan
bisnis baru.

Paradigma Improvement Berkelanjutan

Improvement dibagi menjadi dua, yaitu incremental improvement dan radical


improvement. Incremental improvement merupakan improvement berskala kecil
dengan tetap mengandung unsur lama. Sementara radical improvement berupa
improvement berskala besar, bersifat mendasar, dan secara total meninggalkan
unsur lama.

Paradigma improvement berkelanjutan mengarahkan semua energi personel untuk


melakukan improvement secara terus-menerus terhadap proses dan sistem yang
digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Mengingat improvement ini
mencakup proses dan sistem, maka dibutuhkan waktu yang lama dan peran
manajer untuk menumbuhkan komitmen tinggi terhadap semua personel
organisasi.

Paradigma improvement tradisional memandang improvement hanya sebatas


peningkatan kualitas. Sementara paradigma improvement berkelanjutan
memandang improvement dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Fokus
perhatian manajemen bergeser ke sistem yang lebih luas, tidak kenal akhir,
bersifat proaktif terhadap kesempatan, baik yang terlihat maupun yang masih
potensial, dan mencakup improvement besar dan kecil.

11
Dahulu, kesalahan tidak dapat ditoleransi. Seorang personel yang melakukan
kesalahan akan cenderung menetupi kesalahan tersebut dari boss, sehingga
personel tidak dapat belajar dari kesalahan tersebut. Ketakutan ini membuat
personel juga takut dalam melakukan eksperimen. Improvement berkelanjutan
memberi kesempatan kepada personel untuk bereksperimen mencari kesalahan,
karena kesalahan dianggap sebagai sebuah kesempatan. Diharapkan dari
eksperimen ini akan menjadi masukan buat organisasi dalam melakukan
improvement.

Dalam manajemen tradisional, manajer menggunakan wewenangnya melalui


hirarkhi, sementara paradigma improvement berkelanjutan mengubah penerapan
wewenang manajer. Manajer puncak tetap memegang wewenangnya, namun
wewenang tersebut diterapkan dalam pengkomunikasian visi dan pemberdayaan
personel untuk mencapai visi tersebut.

Continuous Improvement Mindset

Continuous improvement mindset terdiri dari paradigma improvement


berkelanjutan, keyakinan dasar terhadap improvement berkelanjutan, dan nilai-
nilai dasar yang melandasi improvement berkelanjutan.

Keyakinan Dasar untuk Mewujudkan Paradigma Improvement


Berkelanjutan

Lingkungan bisnis dalam kompetisi global telah mengalamai perubahan dramatis,


ditandai dengan persaingan yang semakin tajam dan perubahan yang semakin
pesat, radikal, berkelanjutan, dan pervasif, sehingga diperlukan paradigma
improvement yang berkelanjutan. Paradigma improvement berkelanjutan perlu
diwujudkan dalam keyakinan dasar yang kuat dan harus ditanamkan kepada
seluruh personel perusahaan, bahwa: (1) harus mengetahui fakta, (2) alasan dan
belajar, (3) selalu ada cara yang lebih baik, (4) harus selalu berusaha untuk
sempurna; orang tidak akan pernah mencapai kesempurnaan tersebut.

Nilai Dasar untuk Mewujudkan Paradigma Improvement Berkelanjutan

Untuk mewujudkan paradigma improvement berkelanjutan harus ditanamkan


personal values yang cocok dengan paradigma tersebut, yaitu (1) kejujuran, (2)

12
kerendahan hati, (3) kerja keras, (4) kesabaran, (5) keterbukaan, dan (6)
keberanian.

Perwujudan Continuous Improvement Mindset ke Dalam Sistem


Pengendalian Manajemen

Continuous Improvement Mindset diwujudkan dalam komponen sistem


pengendalian manajemen, mencakup struktur dan prosesnya. Dalam struktur
sistem pengendalian manajemen perwujudan sistem pengendalian manajemennya
adalah:

a. Organisasi sebagai destablizer. Berhubungan dengan cara organisasi


menanggapai adanya smart technology.
b. Peran manajer. Manajer tidak lagi bertanggung jawab sebagai boss,
melainkan manajer menjadi coach bagi personel lain untuk menanamkan
knowledge yang diketahui
c. Dejobbed organization. Menuntut seseorang bekerja berdasarkan
kreativitasnya
d. Teamwork. Organisasi harus dikelola secara tim.
e. Cross-functional approach. Pendekatan organisasional dalam
memberikan layanan kepada konsumen.

Sedangkan dalam proses sistem pengendalian manajemen, perwujudan


continuous improvement mindset berupa peningkatan kualitas, keandalan,
kecepatan, dan efisiensi biaya. Efisiensi biaya dapat dicapai dengan penerapan
sistem anggaran berdasarkan aktivitas dan sistem pengelolaan berbasis aktivitas.

13

Anda mungkin juga menyukai