Anda di halaman 1dari 97

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU


DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI
ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI
PERKERASAN JALAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)

Disusun Oleh :

Nama : Choirul Sholeh


NIM : 0110311-048

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2009
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Choirul Sholeh

NIM : 0110311-048

Jurusan : Teknik Sipil

Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil kerja saya sendiri dan bukan
merupakan duplikasi dari hasil karya orang lain.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini saya menggunakan acuan dari hasil
penelitian, materi kuliah dan buku-buku kepustakaan yang saya cantumkan
seluruhnya dalam daftar pustaka pada halaman akhir Tugas Akhir saya ini.

Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya ataupun sanksi lain yang
ditetapkan oleh Universitas Mercu Buana.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk


dipertanggungjawabkan secara penuh.

Jakarta, Agustus 2009


Yang memberikan pernyataan,

(Choirul Sholeh)

i
DAFTAR ISI
HAL

SURAT PERNYATAAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAKSI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. I-1


1.1 Latar Belakang ............................................................................... I-1
1.2 Tujuan ............................................................................................ I-2
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................ I-2
1.4 Metode Penulisan ........................................................................... I-2
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... I-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................II-1


2.1 Umum ...........................................................................................II-1
2.2 Jenis Perkerasan ...........................................................................II-2
2.2.1 Perkerasan Lentur .............................................................II-3
2.2.2 Perkerasan Kaku ...............................................................II-9
2.3 Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan .................................II-18

BAB III DATA PERENCANAAN ................................................................... III-1


3.1 Data Tanah ................................................................................... III-1
3.2 Data Lalu lintas ............................................................................ III-8
3.3 Metode Perencanaan .................................................................... III-9

BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN ... IV-1


4.1 Perkerasan Jalan Lentur ............................................................... IV-1
4.1.1 Perencanaan ................................................................. IV-1
4.1.2 Metode Pelaksanaan ....................................................... IV-3
4.1.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................... IV-9
4.1.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-10
4.2 Perkerasan Jalan Kaku ............................................................... IV-19
4.2.1 Perencanaan ............................................................... IV-19
4.2.2 Metode Pelaksanaan ..................................................... IV-21
4.2.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................. IV-27
4.2.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-28
4.3 Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan ................................. IV-35
4.3.1 Perencanaan ............................................................... IV-35
4.3.2 Metode Pelaksanaan ..................................................... IV-36
4.3.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................. IV-38
4.3.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-39
4.4 Perbandingan Teknis.................................................................. IV-42
4.5 Perbandingan Biaya Konstruksi................................................. IV-44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ V-1


5.1 Kesimpulan .................................................................................. V-1
5.2 Saran ............................................................................................ V-2

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh Subhanahuwataala atas


limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir yang berjudul PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI
ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN
adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu
Buana, Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Alizar, MT, Dosen Pembimbing dalam penyusunan tugas akhir
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Mercu Buana.
2. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT, Kepala Program Studi Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana.
3. Bapak Ir. Brawijaya, SE, ME.IE, MSCE, Ph.D, yang telah memberikan
dorongan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Orang tua dan adik yang memberikan dukungan moral dalam menyusun tugas
akhir ini.
5. Istri dan anak tercinta yang memberikan semangat dan dukungan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran sehingga
penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, kami mohon maaf jika terdapat
kekurangan ataupun kekeliruan dalam tugas akhir ini, dan kami mengharapkan
saran untuk penyempurnaannya.
Semoga Alloh meridhoi sehingga tugas akhir ini dapat memberikan
manfaat.
Jakarta, 2009
Penulis,
Choirul Sholeh

ii
ABSTRAKSI

Judul : Perencanaan Perkerasan Jalan Kaku Dengan Beton Pracetak-Pratekan


Sebagai Alternatif Percepatan Konstruksi Perkerasan Jalan,
Nama : Choirul Sholeh, NIM : 0110311-048,
Pembimbing : Ir. Alizar, MT, Tahun 2009.

Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan


perkembangan wilayah permukimam dan industri di daerah perkotaan
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana dan
prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan prasarana
transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya program penanganan
jaringan jalan perkotaan yang terencana secara efektif dan efisien serta
berkesinambungan.

Masalah jalan perkotaan umumnya adalah volume lalu-lintas yang padat dan
kesulitan pemilihan jalur alih (detour). Dengan demikian perlu dicari alternatif
baru untuk mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Biasanya sistem
perkerasan dibagi menjadi dua yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
Perkerasan pratekan-pracetak dapat digolongkan sebagai salah satu jenis
perkerasan kaku.

Dengan menerapkan sistem pratekan (prestressing), kita dapat memperoleh


perkerasan yang tidak rentan terhadap retak yang diakibatkan oleh tegangan tarik
akibat beban lalu-lintas. Selain itu, penggunaan sistem pratekan dapat mengurangi
ketebalan beton yang diperlukan, sebagai hasil dari peningkatan kemampuan tarik
beton.

Dengan menambah fitur sistem pracetak, maka pelaksanaan pekerjaan perkerasan


kaku dapat dikurangi secara signifikan. Dengan kombinasi sistem pratekan dan
pracetak, jalan dapat langsung dibuka setelah 5-8 jam. Sebagai perbandingan,
perkerasan beton konvensional baru dapat dibuka setelah 21-28 hari. Selain itu,
kualitas beton dapat lebih terjaga dengan mengerjakannya di tempat fabrikasi
khusus.

Kata kunci : perkerasan lentur, perkerasan kaku, perkerasan pratekan-pracetak

iii
DAFTAR GAMBAR
HAL

BAB II

Gambar 2.1. Distribusi beban lalu-lintas pada perkerasan ..................................II-2


Gambar 2.2. Tipikal struktur perkerasan lentur ...................................................II-3
Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku ..................................................II-10
Gambar 2.4. Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan ......................II-11
Gambar 2.5. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan ...............II-11
Gambar 2.6. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus ....................II-12
Gambar 2.7. Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan .....................II-19
Gambar 2.8. Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan ................II-20
Gambar 2.9. Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel. .......................II-24
Gambar 2.10. Detil expansion joint .....................................................................II-24
Gambar 2.11. Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel ........II-25
Gambar 2.12. Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing .................II-25
Gambar 2.13. Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing ...................II-25

BAB III

Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) .......... III-2
Gambar 3.2. Peta geologi lembar Jakarta .......................................................... III-3
Gambar 3.3. Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing ................ III-7

BAB IV

Gambar 4.1. Truk makro teksturing................................................................. IV-14


Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing .................................................. IV-14
Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat ................................................... IV-14
Gambar 4.4. Microsurface telah selesai........................................................... IV-15
Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor.................................... IV-15
Gambar 4.6. Penyemprotan aspal .................................................................... IV-16
Gambar 4.7. Penghamparan Agregat ............................................................... IV-17
Gambar 4.8. Penggilasan Agregat ................................................................... IV-17
Gambar 4.9. Lapisan Burtu ............................................................................. IV-17
Gambar 4.10. Permukaan Lapisan Burda ........................................................ IV-17
Gambar 4.11. Lapisan Burda setelah dilalui lalu-lintas ................................... IV-18
Gambar 4.12. Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti .......... IV-39
Gambar 4.13. Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane.................... IV-40
Gambar 4.14. Menyiapkan lapis pondasi......................................................... IV-40
Gambar 4.15. Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel ..................... IV-40
Gambar 4.16. Menyiapkan lapis perata ........................................................... IV-41
Gambar 4.17. Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti ..... IV-41

iv
DAFTAR TABEL
HAL
BAB II

Tabel 2.1. Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan .........................................II-4


Tabel 2.2. Koefisien distribusi kendaraan (C) .....................................................II-4
Tabel 2.3. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan .....................................II-5
Tabel 2.4. Faktor Regional (FR) ..........................................................................II-6
Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP) ...............................II-7
Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) ..........................II-7
Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ...........................................................II-8
Tabel 2.8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ..................................II-9
Tabel 2.9. Koefisien distribusi kendaraan niaga(Cd) ........................................II-14
Tabel 2.10. Faktor Keamanan ..............................................................................II-14
Tabel 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan beban
yang diijinkan ...................................................................................II-15
Tabel 2.12. Koefisien gesekan antara pelat beton dengan
Lapisan pondasi dibawahnya ............................................................II-16
Tabel 2.13. Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja
dan beton (n) serta (fr) .....................................................................II-17

BAB III

Tabel 3.1. Stratigrafi daerah kajian .................................................................... III-3


Tabel 3.2. Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan
Nilai Tahanan Konus ......................................................................... III-4
Tabel 3.3. Lokasi DCP ........................................................................................ III-5
Tabel 3.4. Sifat-sifat fisik tanah ......................................................................... III-6
Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah .................................................................. III-7

BAB IV

Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur ......................................... IV-9


Tabel 4.2. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku ......................................... IV-28
Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan ........... IV-39
Tabel 4.4. Perbandingan Teknis ...................................................................... IV-42
Tabel 4.5. Perbandingan Biaya ........................................................................ IV-44

v
BAB I - PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan


perkembangan wilayah permukiman dan industri di daerah perkotaan
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana
dan prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan
prasarana transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya
program penanganan jaringan jalan perkotaan yang terencana secara
efektif dan efisien serta berkesinambungan.

Program penanganan jaringan jalan pada kota-kota metropolitan di seluruh


wilayah Indonesia baik itu berupa pemeliharaan, peningkatan, maupun
pembangunan membutuhkan suatu perencanaan yang terukur dan sesuai
dengan standar-standar teknis perencanaan agar nantinya dapat
dilaksanakan konstruksi yang tepat mutu dan tepat waktu, dengan arti kata
menghasilkan pekerjaan berkualitas yang dapat memberikan rasa aman
dan nyaman bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas.

Perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat cepat mengakibatkan


volume lalu lintas semakin tinggi. Sehingga kemacetan lalu lintas
merupakan fenomena yang terjadi setiap hari dan lebih banyak
ditimbulkan akibat ketidaksinambungan perkembangan antara panjang
ruas jalan dan jumlah kendaraan. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat
pelayanan dari sistem jaringan jalan.

Untuk memecahkan masalah jalan perkotaan dan menjawab tantangan


oleh volume lalu lintas yang padat dan kesulitan pemilihan jalur alih
(detour) maka diperlukan alternatif sistem perkerasan sehingga
I -1
BAB I - PENDAHULUAN

mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Berdasarkan hal tersebut


penulis berkeinginan untuk membahas perkerasaan jalan kaku dengan
beton pracetak-pratekan sebagai fitur yang belum banyak dikenal orang.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa perencanaan


perkerasan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan sebagai alternatif
percepatan konstruksi perkerasan jalan, studi kasus ruas Jalan Cakung-
Cilincing Jakarta Utara pada Sta 2+000 s.d. Sta 3+000.

1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi pembahasan pada


desain perencanaan tebal perkerasan, metode pelaksanaan pekerjaan
konstruksi di lapangan, analisa harga untuk perkerasan jalan dan
pemeliharaan perkerasan jalan. Disamping itu, pembahasan tidak
melakukan analisa laboratorium terhadap material dan bahan perkerasan
jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan.

Standar desain perencanaan yang digunakan mengacu pada Bina Marga


dan AASTHO (American Association of State Highway and
Transportation Officials). Sumber data perencanaan diperoleh dari Satuan
Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Jalan dan Jembatan
Kota Metropolitan Jakarta Wilayah II, Direktorat Jalan Bebas Hambatan
dan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum.

1.4. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu :

I -2
BAB I - PENDAHULUAN

Studi pustaka.
Diperoleh dari modul perkuliahan, literatur lain serta situs-situs
elektronik yang mendukung dalam penyusunan tugas akhir.
Data lapangan.
Berupa data lalu lintas dan data daya dukung tanah.
Analisa perencanaan, metode pelaksanaan, analisa biaya dan
perbandingan dengan metode lain berpedoman pada teori-teori yang
telah didapat selama perkuliahan dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan serta petunjuk dan bimbingan dari dosen pembimbing.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini, secara garis besar adalah


Bab I Pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang, tujuan, ruang
lingkup dan batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Agar pembaca dapat mengetahui garis besar pokok bahasan.
Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini menguraikan teori-teori yang menunjang
penulisan/penelitian dalam menganalisa perencanaan.
Bab III Data Perencanaan, bab ini menjelaskan cara pengambilan dan
pengolahan data dengan menggunakan alat analisis yang ada untuk
selanjutnya di analisa pada Bab IV.
Bab IV Analisa Perencanaan dan Metode Pelaksanaan, bab ini membahas
tentang analisa konstruksi, metode kerja, anggaran biaya dan perbandingan
teknis terhadap jenis perkerasan lainnya berdasarkan data yang terkumpul.
Disamping itu pemeliharan untuk masing-masing perkerasan jalan.
Bab V Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi jawaban dari masalah yang
diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian dan saran sehubungan
dengan hasil penelitian.

I -3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan


diatasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan
mendistribusikan beban lalu lintas yang diterimanya. Konstruksi ini
dikenal sebagai perkerasan jalan, yang dapat didefinisikan sebagai lapisan
yang relatif stabil dan dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang
berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta
sebagai lapisan penutup permukaan.

Tujuan perencanaan struktur perkerasan adalah menentukan jumlah,


komposisi material dan tebal berbagai macam lapisan dalam perkerasan yg
diperlukan untuk menanggung beban lalu lintas.

Secara umum konstruksi jalan terdiri dari :


a. Tanah dasar, berupa tanah yang dipadatkan, baik dari hasil galian
maupun hasil timbunan. Tanah dasar ini merupakan badan jalan yang
disiapkan sedemikian rupa sehingga cukup padat, kedap air, stabil,
tidak retak pada saat musim panas dan tidak licin pada saat hujan.
Tanah dasar ini memberi bentuk jalan dan biasanya untuk
mempertahankan bentuk tersebut permukaan tanah yang telah stabil
disiram dengan aspal.
b. Lapis pondasi, terdiri dari lapis pondasi bawah dan lapis pondasi.
Lapisan ini merupakan pondasi dari struktur perkerasan. Distribusi
beban dan kekuatan struktur ditentukan pada lapisan ini.
c. Lapis permukaan, merupakan lapisan yang kontak langsung dengan
beban (roda kendaraan). Lapis permukaan ini sudah termasuk lapis
aus, tetapi tidak jarang ada beberapa lapisan permukaan ditambah
II - 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dengan lapisan aus khusus. Karena kontak langsung dengan beban


kendaraan maka lapisan ini akan mengalami tekanan, geser, dan
bahkan torsi sekaligus sehingga lapisan ini selain harus kuat, juga
harus stabil dan memiliki daya tahan yang cukup baik.

2.2. Jenis Perkerasan

Pada saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar ke dalam tanah
dalam bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian rupa
sehingga dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan.
Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka
perkerasan dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan
perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur umumnya terdiri dari
beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Sedangkan perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari satu lapis dan
menggunakan semen sebagai bahan pengikat.

Gambar. 2.1. Distribusi beban lalu lintas pada perkerasan

Metode yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan jalan antara


lain :
1. Metode Empiris, yaitu salah satu pendekatan berdasarkan hasil
percobaan atau pengalaman. Umumnya diperlukan sejumlah
pengamatan yang harus dibuat agar hubungan antara variabel masukan
dan hasil keluaran dapat dipastikan. Banyak prosedur perencanaan
menggunakan pendekatan empiris, artinya hubungan antara input
disain (beban, material, susunan lapisan dan lingkungan) serta

II - 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

keruntuhan perkerasan diturunkan melalui pengalaman, percobaan atau


lingkungan atau gabungan keduanya.
2. Metode Mekanistik, yaitu model matematis yang menyatakan
hubungan antara penyebab fisik (beban dan sifat material) dengan
pergerakan dan aksi beban pada suatu bahan (tegangan, regangan dan
lendutan).

2.2.1. Perkerasan Lentur

Perkerasan Lentur adalah perkerasan aspal. Secara umum perkerasan ini


terdiri dari pemakaian lapisan permukaan aspal yang dibuat di atas suatu
base course dan subbase course. Base dan subbase course pada umumnya
kerikil atau batu. Lapisan ini berada di atas subgrade yang padat (tanah
padat).

Perkerasan lentur, didalamnya dibentuk dengan material yang lebih sedikit


dan lebih lemah, tidak meratakan beban sebaik beton. Oleh karena itu
perkerasan lentur biasanya memerlukan lapisan yang lebih tebal agar
optimal dalam menyalurkan beban ke subgrade.

Gambar. 2.2. Tipikal struktur perkerasan lentur

Tahap perencanaan perkerasan lentur dengan Metode Analisa Komponen


Bina Marga antara lain :
1. Perhitungan lalu lintas rencana untuk perkerasan, yaitu :
a. Persentase kendaraan pada lajur rencana.
Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim
jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar.
II - 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur
ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel. 2.1. Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan.


Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n)
L < 5,50 m 1 Jalur
5,50 m < L < 8,25 m 2 Jalur
8,25 m < L < 11,25 m 3 Jalur
11,25 m < L < 15,00 m 4 Jalur
15,00 m < L < 18,75 m 5 Jalur
18,75 m < L < 22,00 m 6 Jalur
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan


berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.2
di bawah ini :

Tabel. 2.2. Koefisien distribusi kendaraan (C).


Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Jumlah Jalur (Berat total < 5 ton) (Berat Total > 5 ton)
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 Jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 Jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 Jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Jalur - 0,30 - 0,45
5 Jalur - 0,25 - 0,425
6 Jalur - 0,20 - 0,40
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

b. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan.


Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus di bawah ini :

E (Sumbu Tunggal) = ( Bebansatusumbutungga


8160
ldalamKg 4
)
Bebansatus umbugandad alamKg 4
E (Sumbu Ganda) = 0,086 x ( 8160 )

II - 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel. 2.3. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan.


Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lbs Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

c. Perhitungan lalu lintas.


n
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) = LHR xC
j =1
j j xE j

n
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) = LHR
j =1
j (1 + i )UR xC j xE j

( LEP + LEA)
Lintas Ekivalen Tengah (LET) =
2
Lintas Ekivalen Rencana (LER) = LET x FP

dimana :
UR = Umur Rencana
j = Jenis Kendaraan
UR
FP = Faktor Penyesuaian, ditentukan dengan
10

II - 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar


Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik
korelasi pada Lampiran 1. Harga yang mewakili dari sejumlah harga
CBR yang dilaporkan, ditentukan dengan cara :
a. Tentukan harga CBR terendah.
b. Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari
masing-masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan yang
lainnya merupakan persentase dari harga tersebut.
d. Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut.
e. Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%.

3. Menentukan Faktor Regional (FR).


Faktor Regional adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya
perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Faktor Regional ini
dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan
yang berhenti serta iklim.
Tabel. 2.4. Faktor Regional (FR).
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
( < 6% ) ( 6-10% ) ( > 10% )
% Kendaraan Berat
< 30% > 30% < 30% > 30% < 30% > 30%
Iklim I 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
< 900 mm/th
Iklim II 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
> 900 mm/th
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

4. Menentukan Indeks Permukaan (IP).


Indeks permukaan adalah nilai kerataan serta kekokohan permukaan
yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

II - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel. 2.5. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP).


LER = Lintas Klasifikasi Jalan
Ekivalen
Lokal Kolektor Arteri Tol
Rencana *)
< 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
10 100 1,5 1,5-2,0 2,0 -
100 1000 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
> 1000 - 2,0-2,5 2,5 2,5
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

IP = 1,0 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat


sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
(jalan tidak terputus).
IP = 2,0 menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap.
IP = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Tabel. 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo).


Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness
(mm/km)
LASTON >4 < 1000
3,9 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 3,5 < 2000
3,4 3,0 > 2000
HRA 3,9 3,5 < 2000
3,4 3,0 > 2000
BURDA 3,9 3,5 < 2000
BURTU 3,4 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 3,0 < 3000
2,9 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 2,5
BURAS 2,9 2,5
LATASIR 2,9 2,5
JALAN TANAH < 2,4
JALAN KERIKIL < 2,4
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

II - 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Indeks Tebal Perkerasan (ITP).


ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
dimana :
ITP = Indeks Tebal Perkerasan
a = Koefisien lapisan
D = Tebal lapisan (cm)

Tabel. 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a).


Koefisien
Kekuatan Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Bahan
MS Kt CBR
a1 a2 a3
(kg) (Kg/cm) (%)
0,40 - - 744 - - Laston
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - - Lasbutag
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - - Laston atas
- 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah
- 0,13 - - 18 - dengan semen
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah
- 0,13 - - 18 - dengan kapur
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/Lempung
Kepasiran
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
Keterangan : MS = (Marshall Test); Kt (Kuat tekan)

II - 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel. 2.8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan.


ITP Tebal Bahan
Minimum
(cm)
1. Lapis Permukaan :
< 3,00 5 Lapis pelindung (Buras/Burtu/Burda)
3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
6,71 - 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
7,50 9,99 7,5 Lasbutag,Laston
> 10,00 10 Laston

2. Lapis Pondasi Atas :


< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur.
3,00 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur.
7,50 - 9,99 10 Laston atas
20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
10 - 12,14 15 Laston atas
20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston atas.
> 12,25 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, Lapen, Laston atas.
3. Lapis Pondasi Bawah :
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989

2.2.2. Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen portland dan lapisan
pondasi (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Perkerasan kaku memiliki
modulus elastisitas yang tinggi, dan mendistribusikan beban terhadap
bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas
struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri.

Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang


menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam
perancangan perkerasan kaku adalah kekuatan beton itu sendiri, adanya
beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh
II - 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya),


tetapi untuk desain badan jalan (tanah dasar) perlu kajian geoteknik
tersendiri jika ditemukan klasifikasi tanah yang masuk kategori tidak baik
sebagai tanah dasar.

Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku

Perkerasan beton yang pertama dibangun pada tahun 1893 di


Bellefontaine, OH dan masih berfungsi sampai sekarang. Sejak proyek
perintis tersebut, perkerasan beton secara umum dibagi menjadi 3 (tiga)
tipe yang dibedakan berdasarkan sistem penyambungan untuk mengontrol
timbulnya retakan :
1. Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP),
Perkerasan beton dengan lantai sambungan (JPCP) mengandung
sambungan yang cukup untuk mengontrol semua lokasi dari retakan
alami yang diperkirakan. Retakan beton pada sambungan dan bukan
pada bagian lain pada lantai. Perkerasan dengan lantai sambungan
tidak menggunakan baja penguat apapun. Bagaimanapun juga,
kemungkinan terdapat baja halus pada sambungan melintang dan
batang baja yang diubah bentuk pada sambungan memanjang.
Pengaturan jarak antara sambungan melintang biasanya sekitar 15 kaki
untuk lantai dengan ketebalan 7-12 inchi.

II - 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar. 2.4. Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan

2. Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP),


Perkerasan beton dengan perkuatan sambungan terdiri dari baja
penguat acak (biasanya disebut baja terdistribusi). Pada perkerasan
beton dengan perkuatan sambungan, perencana dengan sengaja
meningkatkan jarak sambungan, termasuk baja penguat (untuk
menahan retakan diantara masing-masing lantai). Jarak antara
sambungan melintang biasanya sebesar 30 kaki atau lebih.

Gambar. 2.5. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan

3. Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP).


Tipe ketiga dari perkerasan beton, adalah perkuatan menerus (CRCP),
tidak memerlukan sambungan kontraksi melintang apapun. Retakan

II - 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

secara melintang diketahui pada daerah lantai, biasanya pada interval


3-5 kaki. Perkerasan CRCP direncana/didisain dengan kandungan baja
yang cukup, 0.6-0.7% dengan cross-sectional area, sehingga retakan
dapat disatukan / ditahan dengan kuat. Menentukan jarak yang sesuai
antar retakan adalah bagian dari proses desain untuk tipe perkerasan
ini.

Gambar. 2.6. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus

Desain dari perkuatan menerus umumnya membutuhkan biaya lebih


banyak dari pada desain dengan perkuatan sambungan atau lantai
sambungan dikarenakan harus melakukan penambahan jumlah baja.
Namun, perkerasan ini dapat menghasilkan kinerja dalam waktu yang
lama dan efektifitas biaya. Beberapa pihak swasta memilih untuk
menggunakan desain CPRP untuk jalur lalu lintas kota yang padat.

Tahap perencanaan perkerasan kaku untuk menentukan tebal lapisan


perkerasan antara lain :
1. Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai CBR atau modulus
reaksi tanah dasar (k).
Untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar (k) rencana yang
mewakili suatu seksi jalan, dipergunakan rumus sebagai berikut :
ko = k 2 S untuk jalan tol
ko = k 1,64 S untuk jalan arteri
ko = k 1,28 S untuk jalan kolektor/lokal

II - 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

S
Faktor keseragaman (Fk) = x 100% x 25%
k
dimana :
ko = Modulus reaksi tanah dasar yang mewakili suatu seksi.

k =
k Modulus reaksi tanah dasar rata-rata dalam
n
suatu seksi jalan.
k = Modulus reaksi tanah dasar tiap titik di dalam seksi jalan.
n = Jumlah data k.

S = standar deviasi, S =
( ) ( k )
n k2
2

n(n 1)

2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan.


fct = 0,556 f 'c (MPa)

fr = 0,62 f 'c (MPa)


fr = 1,115 fct (MPa)
dimana :
fr = Modulus keruntuhan lentur beton
fct = Kuat tarik belah rata-rata beton ringan (MPa).
fc = Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari (MPa)

3. Prediksi volume dan komposisi lalu lintas selama usia rencana.


Jenis kendaraan yan diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan
berat total minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu yang diperhitungkan adalah sumbu tunggal roda
tunggal (STRT), sumbu tunggal roda ganda (STRG), dan sumbu
tandem/ganda roda ganda (SGRG).
Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana :
JSKN = 365 x JSKNH x R
dimana :
JSKN = Jumlah sumbu kendaraan maksimum.

II - 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JSKNH = Jumlah sumbu kendaraan maksimum harian, pada


saat tahun ke-0.
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya
berdasarkan faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan
(i) dan usia rencana (n).

Untuk (i 0) maka R =
(1 + i )n 1
e
log(1 + i )
Jika setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi,

R=
(1 + i )m 1 + (n m )(1 + i )m1
e
log(1 + i )
Untuk (i 0) jika setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda
dengan sebelumnya (i / tahun).

R=
(1 + i')m 1 + (1 + i )m (1 + i')nm 1
e
log(1 + i ) e
log(1 + i ')
Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi pada lajur
rencana :
JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd

Tabel. 2.9. Koefisien distribusi kendaraan niaga(Cd).


Kendaraan Niaga
Jumlah Jalur
1 arah 2 arah
1 Jalur 1,00 1,00
2 Jalur 0,70 0,50
3 Jalur 0,50 0,475
4 Jalur - 0,45
5 Jalur - 0,425
6 Jalur - 0,4
Sumber : SKBI 2.3.28.1988

Tabel. 2.10. Faktor Keamanan.

Peranan Jalan Faktor Keamanan


Jalan tol 1,2
Jalan Arteri 1,1
Jalan Kolektor/lokal 1,0
Sumber : SKBI 2.3.28.1988
II - 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah yang diperlukan untuk


menopang konstruksi, lalu lintas, penurunan akibat air dan perubahan
volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung
permukaan yang seragam di bawah dasar beton.
Ketebalan minimum perkerasan kaku yang akan dilalui kendaraan
niaga tidak boleh kurang dari 150 mm.
Persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan membagi
jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban
ijin.
Dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi
konfigurasi/beban sumbu didapat total fatigue.
Langkah tersebut diulangi hingga didapatkan tebal pelat terkecil
dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100%.

Tabel. 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan


beban yang diijinkan.
Jumlah Jumlah
Perbandingan Perbandingan
pengulangan pengulangan
tegangan tegangan
beban ijin beban ijin
0,51 400.000 0,69 2.500
0,52 300.000 0,70 2.000
0,53 240.000 0,71 1.500
0,54 180.000 0,72 1.100
0,55 130.000 0,73 850
0,56 100.000 0,74 650
0,57 75.000 0,75 490
0,58 57.000 0,76 360
0,59 42.000 0,77 270
0,60 32.000 0,78 210
0,61 24.000 0,79 160
0,62 18.000 0,80 120
0,63 14.000 0,81 90
0,64 11.000 0,82 70
0,65 8.000 0,83 50
0,66 6.000 0,84 40
0,67 4.500 0,85 30
0,68 3.500

II - 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku


bersambung dengan tulangan digunakan :
11,76( F .L.h)
As =
fs
dimana :
As = Luas tulangan yang diperlukan (mm2/m lebar).
F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan
dibawahnya.
L = Jarak antara sambungan (m)
h = Tebal pelat (mm)
fs = Tegangan tarik baja ijin (MPa)

Tabel. 2.12. Koefisien gesekan antara pelat beton dengan


Lapisan pondasi dibawahnya.

Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F)


Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis 2,2
Aspla beton, Lataston 1,8
Stabilisasi kapur 1,8
Stabilisasi aspal 1,8
Stabilisasi semen 1,8
Koral sungai 1,5
Batu pecah 1,5
Sirtu 1,2
Tanah 0,9
Sumber : SKBI 2.3.28.1988

Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku menerus


dengan tulangan digunakan :
100 f t
Ps =
( f y nf t ) (1,3 0,2F )
dimana :
Ps = persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap
penampang beton (%).
fs = kuat tarik lentur beton yang digunakan (0,4-0,5fr) MPa.
fy = tegangan leleh rencana baja (fy < 400 MPa).
II - 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Es
n = angka ekivalen antara baja dan beton =
Ec
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan
dibawahnya.
Es = modulus elastisitas baja.
Ec = modulus elastisitas beton.

Tabel. 2.13. Hubungan antara kuat tekan beton dan angka


ekivalen baja dan beton (n) serta (fr)
fc fc N Fr
(kg/cm2) (MPa) (MPa)
115 11,3 13 2,1
120-135 11,8-13,2 12 2,2
140-165 13,7-16,2 11 2,4
170-200 16,7-19,6 10 2,6
205-250 20,1-24,5 9 2,9
260-320 25,5-31,4 8 3,3
330-425 32,4-41,7 7 3,7
450 44,1 6 4,1

Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasan kaku menerus


adalah 0,6% dari luas penampang beton.
Jarak antara retakan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan dapat
dihitung dengan persamaan:
2
ft
Lcr =
np uf b (SE c f t )
2

dimana :
Lcr = jarak teoritis antara retakan (m)
p = luas tulangan memanjang per satuan luas beban
fb = tegangan lekat antara tulangan dengan beton (MPa)
S = koefisien susut beton
ft = kuat tarik lentur beton
n = angka ekivalen antara baja dan beton
u = keliling penampang tulangan per satuan luas
4
tulangan =
d
II - 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ec = modulus elastisitas beton

2.3. Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan

Penggunaan beton prategang modern dikemukakan pertama kali oleh


Freyssinet seorang Perancis. Pada tahun 1928, Ia mengaplikasikan kawat-
kawat baja berkualitas tinggi (high-strength steel wires) pada balok beton
prategang dengan sistem penegangan prapenegangan (pretensioning) dan
pasca penegangan (post tensioning). Tahun 1940, Magnel
mengembangkan sistem pasca penegangan yang lebih dikenal dengan
Magnel System of Belgium.

Di Amerika Serikat, negara bagian Indiana sudah menerapkan kabel


prategang di dalam desain perkerasan mereka, yang antara lain
dimaksudkan untuk mengurangi retak dan menambah umur rencana
perkerasan tersebut.

Untuk sistem pracetak yang dikombinasikan dengan sistem prategang,


penerapannya sudah dimulai sejak awal 1980-an. Negara bagian Dakota
Selatan sudah menggunakan sistem ini di salah satu jalan lintas antar
negara bagian (Interstate Highway). Namun perkembangan atau kinerja
perkerasan tersebut sulit dimonitor karena sudah dilakukan pelapisan
ulang.

Perkembangan sistem pracetak pratekan mulai mendapat perhatian khusus


setelah FHWA (Federal Highway Administration) memulai program
untuk mengembangkan sistem ini pada tahun 1998, yang dinamakan
Concrete Pavement Technology Program Task 58. Sebuah riset kemudian
disponsori oleh FHWA bersama dengan Texas Departement of
Transportation, yang kemudian dilakukan oleh Center for Transportation
Institue di The University of Texas at Austin.

II - 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perusahaan bernama Uretek USA menggunakan metode pracetak di


Colorado pada Desember 2000, tepatnya di Highway 287 di sebelah Utara
Fort Collins, CO. Dengan mempelajari sistem yang telah digunakan ini,
maka pada tahun 2004 diterapkan sistem sejenis di lintas I-25, masih di
dekat wilayah Fort Collins, Co.

Pada tahun 2002, sistem pracetak pratekan diterapkan di Texas dan


California dengan sistem yang dikembangkan oleh FHWA. Negara bagian
New York memulai proyek penggantian perkerasan jalan kaku dengan
menggunakan sistem yang dikembangkan oleh perusahaan bernama Fort
Miller, Inc. di jalan lintas nasional I-90 di dekat Albany pada tahun 2004.
Kinerja perkerasan ini bagus dan tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan.

Ketiga buah sistem tersebut dikembangkan dengan didasari kebutuhan


yang sama yaitu, pengerjaan yang cepat karena sulit untuk menutup lalu
lintas dan untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.

Di Indonesia terutama wilayah perkotaan, pada jalan lintas arteri nasional


terjadi volume lalu lintas demikian tinggi, dengan tipe kendaraan truk
kontainer menempati porsi yang besar. Sementara itu, kemungkinan untuk
menutup jalan terlalu lama pada saat pelaksanaan pekerjaan akan
menimbulkan dampak besar pada perekonomian. Selain itu banjir yang
hampir terjadi setiap tahun juga menambah masalah pada kondisi jalan
arteri primer perkotaan.

Gambar. 2.7. Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan.

II - 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep dari perkerasan kaku pracetak-pratekan adalah sebagai berikut :


Penggunaan Beton K-500 atau lebih tinggi.
Penggunaan kabel - kabel Pretensioning untuk kemudahan
pengangkutan dari fabrikasi menuju penempatan di lokasi proyek.
Penggunaan kabel - kabel Post-tensioning untuk menyatukan beberapa
panel menjadi satu kesatuan struktur.
Perataan elevasi jalan dengan ATBL dan Sandsheet.
Penggunaan crane dan manajemen pelaksanaan yang harus prima.

Untuk konsep desain perkerasan kaku pracetak-pratekan yaitu segmen


perkerasan kaku yang dipasang melintang jalan dan kemudian stressing
arah memanjang.

Segmen perkerasan kaku tersebut dibentuk menjadi 3 (tiga) tipe


komponen utama, antara lain :
Joint panel, adalah panel ujung tempat dilatasi untuk tiap section
pavement.
Base panel, adalah panel tipikal berfungsi sebagai panel antara.
Duct panel, adalah panel perangkai tiap section pavement dan stressing
dilaksanakan pada panel ini.

Gambar. 2.8. Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan.

II - 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Variabel disain yang harus dipertimbangkan antara lain :


1. Kekuatan pondasi,
Hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan kaku
konvensional adalah cukup baik dipahami. Bagaimanapun, hubungan
ini tidaklah dikenal pada perkerasan kaku pracetak-pratekan
dikarenakan masih terbatasnya pemakaian jenis perkerasan ini. Oleh
karena itu, perencanaan perkerasan kaku pracetak-pratekan akan
mengasumsikan hubungan dengan perkerasan kaku konvensional.
Hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
Tekanan pada suatu perkerasan untuk beban yang ditentukan
adalah berbanding terbalik dengan kekuatan mendukung pondasi.
Kemampuan dari suatu perkerasan untuk melawan beban yang
berulang adalah sebanding dengan kekuatan mendukung pondasi.

Hubungan yang pertama menyiratkan bahwa pondasi pendukung


menjadi lebih lemah dan tegangan yang dihasilkan dari perkerasan
akibat beban roda akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan
retakan dan kegagalan dari suatu perkerasan dengan pondasi
pendukung yang lebih lemah. Hubungan yang kedua menyiratkan
bahwa suatu perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih lemah
akan menyebabkan kerusakan dan lebih cepat mengalami kegagalan
daripada perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih kuat.

Metode-metode seperti stabilisasi semen telah dikembangkan dan


digunakan secara ekstensif untuk meningkatkan kekuatan pondasi
perkerasan. Bagaimanapun, tujuan utama dari penggunaan panel-panel
beton adalah untuk mempercepat konstruksi dari perkerasan jalan,
mungkin tidak praktis untuk memperkuat pondasi yang ada selama
konstruksi. Namun demikian tingkatan prategang dapat disesuaikan
untuk mendapatkan keuntungan berupa kekuatan pondasi yang lebih
rendah.

II - 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Tebal perkerasan,
Tebal perkerasan kaku konvensional secara umum ditentukan oleh
kekuatan pondasi, kekuatan beton, dan volume lalu lintas. Untuk suatu
perkerasan kaku pracetak-pratekan, tebal perkerasan adalah hal yang
lebih fleksibel. Dalam banyak kasus, penentuan tebal perkerasan
dilakukan dengan asumsi awal dan kemudian melakukan penyesuaian
jumlah prategang pada perkerasan sebagai kriteria desain. Walaupun
hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan tidaklah
baik sekali dipahami untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan,
ukuran-ukuran disain diasumsikan sama halnya pada perencanaan
perkerasan kaku konvensional.

Suatu batas yang layak untuk tebal perkerasan kaku pracetak-pratekan


digunakan tidak kurang dari 50% - 60% dari ketebalan pada
perkerasan kaku konvensional. Disamping itu tebal perkerasan yang
dipilih tersebut cukup untuk menutupi perangkat keras (anchorage) dan
sistem perkuatan yang terpasang pada perkerasan. Karena tebal
perkerasan dikurangi maka tegangan-tegangan harus dievaluasi pada
lapisan bawah perkerasan untuk memastikan bahwa tebal perkerasan
terpilih telah pada tingkatan yang bisa diterima.

3. Panjang masing-masing segmen perkerasan,


Ada beberapa faktor untuk mempertimbangkan mengenai panjang
perkerasan pada masing-masing bagiannya. Faktor yang pertama
adalah bahwa biaya untuk penyambungan perluasan adalah berbanding
terbalik dengan panjangnya perbagian. Karena banyaknya Expansion
joints sangat signifikan terhadap biaya konstruksi. Faktor yang lain
adalah bahwa besarnya biaya untuk prategang. Pertimbangan tersebut
adalah fakta bahwa apabila panjang masing-masing bagian
ditingkatkan, Expansion joints juga meningkat, dengan demikian
mempengaruhi mutu layanan dari perkerasan. Oleh karena itu, harus

II - 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dihasilkan suatu kompromi antara ekonomi dan mutu perkerasan


didalam penentuan panjang masing-masing bagian yang optimal.

4. Lebar masing-masing segmen perkerasan,


Lebar masing-masing bagian mengacu pada jarak antara tepi bagian
luar dari perkerasan (arah melintang). Setiap bagian diatur oleh
beberapa faktor mencakup:
aplikasi perkerasan, baik satu lajur maupun lebih.
peralatan, kemampuan peralatan yang dimiliki untuk
mengakomodasikan perkerasan kaku pracetak-pratekan dari
fabrikasi menuju lokasi penempatan.
lalu lintas, penempatan sementara panel perkerasan kaku
pracetak-pratekan sebelum pemasangan mempengaruhi
kapasitas jalan yang ada. Hal ini dapat diatasi dengan
pengalihan arus lalu lintas.

5. Besarnya prategang.
Besarnya prategang mengacu pada kekuatan prategang yang
diberlakukan pada perkerasan baik pretensioning atau post-tensioning.
Besarnya prategang bervariasi sepanjang perkerasan yang
berhubungan dengan kehilangan prategang.

Tekanan kompresi pada titik sepanjang perkerasan dapat dinyatakan


sebagai kombinasi tekanan yang kritis, tekanan yang dihasilkan oleh
beban roda, tekanan akibat perbedaan temperatur dibawah perkerasan,
dan tekanan friksi disebabkan oleh tekanan subbase. Kombinasi
tekanan kritis ini di bawah:

CR = P + W + C + F
dimana:
CR = kombinasi tekanan kritis, (+) = Tegangan, (-) = Tekanan.
P = efektif prestress pada tempat kritis.
W = tekanan yang dihasilkan oleh roda.
II - 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C = tekanan melingkar disebabkan oleh perbedaan temperatur


pada perkerasan
F = tekanan friksi

Besarnya tegangan pada bagian atas dan bawah slab adalah berbeda
sehingga diperlukan analisa. Selain itu kontrol terhadap tegangan harus
dievaluasi terutama pada bagian tengah dan akhir dari suatu sistem
slab.

Gambar. 2.9. Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel.

Gambar. 2.10. Detil expansion joint.

II - 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada perkerasan kaku pracetak-pratekan apabila segmen telah terpasang


melintang jalan langkah selanjutnya adalah stressing menggunakan kabel
post-tension arah memanjang.

Gambar. 2.11. Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel.

Berikut ini adalah tipikal perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum dan


setelah dilakukan stressing menggunakan kabel post-tension arah
memanjang.

Gambar. 2.12. Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing.

Gambar. 2.13. Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing.

II - 25
BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III
DATA PERENCANAAN

3.1. Data Tanah

Ruas jalan Cakung Cilincing terletak di perbatasan antara DKI Jakarta


dengan Kabupaten Bekasi yang menghubungkan wilayah Cakung di
sebelah Selatan dan Cilincing di sebelah Utara. Jalan ini terdiri dari dua
jalur lalu lintas yaitu sisi Barat dan sisi Timur Cakung Cilincing, di
antara dua jalur ini adalah rencana Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta bagian
Timur. Pada Sta 0+900 Jalan Cakung Cilincing sisi barat, merupakan
pintu keluar kendaraan yang datang dari jalan Tol yang akan menuju ke
Cikampek atau Jakarta (gerbang Cakung Utara).

Kondisi ruas jalan antara Cakung sampai Cilincing, sepanjang lebih


kurang 9,06 km, dengan lalu lintas yang padat. Di beberapa tempat
terutama jalan bagian timur yaitu dari Cilincing ke arah Cakung, sering
mengalami kerusakan, seiring dengan pertambahan waktu dan lalu lintas
kendaraan yang cukup besar dan berat.

Penurunan kondisi atau laju kerusakan jalan ini, sangat tergantung dengan
faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal (geologi
dan lingkungannya), faktor eksternal (beban lalu lintas dan beban
tambahan), tipe pondasi dan perkerasan jalan, jenis dan mutu material,
jenis penanganan dan pemeliharaan yang dilakukan dan faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi kondisi jalan.

Faktor geologi dan lingkungan, berdasarkan Peta Geologi Jakarta, ruas


jalan ini terletak pada dataran Pantai Utara Jakarta, dengan lingkungan
daerah pasang surut dan rawa-rawa, kemudian daerah ini dikembangkan
menjadi daerah penunjang aktivitas Pelabuhan Tanjung Priuk, industri dan
III - 1
BAB III DATA PERENCANAAN

salah satu tempat Pembuangan Akhir Sampah kota Jakarta. Pada awalnya
rawa-rawa di daerah ini ditimbun dengan sampah dan material lainnya.
Berdasarkan peta geologi, batuan tanah dasar yang menyusun tanah ini
adalah endapan tanah lunak yang cukup tebal, sehingga sering mengalami
penurunan tanah dasar. Berkurangnya kekuatan daya dukung tanah dasar
ini akan mengakibatkan ketidakstabilan perkerasan jalan yang
memperlihatkan terjadinya retakan-retakan di permukaan perkerasan
bahkan muka jalan pun mengalami penurunan.

Berikut ini adalah pembagian Zona Fisiografi Jawa Barat yang


dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949)

Lokasi

Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

Hal ini dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan termasuk kedalam


zona dataran alluvium Jawa Utara dan terletak pada geomorfologi dataran
rendah dengan relief 00 - 100.

Berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Jakarta maka daerah penyelidikan


dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan, yaitu :
(1) Satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil,
pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar luas.

III - 2
BAB III DATA PERENCANAAN

(2) Satuan batuan Sedimen Plistosen yang terdiri dari batu pasir tufaan
dan konglomeratan, tuf dan tuf konglomeratan. Satuan ini berupa
endapan kipas aluvium dan endapan pematang pantai terhampar luas
di bagian Utara.

Endapan sungai dan pantai : Kerakal,


kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung,
tidak padu, tersebar luas di pantai utara
dan sedikit di pantai selatan. Di beberapa
tempat, di pantai selatan, mengandung
pasirbesi (titanomagnetit)

Batuan Sedimen Plistosen : Batupasir


tufan dan konglomeratan, tuf dan tuf
konglomeratan. Satuan ini berupa
endapan kipas aluvium dan endapan
pematang pantai, terlampar luas di bagian
utara, mulai dari Kaliangke sampai Kali
Cimanuk

Gambar 3.2 Peta geologi lembar Jakarta

Dari hasil pengamatan di lapangan satuan batuan yang menyusun lokasi


penyelidikan adalah satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari
kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar
luas.

Tabel 3.1 Stratigrafi daerah kajian

Waktu geologi Formasi keterangan


sampah
Tanah bagian atas
tanah organik
Holocene Endapan lumpur
Tanah kohesif
Periode Jaman Sangat lembut
Keempat Tanah berpasir Pasir medium
Tanah kohesif Endapan lumpur
Pleistocene Tanah berpasir Pasir medium
Tanah berkerikil Kerikil, berpasir

Batu pasir Endapan batu pasir


Periode Jaman
Pliocene
Ketiga
Endapan lumpur
Lumpur berbatu
berbatu

III - 3
BAB III DATA PERENCANAAN

Kondisi ruas jalan antara Cakung-Cilincing sepanjang lebih kurang 9,06 km


terletak pada dataran pantai utara Jakarta dengan lingkungan daerah pasang
surut dan rawa-rawa. Berdasarkan penyelidikan tanah yang telah dilakukan,
batuan tanah dasar yang menyusun daerah ini adalah endapan tanah lunak
yang cukup tebal. Dari evaluasi data-data pengujian sondir, tebal tanah
lunak berkisar antara 6-7 m. Deposit tanah lunak tersebut memiliki
kompresibilitas yang sangat besar dan permeabilitas yang sangat kecil
sehingga sering mengalami penurunan tanah dasar yang besar dan
berlangsung sangat lama sebagai akibat beban lalu lintas yang besar.

Kriteria yang dipakai untuk menentukan suatu deposit tanah tergolong tanah
lunak adalah apabila memiliki kuat geser undrained (su) dari 0 sampai
dengan 40 kPa (British Standard 5930:1981) atau nilai konus sondir (qc)
kurang dari 6 kg/cm2. Tabel 3-2 di bawah ini membagi-bagi konsistensi
tanah berdasarkan tahanan konus sondir.

Tabel 3.2 Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan


Nilai Tahanan Konus
Tahanan Konus, qc
Konsistensi
(kg/cm2)
Sangat lunak (very soft) 0-3
Lunak (soft) 3-6
Teguh (firm) 6 - 12
Kenyal (stiff) 12 - 24
Sangat kenyal (very stiff) > 24

Deposit sampah yang dijumpai pada bagian bawah timbunan bertindak


sebagai material yang memiliki friksi (sudut geser dalam) yang besar. Hal
ini dipandang dari sudut geoteknik sebagai menguntungkan karena dengan
demikian deposit sampah dapat bertindak sebagai lapisan perkuatan yang
dapat meningkatkan stabilitas timbunan. Kompresibilitas pada deposit

III - 4
BAB III DATA PERENCANAAN

sampah relatif besar (nilai Cc kurang lebih 0,4) namun tidak sebesar pada
deposit tanah lunak.

Dynamic Cone Penetrometer


Pengujian DCP dilakukan di lokasi jalan yang banyak terjadi
kerusakan.
Pengujian DCP pada kedalaman lebih kurang 2 meter dibawah muka
tanah setempat.
Lokasi titik DCP dilakukan bersamaan dengan titik sumur uji.
DCP dilakukan sebanyak 6 titik.

Dynamic Cone Penetrometer Test (DCP) menggunakan peralatan :


1. Penumbuk 1 buah
2. Stang peluncur penumbuk 1 buah
3. Stang 10 mm 2 buah
4. Konus 3 buah

Tabel 3.3. Lokasi DCP


NO NAMA STA LOKASI KETERANGAN
1 I A dan I B 3+158,823 TD
2 II A dan II B 3+091,970 TD
3 III A dan III B 2+962,812 TD
4 IV A dan IV B 1+750,190 TD
5 V A dan V B 1+327,156 TD
6 VI A dan VI B 1+021,144 TD

DCP (Dynamic Cone Penetrometer) adalah salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menguji kekuatan (daya dukung) tanah dan lapisan
granular perkerasan jalan dengan cepat. Hasil pengujian ini dikorelasikan
dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), jadi kekuatan struktural / daya
dukung tanah ini dinyatakan dalam bentuk nilai CBR (%). Nilai CBR
(California Bearing Ratio) merupakan perbandingan daya dukung suatu
material terhadap daya dukung pasir di California. Dengan menggunakan
persamaan korelasi, dari nilai CBR ini bisa diperoleh besaran Modulus

III - 5
BAB III DATA PERENCANAAN

Elastisitas (E) tanah yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan


jalan. Selain itu, dari pengujian DCP juga dapat diperoleh tebal masing-
masing lapisan pondasi granular (lepas) yang menyusun struktur perkerasan
tersebut.

Pengujian dilakukan pada badan jalan yang sudah rusak parah atau pada
perkerasan beraspal yang sudah terkelupas. Pengujian dilakukan dengan
interval 500 meter pada lokasi/segmen yang sudah ditentukan berdasarkan
hasil survey kondisi visual. Selain itu, pada tiap-tiap titik pengujian
dilakukan sampai kedalaman 75 cm dan dilakukan 3 kali (triple) untuk tiap
titiknya.

Tabel 3.4 Sifat-sifat fisik tanah


Sampah + timbunan Lempung lanauan Lempung Tufa pasiran
Parameter
Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata

Berat isi, (kN/m )


3
14,9-16,9 16,2 15,7-17,5 16,5 15,7-17,9 16,5 16,2 16,2
Berat jenis, Gs 2,56-2,83 2,63 2,62-2,71 2,67 2,56-2,71 2,64 2,61 2,61
Kadar air, w (%) 37,1-67,3 47,6 31,9-57,4 43,2 33,4-109,4 56,2 54,4 54,4
Batas cair, LL (%) 54-99 82 45-101 78 48-80 60 68 68
Batas plastis, PL (%) 23-35 30 22-34 27 24-30 27 24 24
Indeks plastisitas, PI (%) 29-66 51 21-70 51 22-52 33 44 44
Angka pori, e0 1,15-1,88 1,38 1,01-1,58 1,25 0,99-1,62 1,35 1,45 1,45
Derajat kejenuhan, Sr (%) 93,8-100 97 82-98,1 92,5 92-98,1 95,2 98 98
Lolos saringan #200, FC (%) 94-96 95 56-58 57 72-96 86 95 95
Kadar lempung, CF (%) 50-76 62 25 25 30-50 40
Kadar organik, Oc (%) 4,4 4,4 3,5 3,5 2,6 2,6

III - 6
BAB III DATA PERENCANAAN

Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah


Sampah + timbunan Lempung lanauan Lempung Tufa pasiran
Parameter
Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata
Kohesi undrained, su (kPa) 22,3-57,3 39,8 9-33,8 19,3
Kohesi efektif, c (kPa) 5-6,4 5,7 2,2-12,9 6,8 1,5-19 7,3 22,5 22,5
Sudut geser efektif, () 15,7-19,6 17,7 7-24,4 13,1 5-24,4 17,2 13 13
Indeks kompresibilitas, Cc 0,34-0,42 0,38 0,33-0,60 0,42 0,23-0,92 0,52
-3 -3 -3
Koefisien konsolidasi, cv 2,3810 - 1,3910 - 1,2410 -
4,2210-3 2,3110-3 2,6710-3
(cm2/s) 6,0610-3 5,1110-3 7,0910-3
1,1210-7- 1,5910-7- 1,0110-7-
Permeabilitas, k (cm/s) 1,6210-7 1,6910-7 1,9710-7
2,1210-7 1,7910-7 2,9310-7

Pada lokasi di kedalaman 3 m sampai dengan 9 m, lapisan tanah terdiri


dari lempung holocene dengan konsistensi dari very soft sampai dengan
soft, sedangkan pada kedalaman 9 m sampai dengan 16 m lapisan tanah
terdiri dari lempung pleistosen dengan konsistensi dari sandy fine sampai
dengan dense dan gravelly.

Plasticity chart: Ruas Cakung-Cilincing

90

80
CH
70
Plasticity index (%)

60

50

40

30 MH

CL Zone 1
20
Zone 2

10 Zone 3
ML

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Liquid limit (%)

Gambar 3.3 Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing

III - 7
BAB III DATA PERENCANAAN

3.2. Data Lalu lintas

Lalu lintas dibagi kedalam 12 (dua belas) kelompok yang dihubungkan


dengan faktor kerusakan oleh kendaraan. Jenis kendaraan pada setiap
kelompok diuraikan di bawah ini :
1. Bajaj, Bemo-kendaraan bermotor roda-3.
2. Sedan, Station Wagon, Jip-kendaraan beroda-4 untuk pemakaian
pribadi dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh) penumpang
termasuk pengemudi.
3. Mikrobus, Angkot, Mikrolet-kendaraan bermotor roda-4 untuk
transpor umum dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh)
penumpang termasuk pengemudi.
4. Bus kecil - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas 20
(dua puluh) sampai 40 (empat puluh) penumpang termasuk
pengemudi.
5. Bus besar - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas lebih
dari 40 (empat puluh) penumpang termasuk pengemudi.
6. Pickup dan mobil hantaran-kendaraan roda-4, bukan truk, dengan
berat kendaraan bruto (BKB) tidak lebih dari 2,5 ton.
7. Truk Ringan-kendaraan bermotor untuk transpor barang (muatan)
dengan 2 (dua) gandar, dan BKB tidak lebih dari 2,5 ton.
8. Truk Sedang, Truk Tangki-kendaraan bermotor untuk transpor barang
(muatan) dengan 2 (dua) gandar dan BKB lebih besar dari 2,5 ton.
Secara tipikal mempunyai 4 (empat) roda pada as belakang.
9. Truk Berat-kendaraan bermotor yang besar untuk transpor barang
(muatan) dengan 3 (tiga) as atau lebih.
10. Truk Trailer dan Semi-Trailer-kendaraan dan Trailer bermotor yang
besar untuk transpor barang (muatan) dengan 3(tiga) as atau lebih.
11. Sepeda motor-kendaraan bermotor roda-2.
12. Sepeda,Becak, Gerobak yang ditarik hewan-kendaraan tidak bermotor.

III - 8
BAB III DATA PERENCANAAN

Dari hasil survei lalu lintas tahun 2007 pada pelaksanaan penyusunan data
URMS (Urban Roads Management System) Wilayah Kota Metropolitan
Jakarta pada Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum untuk ruas Jalan
Cakung-Cilincing didapat :
No. Jenis Kendaraan Kendaraan/hari
1. Bajaj 0
2. Sedan/Jip/Station wagon 12062
3. Mikro Bus 5497
4. Bus Kecil 1461
5. Bus Besar 166
6. Pickup 1644
7. Truk Ringan 1855
8. Truk Sedang 4638
9. Truk Berat 5448
10. Truk Trailer 6150
11. Sepeda motor 39575
12. Sepeda/Becak/Gerobak 1527

3.3. Metode Perencanaan

Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah


melakukan perbandingan perencanaan tebal perkerasan antara perkerasan
lentur, perkerasan kaku dan perkerasan kaku pracetak-pratekan
berdasarkan analisa biaya, dan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan,
dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data-data lapangan, baik data tanah maupun data lalu
lintas.
2. Mengumpulkan standar rujukan perkerasan kaku pracetak-pratekan.
3. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku pracetak-
pratekan.

III - 9
BAB III DATA PERENCANAAN

4. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku


pracetak-pratekan.
5. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan.
6. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan lentur.
7. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan lentur.
8. Menganalisa biaya untuk perkerasan lentur.
9. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku.
10. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku.
11. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku.
12. Membuat perbandingan teknis dari masing-masing perkerasan pada
lokasi yang sama.
13. Membuat perbandingan biaya dari masing-masing perkerasan pada
lokasi yang sama.
14. Menganalisis dan membahas hasil perbandingan teknis dan biaya dari
masing-masing perkerasan.
15. Kesimpulan dan saran.

III -10
BAB III DATA PERENCANAAN

DIAGRAM ALIR METODE PERENCANAAN

Pengumpulan Data
dan
Standar Rujukan

Data
Jalan Cakung-Cilincing

Analisa Data

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku


Pracetak-Pratekan

Perbandingan Teknis

Perbandingan Biaya

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

III -11
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

BAB IV
ANALISA PERENCANAAN
DAN METODE PELAKSANAAN

4.1. Perkerasan Jalan Lentur


4.1.1. Perencanaan

Tahap perencanaan perkerasan jalan lentur untuk pembangunan jalan baru


mengacu pada Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan Metode Analisa Komponen Bina Marga.

Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut :


1. Lalu lintas rencana
a. Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan :
1. Mobil Penumpang = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
2. Bus = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
3. Truk 10 Ton = 0,0577 + 0,2923 = 0,3500
4. Truk 20 Ton = 0,2923 + 0,7452 = 1,0375
5. Truk 30 Ton = 0,2923 + 0,4022 = 0,6945
n
b. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP): LHR xC
j =1
j j xE j

1. Mobil Penumpang = 0,0004 x 0,6 x 19020 = 4,5648


2. Bus = 0,1593 x 0,7 x 166 = 18,5107
3. Truk 10 Ton = 0,3500 x 0,7 x 1855 = 454,475
4. Truk 20 Ton = 1,0375 x 0,7 x 5448 = 3956,61
5. Truk 30 Ton = 0,6945 x 0,7 x 6150 = 2989,82
LEP = 7423,98

c. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA):


n

LHR
j =1
j (1 + i )UR xC j xE j = LEP (1+i) UR

= 7423,98 (1+0,05)10 = 7425,609


( LEP + LEA)
d. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET):
2

IV - 1
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

(7423,980 + 7425,609)
= = 7424,7945
2
e. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER): LET x FP
= 7424,7945 x (10/10) = 7424,7945

2. Daya Dukung Tanah Dasar


a. Mencari harga CBR yang mewakili :

Jumlah yang sama Persen(%) yang sama atau lebih


CBR
atau lebih besar besar
2,9 6 6/6 x 100% = 100
4,9 5 5/6 x 100% = 83,33
5,7 4 4/6 x 100% = 66,67
6 3 3/6 x 100% = 50,00
7 2 2/6 x 100% = 33,33
8 1 1/6 x 100% = 16,67
4,9 x 90 83,33
=
4,9 2,9 100 83,33
4,9 x 6,67
=
2 16,67
6,67
4,9 x = .2
16,67
X = 4,10, sehingga CBR yang mewakili = 4,10 %
b. Mencari nilai Daya Dukung Tanah Dasar:
DDT = 4,3 log (4,10) + 1,7 = 4,33

3. Tebal Lapisan Perkerasan


a. Faktor Regional : untuk jalan arteri kelandaian I < 6%
% kendaraan berat = 166 + 1855 + 5448 + 6150
x100%
1920 + 166 + 1855 + 5448 + 6150
13619
= x100% = 41,73%
32639
maka FR = 2,0
b. Indeks Permukaan:
Indeks Permukaan Awal
Direncanakan lapisan permukaan laston dengan roughness
< 1000 mm/km maka nilai Ipo > 4.
IV - 2
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Indeks Permukaan Akhir


Untuk jalan arteri, LER = 7424,7945 nilai Ipt = 2,5

c. Mencari harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) :


Untuk Ipo > 4 dan Ipt = 2,5 digunakan Nomogram 1.
Dengan DDT = 4,33 ; LER = 7424,7945 ; FR = 2,0 maka ITP = 15

d. Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut:


Lapisan permukaan : Laston (a1) = 0,40
Lapisan pondasi atas : Agregat kelas A (a2) = 0,14
Lapisan pondasi bawah : Agregat kelas B (a3) = 0,12
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
15 = 0,4 (12) + 0,14 (25) + 0,12 (D3)
15 = 0,12 (D3) + 8,3
D3 = 55,83 cm ~ 56 cm
Laston (4 cm)
Aspahlt Treated Base
(ATB) (8 cm)
Agregat Kelas A
(25 cm)
Agregat Kelas B
(56 cm)

Tanah dasar

4.1.2. Metode Pelaksanaan

Pekerjaan perkerasan jalan lentur dilaksanakan dengan beberapa tahap,


antara lain :
a. Penyiapan tanah dasar (Subgrade Preparataion).
Tanah dasar adalah permukaan badan jalan yang telah disiapkan untuk
menerima perletakan lapis pondasi diatasnya. Pekerjaan penyiapan
tanah dasar bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan :
Penggaruan atau pengurugan.

IV - 3
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Pembentukan.
Perataan.
Pemadatan.
Pengujian.
Pemeliharaan permukaan yang telah selesai.
Disiapkan sampai material lapis pondasi diletakkan diatasnya.

Untuk toleransi dimensi ketinggian akhir setelah pemadatan harus


tidak boleh lebih dari 1 cm lebih tinggi atau lebih rendah dari yang
ditentukan di dalam gambar rencana.

Pekerjaan timbunan tanah biasa sebaiknya dihentikan pada ketinggian


15 cm dibawah ketinggian rencana. Pekerjaan timbunan dilanjutkan
dengan menggunakan material pilihan diikuti dengan pekerjaan
perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian
rencana tercapai.

Bila dijumpai material padas atau lapisan keras atau material yang
sukar dibongkar pada garis ketinggian tanah dasar pada pekerjaan
galian, harus digali 15 cm lebih dalam. Tidak diperbolehkan adanya
tonjolan-tonjolan padas dari permukaan tersebut. Seluruh pecahan
padas yang memiliki diameter > 15 cm dibuang. Profil galian dan
ketinggian akhir yang dikehendaki harus dicapai dengan mengurug
kembali dengan material pilihan sekaligus diikuti dengan pekerjaan
perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian
rencana dicapai.

Disarankan agar tenggang waktu antara penyiapan tanah dasar dan


peletakan lapis pondasi diatasnya tidak terlalu lama, hal ini untuk
menghindari timbulnya kerusakan pada tanah dasar karena lalu lintas
disamping itu akan memerlukan biaya besar untuk memperbaikinya.

IV - 4
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Pemadatan tanah dasar dilaksanakan dengan cara yang sama dengan


pemadatan pada pekerjaan urugan. Persyaratan kepadatan tanah dasar
sama dengan persyaratan pemadatan pada pekerjaan urugan.

Pemadatan dilaksanakan hanya bila kadar dari material berada dalam


rentang kurang dari 3 % dari kadar air optimum, yaitu kadar air pada
kepadatan kering maksimum yang diperoleh bila material di padatkan
sesuai dengan AASHTO T99. Segera setelah pekerjaan diselesaikan
pemadatan dapat dimulai dengan menggunakan peralatan pemadat
yang sesuai, yang disetujui oleh Direksi Teknik, hingga mencapai
kepadatan paling sedikit 95 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditetapkan sesuai AASHTO T99. Operasi penggilasan harus dimulai
dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit kearah sumbu jalan, kecuali
pada bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian
yang rendah bergerak ke arah yang tinggi. Pengujian kepadatan
dilakukan pada lokasi yang disetujui oleh Direksi Teknik, tetapi harus
tidak berselang lebih dari 200 meter.

b. Pemasangan lapis pondasi bawah (Sub base), agregat B.


Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi bawah (agregat B) dan
lapis pondasi atas (agregat A). Cara pengerjaan lapis pondasi agregat
ini adalah sama yaitu dihampar lapis demi lapis @ 10 cm, kemudian
dipadatkan. Perbedaan lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas
terletak pada besar dan susunan butir. Lapis pondasi bawah bisa terdiri
dari sirtu (borrow pits) dan CBR harus mencapai 45 %. Lapis pondasi
atas terdiri dari batu pecah hasil stone crusher dan CBR 80 %.

Sebagian dari struktur perkerasan jalan yang terletak diantara Badan


Jalan dan Lapis Permukaan terbuat dari material agregat bergradasi
baik serta memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan spesifikasi.
Penyumbang kekuatan terbesar dalam memikul beban lalu lintas, lapis

IV - 5
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

pondasi agregat harus benar-benar kokoh dan memiliki stabilitas yang


tinggi.

Pekerjaan lapis pondasi agregat bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan


penambangan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan diatas
permukaan yang telah disiapkan dan pemadatan. Permukaan yang telah
disiapkan dapat berupa : tanah dasar, lapis agregat atau lapis aspal
(yaitu dalam hal, lapis aspal sudah rusak atau diperlukan peninggian).

Ketinggian akhir setelah pemadatan harus sesuai dengan gambar


rencana, dengan toleransi sebagai berikut :
Permukaan atas dari lapis pondasi bawah dari agregat kelas B :
+ 0 cm - 2 cm.
Permukaan atas dari lapis pondasi atas dari agregat kelas A :
+ 0 cm - 1 cm.

c. Pemasangan lapis pondasi atas (base), agregat A.


Material untuk Lapis Pondasi Agregat harus dibawa ke lokasi
penghamparan dalam bentuk campuran yang merata pada rentang
kadar air yang diisyaratkan dalam spesifikasi.

Deviasi maksimum yang diijinkan untuk kerataan permukaan Lapis


Pondasi Atas dari Agregat Kelas A, setelah semua bahan yang terlepas
dibuang dengan penyikat keras, adalah 1 cm diukur dengan mistar
penyipat ukuran 3 m yang diletakkan paralel atau melintang as jalan.

Kelembaban dari material harus tersebar secara merata. Tebal


minimum lapisan gembur adalah dua kali lipat ukuran terbesar agregat,
sedangkan tebal maksimum lapisan gembur tidak boleh melebihi
15 cm. Terjadinya segregasi pada saat penghamparan harus dicegah
dengan cara berulang kali membalik material yang dihampar dengan
motor grader.

IV - 6
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Pemadatan hanya boleh dilakukan bila kadar air dari material beroda
dalam rentang antara 3% kurang atau lebih dari kadar air optimum
seperti yang ditentukan oleh AASHTO T180 metode D. Bila mesin
gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau
degradasi berlebihan pada pondasi agregat, Direksi Teknik dapat
memerintahkan penggunaan mesin gilas beroda karet untuk pemadatan
lapisan akhir. Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi
dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, kecuali pada
bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian yang
rendah bergerak kearah bagian yang tinggi.

d. Pemasangan lapis permukaan atau lapis aus (wearing coarse).


Lapis permukaan harus dari bahan yang kuat yaitu untuk bisa menahan
tekanan dan gesekan dari roda kendaraan dengan tekanan gandar yang
berat. Permukaannya harus kesat yaitu tidak licin agar kendaraan tidak
tergelincir pada saat pengereman.Menjaga lapis pondasi tidak
kemasukan air pada saat hujan, sehingga permukaan harus rapat/kedap
air.

Bahan material yang bisa memenuhi tuntutan di atas adalah campuran


aspal dengan batu pecah. Aspal panas disiram diatas batu pecah,
sehingga aspal mengisi celah-celah antara butiran batu pecah dan
menutup permukaannya, kemudian dihampar chip diatasnya dan
digilas dengan mesin gilas (Road Roller). Pengaspalan dengan cara ini
disebut aspal penetrasi. Aspal panas dicampur dengan agregat halus
disuatu tempat pencampuran (AMP = Asphalt Mixing Plant),
kemudian diangkut ketempat pekerjaan, dihampar dan digilas dengan
mesin gilas (Phneumatic Roller). Aspal dengan cara ini disebut aspal
beton. Pelaburan aspal yaitu di atas permukaan aspal yang masih baik
disiram aspal dan ditutup dengan pasir.

IV - 7
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Penggunaan lapis aspal penutup digunakan di atas pondasi yang baru,


maupun diatas permukaan jalan lama yang sudah ada pondasi
sebelumnya. Pada pekerjaan lapis pondasi baru, sebelum lapis penutup
dihampar, terlebih dahulu disiram aspal panas yang disebut lapis resap
pengikat (prime coat).

Jenis pekerjaan ini adalah penyemprotan aspal pada permukaan yang


sebelumnya telah disiapkan untuk Pelaburan Aspal atau Lapisan
Permukaan Campuran Aspal. Lapis Resap Pengikat digunakan pada
permukaan yang tidak beraspal. Lapis Perekat digunakan pada
permukaan yang beraspal. Fungsi keduanya adalah sebagai pengikat
antara lapis permukaan dibawahnya dan lapisan aspal yang akan
diletakkan diatasnya. Kegiatan ini bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan
penyiapan permukaan yang akan disemprot, penyediaan material aspal
dan penyemprotan.

Penyemprotan Lapis Perekat maupun Lapis Resap Pengikat setelah


dilaksanakan harus menutup keseluruhan permukaan yang dilapis dan
tampak merata, tanpa ada bagian, sekecil apapun, yang tidak tertutup
atau beralur atau berlebihan aspalnya. Lapis Resap Pengikat, setelah
pengeringan selama 4 sampai 6 jam, bahan pengikat harus telah
meresap kedalam lapis pondasi, meninggalkan sebagian bahan
pengikat dengan warna hitam atau abu-abu tua yang merata pada
permukaan dan menampakkan tekstur permukaan yang rapi serta tidak
tampak adanya genangan atau bahan pengikat yang bercampur dengan
agregat halus yang cukup tebal, serta tidak ada bagian-bagian yang
lembek dan lepas. Lapis Perekat, permukaan harus mempunyai daya
lekat yang cukup pada waktu pengerjaan pelapisan ulang (overlay).
Penampilan yang memperlihatkan bintik-bintik, yang timbul dari
bahan pengikat yang di distribusi sebagai butir-butir tersendiri boleh
diterima untuk Lapis Perekat yang lebih ringan asalkan penampilannya
kelihatan rata dan keseluruhan takarannya benar.

IV - 8
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

e. Tebal masing-masing lapisan sesuai gambar dan spesifikasi.

4.1.3. Analisa Biaya Konstruksi

Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan lentur


mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)
standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
edisi Januari 2008.

Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan lentur yang dibahas dalam tugas
akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi
yang berhubungan, antara lain :
1. LASTON.
2. ATB.
3. Lapis resap pengikat.
4. Lapis perekat.
5. Aggregat Kelas A.
6. Aggregat Kelas B.

Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran
yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan lentur adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur
NOMOR HARGA JUMLAH
MATA URAIAN PEKERJAAN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA
PEMBAYARAN (Rp.) (Rp.)
a b c d e f=(d xe)

BAB V PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN


3
5.1(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A M 500,00 224.300,00 112.150.000,00
3
5.1(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M 1.120,00 213.000,00 238.560.000,00

Jumlah Harga Pekerjaan Bab V 350.710.000,00

BAB VI PERKERASAN ASPAL


6.1 (1) Lapis Resap Pengikat Liter 2.666,67 10.100,00 26.933.333,33
6.1 (2) Lapis Perekat Liter 19.533,33 10.500,00 205.100.000,00
2
6.3 (5a) Laston Lapis Aus (AC-WC), t = 4 cm M 8.000,00 99.500,00 796.000.000,00
3
6.3 (8) Asphalt Treated Base (ATB), t = 8 cm M 720,00 2.270.800,00 1.634.976.000,00

Jumlah Harga Pekerjaan Bab VI 2.663.009.333,33


TOTAL 3.013.719.333,33

IV - 9
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

4.1.4. Pemeliharaan

Pemeliharaan perkerasan merupakan metoda-metoda atau teknik yang


digunakan untuk menjaga kondisi perkerasan, keselamatan dan kualitas
kenyamanan, serta membantu perkerasan untuk mencapai umur
rencananya. Kinerja perkerasan secara langsung tergantung waktu, jenis
dan kualitas pemeliharaan yang dilakukan pada perkerasan tersebut.

Secara umum pemeliharaan perkerasan jalan lentur, antara lain :


- Penutupan Retak (Crack Seals)
Penggunaan penutupan retak adalah untuk mengisi retak perkerasan
secara individu untuk mencegah masuknya air atau subtansi yang non-
compresibel seperti pasir, kotoran, batuan atau debu. Penutupan retak
khususnya digunakan pada retak awal memanjang, retak melintang,
retak refleksi dan retak blok. Sedangkan retak buaya yang sering
terlalu banyak untuk diisi dengan penutupan retak, biasanya
memerlukan perlakuan khusus seperti penambalan atau rekonstruksi.
Material crack filler biasanya dibuat dari aspal karet atau slurry pasir.

Fungsi penutupan retak adalah pemeliharaan preventif. Untuk


mencegah masuknya air atau subtansi non-compresibel masuk pada
perkerasan.

Pada pelaksanaan penutupan daerah yang retak harus dibersihkan dan


disiar terlebih dahulu sebelum pemakaian penutupan retak. Pekerjaan
penutupan retak paling baik dikerjakan pada temperatur moderat dan
paling efektif dikerjakan pada awal terbentuknya retak. Dari
pengalaman rata-rata kinerja umur penutupan retak ini berkisar antara
3 - 8 tahun.

IV - 10
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

- Fog Seal
Fog Seal adalah penghamparan tipis aspal emulsi slow setting yang
diencerkan pada permukan aspal yang telah tua atau teroksidasi. Fog
Seal berharga murah dan digunakan untuk memperbaiki kelenturan
pada permukaan perkerasan hot mix. Hal ini memungkinkan menunda
perlunya surface treatment atau pelapisan ulang non struktural.

Fungsi Fog seal adalah Pemeliharaan preventif. Fog Seal digunakan


untuk memperbaiki atau peremajaan permukaan hot mix. Hal ini dapat
menunda perlunya penggunaan Burtu atau Burda untuk 1 - 2 tahun.

Fog seal direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah, yang
dapat ditutup selama 4 - 6 jam, hal ini untuk memungkinkan aspal
emulsi slow setting menjadi break dan setting.

Kelebihan penyemprotan aspal menghasilkan lapisan tipis pada


permukaan perkerasan hot mix. Lapisan ini dapat menyebabkan sangat
licin dan dapat hilangnya kekesatan/skid resistance. Penaburan pasir
dapat mengurangi kelebihan penyemprotan aspal.

- Bahan peremajaan
Bahan peremajaan perkerasan diharapkan untuk memperbaiki sifat asal
aspal yang telah tua dengan cara meningkatkan rasio awal antara
asphaltenes terhadap maltene. Banyak produk bahan peremaja sifatnya
milik produsen, sehingga menyulitkan untuk mengetahui gambaran
generik bahan tersebut. Namun kebanyakan bahan peremaja
mengandung maltene karena kuantitasnya menurun pada aspal
disebabkan proses oksidasi. Bahan peremaja menengah hilangnya
bagian halus material pada permukaan perkerasan dan mengurangi
terbentuknya retak tambahan, namun juga berdampak mengurangi
kekesatan sampai satu tahun lamanya. Oleh sebab itu bahan peremaja

IV - 11
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

hanya direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah dan


kecepatan rendah atau pada area parkir.

Fungsi bahan peremajaan adalah pemeliharaan preventif.


Mengembalikan sifat awal aspal yang telah tua. Bahan peremaja dapat
menunda untuk pelapisan dengan Burtu atau burda selama 1 - 2 tahun.
Material yang digunakan berupa senyawa beberapa kimia. Kebanyakan
bahan peremaja sifatnya milik produsen sehingga sulit secara umum
mengetahui material pendukung yang dipakai.

Perencanaan Campuran tidak diperlukan. Percobaan lapangan


diperlukan untuk menentukan keefektifan dan kesesuaian takaran
penyemprotannya. Bahan peremaja tidak digunakan pada perkerasan
yang bleeding pada permukaannya, seperti sering terjadi pada slurry
seal atau burtu burda. Bila kelebihan aspal pada permukaan
perkerasan, bahan peremaja akan melunakkan aspal dan menyebabkan
permukaan menjadi lengket dan licin.

Volume air void perkerasan hotmix yang akan diremajakan harus tidak
kurang dari 5 % untuk menjamin peresapan bahan peremaja ke dalam
perkerasan. Bila void kurang dari 5 %, maka bahan peremaja akan
mengisi rongga dan menyebabkan campuran menjadi tidak stabil.

Bahan peremaja dipakai pada temperatur udara di atas 20C untuk


memungkinkan bahan peremaja akan meresap lebih dalam ke
perkerasan aspal dan cepat mengering.

- Slurry Seals.
Slurry seal merupakan campuran berbentuk bubur dari aspal emulsi,
air, agregat halus bergradasi baik dan mineral pengisi yang
dihamparkan seperti cat kental pada permukaan jalan. Slurry seal

IV - 12
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

digunakan untuk mengisi kerusakan permukaan perkerasan sebagai


salah satu persiapan untuk pemeliharaan lain atau sebagai lapisan aus.

Ada 3 (tiga) dasar gradasi agregat yang digunakan untuk slurry seal
antara lain :
1. Tipe I ( halus).
Jenis ini bergradasi agregat halus (kebanyakan lebih kecil dari
ukuran 2,36 mm (No.8) dan digunakan untuk mengisi retak kecil
permukaan dan menyediakan pelindung tipis pada permukaan
perkerasan. Tipe I ini kadang-kadang digunakan sebagai persiapan
untuk pelapisan hotmix selanjutnya. Slurry Tipe I ini umumnya
digunakan terbatas untuk lalu lintas rendah.
2. Tipe II (umum).
Jenis ini lebih kasar dari tipe I dengan ukuran agregat maksimum
6,4 mm (0,25 inci) dan digunakan untuk memperbaiki permukaan
eksisting perkerasan yang menunjukkan kerusakan raveling
moderat sampai berat akibat pelapukan atau memperbaiki
kekesatan. Tipe II slurry ini sering digunakan.
3. Tipe III (kasar).
Jenis ini yang bergradasi paling kasar dan digunakan untuk
mengatasi kerusakan permukaan parah. Karena ukuran agregatnya
besar, campuran ini dapat digunakan untuk mengisi cekungan yang
rendah untuk mencegah menggenangnya air dan mengurangi
terjadinya kemungkinan kendaraan hydroplaning.

- Makrosurfacing
Makrosurfacing adalah peningkatan bentuk dari slurry seal yang
menggunakan komponen bahan berbasis sama yaitu aspal emulsi, air,
agregat halus dan mineral pengisi dan dikombinasi dengan bahan
tambah polymer.

IV - 13
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Fungsi dari Makrosurfing adalah pemeliharaan preventif. Memperbaiki


kerusakan permukaan perkerasan yang ringan sampai moderat, untuk
memperbaiki kekesatan. Sebagai kebalikan dari fog seal, slurry seal
mengandung agregat dan dapat memperbaiki kerusakan kecil
permukaan yang mengalami tekstur yang tidak rata, mengisi retak dan
void, menutup permukaan yang tahan air dan menyediakan tekstur
dalam satu lintasan.

Gambar 4.1. Truk makro teksturing

Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing

Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat

IV - 14
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Gambar 4.4. Microsurface telah selesai

Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor

- Bituminous Surface Treatment (BST)/Burtu-Burda


Bituminous surface teatment, juga dikenal dengan nama seal coat atau
chip seal, adalah suatu lapisan tipis yang melindungi permukaan yang
dipasang pada perkerasan atau base course. Burtuburda dapat
berfungsi sebagai :
Suatu lapisan tahan air untuk menjaga lapisan perkerasan
dibawahnya.
Meningkatkan kekesatan.
Mengisi retakan atau permukaan yang reveling.
Merupakan permukaan anti silau saat cuaca basah dan
meningkatkan permukaan yang memantul saat berkendaraan di
malam hari.

Burtu dengan satu lapisan dibuat dengan tahapan sebagai berikut :


1. Penyiapan permukaan.

IV - 15
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Kerusakan permukaan, seperti lubang, diperbaiki dan dibersihkan.


2. Penyemprotan material aspal.
Umumnya menggunakan aspal emulsi atau aspal cutback yang
disemprotkan dengan alat aspal distributor pada permukaan
eksisting perkerasan.
3. Penaburan agregat.
Suatu lapisan tipis satu lapis batuan dihamparkan di atas aspal yang
baru disemprotkan.
4. Pemadatan agregat.
Alat pemadat roda karet digunakan untuk menekan agregat masuk
ke material aspal dan mengering sehingga merekat dengan lapisan
di bawahnya. Biasanya 50 persen butiran agregat akan masuk pada
aspal setelah dipadatkan. Selanjutnya kira-kira 70 persen butiran
agregat akan masuk setelah beberapa minggu digunakan oleh lalu
lintas. Biasanya untuk lapisan dikunci dengan agregat ukuran yang
lebih kecil 12,5 mm untuk menjadikan susunan lebih rapat dan
dikenal dengan Burda. Lapisan ini lebih rapat sehingga menbantu
mencegah kehilangan agregat berlebihan akibat lalu lintas.

Gambar 4.6. Penyemprotan aspal

IV - 16
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Gambar 4.7. Penghamparan Agregat

Gambar 4.8. Penggilasan Agregat

Gambar 4.9. Lapisan Burtu

Gambar 4.10. Permukaan lapisan Burda

IV - 17
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Gambar 4.11. Lapisan Burda setelah dilalui lalu lintas

Kegunaan dari Burtu adalah Pemeliharaan preventif. Sebagai


Lapisan Aus, melindungi tahan air eksisting perkerasan. Material
yang digunakan Aspal (sebagai perekat, cutback aspal atau aspal
emulsi) dan agregat ukuran tunggal.

Umumnya secara tradisional Burtu digunakan untuk volume lalu


lintas rendah, dengan kecepatan rendah karena biasanya akan
menyebabkan terjadinya beberapa agregat lepas. Pada lalu lintas
tinggi atau kecepatan tinggi, lepasnya agregat dapat tercungkil dan
terlempar oleh ban kendaraan. Namum demikian, pengembangan
dalam modifikasi aspal semen dan prosedur pelaksanaan
burtu/burda dapat menghasilkan produk yang tahan pada lalu lintas
berat dan kecepatan tinggi.

- Pelapisan non struktural


Pelapisan non struktural tidak memerlukan disain struktural yang
ekstensif, dan umumnya tidak menambah kapasitas struktur
perkerasan. Pelapisan non struktural umumnya merupakan pelapisan
tipis dengan tebal 12,5 mm (0,5 inci) sampai 37,5 mm (1,5 inci)
diharapkan dapat :
Memperbaiki kenyamanan pengendaraan
Memperbaiki kerusakan permukaan minor.

IV - 18
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Meningkatkan karakteristik keamanan, seperti kekesatan


permukaan dan drainase.
Memperbaiki penampilan.
Mengurangi kebisingan roda kendaraan.

4.2. Perkerasan Jalan Kaku


4.2.1. Perencanaan

Perencanaan tebal perkerasan jalan kaku untuk pembangunan jalan baru


dalam tugas akhir ini menggunakan Pedoman Perencanaan Kaku Jalan
Raya, Departemen Pekerjaan Umum.

Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut :


1. Mutu beton rencana :
Asumsi menggunakan beton dengan kuat tekan 28 hari sebesar
350 kg/cm2. fc = 350/10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa (minimum yang
disarankan). fr = 0,62 fc = 36 Mpa > 3,5 Mpa (minimum yang
disarankan).
2. Beban lalu lintas rencana :
a. Jumlah sumbu kendaraan niaga :
Jumlah Beban sumbu (ton) Konfigurasi Sumbu
No Jenis Kendaraan
Kendaraan Sumbu depan belakang depan belakang
1. Bus 166 332 3 5 STRT STRG
2. Truk 10 Ton 1.855 3.710 4 6 STRT STRG
3. Truk 20 Ton 5.448 10.896 6 14 STRT SGRG
4. Truk 30 Ton 6.150 12.300 6 12 STRT SGRG
12 - SGRG
Jumlah 13.619 27.238

Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) = 365 x JSKNH x R

R=
(1 + i )n 1 = (1 + 0,05)10 1 = 12, 889
e
log(1 + i ) e
log(1 + 0,05)
JSKN = 365 x 27.238 x 12,889 = 128.140.762,4
Jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi/beban sumbu
pada lajur rencana = JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd
IV - 19
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Dari koefisien distribusi kendaraan niaga pada lajur rencana 2 lajur 1


arah didapat Cd = 0,70.

b. Jumlah repetisi beban :

Beban Sumbu Persentasi konfigurasi sumbu (%) Jumlah repetisi selama


Konfigurasi Sumbu
(ton) 100 usia rencana
STRT 3 166 : 27.238 = 0,60944 54.666.115,69
STRT 4 1.855 : 27.238 = 6,81034 610.877.377,11
STRG 5 166 : 27.238 = 0,60944 54.666.115,69
STRG 6 1.855 : 27.238 = 6,81034 610.877.377,11
STRT 6 5.448 : 27.238 = 20,0015 1.794.102.399,18
STRT 6 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03
SGRG 12 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03
SGRG 12 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03
SGRG 14 5.448 : 27.238 = 20,0015 1.794.102.399,18

3. Kekuatan tanah dasar :


Data lapangan dan perhitungan nilai CBR yang mewakili = 4,1 %.
Grafik korelasi hubungan antara nilai k dan CBR diperoleh
k = 35 kPa/mm untuk CBR = 4,1%.

4. Kekuatan Plat Beton :


Asumsi tebal plat beton (rencana dengan dowel) = 200 mm > 150 mm
(minimum yang disyaratkan).
Beban Beban Tegangan Jumlah Repetisi
Konfigurasi Jumlah repetisi selama Perbandingan Persentase
Sumbu Rencana yang terjadi Beban yang
Sumbu usia rencana Tegangan Fatigue (%)
(ton) FK=1,1 (Mpa) diijinkan
STRT 3 3,3 54.666.115,69 - -
STRT 4 4,4 610.877.377,11 - -
STRG 5 5,5 54.666.115,69 - -
STRG 6 6,6 610.877.377,11 - -
STRT 6 6,6 1.794.102.399,18 1,69 0,5 400.000 448525,6
STRT 6 6,6 2.025.280.792,03 1,69 0,5 400.000 506320,2
SGRG 12 13,2 2.025.280.792,03 - -
SGRG 12 13,2 2.025.280.792,03 - -
SGRG 14 15,4 1.794.102.399,18 - -
Jumlah 954845,8

Dengan tebal pelat = 20 cm, ternyata Jumlah Fatigue


9.54845,8 > 100 %, maka tebal pelat beton yang digunakan adalah
= 30 cm.

IV - 20
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Susunan perkerasan jalan kaku adalah :


Beton (30 cm)

Wet Lean Concrete


(WLC) =10 cm
Agregat Kelas B
(20 cm)
Tanah dasar

4.2.2. Metode Pelaksanaan

Pekerjaan perkerasan jalan kaku dilaksanakan dengan beberapa tahap,


antara lain :
a. Penyiapan tanah dasar (sub grade).
Tanah dasar selebar yang diperlukan oleh konstruksi perkerasan
dibersihkan dari tanaman, humus dan material lain yang tidak
diperlukan. Kemudian tanah dasar yang telah bersih dipadatkan untuk
memperoleh keseragaman density. Pada umumnya persyaratan CBR
yang diminta berkisar antara 2 % - 20%.

Bila elevasi tanah dasar lebih rendah dari elevasi rencana, dilakukan
penimbunan dengan tanah yang bagus dan dipadatkan lapis demi lapis
dan kepadatannya dikontrol. Tebal tiap lapisan disesuaikan dengan
kapasitas alat yang ada dan disarankan tidak lebih dari 30 cm. Bila
tebal timbunan lebih dari 2 meter atau terletak di atas tanah dasar yang
jelek, untuk mengatasi penurunan disarankan menggunakan geotextile
atau stabilisasi tanah.

Penyiapan tanah dasar ini selalu dikontrol terhadap as dan elevasi


rencana perkerasan dengan memasang patok-patok pedoman. Sub
grade yang telah selesai harus dilindungi secara baik terhadap air
hujan sebelum ditutup oleh lapisan sub base. Untuk melindungi
pengaruh air hujan, pembuatan saluran tepi sangat dianjurkan.

IV - 21
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Toleransi elevasi dari sub grade biasanya sebesar maksimum 1,50 cm


atau yang disyaratkan dalam spesifikasi. Bila sub grade selesai,
sebelum tahap berikutnya dilaksanakan test kepadatan setiap jarak 50
meter.

b. Pelaksanaan lapisan sub base.


Karena fungsi utama dari sub base bukan sebagai struktural tetapi
sebagai lantai kerja dan pencegah pumping, maka material yang
digunakan biasanya adalah lean concrete dengan kekuatan tekan tidak
kurang dari 50 kg/cm2 pada umur 28 hari. Pada umumnya CBR yang
diminta berkisar antara 30 % - 95%.

Berdasarkan pedoman patok as perkerasan, dipasang cetakan samping


dengan menggunakan balok kayu sebesar kurang lebih 15 cm sesuai
dengan lebar perkerasan kaku ditambah 30 cm. Tinggi cetakan
disesuaikan dengan ketebalan lean concrete seperti yang disyaratkan
dalam spesifikasi. Pengecoran lean concrete dapat dilayani dengan
peralatan yang sederhana (beton molen). Slump beton disarankan agak
tinggi/encer antara 5 cm 7 cm. Lean concrete akan difungsikan
sebagai jalan akses maka mutu dan ketebalannya perlu ditingkatkan.

Pengecoran lean concrete selalau diikuti dengan penggetaran agar


memperoleh beton yang padat. Untuk finishing permukannya dilayani
oleh pekerja dengan menggunakan batang perata (jidar) yang digeser-
geserkan di atas balok kayu cetakan dan dibantu dengan centong
semen. Selama masa curing minimum 7 hari, lean concrete tidak boleh
dilewati kendaraan atau peralatan lain. Untuk mencegah keretakan,
selama curing lean concrete ditutup dengan karung basah.

Permukaan lean concrete tidak boleh terlalu kasar karena


kekasarannya akan mengadakan ikatan sehingga menahan proses
shrinkage dari plat beton dan akan mengakibatkan crack. Untuk lebih

IV - 22
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

aman, lean concrete dilapis plastik sebelum plat beton dicor. Dalam
hal sub base berupa unbound material misalnya sirtu/agregat, maka
untuk menghindari meresapnya sebagian air semen dari beton ke
dalam lapisan sub base maka permukaan sub base (setelah dipadatkan)
perlu prime coat dengan aspal atau dilapis plastik sebelum plat beton
dihampar. Fungsi plastik atau prime coat bukan sebagai pelicin
sambungan, melainkan sebagai penghalang meresapnya air semen dari
beton ke dalam sub base.

c. Acuan samping (side form) dan acuan akhir (stopper).


Sebelum acuan dipasang, di atas lean concrete (sub base) diberi tanda-
tanda jalur jalan. Bahan acuan samping dapat dibuat dari kayu atau plat
baja. Bila alat penghantar beton bergerak di atas acuan, maka acuan
tersebut perlu diperhitungkan agar kuat menerima beban alat paver
yang bergerak di atasnya. Dengan pedoman tanda-tanda as jalan maka
ditetapkan letak acuan samping.

Permukaan sub base yang akan menjadi acuan harus diperiksa dulu
kerataannya untuk menjamin ketepatan elevasi sepanjang acuan. Bila
lebar pengecoran dapat dijangkau oleh alat penghampar (fixed form
paver) maka acuan samping dapat langsung dipasang pada tepi-tepi
plat beton. Bentuk dari acuan samping dibuat sedemikian agar mudah
dibongkar pasang. Sebaiknya dilumasi dengan minyak bekisting.

Pemasangan acuan samping adalah ke arah memanjang (sejajar dengan


as jalan). Bila menggunakan plat slip form paver maka acuan menjadi
satu dengan relnya. Pada acuan akhir (stopper) harus dibuat
sedemikian rupa agar kuat menahan beban, karena hal ini dapat
menyebabkan penurunan elevasi permukaan beton sehingga
permukaan perkerasan bergelombang.

IV - 23
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

d. Sambungan dan penulangan.


Setelah acuan selesai dipasang baik arah memanjang maupun arah
melintang, dilanjutkan pemasangan tulangan dan konstruksi
sambungan sesuai spesifikasi. Setiap beton mesti mengalami
perubahan volume yang disebabkan oleh penyusutan atauperubahan
temperatur. Perubahan volume ini dapat menyebabkan keretakan
beton. Keretakan ini perlu dikontrol untuk menghindari efek negatif
yang diakibatkan oleh keretakan tersebut. Untuk mengontrol keretakan
tersebut perlu dipasang penulangan dengan besi beton/wire mesh dan
konstruksi sambungan sesuai desain yang ada. Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa bagian yang telah dipasang acuannya dipasang sesuai
desain, dengan kedudukan seperempat ketebalan beton dari
permukaan. Tulangan diusahakan dalam keadaan rata (tidak
melengkung) untuk dapat berfungsi secara baik dalam menahan
keretakan. Untuk menjaga kedudukannya tulangan, perlu ditumpu oleh
spacer yang berfungsi sebagai kaki. Sambungan yang diperlukan ada 3
(tiga) macam yaitu sambungan perlemahan, sambungan konstruksi,
dan sambungan pengembangan.

Sambungan perlemahan dapat dilakukan dengan menggergaji beton


pada umur 8 10 jam dengan kedalaman minimumseperempat
ketebalan beton, atau dapat juga dibuat dengan cara memasang sekat
yang nantinya diambil lagi. Bagian yang digergaji atau bekas sekat
yang diambil kemudian diisi dengan joint sealant. Dibawah
sambungan perlemahan ini harus dipasang DOWEL yaitu dengan
menggunakan besi beton polos ukuran 25-32 mm.

Sambungan pengembangan untuk melayani kembang susutnya plat


beton ke arah memanjang jalan. Dipasang dengan jarak sesuai desain
dengan menggunakan besi beton polos ukuran 25 32 mm, untuk
melayani kembang susut separuh besi terikat sempurna, separuh yang
lain terikat tidak sempurna. Arah besi sejajar as jalan.

IV - 24
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Sambungan konstruksi adalah sambungan antar lane atau tepi


perkerasan dengan shoulder, menggunakan besi beton deformed bar
ukuran yang lebih kecil (ukuran 16 mm) sepanjang besi terikat
sempurna dengan beton. Letak besi sambungan tersebut ditengah
ketebalan plat. Untuk menghindari agar besi sambungan tidak karat
maka bagian besi yang tidak dibungkus beton dicat dengan cat anti
karat.

e. Base (concrete base).


Beton base ini merupakan bagian utama perkerasan jalan kaku. Oleh
karena itu biasanya tidak diperlukan lapisan permukaan (surface
course). Dengan demikian mutu dari beton base ini sangat penting.
Kalau ada penggunaan lapisan permukaan pada jalan beton, pada jalan
beton, maksudnya semata hanya untuk kenyamanan pemakai saja.
Dibandingkan dengan perkerasan jalan lentur, perkerasan jalan kaku
terasa sekali mempunyai permukaan yang kasar dan keras. Untuk
mempermudah pengerjaan concrete base diperlukan slump yang tinggi
yaitu 3,5 6. Yang dimaksud nilai slump disini adalah slump ditempat
hamparan, sehingga slump di batching plant tentunya harus lebih
tinggi sesuai dengan jarak angkutnya.

Pekerjaan base beton diawali dengan acuan samping (side form)


diperiksa letak dan elevasinya, terutama bila berfungsi sebagai rel
vibrating screed. Diperiksa semua tulangan termasuk tulangan
sambungan melintang (dowel) dan tulangan sambungan memanjang
(tie bar). Diperiksa bila ada pekerjaan instalasi yang tertanam dalam
beton (misal pipa, kabel dan instalasi lainnya).

Permukaan sub base dibasahi secukupnya agar tidak menyerap air dari
beton yang dapat mempengaruhi menurunnya slump. Setiap kali beton
akan dihamparkan selalu diperiksa dulu slump dan temperaturnya.

IV - 25
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Diperiksa berapa perbedaan slump dan suhu dari batching plant ke


tempat penghamparan. Hal ini diperlukan untuk menetapkan slump
beton di batching plant. Penghamparan beton dapat dilayani dengan
berbagai alat, antara lain vibrating screed, fix form paver, dan slip form
paver.

Untuk lebih menjamin mutu beton base hasil penghamparan dengan


alat-alat dia atas, disarankan dibantu lagi dengan menggunakan
concrete vibrator. Kecuali vibrating screed harus dilayani oleh 3 (tiga)
buah concrete vibrator tersebar di kedua ujungnya dan bagian tengah.

Penggetaran beton harus secukupnya saja, sebab kelebihan/kekurangan


akan menyebabkan beton segregasi/kropos. Kelebihan penggetaran
dapat dilihat bila air semen telah timbul/mengumpul di atas, sedangkan
kekurangan penggetaran dapat dilihat bila permukaan beton masih
dapat memadat.

f. Finishing.
Finishing yang dimaksud disini adalah pekerjaan penyelesaian
permukaan beton base sehingga memperoleh hasil yang memuaskan
sebagai lapisan permukaan (surface course).

Segera setelah penghamparan dan pemadatan beton base selesai,


dilakukan penghalusan permukaan beton secukupnya saja.
Penghalusan yang berlebihan akan mengurangi keawetan anti skid
texture (grooving), alat yang digunakan adalah papan dengan batang
pemegang yang panjang (long handle floater).

Setelah perataan/penghalusan selesai, lalu dilakukan texturing untuk


keperluan anti skid. Pekerjaan texturing harus selesai dalam 3 jam
sejak betn dihampar (texturing harus selesai sebelum beton mengeras).
Apabila terdapat genangan air (bleeding) dipermukaan beton basah

IV - 26
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

dapat dilap dengan menggunakan karung goni kering. Ada beberapa


tipe alat yang dapat dipakai yaitu wire broom, plastic brush, dan
grooving tool. Semuanya disambung dengan batang pemegang
panjang, sedang lebarnya tidak kurang dari 45 cm.

Pekerjaan texture dinyatakan baik apabila menghasilkan nilai skid


resistance 70 dengan kedalaman texture 0,75 mm. Menurut
pengalaman texture yang lebih baik dapat dicapai dengan
menggunakan grooving tool dibanding dengan brushing tool.

Ada 2 (dua) tipe texture yaitu arah melintang dan arah memanjang
jalan. Texture arah melintang penampilannya lebih bagus dan mudah
dilaksanakan. Untuk kepentingan pemakai jalan, texture arah
memanjang lebih baik karena akan mengurangi suara gesekan antara
ban dan permukaan jalan disamping mengurangi tingkat kerusakan
ban.
Untuk memperoleh tepi beton yang bagus dan menghindari serpih,
bagian tepi tersebut dibuat tumpul dengan alat edging tool. Sambungan
perlemahan yang dilaksanakan menggunakan gergaji harus dilakukan
pada saat beton berumur 8 18 jam sesudah penghamparan.
Sambungan beton, baik yang melintang atau yang memanjang
dibersihkan untuk diisi dengan joint sealant.

4.2.3. Analisa Biaya Konstruksi

Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku


mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)
standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
edisi Januari 2008.

IV - 27
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku yang dibahas dalam tugas
akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi
yang berhubungan, antara lain :
1. Perkerasan beton.
2. Wet Lean Concrete (WLC).
3. Agregat Kelas B.

Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran
yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku adalah
sebagai berikut :

Tabel 4.2. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku


NOMOR HARGA JUMLAH
MATA URAIAN PEKERJAAN SATUAN KUANTITAS SATUAN HARGA
PEMBAYARAN (Rp.) (Rp.)
a b c d e f=(dx e )

BAB V PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN


5.1(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3 600,00 213.000,00 127.800.000,00

Jumlah Harga Pekerjaan Bab V 127.800.000,00

BAB VII STRUKTUR


7.16 (1) Perkerasan Jalan Beton t = 30 cm m3 2.400,00 1.315.800,00 3.157.920.000,00
7.17 (1) Wet Lean Concrete m2 8.000,00 55.900,00 447.200.000,00

Jumlah Harga Pekerjaan Bab VII 3.605.120.000,00


TOTAL 3.732.920.000,00

4.2.4. Pemeliharaan

Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan mempertahankan, memperbaiki,


menambah ataupun mengganti bangunan fisik yang telah ada agar
fungsinya tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan untuk masa yang
lebih lama, sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan kepada para
pemakai jalan.

Kerusakan yang memerlukan pekerjaan pemeliharaan dapat digolongkan


menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut :
1. Kerusakan akibat pekerjaan awal.

IV - 28
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh kelemahan pengawasan,


kelemahan desain, dan mutu material yang kurang baik.
2. Kerusakan akibat pemakaian dan waktu.
Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh keausan permukaan,
cuaca (retak-retak) dan abrasi. Selain itu karena kerapuhan joint,
pemasangan utilitas pada perkerasan jalan.
3. Kerusakan akibat penyebab khusus.
Permasalahan ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, lubang-
lubang, dan longsoran.

Jenis penanganan kerusakan perkerasan jalan kaku dikelompokkan dalam


beberapa Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK), antara lain :
1. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 1 (PPK1), pengisian celah retak.
Kriteria retak yang disarankan untuk dapat diisi dengan bahan pengisi
adalah retak < 5 mm. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Lebarkan celah retakan dengan crack cutter hingga lebar celah
retakan + 13 mm dan dalamnya + 18 mm.
b. Bersihkan celahan tersebut dengan sapu/sikat kawat dan
selanjutnya dihembus dengan semprotan angin untuk
membersihkan debu.
c. Pada celah retakan yang sudah diperlebar tersebut, berilah lapis
perekat (tack coat) yang cepat mantap sebanyak + 0,3 kg/m2 s.d.
0,5 kg/m2
d. Masukkan bahan pengisi (rubber-ashpalt) yang sesuai dengan
spesifikasi.

2. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 2 (PPK2), penutupan celah sambungan


(joint sealing).
Penggantian bahan pengisi sambungan dilakukan bila 25% bahan
pengisi sambungan telah mengalami kerusakan, dimana air dan
material lainnya dapat masuk melalui celah-celah sambungan ke
bagian bawah slab. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut :

IV - 29
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

a. Bersihkan bahan pengisi yang lama dan sambungan dengan joint


saw.
b. Potong dan bersihkan dinding slab pada sambungan agar
mendapatkan bidang yang rata dengan concrete saw/cutter.
c. Bersihkan celah-celah sambungan dengan sapu kawat dan debu
dibersihkan dengan alat kompresor udara.
d. Masukkan bahan pengisi baru ke sambungan slab secara merata.
e. Bersihkan sisa campuran bahan pengisi pada lapis permukaan slab.

3. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 3 (PPK3), tambalan (patching).


Penanganan kerusakan dengan penambalan dilakukan untuk faulting
dan amblas dengan kedalaman > 25mm, gompal, dan lubang. Bahan
tambalan dapat berupa campuran beton semen atau campuran beraspal.
Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah
yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang
mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur.
b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete
saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali
daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang
padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar.
c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan
yang halus/debu dengan kompresor udara.
d. Semprotkan bahan lapis perekat (tack coat) yang dibuat dari semen
ditambah air dengan perbandingan 1:1.
e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat
getar (vibrator).
f. Setelah selesai pelaksanaan, pada waktu pengeringan permukaan
tambalan harus diperhatikan (tidak boleh terganggu) supaya tidak
terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari terjadinya
retak akibat penyusutan.

IV - 30
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

4. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 4 (PPK4), lapis perata (levelling).


Penanganan kerusakan dengan pemberian lapis perata dilakukan untuk
permukaan perkerasan yang mengalami faulting dan amblas dengan
kedalaman < 25 mm. Bahan yang digunakan untuk lapis perata
dianjurkan campuran beraspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai
berikut :
a. Bersihkan bagian yang akan ditangani, sehingga bersih dan kering.
b. Beri tanda daerah yang akan ditangani, dengan cat semprot atau
kapur.
c. Siapkan campuran beraspal.
d. Semprotkan lapis perekat (tack coat) dengan takaran 0,3 0,5
Kg/m2.
e. Hamparkan campuran beraspal pada daerah yang sudah ditandai.
Ratakan dan lebihkan ketebalan hamparan kira-kira 1/3 kedalam
cekungan.
f. Padatkan dengan mesin penggilas hingga rata.

5. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 5 (PPK5), penyuntikan (grouting).


Umumnya jenis kerusakan yang memerlukan penanganan dengan
penyuntikan adalah rocking dan pumping. Penyuntikan dimaksudkan
agar slab beton yang mengalami penurunan, dapat kembali pada
elevasi semula atau sama dengan elevasi slab sekitarnya. Bahan yang
dapat digunakan untuk penyuntikan adalah semen atau aspal. Tahapan
pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Buatlah lubang-lubang pada slab yang akan disuntik dengan mesin
bor beton. Diameter lubang berkisar antara 50-60 mm.
b. Bersihkan lubang-lubang tersebut dengan penyemprot udara.
c. Siapkan mesin penyuntik dan siapkan semen pengisi (dengan
ditambah air dengan faktor air semen < 0,45).
d. Pompakan semen pengisi dari mesin penyuntik ke dalam lubang-
lubang dengan tekanan 3-5 kg/m2.

IV - 31
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

6. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 6 (PPK6), pengaluran (grooving).


Tekstur permukaan sangat mempengaruhi kekesatan permukaan,
kekesatan permukaan sangat kritis terutama pada jalan lalu lintas
berkecepatan tinggi. Pada perkerasan baru, kekesatan diperoleh dengan
membuat alur yang menggunakan mesin dengan sikat kaku dari baja
dengan arah melintang slab (dapat juga arah memanjang). Jika tekstur
telah aus perbaikan dapat dilakukan dengan pengaluran. Pelaksanaan
pengaluran dapat dilakukan secara melintang atau memanjang, tapi
umumnya arah melintang, karena sangat baik untuk keperluan drainase
permukaan. Pola bentuk alur dipilih dengan menambah atau
mengurangi jumlah atau lebar dari pisaunya.

7. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 7 (PPK7), pelapisan ulang tipis


(surfacing).
Metode ini dimaksudkan mengatasi atau memperbaiki kekesatan
permukaan sebagai akibat keausan mortar (scaling), pelicinan
(polishing). Bahan yang digunakan dapat berupa campuran beraspal
(black topping) atau campuran beton semen (white topping). Tahapan
pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah
yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang
mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur.
b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete
saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali
daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang
padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar.
c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan
yang halus/debu dengan kompresor udara.
d. Semprotkan lapis perekat yang dibuat dari semen ditambah air,
perbandingan 1:1.
e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat
getar (vibrator).

IV - 32
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

f. Setelah selesai pemadatan permukaan tambalan harus dirawat


supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari
terjadinya retak akibat penyusutan.

8. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 8 (PPK8), rekonstruksi setempat


(parsial).
Rekonstruksi parsial dilakukan dengan mengganti secara parsial slab
dan lapisan pondasi apabila retak sudut, memanjang, melintang dan
diagonal sudah mencapai bagian bawah dari slab serta sistem
penyaluran beban sudah tidak dapat diharapkan lagi. Cara pelaksanaan
perbaikan retak sudut adalah berbeda dengan perbaikan jenis retak
memanjang dan retak melintang. Adapun untuk retak diagonal,
penanganannya dianggap sama dengan retak sudut apabila jarak
retaknya < 2 meter dari sudut sambungan, baik arah sambungan
melintang maupun sambungan memanjang. Tahap pelaksanaan
rekonstruksi parsial daerah retak sudut adalah sebagai berikut :
a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang
secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang
mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur.
b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter
sedalam 2-3 cm dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus.
Pada sudut pemotongan, garis pemotongan dibuat lengkung untuk
mengurangi konsentrasi tegangan.
c. Bongkar daerah yang sudah dipotong tanpa merusak dowel atau tie
bar.
d. Bongkar dan ganti tanah dasar (subgrade) dan lapisan pondasi jika
kurang baik kondisinya. Perbaikan agar menggunakan soil cement
sebab daerah pekerjaan sempit dan pemadatan sulit.
e. Periksa batang dowel yang ada, potong dan buang batang-batang
yang rusak, kemudian pasang baru.
f. Potonglah alur sambungan dengan alat potong sesudah beton
mengeras dan masukkan campuran perekat sambungan.

IV - 33
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Untuk tahapan pelaksanaan rekonstruksi parsial daerah retak


memanjang dan melintang adalah sebagai berikut :
a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang
secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang
mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur.
b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter
sedalam 2-3 cm dan lainnya sedalam slab.
c. Keluarkan bagian-bagian beton yang ada diantara garis potong.
Untuk sambungan, pelaksanaannya sama dengan rekonstruksi
parsial sudut slab.
d. Buatlah lubang pada beton yang ada, masukkan mortar semen dan
batang dowel berukuran diameter 25x700 mm, sedalam setengah
dari panjangnya.
e. Bungkus bagian dowel yang sedang dikerjakan, dengan bahan-
bahan aspal kemudian dicor betonnya.
f. Buat alur sambungan dengan memotong pemotong setelah beton
mengeras kemudian masukkan campuran bahan pengisi.
g. Jika slab beton tanpa tulangan susut, gantilah beton dengan satu
slab yang utuh sebab kerusakan sering terjadi pada saat perbaikan.

9. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 9 (PPK9), rekonstruksi.


Rekonstruksi dilakukan apabila cara pemeliharaan atau pelapisan tidak
dapat dilaksanakan karena kerusakannya cukup berat. Tahap
pelaksanaan rekonstruksi adalah sebagai berikut :
a. Bongkar slab beton, ambil minimum satu unit slab.
b. Gali lapis pondasi, dengan tidak merusak perkerasan disebelahnya
yang masih utuh atau baik.
c. Padatkan lapis pondasi, jika memungkinkan, dengan mesin gilas.
Jika tidak mungkin, pemadatan dikerjakan dengan alat pemadat
kecil (vibro hammer) terutama pada tempat-tempat yang biasanya
pemadatannya kurang sempurna.

IV - 34
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

d. Hamparkan campuran beton semen, lakukan pemadatan dengan


alat pemadat getar (vibrator).
e. Jarak antara sambungan melintang ditentukan sama seperti
perkerasan kaku yang lama. Apabila penggantian hanya dilakukan
pada salah satu lajur, posisi dan konstruksi

4.3. Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan


4.3.1. Perencanaan

Tahap perencanaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan untuk


pembangunan jalan baru mengacu pada AASTHO (American Association
of State Highway and Transportation Officials).

Langkah langkah perhitungan adalah sebagai berikut :


1. Desain kondisi 1 nilai CBR = 4,10 %, umur rencana = 10 tahun.
2. Parameter Equivalent Single Axle Load (ESAL).
a. Single = 1855 x 0,4 x 0,8 x 365 = 216.664
b. Doubles = 5448 x 1x 0,8 x 365 = 1.590.816
c. Train = 6150 x 1,75 x 0,8 x 365 = 3.142.650
total = 4.950.130
Untuk 4.950.130 ESAL/tahun ~ digunakan 30.000.000.
3. Parameter Terminal Serviceability Index(pt).
Pt diambil dari ASHTO 1993 halama II-10`= 2,5 untuk jalan raya
utama.
4. Parameter Initial Serviceability(p0) perkerasan jalan kaku dengan
Terminal Serviceability Index (Pt) = 2,5 nilai p0 = 4,5.
5. Parameter Serviceability loss(PSI).
Psi = P0 Pt = 4,5 2,5 = 2
6. Parameter Reliability (R).
Reliability dapat digunakan = 90% untuk semua kondisi klasifikasi
jalan, baik jalan tol, arteri, kolektor juga untuk urban maupun rural
kecuali jalan lokal.

IV - 35
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

7. Parameter Standar deviasi (S0) untuk perkerasan kaku digunakan


untuk R = 90 %, S0 = 0,35.
8. Parameter Modulus reaksi tanah dasar (k).
MR 1500 xCBR 1500 x 4
k= = = = 309 pci
19,4 19,4 19,4
Koreksi effective modulus of subgrade reaction didapat k = 130 pci
9. Parameter Kuat tekan (fc) = 350 kg/m2.
10. Parameter Modulus elastis beton (Ec).
Fr = 7,5 fc Jika fc = 350 kg/cm2 , maka fc = 350 x 14,22 =
4.977 psi , Ec = 57000 fc = 57000 4977 = 4.020.000 psi
11. Parameter Flexural strength (Sc).
Hampir semua spesifikasi perkerasan jalan kaku di Indonesia
mensyaratkan Sc = 45 kg/cm2 = 640 psi.
12. Parameter Drainage coefficient (Cd).
Prosen struktur perkerasan dalam 1 tahun terkena air sampai tingkat
saturated < 1 %. Mutu drainase fair good, nilai Cd mewakili = 1,15
13. Parameter Load transfer coefficient (J).
Penetapan parameter load transfer diambil dari AASHTO 1993
halaman II-26, dengan nilai J = 2,55.
Dari parameter di atas di dapat ESAL = 30.000.000, tebal pelat = 20 cm
dengan lapisan perata ATBL = 4 cm.

4.3.2. Metode Pelaksanaan

Pekerjaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dilaksanakan dengan


beberapa tahap, antara lain :
a. Tahap fabrikasi panel perkerasan jalan.
Penyiapan segmen-segmen yang dibutuhkan di lokasi pekerjaan
dengan spesifikasi sesuai dengan ketentuan yang telah diperhitungkan.
Segmen yang disiapkan antara lain joint panel, base panel dan duct
panel. Segmen yang telah dibuat kemudian didistribusi ke lokasi
pekerjaan.

IV - 36
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

b. Tahap persiapan.

Kegiatan yang dilaksanakan adalah pembersihan, penyiapan dan


pemadatan tanah pada rencana badan jalan. Setelah selesai, kemudian
dilanjutkan dengan pelaksanaan lapis perata yaitu ATBL dan
sandsheet. Kualitas pelaksanaan lapis perata sangat menentukan
keberhasilan kinerja perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sehingga
diperlukan perhatian khusus. Akhir dari tahap persiapan ini adalah
memasang polyethylene sheet (plastik membran) di atas sandsheet
yang berfungsi untuk menetralkan friction dengan lapisan.

c. Tahap pengaturan komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan.

Pemasangan joint panel di atas polyethylene sheet merupakan awal


dari kinerja satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan 7 (tujuh) buah base panel.

d. Tahap stressing komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan.

Setelah joint panel dan base panel terpasang, langkah selanjutnya


adalah pemasangan kabel yang dimasukkan dari joint panel menuju
7 (tujuh) base panel. Sebelum di stressing awal, sambungan antara
joint panel dan base panel direkatkan dengan epoxy (sika), kemudian
di stressing awal agar tiap segmen menjadi satu sistem perkerasan
jalan kaku pracetak-pratekan. Setelah joint panel dan 7 (tujuh) base
panel dirapatkan pemasangan duct panel dapat segera dilaksanakan
dengan diawali perekatan epoxy disambungannya. Penarikan kabel
arah memanjang (stressing) yaitu arah kanan dan kiri dari perkerasan
jalan sehingga seluruh segmen yang telah dirapatkan pada awal tadi
dapat bekerja sebagai satu sistem perkerasan jalan. Apabila penarikan
telah dilaksanakan kegiatan berikutnya pemotongan kabel pada duct
panel dan joint panel.

e. Tahap grouting dan finishing.


Tahap selanjutnya menutup seluruh lubang pada duct panel dan joint
panel (grouting) angkur pada satu sistem perkerasan jalan kaku
pracetak-pratekan yang telah dilaksanakan dan memotong sisa kabel
IV - 37
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

yang masih ada. Tahap ini berfungsi agar pengguna jalan tidak
mengalami kecelakaan pada saat melintas di permukaan jalan.
f. Tahap pemasangan joint dan memulai segmen berikutnya.
Satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan telah selesai,
banyaknya sistem yang dibuat tergantung panjang pelaksanaan
penanganan jalan. Apabila penanganan jalan melebihi dari satu sistem
perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan, maka pemasangan dilatasi
pada segmen joint panel terakhir perlu dilakukan, kemudian dapat
dilaksanakan pemasangan base panel dan duct panel selanjutnya.
Setelah segmen-segmen telah terpasang, kendaraan dapat segera
melintasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dengan lancar.

4.3.3. Analisa Biaya Konstruksi

Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku


pracetak-pratekan mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan
Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum dengan penyesuaian pada perhitungan biaya beton
pracetak-pratekan dan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta edisi Januari 2008.

Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang


dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi
jalan dan konstruksi yang berhubungan beton pracetak-pratekan.

Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran
yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku
pracetak-pratekan adalah sebagai berikut :

IV - 38
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan

No. Mata Perkiraan Harga Jumlah

Pembayaran Uraian Satuan Kuantitas Satuan Harga

(Rp.) (Rp.)

1 2 3 4 5 6 =5 x4

DIVISI 7. STRUKTUR

7.1 (7) Beton Mutu Sedang Dengan fc' = 20 Mpa (K-250) M3 116,95 650.500,00 76.075.975,00

7.2 (9) Pengadaan dan Pemasangan Unit Pracetak Panel Deck (2,4 x 8)m M2 8.000,00 378.500,00 3.028.000.000,00

7.3 (1) Baja Tulangan BJ 24 Kg 15.905,20 7.600,00 120.879.520,00

Jumlah Harga Pekerjaan Divisi : 7 3.224.955.495,00

labla
4.3.4. Pemeliharaan

Pemeliharaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang digunakan


adalah metode FDR (Full Depth Repairs) yaitu mengganti kehilangan
tegangan pada perkerasan dan menempatkan perkerasan pengganti pada
bagian yang rusak. Tahapan pemeliharaan metode FDR adalah sebagai
berikut :
Melaksanakan fabrikasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sebagai
pengganti perkerasan lama yang mengalami kerusakan.

Gambar 4.12. Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti

IV - 39
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Gambar 4.13. Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane

Gambar 4.14. Menyiapkan lapis pondasi

Gambar 4.15. Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel

IV - 40
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

Gambar 4.16. Menyiapkan lapis perata

Gambar 4.17. Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti

IV - 41
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

4.4. Perbandingan Teknis

Perbandingan teknis dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah sebagai


berikut :
Tabel 4.4. Perbandingan Teknis
No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak-
Pratekan
1. Dapat digunakan Digunakan hanya Digunakan pada jalan kelas
untuk semua tingkat pada jalan kelas tinggi tinggi dan kesulitan
volume lalu lintas pemilihan jalur alih
2. Sulit untuk bertahan Dapat lebih bertahan Dapat lebih bertahan pada
terhadap kondisi terhadap kondisi drainase buruk
drainase yang buruk drainase yang lebih
buruk
3. Umur rencana relatif Umur rencana dapat Umur rencana dapat
pendek 5-10 tahun mencapai 20 tahun mencapai 20-30 tahun
4. Kerusakan tidak Jika terjadi kerusakan Kerusakan terutama
merambat kebagian maka kerusakan umumnya terjadi pada
konstruksi yang lain, tersebut cepat dan hubungan antar panel.
kecuali perkerasan dalam waktu singkat
terendam air
5. Indeks pelayanan Indeks pelayanan Indeks pelayanan tetap
yang terbaik hanya tetap baik hampir hampir selama umur rencana
pada saat selesai selama umur rencana
pelaksanaan
konstruksi, setelah
itu berkurang seiring
dengan waktu dan
frekuensi lalu
lintasnya

IV - 42
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak-


Pratekan
6. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan relatif
yang dikeluarkan relatif tidak ada tidak ada
mencapai lebih
kurang dua kali lebih
besar daripada
perkerasan kaku
7. Mutu produk tidak Mutu produk tidak Mutu produk terjamin dan
terjamin karena lebih terjamin karena percepatan waktu
banyak lapisan dan pelaksanaannya pelaksanaan karena
masing-masing langsung di lapangan dilaksanakan di pabrik dan di
penentuan lapangan hanya pemasangan
kualitasnya berbeda. panel.
8. Pelapisan ulang Agak sulit untuk Tidak perlu pelapisan
dapat dilaksanakan menetapkan saat yang kembali dalam jangka waktu
pada semua tingkat tepat untuk > 20 tahun
ketebalan perkerasan melakukan pelapisan
yang diperlukan, dan ulang
lebih mudah
menentukan
perkiraan pelapisan
ulang.
9. Tebal perkerasan: Tebal Perkerasan: Tebal Perkerasan:
Laston = 4 cm Perkerasan Kaku ~ Perkerasan kaku = 20 cm
Asphalt Treated 30 cm ATBL/sandsheet = 4 cm
Base (ATB) = Agregat Kelas B = (variasi)
8 cm 20 cm
Agregat Kelas A Wet Lean
= 25 cm Concrete (WLC) =
Agregat Kelas B 10 cm
= 56 cm

IV - 43
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN

4.5. Perbandingan Biaya Konstruksi

Perbandingan biaya konstruksi dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah


sebagai berikut :

Tabel 4.5. Perbandingan Biaya


Biaya Perbandingan terhadap
No Pekerjaan
(Rp) biaya termahal (%)
1 PerkerasanLentur 3.013.719.333,33 80,73
2 PerkerasanKaku 3.732.920.000,00
3 PerkerasanKakuPracetakPratekan 3.224.955.495,00 86,4

IV - 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Analisa perkerasan jalan lentur didapat tebal perkerasan untuk lapis


permukaan (surface course) = 12 cm, menggunakan Laston (lapis aspal
beton) AC tebal 4 cm dan ATB (Asphalt Treated Base) tebal 8 cm. Untuk
tebal lapis pondasi (Base course) = 25 cm menggunakan Agregat Kelas A.
Dan tebal lapis pondasi bawah (Sub base course) = 56 cm menggunakan
Agregat Kelas B. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata
pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan lentur membutuhkan
anggaran sebesar Rp. 3.013.719.333,33.

Analisa perkerasan jalan kaku didapat tebal perkerasan untuk plat beton =
30 cm, lapis WLC (Wet Lean Concrete) tebal = 10 cm, dan lapis pondasi
bawah (Sub base course) tebal = 20 cm. Analisa biaya konstruksi jalan
baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan kaku
membutuhkan anggaran sebesar Rp. 3.732.920.000,00.

Analisa perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan didapat tebal plat deck


beton = 20 cm dan lapis perata permukaan ATBL/Sand sheet tebal = 4 cm.
Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama
menggunakan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan membutuhkan
anggaran sebesar Rp. 3.224.955.495,00.

Perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan bukan sesuatu yang baru, hanya


inovasi sederhana dengan memanfaatkan teknologi yang sudah lama
dipakai pada struktur jembatan dan gedung. Perkerasan jalan kaku
pracetak-pratekan cocok digunakan pada ruas jalan dengan volume lalu
lintas tinggi dan/atau tidak ada jalur alih (rute detour). Disamping itu
V- 1
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kualitas perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan lebih tinggi daripada tipe


lainnya, sehingga memperpanjang interval pemeliharaan, mengurangi life
cycle cost, dan mengurangi user cost.

5.2. Saran

Dari hasil pembahasan tugas akhir di atas, penulis menyimpulkan


beberapa saran sebagai berikut :
1. Pada pelaksanaan di lapangan perlu koordinasi yang baik antara
instansi terkait untuk penutupan lalu lintas terutama pada jalur lalu
lintas padat sehingga pekerjaan tidak mengalami hambatan.
2. Perlunya peningkatan kualitas pelaksanaan lapis perata (ATBL dan
Sandsheet) karena hal tersebut sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan.
3. Pada saat fabrikasi beton pracetak menggunakan cara steam curing
untuk mempercepat produksi.
4. Metode pelaksanaan konstruksi harus dipersiapkan lebih baik untuk
mempercepat pelaksanaan pekerjaan.
5. Harga bahan konstruksi selalu berubah-ubah terutama dampak krisis
global yang melanda dunia saat ini, oleh sebab itu perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan anggaran biaya pembuatan jalan.

V- 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Ari Suryawan, Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement),


Beta Offset, 2005.
2. Dewan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Yayasan Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, 1989.
3. Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Kapasitas Jalan Indonesia,
Departemen Pekerjaan Umum, 1996.
4. Luh M.Chang, Yu-Tzu Chen, Sangwook Lee, 2004, Using Precast Concrete
Panels For Pavement Construction In Indiana, Joint Transportation Research
Program No.C-36-46X,Perdue University.
5. Merrit, David K., B.F. Mc Cullough, N.H. Burns, A.K. Schindler. 2000, The
Feasibility of Using Precast Concrete Panels to Expendite Highway Pavement
Construction. Research Project 9-1517 Conducted for Texas Department of
Transportation & U.S. Department of Transportation, Federal Highway
Administration by Center for Transportation Research, Bureau of Engineering
Research, The University of Texas at Austin.
6. Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan
Raya,Bandung: Jurusan Teknik Sipil POLBAN, 2000.
Lampiran 1.
Lokasi Proyek
Lokasi Proyek

Sta 2+000

Sta 3+000

U
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1) Program Studi
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Judul Tugas Akhir : PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN


BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN
KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN

Disusun Oleh :
Nama : Choirul Sholeh
Nomor Induk Mahasiswa : 0110311-048
Jurusan / Program Studi : Teknik Sipil

Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana :


Tanggal : September 2009

Dosen Pembimbing,

Ir. Alizar, MT

Ketua Sidang, Ketua Program Studi Teknik Sipil,

Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. Ir. Mawardi Amin, MT

Anda mungkin juga menyukai