Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM KESETIMBANGAN KIMIA

VOLUME MOLAL PARSIAL

disusun oleh
Nama : LandepAyuningtias
NIM : 151810301065
Kelompok : 6
Asisten : Eka Ditasari

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2017

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Besaran suatu padatan atau gas dalam larutan biasanya dinyatakan sebagai
molalitas daripada sebagai fraksi mol. Molalitas suatu zat terlarut adalah jumlah mol tiap
massa (kg) zat pelarut. Hal ini memiliki sifat molal parsial untuk menentukan volume
molal parsial dan sifat molal parsial yang paling mudah digambarkan adalah volume molal
parsial komponen dalam sampel terhadap volume total.
Volume molal parsial suatu larutan didefenisikan sebagai penambahan volume
yang terjadi bila satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Volume molal parsial
dari komponen-komponen dalam larutan merupakan salah satu sifat termodinamik molal
parsial utama yang dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik dengan bantuan
menggunakan fungsi hubungan analitik yang menunjukkan hubungan j dan ni dan dengan
menggunakan suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata. Volume molal parsial
merupakan volume dari satu mol suatu unsur atau senyawa pada temperatur dan tekanan
tertentu. Volume molal parsial pada dasarnya dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut pada
temperatur dan tekanan yang konstan. Semakin besar konsentrasi zat terlarut dalam
pelarutnya maka akan berbanding lurus dengan volume molal parsialnya.
Setiap zat tersebut pasti memliki volume. Volume molal parsial
biasanya digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran. Selain
itu dalam mencampurkan suatu zat tertentu dengan zat lain dalam
temperatur tertentu, kita juga harus mengetahui volume molal parsial
dari zat-zat tersebut. Berdasarkan pada teori diatas dilakukanlah
percobaan penentuan volume molal suatu larutan, dalam hal ini larutan
natrium klorida dan amonium klorida. Percobaan ini dilakukan untuk
volume molal parsial suatu larutan yang ditentukan berdasarkan
hubungan densitas dengan peningkatan konsentrasi dari larutan
natrium klorida.

1.2 Tujuan
Percobaan ini memiliki tujuan yaitu menentukan volume molar parsial komponen
dalam larutan.
BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades didapatkan melaluiproses penyulingan sehingga tidak mengandung
mineral. Akuades berfase cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Akuades
memiliki massa jenis sekitar 1 gram/cm3 dan titik didihnya 100oC pada tekanan 1 atm.
Bahan ini tergolong bahan yang stabil sehingga tidak memerlukan penyimpanan khusus.
Akuades tidak menyebabkan korosi pada mata, kulit, dan tidak berbahaya apabila terhirup
maupun tertelan. Akuades termasuk bahan yang aman, sehingga tindakan pertama yang
perlu dilakukan apabila terjadi tumpahan kecil maupun besar yaitu, dengan mengepel
tumpahan dengan lap kering yang mudah menyerap (Anonim, 2017).
2.1.2 Natrium Klorida (NaCl)
NaCl mempunyai massa molar 58,44 gram/mol, massa jenisnya adalah 2,16
gram/cm3, titik leleh 801oC dan titik didih 1465oC. NaCl memiliki kelarutan dalam air
sebesar 35,9 gram/100 mL air pada suhu 25oC. NaCl tidak berbahaya bila tertelan namun
jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu
yang lama. Menimbulkan rasa perih jika terkena kulit yang teriritasi. NaCl Menimbulkan
iritasi ringan jika terkena mata. Pertolongan yang harus dilakukan apabila terkena bahan
ini yaitu dengan membilas mata dan kulit yang terkena garam dapur selama kurang lebih
15 menit. Penyimpanan seharusnya dilakukan di tempat yang sejuk, kering, dan tertutup
(Anonim, 2017).
2.1.3. AmoniumKlorida (NH4Cl)
AmoniumKlorida memiliki fase padatankristal, berwarnaputih, berbautajam,
danberasapedas. Amoniumkloridamemilikiberat molekul 53,49 g/mol, titikdidihnya 520
C, dandensitasnya 1,53 kg/m3. Bahan ini mudah larut dalam air dingin, reaktif dengan
logam dan alkali. Bahan ini berbahaya apabila terkena mata, kulit, terhirup, dan tertelan
sehingga pertolongan pertama yang dapat diberikan apabila tertelan yaitu minumlah 1-3
gelas air dan segera meminta pertolongan medis (Anonim, 2017).
2.2 Landasan Teori
Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum, dari satu komponen dalam
sampe terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah
tergantung pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika
komposisinya berubah dari a murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan
perubahan gaya-gaya yang bekerja antara molekul inilah yang menghsilkan variasi sifat
termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Atkins, 1996).
Campuran merupakan kumpulan dua materi atau lebih yang dapat dipisahkan
dengan proses fisika. Campuran memiliki komposisi yang beragam dan perbandingan yang
tidak tetap, terbentuk melalui proses fisika, dapat dipisahkan dengan proses fisika (seperti
filtrasi, evaporasi dan distilasi). Setiap komponen dalam campuran masih memiliki sifat
zat penyusunnya.Dua jenis campuran yaitu campuran homogen dan campuran
heterogen.Komponen pada campuran homogen tidak memiliki bidang batas sehingga tidak
dapat dibedakan atas senyawa penyusunnya. Zat penyusun pada campuran homogen
memiliki sifat yang sama dan merata dalam segala hal, seperti kesaman rasa, massa jenis,
warna dan bau.Campuran homogen disebut juga larutan, yang terdiri dari zat terlarut dan
zat pelarut. Jumlah zat pelarut lebih banyak dari pada zat terlarut. Contoh campuran
homogen yaitu air sirup, air gula, air garam, aloi dan lain-lain. Aloi merupakan campuran
logam dengan logam lain atau non logam. Contoh aloi : kuningan ( campuran dari tembaga
dan seng), perunggu (campuran dari tembaga dan timah).Komponen zat-zat penyusun
dalam campuran heterogen tercampur tidak merata, sehingga ada bagian dari campuran
yang memiliki sifat berbeda dan bidang batas yang nyata (Hiskia, 1990).
Volume molal parsial suatu larutan adalah penambahan volume yang terjadi bila
satu mol komponen I ditambahkan pada larutan. Percobaan volume molal parsial bertujuan
untuk menentukan volume molal parsial larutan NaCl dalam berbagai konsentrasi.
Percobaan penentuan volume molal parsial dilakukan dengan cara mengukur berat jenis
larutan NaCl menggunakan piknometer (Brady, 1990).
Volume yang besar dari air murni apabila ditambahkan 1 mol H 2O, maka
volumenya bertambah 18 cm3 dan kita dapat mengatakan bahwa 18 cm3mol-1 adalah
volume molar air murni. Walaupun mengatakan demikian, jika kita menambahkan 1 mol
H2O ke dalam etanol murni yang volumenya besar, maka pertambahan volume hanya 14
cm3. alasan dari perbedaan kenaikan volume ini adalah volume yang ditempati oleh
sejumlah tertentu molekul air bergantung pada molekul-molekul yang mengelilinginya.
Begitu banyak etanol yang ada sehingga setiap molekul H 2O dikelilingi oleh etanol murni,
kumpulan molekul-molekul itu menyebabkan etanol hanya menempati ruang sebesar 14
cm3 . kuantitas 14 cm3mol-1 adalah volume molar parsial air dalam etanol murni, yaitu
volume campuran yang dapat dianggap berasal dari suatu komponen (Atkins, 1996).
Molal atau molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kg pelarut,
berarti merupakan perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa pelarut
dalam kilogram sementara. Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum, dari satu
komponen dalam sampel terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu
campuran berubah-ubah tergantung pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis
molekul berubah jika komposisinya berubah dari A murni ke B murni. Perubahan
lingkungan molekuler dan perubahan gaya-gaya yang bekerja antara molekul inilah yang
menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Dogra,
1990).
Faktor Faktor yang mempengaruhi perubahan volume molar parsial adalah
adanya perbedaan antara gaya intermolekular pada larutan dan pada komponen murni
penyusun larutan tersebut, dan adanya perbedaan antara bentuk dan ukuran molekul suatu
larutan dan pada komponen murni penyusun larutan tersebut. Tiga sifat termodinamik
molal parsial utama, yaitu sebagai berikut:
a. Volume molal parsial dari komponen-komponen dalam larutan (juga disebut sebagai
panas differensial larutan)
b. Entalpi molal parsial
c. Energi bebas molal parsial (potensial kimia)
Sifat-sifat ini dapat ditentukan dengan bantuan metode grafik, menggunakan hubungan
analitik yang menunjukkan V dan ni, dan menggunakan suatu fungsi yang disebut besaran
molal nyata (Rao dan Fasad, 2003).
Volume molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah bergantung pada
komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah
dari A murni ke B murni. Perubahan lingkungan molecular dan perubahan gaya-gaya yang
bekerja antar molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika
komposisinya berubah. Volume molar parsial VJ dari suatu zat J pada beberapa komponen
umum didefinisikan secara formal sebagai berikut.

(2.1)
Vj = P, t, n

Komponen njsebagai jumlah (jumlah mol) j dan subskrip n menunjukkan bahwa


jumlah zat lain tetap. Volume molar parsial adalah kemiringan grafik volume total, ketika
jumlah j berubah, sedangkan tekanan, temperature, dan jumlah komponen lain tetap.
Nilainya bergantung pada komposisi, seperti yang kita lihat untuk air dan etanol. Definisi
ini menunjukkan bahwa ketika komposisi campuran berubah sebesar penambahan dnA zat
A dan dnB zat B, maka volume total campuran berubah sebesar
dV = p,T, nB dnA p,T, nA
(2.2)

dnB = VA dnA + VB dnB (2.3)

Volume molal pelarut murni yang dapat dihitung dari berat molekul (18,016 untuk
air) dibagi dengan berat jenis, pada keadaan yang diamati, untuk larutan tersebut dipenuhi
V = (1000 + mM2) / d dan n1V1o = 1000/do
(2.4)

Nilai d, do berturut-turut adalah berat jenis larutan, berat jenis air murni, sedangkan
M2adalah berat molekul zarut, dan nantinya akan didapatkan persamaan seperti berikut
= (M2 (1000/m) (d do / do) /d
(2.5)

= { M2 (M2 1000/m)[ (W Wo) / (Wo We)]}/d


(2.6)

W, Wo, We berturut-turut adalah berat piknometer yang dipenuhi larutan, dipenuhi air dan
piknometer kosong ( Tim Penyusun, 2017).
Konsep molar parsial dapat diperluas menjadi sembarang fungsi keadaan yang luas,
yaitu dengan fungsi Gibbs molar parsial. fungsi Gibbs molar parsial merupakan potensial
kimia.

j =( G )
j
(2.7)

Fungsi Gibbs total campurannya adalah


G= A n A + B n B
(2.8)
A dan B merupakan potensial kimia pada komposisi campuran. Potensial bergantung
pada komposisi campuran, apabila komposisi berubah sangat sedit, maka diharapkan nilai
G berubah sebesar :
G= A d n A + B dn B +d A n A + d B nB
(2.9)

Pada tekanan dan temperatur tetap, maka persamaannya menjadi sebagai berikut:
d A n A + dB n B=0
(2.10)

Persamaan ini merupakan kasus persamaan Gibbs-Duhem. Hasil ini mempunyai arti
bahwa potensial kimia campuran tidak dapat berubah secara bebas, yaitu pada campuran
biner apabila satu komonen bertambah maka komponen lainnya berkurang (Atkins, 1996).

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Gelas beaker 150 mL
Gelas ukur 50 mL
Gelas ukur 100 mL
Pipet volume 15 mL
Pipet volume 10 mL
Labu ukur 50 mL
Labu ukur 100 mL
Batang pengaduk
Neraca analitik
Botol semprot
Piknometer dan tutup
Ball pipet
Pipet tetes
Pengaduk
Pipet mohr 1 mL
Pipet mohr 1 mL
Gelas beaker 250 mL

3.1.2 Bahan
Akuades
NH4Cl
NaCl
3.2 Skema Kerja

Kristal NaCl

dibuat sebanyak 200 mL dengan konsentrasi 3,0 M menggunakan pelarut air


diencerkan menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dari konsentrasi semula
ditimbang piknometer kosong
ditimbang piknometer yang berisi akuades
ditimbang piknometer yang berisi larutan pada masing-masing konsentrasi
dicatat temperatur saat penimbangan dan dicatat massanya
dihitung densitasnya
diulangi langkah 1-7 untuk larutan NH4Cl
dihitung densitasnya

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Volume Molal Komponen NaCl
Konsentrasi d m V1 V2
(M) (g/mL) (molal) (mL/mol) (mL/mol) (mL/mol)
1,5 1,00 1,64 116,35 45,021 -14,13

0,75 0,994 0,793 169,98 146 79,25

0,375 0,960 0,40 200 191,43 135,78


0,1875 0,927 0,204 158,68 155,56 112,80

4.1.2 Penentuan Volume Molal Komponen NH4Cl


Konsentrasi d m V1 V2
(M) (g/mL) (molal) (mL/mol) (mL/mol) (mL/mol)
1,5 0,998 0,515 235,73 169,46 -150,34

0,75 0,974 0,260 325,11 301,35 51,03

0,375 0,948 0,132 380,65 372,05 185,2

0,1875 0,885 0,0709 391,90 388,52 248,6


4.2 Pembahasan
Percobaan ketiga membahas mengenai volume molal parsial. Volume molal parsial
merupakan perbandingan antara volume pelarut dan volume zat terlarut dalam suatu
larutan. Volume molal parsial ditentukan oleh jumlah mol zat terlarut dalam 1 Kg pelarut.
Volume molar memiliki sifat termodinamika utama, yaitu volume molal parsial, entalpi
molal parsial, dan energi bebas molal parsial. Sifat-sifat termodinamika ini dapat
ditentukan melalui metode grafik. Grafik yang digunakan menunjukkan hubungan J dan ni,
dan menggunakan suatu fungsi yang disebut sebagai besaran molal nyata yang
dilambangkan dengan . Sifat termodinamika molal parsial, memperlihatkan apabila salah
satu komposisinya diubah atau berubah, maka akan mempengaruhi harga dari volume
molal parsial itu sendiri.
Volume molal yang akan ditentukan adalah volume molal larutan NaCl dan larutan
NH4Cl. Larutan NaCl dan larutan NH4Cl merupakan elektrolit kuat, yang dalam air akan
terionisasi sempurna. Ion-ion tersebut mampu menyerap air tanpa adanya penambahan
volume dari suatu larutan, sehingga disebut sebagai volume molal parsial semu. Penentuan
volume molal parsial masing-masing larutan dilakukan dengan tahap penentuan
densitasnya. Densitas ditentukan menggunakan alat piknometer. Piknometer memiliki
volume 10 mL. Penentuan densitas dengan piknometer dilakukan dengan cara menimbang
massa piknometer kosong dan massa piknometer yang berisi larutan. Selisih massa
piknometer kosong dan massa piknometer yang berisi larutan adalah massa larutannya.
Volume larutan disesuaikan dengan volume piknometer, yaitu 10 mL. Pengukuran densitas
larutan dilakukan dengan beberapa konsentrasi, yaitu 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5
M. Variasi konsentrasi ini didapat dari hasil pengenceran masing-masing larutan 3,0 M
menjadi 1/2, 1/4, 1/8, dan 1/16 dari konsentrasi awalnya. Pengukuran massa jenis larutan
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dengan volume molal parsial.
Temperatur dari setiap pengukuran menggunakan piknometer dari masing-masing larutan
NaCl d an NH4Cl diukur. Hal ini bertujuan untuk mengetahui nilai d0 (berat jenis air) pada
berbagai temperatur, karena pada setiap temperatur yang berbeda akan memiliki nilai d 0
yang berbeda.
Penentuan densitas larutan yang pertama adalah larutan NaCl. Larutan NaCl dibuat
variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M dengan cara mengencerkan
larutan NaCl 3,0 M menjadi 1/2, 1/4, 1/8, dan 1/16 dari konsentrasi awalnya. Masing-
masing larutan dengan variasi konsentrasi ditentukan densitasnya menggunakan
piknometer. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka didapatkan konsentrasi larutan NaCl
0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan adalah 0,297 g/mL, 0,960 g/mL,
0,994 g/mL, dan 1,00 g/mL. Fenomena ini sesuai dengan literatur Chang (2004), bahwa
semakin besar nilai konsentrasinya maka densitasnya juga semakin besar.
Larutan yang ditentukan densitas selanjutnya adalah larutan NH4Cl. NH4Cl dibuat
variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M dengan cara mengencerkan
larutan NH4Cl 3,0 M menjadi 1/2, 1/4, 1/8, dan 1/16 dari konsentrasi awalnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka didapatkan konsentrasi larutan NaCl 0,1875 M,
0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan adalah 0,885 g/mL, 0,948g/mL, 0,974 g/mL,
dan 0,998 g/mL. Fenomena ini sesuai dengan literatur Chang (2004), bahwa semakin besar
nilai konsentrasinya maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin
tinggi konsentrasinya, maka jumlah partikelnya semakin banyak sehingga membuat
massanya semakin besar. Adapun grafik hubungan konsentrasi dengan densitas larutan
NaCl dan NH4Cl adalah sebagai berikut:

Grafik konsentrasi vs densitas NaCl


1.05

1
f(x) = 0.05x + 0.94
R = 0.74 NaCl
0.95
densitas Linear (NaCl)
0.9
NH4Cl
0.85

0.8
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Konsentrasi

Gambar 4.1 Grafik konsentrasi vs densitas NaCl dan NH4Cl


Berdasarkan data densitas masing-masing larutan NaCl dan larutan NH 4Cl pada
variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M maka dapat ditentukan nilai
molalitasnya. Molalitas larutan NaCl berdasarkan perhitungan pada variasi konsentrasi
0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan yaitu 0,204 mol/g, 0,40 mol/g,
0,793 mol/g, dan 1,64 mol/g. Molalitas larutan NH 4Cl berdasarkan perhitungan pada
variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan yaitu 0,0709
mol/g, 0,132 mol/g, 0,260 mol/g, dan 0,515 mol/g. Berdasarkan hasil yang diperoleh,
menunjukkan bahwa molalitas sebanding dengan konsentrasi. Semakin besar
konsentrasinya maka semakin besar nilai molalitasnya. Masing-masing data molalitas yang
diperoleh kemudian diolah dengan persamaan berikut ini untuk mendapatkan harga
volume molal parsial semu, .
Volume molal semu merupakan volume suatu larutan yang seolah-olah bertambah
ketika terjadi penambahan satu mol zat terlarut. Volume molal parsial semu larutan NaCl
berdasarkan perhitungan pada variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M
secara berurutan yaitu 158,68 mL/mol, 200 mL/mol, 169,98 mL/mol, dan 116,35 mL/mol.
Volume molal parsial semu larutan NH4Cl berdasarkan perhitungan pada variasi
konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan yaitu 391,90 mL/mol,
380,65 mL/mol, 325,11 mL/mol, dan 235,73 mL/mol. Harga kemudian dibuat grafik
hubungan dengan m yang bertujuan untuk mendapatkan nilai slopenya. Berdasarkan
nilai slope tersebut digunakan untuk menentukan nilai volume molal parsial 1 dan 2.

Grafik m Vs
450
400
f(x) = - 358.97x + 499.82
350 NaCl
R = 0.97
300 Linear (NaCl)
250 Linear (NaCl)
200
NH4Cl
150 f(x) = - 67.96x + 216.47 Linear (NH4Cl)
100 R = 0.5
Linear (NH4Cl)
50
0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Gambar 4.2 Grafik vs m


Grafik vs m memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasinya maka nilai
semakin kecil. Grafik yang diperoleh dari hubungan antara volume molal semu dan
molalitas pada NH4Cl tidak linear namun cenderung menurun seiring dengan
meningkatnya molalitas. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan saat penambahan larutan
dalam piknometer terdapat gelembung (udara) sehingga massa yang diperoleh kurang
akurat dan mempengaruhi nilai volume molal semu zat terlarut pada NH 4Cl. Berdasarkan
grafik, menunjukkan bahwa volume molal semu berbanding terbalik dengan konsentrasi.
Hal ini disebabkan jumlah zat terlarutnya pada kenaikan konsentrasi semakin banyak,
sehingga volume yang diperlukan untuk membentuk konsentrasi pelarut semakin kecil.
Grafik tersebut juga menyatakan bahwa harga volume molal parsial semu dipengaruhi oleh
molalitas dan densitas larutan. Pertambahan molalitas menyebabkan volume molal nyata
larutan menjadi berkurang. Kenaikan harga molalitas dan densitas larutan menyebabkan
volume molal nyata larutan menurun. Volume molal semu zat terlarut dari NH4Cl lebih
besar dibandingkan dengan NaCl. Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai massa molar dari
masing-masing zat terlarut. Massa molar berbanding lurus dengan densitas suatu zat.
Semakin besar nilai massa molar suatu senyawa, maka semakin besar pula nilai
densitasnya. Densitas NaCl lebih besar dibandingkan dengan massa jenis NH 4Cl karena
massa molar NaCl lebih besar dibandingkan dengan massa molar NH 4Cl. Sehingga pada
larutan yang memiliki densitas lebih besar maka akan memiliki volume molal parsial semu
yang lebih kecil. Hal tersebut disebabkan densitas berbanding lurus dengan molalitas, dan
molalitas berbanding terbalik dengan volume molal parsial semu. Harga volume molal
parsial tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan ditentukan dengan cara
pendekatan penyelesain persamaan volume molar parsial larutan. Hal ini disebabkan
volume molar parsial lebih mudah ditentukan, sehingga yang ditentukan adalah volume
molar larutannya.
V1 menyatakan volume molal parsial pelarut dan V2 menyatakan volume molal
parsial zat terlarut. Kegiatan selanjutnya yaitu menghitung nilai volume molal parsial
pelarut (V1) berdasarkan nilai volume molal semu zat terlarut NaCl dan NH 4Cl. Volume
molal parsial komponen suatu campuran berubah-ubah bergantung pada komposisi dan
kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan tersebut adalah suhu saat melakukan
pengukuran massa jenis larutan menggunakan piknometer. Volume molal parsial pelarut V1
larutan NaCl berdasarkan perhitungan pada variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75
M, dan 1,5 M secara berurutan yaitu 155,56 mL/mol, 191,43 mL/mol, 146 mL/mol, dan
45,021mL/mol. Volume molal parsial pelarut V1 larutan NH4Cl berdasarkan perhitungan
pada variasi konsentrasi 0,1875 M, 0,375 M, 0,75 M, dan 1,5 M secara berurutan yaitu
388,52 mL/mol, 372,05 mL/mol, 301,35 mL/mol, dan 169,46 mL/mol. Adapun grafik
hubungan V1 dengan molalitas larutan sebagai berikut:
Grafik Molalitas vs V1
450
400
350 f(x) = - 505.68x + 431.47
R = 1
300 NaCl
250 Linear (NaCl)
v1
200 NH4Cl
150 f(x) = - 91.06x + 203.64 Linear (NH4Cl)
100 R = 0.85
50
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

molalitas

Gambar 4.3 Grafik gabungan hubungan volume molal parsial pelarut dengan molalitas NaCl dan
NH4Cl
Grafik 4.3 memperlihatkan bahwa volume molal parsial pelarut semakin menurun
seiring dengan meningkatnya molalitas atau meningkatnya konsentrasi. Fenomena ini
sesuai dengan literatur, dimana volume molal parsial pelarut (V1) nilainya berbanding
terbalik dengan konsentrasi. Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi akan membutuhkan
sedikit volume air yang digunakan untuk melarutkan zat terlarut dibandingkan dengan
larutan yang memiliki konsentrasi kecil. Penyusutan volume pelarut juga dapat terjadi
akibat NaCl dan NH4Cl memutuskan struktur air yang terbuka ketika ion-ionya terhidrasi
sehingga volumenya sedikit menyusut. Volume parsial pelarut (V1) pada larutan NaCl
memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pada larutan NH 4Cl. Hal tersebut
dipengaruhi oleh nilai massa molar dari masing-masing zat terlarut. Massa molar
berbanding lurus dengan densitas suatu zat. Semakin besar nilai massa molar suatu
senyawa, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Densitas NaCl lebih besar
dibandingkan dengan massa jenis NH4Cl karena massa molar NaCl lebih besar
dibandingkan dengan massa molar NH4Cl. Densitas berbanding lurus dengan molalitas dan
terbalik dengan volume molal zat pelarut, sehingga pada larutan yang memiliki densitas
lebih besar maka akan memiliki volume molal parsial pelarut yang lebih kecil.
Grafik Molalitas vs V2
300
250
200 f(x) = - 893.77x + 302.13
150 R = 0.99
NaCl
100 f(x) = - 99.8x + 154.2 Linear (NaCl)
v2 50 R = 0.93
NH4Cl
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Linear (NH4Cl)
-50
-100
-150
-200

molalitas

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara volume molal parsial zat terlarut dengan molalitas NaCl dan
NH4Cl

V2 menyatakan volume molal parsial zat terlarut. Grafik 4.4 memperlihatkan


bahwa volume molal parsial zat terlarut menurun (semakin kecil) dengan semakin
besarnya konsentrasi. Fenomena yang dihasilkan berdasarkan percobaan tidak sesuai
dengan teori, seharusnya volume molal parsial zat terlarut yaitu NaCl dan NH 4Cl semakin
besar dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini disebabkan, volume NaCl dan NH 4Cl (zat
terlarut) akan semakin banyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan.
Konsentrasi larutan yang semakin banyak akan memiliki zat NaCl dan NH 4Cl terlarut
dalam larutan semakin banyak, sehingga volume molal parsial zat terlarut akan semakin
besar. Volume parsial zat terlarut (V2) pada larutan NaCl memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan pada larutan NH4Cl, walaupun pada beberapa titik justru volume parsial zat
terlarut NH4Cl lebih besar daripada NaCl. Hal tersebut dipengaruhi oleh massa molar
masing-masing zat terlarut, dimana massa molar berbanding lurus dengan nilai molalitas
dari masing-masing zat terlarut. Molalitas berbanding lurus dengan densitas suatu zat.
Semakin besar nilai massa molar suatu senyawa, maka semakin besar pula nilai
densitasnya. Molalitas NaCl lebih besar dibandingkan dengan molalitas NH4Cl karena
massa molar NaCl lebih besar dibandingkan dengan massa molar NH 4Cl. Sehingga NaCl
akan memiliki volume molal zat terlarut yang lebih besar daripada
NH4Cl.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penentuan volume molal parsial suatu larutan tidak dapat ditentukan secara
langsung melainkan ditentukan dengan cara pendekatan penyelesain persamaan volume
molar parsial larutan. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa volume molal parsial pelarut semakin menurun seiring dengan
meningkatnya molalitas atau meningkatnya konsentrasi zat terlarut. Volume parsial pelarut
(V1) pada larutan NaCl memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pada larutan
NH4Cl. Fenomena yang dihasilkan berdasarkan percobaan penentuan volume molal parsial
zat terlarut tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya volume molal parsial zat terlarut
yaitu NaCl dan NH4Cl semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi. Volume parsial
zat terlarut (V2) pada larutan NaCl memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pada
larutan NH4Cl, walaupun pada beberapa titik justru volume parsial zat terlarut NH 4Cl lebih
besar daripada NaCl.

5.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, saran yang bisa diberikan yaitu
sebaiknya praktikan memperhatikan dengan teliti suhu yang ditunjukkan piknometer pada
setiap pengukuran larutan. Hal ini sangat penting karena pencatatan suhu yang salah akan
sangat mempengaruhi hasil pengolahan data.
Daftar Pustaka

Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Ammonium Chloride [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsid= 9927431. [diakses 4 April 2017].
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsid= 9927402. [diakses 4 April 2017].
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Sodium Carbonate [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsid= 9927593. [diakses 4 April 2017].
Atkins, 1996. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Atkins, PW. 1990. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Bird, T. 1993. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Brady, James E. 1990. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Dogra, S. K. 1990. Kimia Fisik dan soal soal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hiskia, Achmad. 1990. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Rao, RR dan Fasad, KR. 2003. Effects of Volume and Partial Molar Volume Variation.
India : Journal Bearings.
Tim Penyusun. 2017. Petunjuk Praktikum Kesetimbangan Kimia. Jember: Universitas
Jember.
LAMPIRAN
1. PENGENCERAN
A. NaCl
1
3 M = 1,5 M
2
2. 1,5 M.50 mL = 3M.
1,5 M .50 mL
3. =
3M
4. 25 mL =
1
3 M = 0,75 M
4
5. 0,75 M.50 mL= 3M.
0,75 M .50 mL
6. =
3M
7. 12,5 mL =
1
3 M = 0,375 M
8
8. 0,375 M.50 mL= 3M.
0,375 M .50 mL
9. =
3M
10. 6,25 mL =
1
3M = 0,1875 M
16
11. 0,375 M.50 mL= 3M.
0,1875 M .50 mL
12. =
3M
13. 3,125 mL =
B. PENGENCERAN NH4Cl
1
1 M = 0,5 M
2
14. 0,5 M.50 mL = 1 M.
0,5 M .50 mL
15. =
1M
16. 25 mL =
1
1 M = 0,25 M
4
17. 0,25 M.50 mL= 1M.
18.
0,25 M .50 mL
19. =
1M
20. 12,5 mL =
1
1 M = 0,125 M
8
21. 0,375 M.50 mL= 3M.
0,375 M .50 mL
22. =
3M
23. 6,25 mL =
1
1M = 0,0625 M
16
24. 0,375 M.50 mL= 1M.
0,1875 M .50 mL
25. =
1M
26. 3,125 mL =
27. MASSA JENIS
A. NaCl
Konsentrasi 1,5 M
d 0 (W W e )
28. d=
(W 0W e )
g
0,911 (41,271 g 31,202 g)
29. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
30. = 1,00
mL
Konsentrasi 0,75 M
d 0 (W W e )
31. d=
(W 0W e )
g
0,911 (41,151 g 31,202 g)
32. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
33. = 0,994
mL
Konsentrasi 0,375 M
d 0 (W W e )
34. d=
(W 0W e )
g
0,911 ( 40,8133 g 31,202 g)
35. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
36. = 0,960
mL
Konsentrasi 0,1875 M
d 0 (W W e )
37. d=
(W 0W e )
g
0,911 ( 40,4813 g 31,202 g)
38. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
39. = 0,927
mL
B. NH4Cl
Konsentrasi 1,5 M
d 0 (W W e )
40. d=
(W 0W e )
g
0,911 (41,192 g 31,202 g)
41. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
42. = 0,998
mL
Konsentrasi 0,75 M
d 0 (W W e )
43. d=
(W 0W e )
g
0,911 (40,947 g 31,202 g)
44. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
45. = 0,974
mL
Konsentrasi 0,375 M
d 0 (W W e )
46. d=
(W 0W e )
g
0,911 ( 40,6873 g 31,202 g)
47. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
48. = 0,948
mL
Konsentrasi 0,1875M
d 0 (W W e )
49. d=
(W 0W e )
g
0,911 ( 40,055 g 31,202 g)
50. = mL
(40,3146 g31,202 g)
g
51. = 0,885
mL
52.
53. MOLALITAS
A. NaCl
Konsentrasi 1,5 M
1
54. m= d M
2
M 1000
55. =

1
g g
1,00 58,5
mL mol

1,5 M 1000
56. 1,64molal
Konsentrasi 0,75 M
1
57. m= d M
2
M 1000
58. =

1
g g
0,994 58,5
mL mol

0,75 M 1000
59. 0,793 molal
Konsentrasi 0,375 M
1
60. m= d M
2
M 1000
61. =

1
g g
0,960 58,5
mL mol

0,375 M 1000
62. 0,40molal
Konsentrasi 0,1875 M
1
63. m= d M
2
M 1000
64. =

1
g g
0,927 58,5
mL mol

0,1875 M 1000
65. 0,204molal
B. NH4Cl
Konsentrasi 1,5 M
1
66. m= d M
2
M 1000
67. =

1
g g
0,998 53,45
mL mol

0,5 M 1000
68. 0,515 molal
Konsentrasi 0,75 M
1
69. m= d

M2
M 1000
70. =

1
g g
0,974 53,45
mL mol

0,25 M 1000
71. 0,260 molal
Konsentrasi 0,375 M
1
72. m= d M
2
M 1000
73. =

1
g g
0,948 53,45
mL mol

0,125 M 1000
74. 0,132 molal
Konsentrasi 0,1875 M
1
75. m= d M
2
M 1000
76. =

1
g g
0,885 53,45
mL mol

0,0625 M 1000
77. 0,0709 mol
78.
79. VOLUME MOLAL
SEMU ZAT TERLARUT
A. NaCl
Konsentrasi 1,5 M
W W 0
80. = (
M 2 M 2
1000
m )( W W )
0 e

d
1000 (41,271 g 40,3146 g)
81.
58,5
g
mol (
58,5
g
)(
mol 1,64 m (40,3146 g31,202 g) )
g
1,00
mL
82. = 116,35 mL/mol
Konsentrasi 0,75 M
W W 0
83. =
M 2 M 2 ( 1000
m )( W 0W e )
d
(41,151 g 40,3146 g)
84.
g
58,5
mol
58,5 (g

1000
)(
mol 0,793m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,994
mL
85. = 169,98 mL/mol
Konsentrasi 0,375 M
W W 0
86. =
M 2 M 2 ( 1000
m )( W W )
0 e

d
(40,8133 g 40,3146 g)
87.
58,5
g
mol (
58,5
g

1000
mol 0,40m )( (40,3146 g31,202 g) )
g
0,960
mL
88. = 200 mL/mol
Konsentrasi 0,1875 M
W W 0
89. =
M 2 M 2 ( 1000
m )( W 0W e )
d
(40,4813 g 40,3146 g)
90.
g
58,5
mol
58,5 (g

1000
)(
mol 0,204 m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,927
mL
91. = 158,68 mL/mol
B. NH4Cl
Konsentrasi 1,5 M
W W 0
92. =
M 2 M 2 ( 1000
m )( W 0W e )
d
(41,192 g 40,3146 g)
93.
53,45
g
mol (
53,45
g

1000
)(
mol 0,515 m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,998
mL
94. = 235,73 mL/mol
Konsentrasi 0,75 M
W W 0
95. = (
M 2 M 2
1000
m )( W 0W e )
d
(40,947 g 40,3146 g)
96.
g
53,45
mol (
53,45
g

1000
)(
mol 0,260 m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,974
mL
97. = 325,11 mL/mol
Konsentrasi 0,375 M
W W 0
98. = (
M 2 M 2
1000
m )( W 0W e )
d
(40,687 g 40,3146 g)
99.
g
mol
53,45
53,45
g
(
1000
)(
mo l 0,132 m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,948
mL
100. = 380,65 mL/mol
Konsentrasi 0,1875 M
W W 0
101. = (
M 2 M 2
1000
m )( W W )
0 e

d
( 40,055 g 40,3146 g)
102.
53,45
g
mol
53,45
g
(
1000
)(
mol 0,0709 m (40,3146 g31,202 g) )
g
0,885
mL
103. = 391,90 mL/mol
104.
105. VOLUM MOLAL PARSIAL PELARUT (V1)
106.NaCl
107. Ko 108. m 109.
nsentrasi
110. 1,5 111. 1,28 112. 116,35
113. 0,7 114. 0,890 115. 169,98
5
116. 0,3 117. 0,63 118. 200
75
119. 0,1 120. 0,45 121. 158,68
875
122.

Grafik m vs NaCl
250

200
f(x) = - 67.96x + 216.47
150
R = 0.5
100 Linear ()

50

0
0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4

m
123.
124. y = mx + C
125. y = -67,958x + 216,47
d
126. = ( )
d m
m+
127. Dari
persamaandiatasdidapatkan

( ddm ) m=67,958 ; = 216,47

a. Konsentrasi 1,5 M
m d
128. V1= + ( m ) ( )
2 d m
129. V1 =116,35 mL/mol + (

1,64 molal
1,28) (-67,958)
2
130. V1 =116,35 + (-71,328)
131. V1 = 45,021 mL
132.
b. Konsentrasi 0,75 M
m d
133. V1= + ( m ) ( )
2 d m
134. V1 =169,98 mL/mol + (

0,793molal
0,890) (-67,958)
2
135. V1 =169,98 mL +(-23,981)
136. V1 = 146 mL
c. Konsentrasi 0,375M
m d
137. V1= + ( m ) ( )
2 d m
0,40 molal
138. V1 =200 mL/mol + (
2
0,63) (-67,958)
139. V1 =200 mL + (-8,56)
140. V1 = 191,43 mL
141.
d. Konsentrasi 0,1875M
m d
142. V1= + ( m ) ( )
2 d m
143. V1 =158,68 mL/mol + (

0,204 molal
0,45) (-67,958)
2
144. V1 =158,68 mL +(-3,11)
145. V1 = 155,56 mL
146.
147.NH4Cl
148. Kon 149. m 150.
sentrasi
151. 1,5 152. 0,717 153. 235,73
154. 0,75 155. 0,509 156. 325,11
157. 0,3 158. 0,363 159. 380,65
75
160. 0,1 161. 0,266 162. 391,90
875
163.
164.

Grafik m vs NH4Cl
500

400
f(x) = - 358.97x + 499.82
300 R = 0.97
200 L

100

0
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

165. y = mx + C
166. y = -358,97x + 499,82
d
167. = ( )
d m
m+
168. Dari
persamaandiatasdidapatkan

d
( ) m=358,97
d m
; = 499,82

a. Konsentrasi 1,5 M
m d
169. V1= + ( m ) ( )
2 d m
170. V1 =235,73 mL/mol + (

0,515molal
0,717) ( 358,97 )
2
171. V1 =235,73mL + (- 66,27)
172. V1 = 169,46 mL
173.
b. Konsentrasi 0,75 M
m d
174. V1= + ( m ) ( )
2 d m
175. V1 =325,11 mL/mol + (

0,260 molal
0,509) ( 358,97 )
2
176. V1 =325,11 mL + (-23,75 )
177. V1 = 301,35 mL
178.
c. Konsentrasi 0,375M
m d
179. V1= + ( m ) ( )9
2 d m
180. V1 =380,65 mL/mol + (

0,132molal
0,363) 358,97 )
2
181. V1 =380,65 mL + (-8,60)
182. V1 = 372,05 mL
183.
d. Konsentrasi 0,1875M
m d
184. V1= + ( m ) ( )
2 d m
185. V1 =391,90 mL/mol + (

0,0709molal
x 0,266 ) 358,97 )
2
186. V1 =391,90 mL + (-3,38)
187. V1 = 388,52 mL
188.
189. VOLUM MOLAL PARSIAL TERLARUT (V2)
190.NaCl
a. Konsentrasi 1,5 M
3 m d
191.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 1,28
192.V2 = 116,35 + ( ) (-67,958)
2
193.V2 =116,35+(1,92) (-67,958)
194.V2 =116,35+ (-130,48)
195.V2 = -14,13 mL
196.
b. Konsentrasi0,75 M
3m d
197.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,890
198.V2 = 169,98 + ( ) (-67,958)
2
199.V2 =169,98 +(1,335) (-67,958)
200.V2 =169,98 + (-90,724)
201.V2 = 79,25 mL
c. Konsentrasi0,375 M
3 m d
202.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,63
203.V2 = 200 + ( ) (-67,958)
2
204.V2 =200+(0,945) (-67,958)
205.V2 =200+ (-64,22)
206.V2 = 135,78 mL
d. Konsentrasi0,1875 M
3m d
207.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,45
208.V2 = 158,68 + ( ) (-67,958)
2
209.V2 =158,68 +(0,675) (-67,958)
210.V2 =158,68 + (-45,87)
211. V2 = 112,80 mL
212.
213.NH4Cl
e. Konsentrasi 0,5 M
3 m d
214.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,717
215.V2 = 235,73+ ( ) ( 358,97 )
2
216.V2 =235,73+(1,0755) ( 358,97 )
217.V2 =235,73+ (-386,07)
218.V2 = -150,34 mL
f. Konsentrasi 0,75 M
3m d
219.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,509
220.V2 = 325,11 + ( ) ( 358,97 )
2
221.V2 =325,11 +(0,7635) ( 358,97 )
222.V2 =325,11 + (-274,07)
223.V2 = 51,03 mL
g. Konsentrasi 0,375 M
3 m d
224.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,363
225.V2 = 380,65 + ( ) ( 358,97 )
2
226.V2 =380,65 +(0,544) ( 358,97 )
227.V2 =380,65 + (-195,46)
228.V2 = 185,2 mL
h. Konsentrasi 0,1875 M
3m d
229.V2 = + ( )( )
2 d m
3 x 0,266
230.V2 = 391,90 + ( ) ( 358,97 )
2
231.V2 =391,90 +(0,400) ( 358,97 )
232.V2 =391,90 + (-143,3)
233.V2 = 248,6 mL
234.
235.Lampiran Grafik
236.Grafik vs m NaCl

Grafik vs m NaCl
250

200
f(x) = - 67.96x + 216.47
150
R = 0.5
100 Linear ()

50

0
0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4

m
237.
238.
239.Grafik vs m NaCl

Grafik vs m NH4Cl
500
400
f(x) = - 358.97x + 499.82
300 R = 0.97
200
Linear ()
100
0
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

m
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.GrafikGabungan vs m NaCldan NH4Cl
Grafik vs m

500
NaCl
400
f(x) = - 358.97x + 499.82 Linear (NaCl)
300 R = 0.97 NH4Cl
200
Linear (NH4Cl)
f(x) = - 67.96x + 216.47
100
R = 0.5
0
0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

m
249.
250.
251.GrafikGabungan m VsV1NaCldan NH4Cl

Grafik m vs V1
300

200 f(x) = - 893.77x + 302.13


R = 0.99
100 f(x) = - 99.8x + 154.2
NaCl Linear (NaCl) NH4Cl Linear (NH4Cl)
V1 R = 0.93
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
-100

-200

m
252.
253.GrafikGabungan m VsV2NaCldan NH4Cl
254.

Grafik m vs V2
300

200 f(x) = - 893.77x + 302.13


R = 0.99
100 f(x) = - 99.8x + 154.2
NaCl Linear (NaCl) NH4Cl Linear
V2 R = 0.93
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1
-100

-200

255.

256.
257.

Anda mungkin juga menyukai