Disusun oleh:
Raufi Kartika A. S. (15050394035)
Amanullah Hanif (15050394042)
Ainul Adela R. (15050394050)
Moh. Faishol M. (15050394057)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah Konsep Dasar
Olahan Coklat ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Dr. Hj. Sri Handajani, S.Pd., M.Kes. dan Chpirul Anna Nur Afifah, S. Pd., M.Si
selaku dosen mata kuliah Olahan Coklat dan Gula yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai sejarah perkembangan coklat, definisi olahan coklat, serta proses
pengolahan coklat. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 5
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas didapati tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui sejarah perkembangan coklat.
2. Mengetahui definisi olahan coklat (chocolate confectionery)
3. Mengetahui langkah-langkah dari proses pengolahan buah/biji coklat.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ketika peradaban Maya klasik runtuh (sekitar tahun 900) dan digantikan oleh bangsa
Toltec, biji kakao menjadi komoditas utama Meso-Amerika. Disini mereka
menggunakan biji kakao sebagai alat pembayaran seperti yang terlihat dari relief bangsa
Meksiko. Pada relief tersebut digambarkan bahwa 8000 biji kakao menggambarkan
angka 8000. Biji kakao menjadi sebuah komoditas penting, dimana penguasaan terhadap
daerah utama penghasil biji kakao menjadi tujuan utama dalam perang antar suku pada
beberapa abad berikutnya.
Pada tahun 1200-1500, Suku Aztec memperkuat keberadaanya di Meksiko,
mereka menundukkan Suku Chimimeken dan Maya. Kekaisaran Aztec kemudian
mengambil alih daerah penghasil kakao di Meso-Amerika, Chiapas modern (Mexico,
Guatemala). Bagi suku Aztec biji kakao merupakan makanan para dewa (theobroma,
dari bahasa Yunani). Biasanya biji kakao digunakan dalam upacara-upacara keagamaan
dan sebagai hadiah atau barang mewah.
Coklat juga menjadi barang mewah pada masa Kolombia-Meso Amerika, dalam
kebudayaan mereka yaitu suku Maya, Toltec, dan Aztec biji kakao (cacao bean) sering
digunakan sebagai mata uang. Sebagai contoh suku Indian Aztec menggunakan sistem
perhitungan dimana satu ayam turki seharga seratus biji kakao dan satu buah alpukat
seharga tiga biji kakao.
Pada tahun 1528, Hernado Cortez terkejut ketika mengetahui bahwa Suku Aztec
menggunakan biji kakao sebagai alat pembayaran. Peristiwa ini terjadi saat Spanyol
menaklukkan Aztec. Hernando Cortez kemudian membuka perkebunan coklat secara
luas yang dapat ditukarkan emas dari Suku Aztec, sampai kemudian Spanyol dapat
memonopoli perdagangan coklat selama hampir satu abad.
Sementara tahun 1544 M, penduduk asli Suku Maya (delegasi Kekchi) dari Guatemala
mengunjungi istana Spanyol dan dan bertemu Pangeran Philip. Mereka membawa
hadiah, di antaranya minuman coklat. Dari situlah, orang-orang Spanyol mulai
menambahkan gula tebu dan perasa lainnya (seperti vanila) ke dalam coklat untuk
membuat minuman manis mereka.
Di Eropa, coklat pertama kali dibuka di Kota London, Inggris dengan nama
Rumah Coklat pada pertengahan abad 17 (1657). Sayangnya, akses orang ke Rumah
Coklat terbatas dikarenakan tingginya harga biji kakao pada saat itu. Dan ketika harga
6
biji kakao turun dan menjadi murah, barulah kemudian usaha sejenis tumbuh pesat
bahkan menggantikan cafe, tempat orang menikmati kopi, teh dan pub.
Selama abad 17, ketika Belgia dikuasai oleh Spanyol pada saat itulah coklat
diperkenalkan di Belgia. Dan pada tahun 1697 Walikota Zurich, Swiss, Henri Escher
begitu antusiasnya mengenalkan minuman coklat ke Swiss, hal ini terjadi ketika ia
berada di Brussel. Dan sejarah coklat mencatat bahwa saat ini ironinya Coklat Swiss
merupakan pesaing utama.
Masuknya cokelat ke tanah Indonesia adalah berkat jasa dari Bangsa Spanyol.
Mereka membawa cokelat ke Sulawesi, tepatnya ke Minahasa di tahun 1560. Namun
begitu, ekspor kakao dari Indonesia baru dimulai pada zaman penjelajahan Belanda.
Sejumlah 92 ton kakao dibawa dari pelabuhan Manado ke Manila di tahun 1825-1838
(Wahyudi, et al., 2008). Ekspor ini lalu terhenti disebabkan adanya serangan hama pada
tanaman kakao. Selain Manado, kota Ambon ketika itu memiliki tanaman kakao yang
produktif. Tercatat pada tahun 1859, terdapat 10.000 hingga 12.000 pohon kakao namun
kemudian pohon tersebut hilang tanpa ada informasi apapun (Wahyudi, et al., 2008).
Pulau Jawa sendiri baru mulai ditanami kakao di tahun 1880. Penanaman kakao
dilakukan karena tanaman kopi Arabika saat itu terserang penyakit karat daun sehingga
banyak yang beralih (Wahyudi, et al., 2008).
Budidaya kakao di Indonesia bertahun-tahun setelah kemerdekaan telah
mengalami perkembangan. Tercatat pada tahun 2007 Indonesia merupakan produsen
kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana di Afrika Barat
(Departemen Perindustrian, 2007). Namun sayangnya, kualitas kakao Indonesia masih
rendah di pasar internasional. Kakao Indonesia didominasi oleh biji-biji tanpa
fermentasi, biji dengan kadar kotoran tinggi serta terkontaminasi serangga, jamur dan
mikotoksin (Wahyudi, et al., 2008).
7
Coklat berasal dari biji buah coklat (cacao bean). Tanaman coklat (Theobroma
cacao) dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu jenis Criollo, Forastero dan Trinitario.
Criollo menghasilkan biji kakao dengan aroma yang sangat kuat tanpa rasa pahit, tetapi
sensitif terhadap perubahan iklim dan serangan hama penyakit dengan jumlah produksi
relatif rendah. Berbeda dengan criollo, forastero lebih tahan perubahan iklim dan
serangan hama, jumlah produksinya relatif besar tetapi bijinya memiliki aroma yang
lemah dengan rasa yang pahit. Biji kakao Indonesia sendiri sebagian besar masuk dalam
jenis Trinitario yang merupakan hasil persilangan dari Criollo dan Forastero dengan sifat
yang mirip dengan Criollo.
Ada beberapa teori dari ahli etimologi dan sejarawan mengenai asal mula istilah
cokelat serta maknanya. Campbell dan Kaufman mengemukakan bahwa kata cokelat
berasal dari satu kata dalam bahasa Nahuatl yang digunakan bangsa Aztek (Dakin dan
Wichmann, 2000). Bangsa Aztek ketika itu mengolah biji kakao menjadi minuman yang
pahit rasanya namun sangat disukai dan menyebutnya chocolatl (/cokola:tl/) (Atkinson,
Banks, France, & McFadden, 2010; Dakin dan Wichmann, 2000). Namun begitu, bukti
tertulis mengenai cokelat tidak ditemukan pada zaman kolonial di daerah Nahuatl di
Meksiko tengah sehingga ahli bahasa dan etnosejarawan mencari bukti-bukti mengenai
asal-usul kata cokelat dari bangsa lain (Dakin dan Wichmann, 2000). Penelitian lanjutan
mengungkapkan bukti linguistik yang ditemukan pada bahasa yang digunakan bangsa
Olmek di peradaban Mesoamerika. Kata kakao tercatat sebagai salah satu kosa kata
yang digunakan bangsa Olmek (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010). Teori
lainnya menyebutkan bahwa istilah cokelat berasal dari kata dalam bahasa Maya, yaitu
chokolaj yang artinya meminum cokelat bersama (Coe dan Coe, 2007). Carl
Linnaeus, ahli botani dari Swedia, memberikan nama Latin Theobroma cacao untuk
tanaman kakao pada tahun 1735 (Atkinson, Banks, France, & McFadden, 2010).
Theobroma berasal dari bahasa Yunani yang berarti makanan para dewa sedangkan
cacao adalah bahasa Maya yang merujuk pada tanaman kakao. Linnaeus
menggunakan nama ini karena pengaruh dari literatur bangsa Spanyol yang
menceritakan mengenai bangsa Maya dan Aztek yang mengasosiasikan kakao dengan
para dewa dan sering menggunakannya dalam ritual keagamaan (Atkinson, Banks,
France, & McFadden, 2010).
8
2.3 PROSES PENGOLAHAN BUAH/BIJI COKLAT
Proses pengolahan biji kakao merupakan faktor yang penting dalam menentukan
mutu produk akhir kakao. Dalam proses pengolahan tersebut terjadi pembentukan calon
cita rasa khas kakao dan pengurangan cita rasa tidak dikehendaki, contohnya rasa pahit
dan sepat (Departemen Perindustrian, 2007). Setelah kakao matang dipanen maka
tahapan awal pengolahannya adalah membelah buah kakao untuk mengeluarkan bijinya.
Biji kakao kemudian difermentasikan di dalam kotak selama kurang lebih satu minggu
lalu biji tersebut melalui proses pengeringan (Microsoft Encarta, 2008). Selanjutnya, biji
kakao melewati proses penyangraian, dipisahkan antara kulit dan bijinya kemudian
dihancurkan menjadi bagian kecil yang disebut sebagai daging biji (nib).
Daging biji ini kemudian digiling sehingga menghasilkan pasta cokelat yang
kental dan mengandung lemak cokelat (Microsoft Encarta, 2008). Pembuatan pasta
coklat melibatkan tahapan proses pembersihan biji, pemisahan kulit dan penyangraian.
Pembersihan ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang mungkin terbawa, seperti
pasir, batu, partikel-partikel tanaman dan sebagainya. Keberadaan pengotor ini tidak
diinginkan. Jika pengotor yang keras hanya potensial untuk merusak peralatan proses,
maka pengotor organik juga bisa merusak flavor coklat selama proses penyangraian.
Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 150oC, selama 10
35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan diolah menjadi
coklat (chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif dibandingkan
dengan biji yang akan diolah untuk menjadi coklat bubuk (cocoa powder). Apapun
metode penyangraian yang dipilih, proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan
merusak flavor. Selama proses penyangraian, kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan
terjadi pembentukan flavor coklat. Biji akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang
lebih rapuh dan kulit menjadi lebih mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian
juga akan mempermudah proses ekstraksi lemak. Selain itu, panas selama penyangraian
juga berperan untuk membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan
sebelumnya.
Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan
yang berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan
9
lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara mekanis).
Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan merusak flavor dan
karakteristik produk olahan coklat.
Setelah penyangraian, biji coklat (nib) mengalami proses penggilingan
(pelumatan). Proses ini dilakukan secara bertingkat sebanyak 2 3 tahap untuk
memperoleh pasta coklat (cocoa liquor atau cocoa mass) dengan tingkat kehalusan
tertentu.
Pada pembuatan pasta coklat, kadang juga dilakukan proses alkalisasi sebelum
proses penggilingan. Tujuan proses alkalisasi adalah untuk melembutkan flavor dengan
menetralkan sebagian asam-asam bebas, juga untuk memperbaiki warna, daya basah
(wettability) dan dispersibilitas coklat bubuk (cocoa powder) sehingga mencegah
pembentukan endapan dalam minuman coklat. Pada proses alkalisasi, nib sangrai
direndam dalam larutan alkali encer (konsentrasi 2 2.5%) pada suhu 75 100oC lalu
dinetralkan untuk selanjutnya dikeringkan sampai kadar air menjadi 2%, atau di adon
(kneading). Proses ini menyebabkan penggembungan pati dan menghasilkan massa
coklat dengan struktur sel berbentuk sponge dan porous.
Dari pasta cokelat tersebut kemudian dipisahkan antara lemak dan bungkilnya
yang dapat diolah lagi menjadi bermacam produk cokelat lainnya. Alur pengolahan biji
kakao hingga menjadi cokelat olahan melewati beberapa tahapan yang dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa butter)
yang ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak dilakukan
dengan mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis) pada
tekanan 400 500 bar dan suhu 90 100oC.
Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran
yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak coklat ini
digunakan oleh industri coklat.
Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat
penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam.
Kadar lemak didalam coklat bubuk berkisar antara 10 22%. Bubuk coklat dengan
kadar lemak yang lebih tinggi biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang
10
lebih ringan. Coklat bubuk ini digunakan dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk
membuat minuman coklat, inggridient untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya.
Penyortiran
Penyangraian
Pemisahan kulit
Pemastaan
Pasta Coklat
Pengempakan
lemak coklat
Bungkil coklat
Diagram Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Setengah Jadi. Sumber: Buletin
Teknologi dan Informasi Pertanian
12
yang halus dan struktur yang stabil terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik
dan permukaan yang mengkilap.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Cokelat adalah hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao) yang
tumbuh pertama kali di hutan hujan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah
(Morganelli, 2006).
Ada beberapa tahapan dalam proses pengolahan buah kakao menjadi coklat,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengeluarkan biji kakao dari buahnya.
2. Fermentasi biji kakao.
3. Pengeringan biji kakao.
4. Penyangraian biji kakao.
5. Pemisahan kulit biji kakao dengan daging biji kakao.
6. Daging biji kakao digiling hingga menjadi pasta.
7. Pemisahan lemak dan bungkil pada pasta coklat.
3.2 SARAN
Untuk mengolah biji kakao menjadi coklat dibutuhkan pengetahuan yang
memadai. Untuk itu, mahasiswa diharapkan untuk mempeajari tahapan-tahapan
pengolahan buah coklat dengan sungguh-sungguh.
14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, C., Banks, M., France, C., & McFadden, C. (2010). The Chocolate and Coffee Bible.
London: Anness Publishing Ltd.
Coe, M. D., & Coe, S. D. (2007). The True History of Chocolate. Thames and Hudson
Dakin, K., & Wichmann, S. (2000). Cacao and Chocolate: A Uto-Aztecan Perspective.
Cambridge: Cambridge University Press.
Morganelli, Adrianna. 2006. Biography of chocolate. Crabtree publishing. Canada
Wahyudi, T. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta
http://chocoaren.com/2015/11/16/sejarah-coklat-dunia/
http://ilmupangan.blogspot.co.id/2011/02/mengenal-proses-pembuatan-coklat.html
http://tiofannie2.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-perkembangan-coklat.html
15