Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN JIWA

Disusun oleh :
Ruth Isabelle Sugiono 2014.061.100

Lay Anastasia Tika 2014.061.102

Michael 2014.061.107

Vanessa Aprilia Thomas 2014.061.109

Gary Grimaldy 2015.061.073

Angelina Halim 2015.061.075

Florencia Ariella 2015.061.077

Denish Gunawan 2015.061.079

Erilis Suli 2015.061.079

Pembimbing :

dr. Sandy, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
PERIODE 24 OKTOBER 2016 - 26 NOVEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA

1
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU JIWA
RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
.......
BAB I
STATUS PSIKIATRI

Nama Pasien : Tn. N


Masuk RS pada tanggal : 26 September 2016
Rujukan / datang sendiri / keluarga : Diantar oleh keluarga pasien
Riwayat Perawatan : Tidak pernah dirawat sebelumnya

I. IDENTITAS PASIEN

Nama (Inisial) : Tn. N


Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 16 Maret 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Kalisari, Cibubur

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Autoanamnesis (dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2016)
Keluhan Utama:
Pasien datang dibawa keluarganya karena riwayat penggunaan ganja dan sabu-
sabu.
Riwayat Penyakit Sekarang:

2
3 tahun SMRS, pasien mulai mengkonsumsi ganja (17 tahun). Pada saat itu,
pasien memakai ganja karena rasa penasaran dan rasa keingintahuan yang besar.
Pasien mendapatkan ganja pertama kali atas pemberian dari teman-teman pasien.
Pasien mengkonsumsi ganja dengan cara dihisap dengan cara dilinting menggunakan
kertas papir. Pasien mengaku setelah mengonsumsi ganja pasien tidak lagi merasa
stres dan pasien juga merasa lebih tenang. Sejak saat itu pasien semakin sering
mengonsumsi ganja bersama beberapa temannya. Dalam sehari, pasien bisa memakai
3-4 linting.
Pada bulan Juli 2014 ketika pasien lulus SMA, pasien merayakan kelulusan
bersama dengan teman-temannya. Pada saat inilah pasien dikenalkan dengan sabu.
Didorong rasa penasaran serta iming-iming rasa percaya diri yang dijanjikan teman-
temannya setelah mengonsumsi sabu, maka pasien mencoba menggunakan sabu.
Pasien mengaku mengonsumsi sabu dengan cara dihisap menggunakan bong. Setelah
pemakaian pasien merasakan rasa percaya diri yang lebih tinggi.
Selanjutnya pasien melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi dan
terus menggunakan sabu. Pasien mengaku terus mengonsumsi sabu karena merasa
setelah pemakaian lebih fokus belajar dan lebih rajin belajar. Selama masa
perkuliahan ini kadang kala pasien merasakan keinginan yang sangat tinggi untuk
mengonsumsi sabu namun tidak memiliki uang untuk membeli. Hal ini mendorong
pasien untuk berbohong pada keluarga agar diberikan uang tambahan. Pasien
mengaku meminta uang dengan alasan untuk membeli buku dan keperluan kuliah
lainnya. Pada mulanya pasien mengaku mengonsumsi sabu 1 kali tiap bulan dan
kemudian meningkat hingga menjadi 1-2 kali tiap minggu.
Pasien mengatakan sempat berhenti menggunakan sabu selama 4 bulan
karena pasien merasa bersalah pada keluarga. Namun ketika ibu pasien meninggal
karena sakit yang diderita beliau, pasien merasa sedih dan memutuskan untuk
menggunakan sabu kembali.Pasien juga mengaku mengonsumsi rokok dan minum
alkohol sejak kelas 3 SMP karena terpengaruh teman sepergaulannya. Pasien mulai
mengkonsumsi rokok bersama dengan temannya. Sejak saat itu pasien merokok 1-2
batang perhari hingga kemudian meningkat mencapai 1 bungkus/hari. Pasien minum
alkohol dengan frekuensi 1-2 botol/bulan dan mengaku hanya mengonsumsi alkohol
bila sedang berlibur atau sedang kumpul-kumpul dengan teman-temannya.
Pada 2 minggu SMRS pasien mulai menyadari kembali buruknya akibat
penggunaan sabu. Hingga pasien akhirnya memutuskan tidak lagi menggunakan sabu
3
dan akhirnya membulatkan niat untuk memulai pengobatan di RSKO. Tanda-tanda
ketergantungan obat, seperti keinginan kuat untuk menggunakan obat disangkal,
kesulitan mengendalikan perilaku saat menggunakan zat disangkal, adanya
peningkatan frekuensi penggunaan zat, dimana awalnya pasien hanya ...............

RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Perkembangan fisik
Pasien berada dalam kandungan selama 9 bulan
Selama dalam kandungan tidak ada masalah yang berarti
Pasien dilahirkan secara spontan pervaginam
Pasien merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara

2. Riwayat perkembangan kepribadian:


Riwayat masa kanak-kanak (0-11 tahun) :
Pasien dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik kepada keluarga, dan teman-
teman sebayanya.

Riwayat masa remaja (12-18 tahun) :


Akibat pengaruh teman, pasien mulai mencoba menggunakan rokok, minuman
beralkohol, dan ganja.

Riwayat masa dewasa (> 18 tahun) :


Pasien pernah berusaha untuk tidak menggunakan ganja. Namun pada usia 18 tahun
pasien kembali mencoba sabu-sabu. Pasien masih menggunakan sabu hingga bulan
September 2016. Pasien merasa ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi, sehingga
mencoba untuk berhenti menggunakan sabu-sabu, dan pasien juga bersedia memenuhi
keinginan keluarga dengan mengikuti program rehabilitasi.

4
3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif

No Jenis zat Sejak Cara Frekue Pemakai Alasan Alasan Alasan


nsi dan an Pemakaian biasa berhenti
Jumlah terakhir pertama memakai memakai
kali
1 Alkohol 2013 Oral 1-2 2016 Pergaulan Pergaulan -
botol/bi
la ada

2 Opioid - - - - - - -

3 Kanabis 2013 Rokok 3-4 2013 Pergaulan Coba-coba -


linting/
hari
4 Sedatif - - - - - - -
Hipnotik
5 Kokain - - - - - - -
6 Ekstasi - - - - - - -

7 Amfeta-min 2014 Inhalas 5 kali 2016 Pergaulan Pergaulan Sadar bahwa


i ini
merupakan
jalan yang
tidak benar,,
dan ingin
memiliki
masa depan
yang lebih
baik
8 Halusinogen - - - - - - -

9 Tembakau 2013 Dihisa 1 Hingga Pergaulan Pergaulan -


(Rokok) p bungku sekarang
s/ hari

5
10 Lainnya - - - - - - -

4. Riwayat pendidikan:
Pasien saat ini sedang mengambil cuti kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta.

5. Riwayat pekerjaan :
Pasien tidak bekerja.

6. Riwayat kehidupan beragama:


Pasien beragama Islam, cukup sering sholat, namun tidak lima waktu.

7. Riwayat kehidupan seksual dan perkawinan:


Pasien belum menikah

RIWAYAT KELUARGA

Keterangan :
Perempuan Perempuan (Almarhum)

Laki-laki Pasien

Berdasarkan informasi yang didapat :


i. Ayah kandung, Tn P, 55 tahun, Pensiunan TNI angkatan darat
ii. Ibu kandung, Ny. A, 53 tahun, Ibu rumah tangga (meninggal tahun Juni 2016)

6
iii. Kakak kandung
1. Ny. U, 29 tahun,Wiraswasta
2. Ny. H, 26 tahun, Wiraswasta

RIWAYAT KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG


Pasien mengatakan tinggal di rumah bersama ayah kandungnya di daerah Kalisari.
Pasien dapat bersosialisasi dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya dengan baik.
Keluarga mengetahui kondisi pasien dan sangat mendukung keputusan pasien untuk berubah.

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan Umum

Pasien seorang pria berusia 20 tahun, berpenampilan fisik sesuai usianya, postur
tubuh normal, kulit sawo matang, berambut hitam pendek, berpakaian rapi. Pada
saat wawancara, pasien mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru
kehitaman dan celana jeans.

2. Kesadaran
a. Kesadaran sensorium/neurologik : Compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : Tampak tidak terganggu

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik


Sebelum wawancara : Pasien tampak tenang dan ramah
Selama wawancara : Pasien duduk tenang di hadapan pemeriksa,
menjawab pertanyaan dengan baik dan kooperatif.
Setelah wawancara : Pasien berjalan kembali ke bangsal rehabilitasi.

4. Sikap terhadap Pemeriksa

7
Pada saat wawancara, os terlihat menceritakan sepenuhnya kepada pemeriksa.
Pasien juga terlihat sedikit memanipulasi cerita.

5. Pembicaraan
a. Cara berbicara : Pasien kooperatif dalam menjawab semua pertanyaan
diajukan. Pasien berbicara lancar, spontan tanpa harus ditunggu, suara cukup
jelas, dan bahasa mudah dipahami.
b. Gangguan berbicara : Tidak terdapat gangguan bicara

B. ALAM PERASAAN (EMOSI)


1. Suasana perasaan (mood) : Eutim
2. Afek ekspresi afektif
a. Arus : Cepat
b. Stabilitas : Stabil
c. Kedalaman : Dalam
d. Skala Diferensiasi : Menyempit
e. Keserasian : Serasi
f. Pengendalian : Cukup
g. Ekspresi : Normal
h. Dramatisasi : Tidak ada
i. Empati : Dapat diraba-rasakan

C. GANGGUAN PERSEPSI
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi :Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)


1. Taraf pendidikan :Perguruan tinggi belum tamat
2. Pengetahuan umum :Cukup
3. Kecerdasan :Rata-rata
4. Konsentrasi :Baik
5. Orientasi

8
a. Waktu :Baik (Pasien dapat menyebutkan hari, tanggal, bulan dan tahun saat
itu dengan benar).
b. Tempat :Baik(Pasien tahu tempat sekarang dimana ia berada dan dirawat).
c. Orang :Baik (Pasien mengetahui sedang diwawancara oleh dokter muda).
d. Situasi : Baik. (Tahu sedang berbicara dengan dokter)
6. Daya ingat
a. Tingkat
Jangka panjang :Baik (Pasien dapat menceritakan kehidupan
masa kecilnya, tempat tanggal lahir pasien serta alamat rumah
pasien).
Jangka pendek :Baik (Pasien dapat menyebutkan perawat dan
teman sekamarnya).
Segera :Baik (Pasien dapat menyebutkan menu
sarapan).
b. Gangguan : Tidak ada
7. Pikiran abstraktif :Baik
8. Visuospasial :Baik
9. Bakat kreatif :tidak ada
10. Kemampuan menolong diri sendiri:Baik (pasien mau makan, mandi, dan
berpakaian sendiri dengan cukup rapi).

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
Produktivitas : Baik, inkoherensi (-), flight of ideas (-)
Kontinuitas : Baik, menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan
Hendaya bahasa : Tidak ada

2. Isi pikir
Preokupasi dalam pikiran : Tidak ada
Waham : Tidak ada
Obsesi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
Gagasan rujukan : Tidak ada
Gagasan pengaruh : Tidak ada

F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama wawancara pasien dapat berlaku dengan tenang dan tidak menunjukkan
gejala yang agresif.

9
G. DAYA NILAI
Daya nilai sosial : Baik (pasien tahu kalau memakai ganja dan shabu itu
akan membawa kerugian kepada dirinya, dan mengetahui cara untuk menjaga
emosinya)
Uji daya nilai : Baik.
Daya nilai realitas : Baik.

H. TILIKAN
Derajat 6 (pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi
untuk mencapai perbaikan)

I. RELIABILITAS : dapat dipercaya.

IV. STATUS FISIK

A. STATUS INTERNUS
1. Keadaan umum : Tampak sehat
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
4. Nadi : 82x/menit
5. Suhu badan : 36,60 c
6. Frekuensi pernapasan : 20x/menit
7. Bentuk tubuh : Normal
Kepala : Normocephali, rambut, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat, isokor, reflex cahaya langsung +/+, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-
Mulut : Kebersihan mulut baik
Leher : KGB tidak teraba, tidak ada pembesaran tiroid

Thoraks
a. Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak membesar
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

10
Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks Patologis : Tidak ada

Kesimpulan : Hasil pemeriksaan pada status internus tidak ditemui kelainan.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 26 September 2016)
Hematologi
o LED : 14 mm/jam
o Hemoglobin : 16,0 g/dl
o Leukosit : 8800 sel/ul
o Hematokrit : 44 %
o Trombosit : 337.000 sel/ul
o Eritrosit : 5,06 juta sel/ul\
o Diff count : 0/1/2/64/28/5
Kimia darah
o Fungsi hati
SGOT/ AST : 23 u/L
SGPT/ ALT : 48 u/L
o Fungsi ginjal
Ureum : 27.6 mg/dl
Kreatinin : 0.65 mg/dl
Drug test
o Cannabis : Negative
o MDMA : Negative
o Meth amphetamine : Negative
o Benzodiazepin : Negative
Urinalisa
~ Makroskopis
Warna :kuning
Kejernihan : jernih
Berat jenis : 1010
Ph :7
Protein :-
Glukosa :-
Nitrit :-
Bilirubin :-
Darah :-
Urobilin :-
Keton :-
Leukosit :-
~ Mikroskopis
Leukosit : 0-2 /LPB
Epitel :-

11
Eritrosit : 0-1/ LPB
Silinder :-
Kristal :-
Bakteri :-

Foto Rontgen Thorax PA

Jantung tak membesar. Mediastinum superior tak melebar. Trakhea di tengah.


Hilus normal. corakan bronkovaskuler kedua paru normal. tak tampak infiltrat.
Pleura tidak menebal. Sinus dan diafragma baik. Tulang baik.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Tn. N 20 tahun dengan riwayat penggunaan sabu sejak 2 tahun lalu,
penggunaan terakhir 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Penggunaan sabu dengan cara dihirup menggunakan bong, 1-2x/minggu
untuk meningkatkan kepercayan diri dan semakin fokus serta rajin belajar.
Pasien mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien merokok 1-2 batang perhari
yang kemudian meningkat hingga 1 bungkus/hari. Sedangkan alkohol
dikonsumsi pasien 1-2 botol/bulan dan hanya dikonsumsi bila sedang
berlibur atau kumpul-kumpul dengan teman-temannya.
Pasien pernah menggunakan ganja dengan cara dihisap dari lintingan ganja,
sebanyak 3-4 linting perbulan, kemudian beralih ke sabu karena dirasakan
lebih nikmat.
Status mental, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang laboratorium
dan rontgen dalam batas normal.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK PASIEN


a. Axis I:
- Working Diagnosis F19.2
- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat
psikoaktif lainnya, sindroma ketergantungan
- Adanya keinginan yang kuat untuk menggunakan sabu dan ganja
- Kesulitan mengendalikan perilaku menggunakan sabu dan ganja
- adanya toleransi berupa peningkatan dosis sabu dari 1x/ bulan menjadi 1-
2x/minggu
b. Axis II:

12
- Z-03.2 tidak ada diagnosis
- Tidak terdapat gangguan kepribadian ataupun retardasi mental pada pasien
c. Axis III
- Z-03.2 tidak ada diagnosis
- Tidak terdapat gangguan medis secara umum pada pasien
d. Axis IV
- Tidak terdapat masalah dalam keluarga ataupun masalah social
e. Axis V
- GAF 80-71 pasien merasa sedih setelah ibunya meninggal karena skait dan
memutuskan menggunakan sabu kembali
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
a. Axis I : F19.2 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
penggunaan zat psikoaktif lainnya, sindroma ketergantungan
b. Axis II : Z-03.2 Tidak ada diagnosis
c. Axis III : Z-03.2 Tidak ada diagnosis
d. Axis IV : Tidak ada masalah
e. Axis V :GAF 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sosial, dan lain-lain)

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

13
X. DAFTAR PROBLEM
1. Organobiologik : tidak ada
2. Psikologik : tidak ada
3. Sosial/keluarga/budaya : pasien memulai penggunaan sabu akibat ajakan
teman, sempat berhenti, kemudia kembali menggunakan sabu karena sedih ibunya
meninggal.

XI. TERAPI
a. Psikofarmaka
Tidak diberikan intervensi farmakologis
b. Tindak Lanjut
Memantau keluhan dan keadaan fisik pasien dengan melakukan follow-up
c. Psikoterapi
Memberi pengetahuan kepada pasien tentang keadaannya
Melakukan konseling untuk memberi kesempatan pada pasien untuk lebih
terbuka dalam mengutarakan masalahnya
Memberikan motivasi bagi pasien untuk tidak lagi menggunakan napza
Memberikan anjuran bagi pasien untuk menekuni hobi sesuai dengan minatnya
Memberikan keyakinan bahwa pasien dapat menghadapi keadaaannya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabu/Metamfetamin
a. Definisi
Sabu merupakan kelompok narkotika yang merupakan stimulans sistem saraf
dengan nama kimia methamphetamine hidrochloride, yaitu turunan dari stimulan
saraf amfetamin. Sabu dikenal juga dengan julukan lain seperti glass, quartz,
hirropon atau ice cream. Sabu umumnya berbentuk kristal berwarna putih seperti
gula pasir atau vetsin (bumbu penyedap makanan). Metamfetamin murni bentuknya
seperti pecahan kristal kaca tidak berwarna. Rumus kimianya adalah (S)-N-methyl-l-
phenylpropan-2-amine (C10H15N). Dahulu metamfetamin digunakan tentara ketika
berperang untuk menghilangkan rasa takut dan untuk membuat lebih agresif, seperti

14
pada Perang Dunia yang digunakan oleh tentara Jerman, Rusia dan Jepang.
Metamfetamin dibuat dari Amfetamin yang awalnya digunakan sebagai inhaler
pernapasan (nasal decongestant dan bronchial inhaler) dan senyawa ini aktif bekerja
dalam waktu 6-8 jam. Bahan ini dapat meningkatkan aktifitas dan juga dipakai untuk
menurunkan nafsu makan dalam rangka menguruskan badan. Pada tahun 1950-an
shabu shabu banyak digunakan untuk keperluan medis. Tetapi setelah diketahui
berbahaya dan dapat digunakan untuk kejahatan, maka sekarang penggunaan legal
pun sangat ketat sekali.
b. Cara Kerja
Metamfetamin menyebabkan pelepasan norepinefrin, dopamine, dan serotonin
dari neuron prasinaps karena metamfetamin berinteraksi dengan transporter yang
terlibat dalam pelepasan neurotransmitter tersebut. Metamfetamin juga menghambat
re-uptake norepinefrin dan dopamine. Metamfetamin juga menghambat sistem MAO
pada neuron prasinaps. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan aktivitas neuron
dopaminergik pascasinaps. Penggunaan amfetamin secara berulang dalam waktu
yang lama akan menyebabkan berkurangnya cadangan amin (prekursor norepinefrin
maupun dopamin). Neuron membutuhkan waktu beberapa hari untuk memproduksi
lebih banyak katekolamin. Selama proses adaptasi itu, pengguna metamfetamin akan
mengalami gejala depresi. Walaupun metamfetamin berpengaruh pada norepinefrin,
serotonin, dan dopamin, pengaruhnya yang terbesar adalah pada dopamin.
Metamfetamin juga berpengaruh pada transmiter lain, seperti asetilkolin (ACh),
substansi opioida endogen, dan GABA. Pengaruh terhadap kombinasi beberapa
neurotransmiter ini akan menimbulkan perubahan metabolisme dan aliran darah
dalam otak, terutama pada prefrontal, frontal, temporal, dan subkortikal. Perubahan
ini berkaitan dengan terjadinya stimulasi dan euphoria.
Metamfetamin HCl akan dipecah menjadi senyawa lain bila dipanaskan. Oleh
karena itu, zat tersebut tidak bisa dipakai dengan cara merokok. Sebaliknya, free-
base metamfetamin menguap pada suhu di atas 200oC. Oleh karena itu, free-base
metamfetamin dapat digunakan seperti rokok. Sebaliknya, dekstroamfetamin tidak
dapat dibakar karena akan rusak. Free-base metamfetamin diberi nama ICE, speed,
crystal, crank, atau go. Begitu ICE dirokok, langsung masuk ke dalam darah dan
berlangsung sampai 4 jam. Sesudah itu, kadarnya dalam darah akan menurun secara
progresif. Waktu paruh metamfetamin adalah 11 jam. Sesudah beredar ke otak, 60%

15
metamfetamin dimetabolisasi di hati untuk diekskresi melalui ginjal; sisanya
diekskresi dalam bentuk metamfetamin dan sebagian kecil dalam bentuk amfetamin.
Penelitian menemukan bahwa metamfetamin merusak neuron secara
ireversibel, bahkan mematikan neuron, yaitu neuron dopaminergic dan serotonergic.
c. Cara Pakai dan Efek pada Tubuh

16
Sabu dikonsumsi dengan cara membakarnya diatas aluminium foil sehingga
mengalir dari ujung yang satu keujung yang lain. Kemudian asap yang
ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi
air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu
melewati air tersebut. Ada juga sebagian pemakai memilih membakar sabu dengan
pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium

foil yang terhirup. Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut
yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka
yang sering berpikir tidak positif dan halusinasi visual. Masing masing pemakai
mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda. Sabu mempunyai pengaruh yang
sangat kuat terhadap saraf. Pengguna sabu cenderung untuk menggunakan sabu
dalam jumlah yang banyak dalam satu sesi dan sukar untuk berhenti kecuali sabu
yang dimiliki telah habis dan pengguna juga akan selalu merasa tergantung pada sabu
tersebut. Pengaruh pemakaian langsung dapat menyebabkan nafsu makan berkurang,
kecepatan napas dan denyut jantung meningkat secara tidak normal, demam tinggi,
pupil melebar, rasa nyaman, energi dan kepercayaan diri meningkat secara tidak
normal, susah tidur, hiperaktif dan banyak bicara, mudah panik, mudah tersinggung,
mudah marah dan agresif, pembuluh darah dapat pecah dan menyebabkan kematian.
Bila penggunaannya dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi dan penyakit, beresiko tinggi kurang
gizi, dapat mengalami gangguan jiwa, ketergantungan, keracunan terhadap logam
berat dari aluminium foil. Sedangkan bila pecandu mengalami gejala putus obat
menyebabkan cepat marah, tidak tenang/gelisah, cepat lelah, tidak bersemangat/ingin
tidur terus.

17
Gambar 2.1 Bong Sabu

d. Tata Laksana
Penatalaksanaan terhadap toksisitas dari amfetamin bertujuan untuk
menstabilisasi fungsi vital, mencegah absorbsi obat yang lebih lanjut, mengeliminasi
obat yang telah diabsorbsi, mengatasi gejala toksik spesifik yang ditimbulkan dan
disposisi. Toksisitas amfetamine kurang berhubungan dengan kadar dalam serum,
penatalaksanaan hanya berupa perawatan tidak spesifik berdasarkan gejala klinik
yang ditimbulkan.
1. Tindakan emergensi dan suportif
a. Mempertahankan fungsi pernafasan
Terapi agitasi: Midazolam 0,05-0,1 mg/Kg IV perlahan-lahan
atau 0,1 - 0,2 mg/kg IM; Diazepam 0,1-0,2 mg/kg IV perlahan-
lahan; Haloperidol 0,1-0,2/kg IM atau IV perlahan-lahan.
Terapi kejang: Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB IV; Phenitoin 15-20
mg/kg BB infus dengan dosis 25-50 mg/menit; pancuronium dapat
digunakan bila kejang tidak teratasi terutama dengan komplikasi
asidosis dan atau rabdomiolisis
Terapi coma : Awasi suhu, tanda vital dan EKG minimal selama 6
jam
b. Terapi spesifik dan antidotum, pada amfetamine tidak ada antidotum
khusus
c. Terapi hipertensi: phentolamine atau nitroprusside
d. Terapi takiaritmia: propanolol atau esmolol
e. Terapi hiperthermia: bila gejala ringan terapi dengan kompres dingin
atau sponging bila suhu lebih dari 40oC atau peningkatan suhu
berlangsung sangat cepat terapi lebih agresif dengan menggunakan
selimut dingin atau ice baths. Bila hal ini gagal dapat digunakan
Dantrolene. Trimethorfan 0,3-7 mg/menit IV melalui infus
f. Terapi hipertensi dengan bradikardi atau takikardi bila ringan biasanya
tidak memerlukan obat-obatan. Hipertensi berat (distolik > 120 mmHg)
dapat diberikan terapi infus nitroprusid atau obat-obat lain seperti
propanolol, diazoksid, khlorpromazine, nifedipin dan fentolamin.

18
g. Gejala psikosa akut sebaiknya diatasi dengan supportive environment
dan evaluasi cepat secara psikiatri. Gejala yang lebih berat dapat
diberikan sedatif dengan khlorpromazin atau haloperidol.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi dari saluran cerna setelah penggunaan amfetamine
tergantung pada jenis obat yang digunakan, jarak waktu sejak digunakan,
jumlah obat dan tingkat agitasi dari pasien. Pada pasien yang mempunyai
gejala toksik tetapi keadaan sadar berikan arang aktif 30-100 gr pada dewasa
dan pada anak-anak 1-2 gr/kg BB diikuti atau ditambah dengan pemberian
katartik seperti sorbitol. Bila pasien koma lakukan kumbah lambung dengan
menggunakan naso atau orogastric tube diikuti dengan pemberian arang aktif.

2.2 Rokok
a. Definisi
Rokok mengandung tembakau yang memiliki zat psikoaktif bernama nikotin.
Nikotin merupakan suatu senyawa amin tertier bercincin piridin dan pirolidin,
bersifat alkalis, lemah sehingga mudah larut dalam air maupun lemak.
b. Cara Kerja
Nikotin yang dibakar masuk ke saluran napas dan paru. Nikotin kemudian
diserap ke dalam darah secara cepat menuju otak. Nikotin terikat pada reseptor
kolinergik (C-6) dan nikotinik yang terdapat pada susunan saraf pusat, medula
glandula adrenalis, sambungan neuromuskular, dan ganglia susunan saraf otonom.
Menurut Benowitz, ikatan nikotin pada jaringan otak terkuat di hipotalamus,
hipokampus, talamus, mesensefalon, batang otak, korteks, neuron dopaminergik pada
nigrostriata dan mesolimbik, yang berkaitan dengan terjadinya adiksi,
ketergantungan, toleransi, dan putus zat nikotin.
c. Cara Mengonsumsi
Tembakau yang mengandung nikotin biasanya digunakan dengan cara dibakar
dan diisap sebagai rokok, dikunyah, atau disedot melalui hidung.
d. Efek pada Tubuh
Pengaruh nikotin terhadap susunan saraf pusat atau perilaku antara lain
meningkatkan kewaspadaan, mengurangi ketegangan mental pada waktu stress,
meningkatkan daya ingat jangka pendek, memperpendek waktu reaksi, mengurangi
rasa lapar, dan karenanya mengurangi berat badan, serta meningkatkan perhatian.

19
Nikotin meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, aliran darah koroner,
stroke volume, dan cardiac output walaupun sifatnya hanya sesaat. Nikotin dalam
jangka panjang mengurangi aliran darah koroner, menurunkan suhu kulit,
menyebabkan vasokonstriksi sistemik, meningkatkan aliran darah ke otot,
meningkatkan asam lemak bebas, laktat, dan gliserol. Nikotin juga meningkatkan
aktivitas trombosit, meningkatkan produksi sputum (dahak), menyebabkan batuk,
napas berbunyi, dan tangan gemetar. Nikotin juga dapat mempercepat datangnya
menopause.
e. Komplikasi Medis
Merokok dapat mencetuskan penyakit jantung dan pembuluh darah seperti
angina pektoris, arteriosklerosis, dan penyakit pembuluh darah tepi. Merokok juga
dapat menyebabkan penyakit paru seperti bronkitis, pneumonia, dan kanker paru.
Kanker juga dapat terjadi di rongga mulut, laring, esofagus, kandung kemih, rahim,
pankreas, serta lambung.
f. Tata Laksana
Lini pertama yang dapat digunakan untuk berhenti merokok adalah patch
nikotin, permen karet nikotin, serta inhaler nikotin. Selain itu dapat pula diberikan
bupropion atau vareniklin. Pengobatan lini kedua adalah nortriptilin dan klonidin.
2.3 Alkohol
a. Definisi
Alkohol adalah senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang
terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom
karbon lain. Minuman alkohol merupakan minuman keras yang mengandung
berbagai kadar etanol di dalamnya Alkohol digunakan melalui oral dengan berupa
minuman beralkohol. Alkohol biasa digunakan dengan penggunaan zat sedatif
lainnya.
Minuman beralkohol terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan kadar etanol,
yaitu
Golongan A : etanol 1-5 %
Golongan B : etanol 5-20%
Golongan C : etanol 20-45%
Minuman beralkohol diperoleh dari proses fermentasi madu, gula, sari buah
dan umbi-umbian. Konsentrasi maksimum alkohol dicapai 30-90 menit setelah
tegukan terakhir. Sekali diabsorbsi, etanol didistribusikan keseluruh jaringan tubuh
20
dan cairan tubuh. Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang
akan menjadi euforia, namun sering dengan penurunannya pula orang menjadi
depresi.
b. Cara Kerja
Alkohol menghasilkan berbagai efeknya melalui interaksinya dengan beberapa
sistem neural di dalam otak. Alkohol merangsang berbagai reseptor GABA, yang
berperan dalam kemampuannya mengurangi ketegangan. (GABA adalah
neurotransmitter penghambat utama; berbagai obat benzodiazepin, seperti vallium,
memiliki efek pada reseptor GABA sama dengan efek alkohol). Alkohol juga
menaikkan kadar serotonim dan dopamin, dan efek ini mungkin merupakan sumber
dari kemampuannya untuk menciptakan efek yang menyenangkan. Terakhir, alkohol
menghambat berbagai reseptor glutamat yang dapat menimbulkan efek kognitif
intoksikasi alkohol, seperti berbicara dengan tidak jelas dan hilangnya memori.
c. Efek pada Tubuh
Pada dasarnya, alkohol memang mampu menghilangkan rasa sakit dan dalam
dosis yang lebih besar, bersifat sedatif, menyebabkan orang tertidur, bahkan
kematian. Alkohol menghasilkan berbagai efeknya melalui interaksinya dengan
beberapa sistem neural di dalam otak. Alkohol dapat mengurangi ketegangan,
kecemasan, menciptakan efek yang menyenangkan dan efek kognitif intoksikasi
alkohol, seperti berbicara dengan tidak jelas dan hilangnya memori
Konsumsi alkohol dalam waktu lama memberikan efek negatif bagi hampir
setiap jaringan dan organ tubuh meliputi, otak, hati, system pencernaan dan lainnya.
Malnutrisi dapat juga terjadi karena alkohol mengandung kalori tinggi sehingga
pengguna seringkali mengurangi asupan makanan mereka. Alkohol juga juga
mengurangi efektifitas sistem imun, mengakibatkan meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi. Bagi wanita hamil, konsumsi alkohol yang sangat banyak semasa
hamil diketahui merupakan penyebab utama retardasi mental dan berat badan bayi
lahir rendah.
Gejala intoksikasi alkohol berupa bicara kacau, inkoordinasi, gerakan tubuh
tidak terarah, nystagmus, gangguan memori dan atensi, stupor hingga koma,
gangguan mood, perilaku agresif. Gejala withdrawal alcohol berupa banyak
berkeringat, nadi cepat, tremor di tangan, insomnia, halusinasi, mual/muntah,
agitsasi psikomotor, ansietas, dan kejang
d. Tata Laksana
21
Tatalaksana intoksikasi alcohol dari Kepmenkes RI 2010 yaitu:
1. Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 mg Dextrose 50%
2. Bila keadaan Koma :
Posisi face down untuk cegah aspirasi
Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
Injeksi Tiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy.
Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam
Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan
Beri dosis rendah sadatif: Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila
gaduh gelisah berikan sacara parenteral (i.m)

2.4 Ganja
a. Definisi
Ganja, mariyuna, atau kanabis adalah suatu tanaman perdu yang tingginya
dapat mencapai 4 meter, mengandung zat psikoaktif delta-9 tetra-hido-kanabinol
(THC). Kadar tertinggi THC berada pada pucuk tanaman betina yang sedang
berbunga, dan juga pada daun dan rantingnya. Selain THC tanaman ganja juga
memiliki kanabionoid lain, seperti kanabidiol, dan asam tetrahidrokanabidiolat. Bila
disimpan pada suhu ruangan biasa, kekuatan daun ganja berkurang 5% setiap bulan.
Dalam asap ganja terdapat >60% kanabionoid dan bahan kimia lain, tetapi yang
terpenting adalah THC. Terdapat berbagai nama yang dikenal untuk ganja antara lain
Acapulco gold, Gold, Buddha stick, dope, grasss, Mary Jane, Pot, Rope, Stick, Tea,
dan Weed.
Ganja dapat dikonsumsi sebagai makanan dalam bentuk manisan, diseduh
seperti teh atau kopi, tetapi kebanyakan di rokok seperti merokok tembakau. Ganja
yang dirokok biasa berupa tanaman yang sudah dikeringkan dan dirajang kemudian
dilinting seperti tembakau. Asap ganja dimasukkan kedalam paru dan ditahan untuk
beberapa detik sebelum dikeluarkan. Setiap batang rokok ganja mengandung THC
sebanyak 5-20 mg, hanya 50% yang diabsorpsi. Pada penggunaan secara oral, hanya
3-6% yang diabsorpsi. THC cepat meninggalkan plasma, dan masuk ke jaringan yang

22
mengandung lemak, terutama ke otak dan testis. THC dimetabolisasi di hepar dan
diekskresi terutama melalui tinja dan air seni. Waktu paruh THC 2-7 hari.
b. Cara Kerja
THC terutama berpengaruh pada otak, sistem kardiovaskular, dan paru,
sifatnya akut dan reversibel. THC bekerja pada reseptor B1 dan B2 yang terdapat
pada seluruh otak, terutama pada korteks serebri, hipokampus, serebelum, dan
striatum. Tubuh menghasilkan agonis THC endogen, yaitu anandamida (suatu derivat
asam arakidonat) dan N-palmito-etanolamida. Bila reseptor B1 dan B2 distimulasi
oleh THC atau agonis endogen, akan menimbulkan perubahan pada second
messenger sehingga terjadi perubahan jumlah Norepinefrin (NE) dan dopamin (DA)
pada korteks prefrontal dan mesolimbik, termasuk pada nucleus accumbens (NAc).
THC juga mempengaruhi reseptor mu1 pada sistem opioida dan mengubah Gaba
reseptor sehingga pengguna ganja mempunyai potensi untuk menggunakan zat
psikoaktif lain. Dapat terjadi toleransi silang ringan dengan alkohol. THC dapat
dideteksi dalam air seni sampai seminggu setelah penggunaan terakhir.
c. Efek pada Tubuh
Orang yang belum berpengalaman menggunakan ganja, pada saat intoksikasi
akan mengalami anasietas selama kurang lebih 10-30 menit, gelisah, curiga, takut
tidak bisa mengendalikan diri, takut mati, dan takut menjadi gila. Kemudian, ia
menjadi lebih tenang dan euforia. Selain itu dapat erjadi halusinasi penglihatan
(kilatan sinar, warna-warni cemerlang, bentuk-bentuk amorf, figur dan wajah orang)
serta gangguan persepsi waktu dan jarak.
Pada waktu intoksikasi, pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan denyut
jantung hingga 50%, mata merah, mata dan mulut kering, kadang-kadang selera
makan bertambah. Pada intoksikasi yang agak berat, dapat menyebabkan tremor,
kulit teraba dingin, tekanan darah sedikit turun, nystagmus, dan melebarnya bronkus.
Pengaruh ganja pada penggunaan melalui rokok timbul setelah 20-30 menit
dan bertahan 2-4 jam. Kadar tertinggi dalam plasma darah dicapai dalam waktu 10-
30 menit. Bila dimakan, gejala timbul 0,5-1 jam, pengaruh bertahan 5-12 jam serta
kadar tertinggi THC dalam plasma dicapai dalam 2-3 jam.
Komplikasi dari penggunaan ganja antara lain menghambat perkembangan
kemampuan atau keterampilan sosial, semangat berkurang (amotivasional).
Pengguanaan kronis menyebabkan peradangan pada paru, mengganggu aliran
koroner, menimbulkan atrofi otak. Ganja dapat memperberat gejala psikosis (waham,
23
halusinasi, depersonalisasi, disorientasi) yang telah ada pada pasien skizofrenia.
Gejala putus ganja meliput iritabel, ansietas, mual, malaise, letih, gangguan tidur,
serta kadang-kadang sakit kepala.
d. Tata Laksana
Tatalaksana intoksikasi ganja yaitu:
- Ciptakan suasana tenang
- Bersikap penuh pengertian
- Ajak bicara pasien yang sedang dialami pasien (talking the patient down)
- Jelaskan semua yang dialaminya bersifat sementara akibat ganja dan pengaruh
tersebut akan hilang dalam waktu 4-8 jam
- Bila diperlukan diazepam 10-30 mg po atau parenteral atau clordiazepoksid 10-
20 mg po dan dapat diulang sekali tiap jam bila diperlukan
Gejala putus ganja jarang ditemukan, bila ditemukan, gejala ringan dan akan hilang
dengan sendirinya. Bila perlu pasien cukup diberikan terapi suportif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat


Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai