Anda di halaman 1dari 57

BAB I

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Tn. Sanggara I Ketut
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Br. Batannyuh, Ds.Belayu, Marga, Tabanan
Tanggal MRS : 24 Juli 2017 , Pukul : 16.30 WITA
Tanggal Keluar : 31 Juli 2017
No.MR : 04.79.63
Dokter : dr. Dwi, Sp.PD

Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama : Lemah separuh tubuh kanan
Keluhan Tambahan. : Bicara pelo
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan anggota tubuh sebelah kanan mendadak tidak bisa
digerakkan. Keluhan disertai dengan bicara yang pelo dan bibir mencong ke kiri. keluhan
dirasakan mendadak sejam 5 jam SMRS ketika pasien bangun tidur. Pasien sadar tetapi sulit
berkomunikasi. Muntah (-), Pusing (-), Bab/Bak (+), Makan/Minum (+). keluarga pasien
mengaku pasien memiliki penyakit kencing manis tetapi tidak pernah kontrol untuk
penyakitnya.GDS ketika di UGD 299 mg/dL.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat Kencing Manis (+) sejak 6 bulan yang lalu dan tidak terkontrol.
- Riwayat Tb paru disangkal
- Riwayat Asma disangkal
- Riwayat Tekanan Darah Tinggi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa disangkal.
- Riwayat Kencing Manis disangkal.
- Riwayat Tb paru disangkal.
- Riwayat Asma (+)Ayah pasien.
- Riwayat Tekanan Darah Timggi disangkal
Riwayat Kebiasaan dan Psikososial:
- Riwayat merokok diakuinya, berhenti sejak 10 tahun yang lalu.
- Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal.
- Riwayat mengkonsumsi obat-obatan terlarang disangkal.
- Riwayat begadang diakuinya.
Riwayat Pengobatan
- Belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Allergi
Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi udara disangkal

Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 26 Juli 2017
Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
Kesadaran
Compos mentis. GCS : E4V5M6 - disartria
Tanda Vital
- Suhu : 36,50C
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 80 x/Menit
- Pernafasan : 18 x/Menit
Status Generalis
o Kepala : Normochepal.
o Rambut : Rambut hitam, lurus, tipis, distribusi merata, tidak mudah rontok.
o Mata : Alis hitam, tipis, madarosis (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
refleks pupil (+/+), pupil isokor, strabismus (-/-), edema palpebra (-/-).
o Hidung : Normonasi, deviasi septum (-/-), konka hiperemis (-/-), sekret (-/-), epistaksis
(-/-), polip (-/-).
o Telinga : Normotia (+/+), serumen (+/+).
o Mulut : Bibir lembab,Mulut deviasi ke kiri, sianosis (-/-), stomatitis (-/-), lidah kotor
(-/-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), besar tonsil T1/T1.
o Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-), JVP normal
o Thorak : Normochest, simetris
o Paru
- Inspeksi : tampak simetris tidak ada bagian dada yang tertinggal saat
bernafas dalam, tidak ada retraksi otot-otot bantu pernafasan
- Palpasi : Vocal fremitus terasa sama di kedua paru, tidak ada bagian dada yang
tertinggal pada saat bernafas, nyeri tekan (-), masa (-)
- Perkusi : sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (-)/(-)wheezing (-)/(-), ronkhi (+)/(+).

o Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ics IV linea midclavicularis sinistra
- Perkusi : batas kanan jantung berada di parasternalis kanan, batas kiri jantung berada di
3 jari medial garis midklavikula sinistra
- Auskultasi : suara jantung I, II normal, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen
- Inspeksi : Perut besar, simetris, caput medusa (-).
- Auskultasi : Bising Usus (+), Normal.
- Palpasi : Keras, massa (-), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan pada regio
abdomen lain (-), hepatomegali (+), splenomegali (-), elastisitas turgor
baik, asites (-).
- Perkusi : Timpani keempat kuadran.

o Ekstremitas Atas
Akral : Hangat (+/+).
Edema : (-/-)
ROM : 222/555
o Ekstremitas Bawah
Akral : Hangat (+/+).
Edema : (-/-)
ROM : 222/555

o Inguinal : Tidak dilakukan.


o Anus & Rektum : Tidak dilakukan.
o Genitalia : Tidak dilakukan.

Resume
Pasien datang dengan keluhan anggota tubuh sebelah kanan mendadak tidak bisa digerakkan.
Keluhan disertai dengan bicara yang pelo dan bibir mencong ke kiri. keluhan dirasakan
mendadak sejam 5 jam SMRS ketika pasien bangun tidur. Pasien sadar tetapi sulit
berkomunikasi. Muntah (-), Pusing (-), Bab/Bak (+), Makan/Minum (+). BAB normal, BAK
normal. Pasien memiliki riwayat kencing manis yang bari diketahui sejak 6 bulan yang lalu, tetapi
tidak pernah kontrol untuk penyakitnya.Riwayat Kebiasaan dan Psikososial: merokok diakuinya,
tetapi sudah berhenti 10 tahun yang lalu, sehari 6 batang. Pada vital sign didapatkan TD : 140/80,
pernapasan 18 x/menit, nadi : 80x/mnt, suhu : 36,5*C, GDS : 299 g/dL.Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kelemahan alat gerak sebelah kanan dan mulut mencong ke kiri disertai bicara pelo
(disartria).

Daftar Masalah
Lemah anggota Tubuh bagian kanan
Mulut Mencong
Bicara Pelo/disartria
Kadar gula darah tinggi
Riwayat Merokok

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Tanggal 24 Juli 2017

Pemer Hasil Satuan Nilai


iksaan Norm
al

HB 13,9 g/dL 11-


16,5

Leuko 8,6 mm3 4.000-


sit 10.00
0
Trom 201.0 mm3 150.0
bosit 00 00-
400.0
00

SGOT 21 U/L 0-35

SGPT 25 U/L 0-50

BUN 11,9 mg/dL 7-18

Kreati 0,8 mg/dL 0,6-


nin 1,3

GDS 299 mg/dL <200

Na+ 135 mEq/ 135-


L 145

K+ 4,2 mEq/ 3,5-


L 5,1

CL- 102 mEq/ 95-


L 105

Laboratorium tanggal 25 juli 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Gula Darah Puasa 233

GD 2 jam PP 249
Kolesterol total 157 MG/dL 200
Trigliserida 123 MG/dL 150
LDL 92 MG/dL <100
HDL 41 MG/dL 40-60
Asam Urat 3,2 MG/dL 2,6-7,2

26 Juli 2017

Pemer Hasil Satua Nilai


iksaan n Norm
al

GDS 165 MG/dL <200

27 Juli 2017

Pemer Hasil Satua Nilai


iksaan n Norm
al

GDS 150 MG/dL <200

28 Juli 2017

Pemer Hasil Satua Nilai


iksaan n Norm
al

GDS 160 MG/dL <200

29 Juli 2017
Pemer Hasil Satua Nilai
iksaan n Norm
al

GDS 186 MG/dL <200

30 Juli 2017

Pemer Hasil Satua Nilai


iksaan n Norm
al

GDS 164 MG/dL <200

31 Juli 2017

Pemer Hasil Satua Nilai


iksaan n Norm
al

GDS 131 MG/dL <200

HASIL CT-SCAN (25/7/2017)


*Infark akut regio frontoparietal kiri

Penatalaksanaan :
Diet DM 1900 kcal
NOVORAPID 3x6 unit
Piracetam Inj 4 x 3 gr
Atorvastatin 1X20 MG
ASA 100 mg & Glycine 45 mg (PROXIME) 1X1
Cilostazol 2X 50 MG

Follow Up :
Tanggal PEMERIKSAAN KET
24/7/17 S : Lemah separuh badan diesertai - IVFD RL 20
suara pelo sejak 5 jam SMRS. Bibir tpm
mencong, muntah (-) - Novorapid 3x6
unit
O : Kes : Composmentis - Piracetam Inj 4 x 3 gr
K/u : Lemah
- Atorvastatin 1X20 MG
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
R : 20 x/mnt 45 mg (PROXIME) 1X1
S : 36
- Cilostazol (antiplatelet)
A ; CVA Infark + DM 2X 50 M

25/7/17 S : Lemah separuh badan disertai suara - IVFD RL 20


pelo . Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M

26/7/17 S : Lemah separuh badan disertai suara - IVFD RL 20


pelo. Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M
Tanggal PEMERIKSAAN KET
27/7/17 S : Lemah separuh badan diesertai - IVFD RL 20
suara pelo . Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M

28/7/17 S : Lemah separuh badan diesertai - IVFD RL 20


suara pelo. Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M

29/7/17 S : Lemah separuh badan diesertai - IVFD RL 20


suara pelo. Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M
Tanggal PEMERIKSAAN KET
30/7/17 S : Lemah separuh badan disertai suara - IVFD RL 20
pelo. Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M

31/7/17 S : Lemah separuh badan disertai suara - IVFD RL 20


pelo. Bibir mencong, muntah (-) tpm
- Novorapid 3x6
O : Kes : Composmentis unit
K/u : Lemah - Piracetam Inj 4 x 3 gr
TD : 120/80 mmHg
- Atorvastatin 1X20 MG
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt - ASA 100 mg & Glycine
S : 36 45 mg (PROXIME) 1X1

A ; CVA Infark + DM - Cilostazol (antiplatelet)


2X 50 M

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Gambaran Umum Diabetes Mellitus

Sebelum membahas penulisan ini lebih lanjut ada baiknya untuk

mengetahui Diabetes Mellitus secara umum, penyebab, jenis dan akibat yang

ditimbulkan dari penyakit ini. Sehingga sedikit banyak diharapkan pembaca


memperhatikan tentang betapa pentingnya mengatur pola hidup yang baik dan sehat.

2.1.1 Sistem Glukosa-Insulin dalam Darah

Sistem Glukosa-Insulin merupakan sebuah contoh loop tertutup dalam

sistem fisiologis dalam tubuh manusia. Pada orang normal, konsentrasi kadar gula

darah berada dalam kisaran 70 110 mg/dL. Dan sistem glukosa-insulin inilah

yang ada di dalam tubuh manusia agar konsentrasi kadar gula darah tetap pada

kondisi yang stabil dan normal. Gambar 2.1 menjelaskan secara singkat dari

sistem glukosa-insulin ini. Bagi orang normal, kondisi akan selalu berada dalam

area yg berwarna hijau, di mana kadar gula darah berada dalam kondisi yang normal

pula.

vii
24

Gambar 2.1 Sistem Glukosa-Insulin pada Manusia

Beberapa faktor dapat mempengaruhi konsentrasi kadar gula darah

seperti: konsumsi makanan, tingkat pencernaan masing-masing orang, olahraga,

dan sebagainya. Hormon hormon pada kelenjar endokrin pankreas seperti insulin

dan glukagon yang akan bertanggung jawab untuk menjaga kosentrasi gula darah

pada kondisi normal.

Pada saat konsentrasi gula darah dalam keadaan tinggi, misalkan

seseorang mengkonsumsi makanan (berada pada area yang berwarna merah),

tubuh akan mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas, dan sel- akan memberikan

respon dengan sekresi hormon insulin ke dalam tubuh. Insulin ini akan bekerja untuk

menurunkan kadar gula darah dan membawa seseorang tetap pada area hijau yang

aman.

Sebaliknya, apabila manusia melakukan kegiatan seperti berolahraga

yang membutuhkan glukosa dalam darah (berada pada area yang berwarna biru),
25

secara otomatis kadar gula darah akan turun dan berada di bawah kondisi normal.

Pada tahap ini tubuh kembali mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas dan sel-

akan bereaksi dengan mennyekresikan glukagon. Glukagon ini akan

mempengaruhi sel-sel hati supaya melepaskan simpanan glukosa ke dalam darah

sampai orang kembali ke dalam kondisi normal.

Saat kadar gula darah seseorang secara konstan atau terlalu sering berada

di luar batas wajar (70-11mg/dL), maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut

memiliki kelainan atau masalah pada gula darahnya. Kondisi seperti ini disebut

dengan hipoglisemia atau hiperglisemia.

Diabetes Mellitus adalah kelainan dari sistem glukosa-insulin sehingga

penderita tidak dapat mempertahankan kadar gula darahnya konstan pada kondisi

normal.

2.1.2 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) (berasal dari kata Yunani ,

diabanein, yang memiliki arti "tembus" atau "pancuran air", dan

kata Latin mellitus, yang berarti "rasa manis") yang dikenal sebagai kencing

manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar

gula darah yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber

lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Diabetes Mellitus adalah

keadaan hiperglisemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat

gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,

ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi (istilah kedokteran untuk merujuk pada
26

keadaan jaringan yang abnormal dalam tubuh) pada membran basalis dalam

pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Diabetes sendiri bukanlah penyakit tunggal dan berdiri sendiri, melainkan

banyak. Hubungannya adalah antara penyakit-penyakit yang akan ditimbulkan

karena adanya ketidaksempurnaan dari sistem glukosa-insulin dalam tubuh.

Apabila tidak dirawat, diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis

lainnya seperti penyakit hati, kebutaan dan kerusakan lainnya.

2.1.3 Penggolongan Diabetes Mellitus

A. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985

a. Berdasarkan klinis

1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Diabetes melitus

tipe I).

2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Diabetes

melitus Tipe II).

i. Non-obese.

ii. Obese.

3) Malnutrition-Related Diabetes Mellitus (MRDM).

b. Berdasarkan risiko statistik

Termasuk golongan ini adalah penderita-penderita dengan

toleransi glukosa normal, tetapi ada risiko peningkatan kadar gula

dalam darah. Cirinya:

1) Pernah abnormal dalam toleransi glukosa


27

2) Potensial abnormal dalam toleransi glukosa (kedua

orang tua penderita Diabetes Mellitus).

3) Melahirkan dengan berat badan lebih besar dari 4 kg.

B. Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan kemampuan pankreas

menghasilkan hormon insulin

a. Diabetes Mellitus Tipe I

Diabetes Mellitus Tipe I adalah kondisi di mana sel-

dalam kelenjar pulau Langerhans dihancurkan oleh reaksi

autoimun dalam tubuh. Sebagai akibatnya adalah sangat

rendahnya produksi insulin (di bawah 10% produksi insulin

normal). Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk

menurunkan kadar gula dalam darah dengan cepat saat seseorang

mengkonsumsi makanan. Bahkan kadar gula darah akan semakin

tinggi sebagai akibat dari hilangnya fungsi lain dari insulin sendiri,

yakni fungsi untuk mengehentikan produksi glukagon, saat kadar

gula darah tinggi. Apabila gula darah mencapai kadar di atas 180

mg/dL, sebagian dari glukosa akan dikeluarkan bersamaan dengan

urin.

Beberapa simtom yang umum terdapat pada penderita

Diabetes Mellitus Tipe I antara lain:

1) poliuria sering buang air kecil

2) polidipsia - selalu merasa haus


28

3) polifagia - selalu merasa lapar

4) penurunan berat badan

Saat ini, satu satunya cara untuk mengobati penderita

Diabetes Mellitus Tipe I adalah dengan menyuntikkan insulin ke

dalam tubuh, dibantu dengan olahraga dan diet rendah gula yang

baik. Seseorang yang terkena Diabetes Mellitus Tipe I sangat

tergantung pada penyuntikan insulin karena tidak ada lagi insulin

yang diproduksi oleh tubuh. Apabila tidak mendapatkan suntikan

insulin secara teratur maka penderita akan mati karena tubuh tidak

dapat bertahan dalam kondisi kadar gula yang terlalu tinggi.

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang umum

ditemui. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II ini, pankreas

masih dapat memproduksi insulin, bahkan dalam beberapa kasus

insulin yang diproduksi hampir sama dengan layaknya orang

normal. Yang menjadi masalah adalah saat insulin tersebut tidak

sanggup untuk memberikan efek atau reaksi terhadap sel dari

tubuh untuk mengurangi gula. Penderita Diabetes Mellitus Tipe II

biasanya resisten terhadap insulin. Lama kelamaan jumlah dari sel

akan berkurang dan penderita akhirnya mendapatkan perlakuan

yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I, yakni dengan

injeksi insulin.
29

Simtom simtom penderita Diabetes Mellitus Tipe II

hampir sama dengan Tipe I. Namun simtoma tersebut umumnya

tidak muncul secara tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu

akan menjadi seperti Diabetes Mellitus Tipe I.

2.1.4 Kadar Gula Darah

Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada

tingkat glukosa di dalam darah baik manusia maupun hewan. Tubuh manusia akan

secara alami dan dengan ketat mengatur kadar gula darah sebagai bagian dari

metabolisme homeostasis. Di mana homeostatis itu sendiri adalah keadaan tubuh

suatu makhluk hidup yang mempertahanan konsentrasi zat dalam tubuh,

khususnya darah agar tetap kosntan (Ali, p.253).

Glukosa merupakan sumber utama energi untuk sel sel dalam tubuh, dan

darah lipid (dalam bentuk lemak dan minyak) adalah sumber utama untuk

menyimpan energi padat. Glukosa ini diangkut dari usus atau hati ke sel sel

dalam tubuh melalui aliran darah, dan hormon insulin yang akan membuatnya

dapat diserap oleh tubuh.

Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit

sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Kadar gula akan selalu berfluktiasi

sepanjang hari dan meningkat setelah makan serta biasanya berada pada level

terendah pada pagi hari (disebut masa puasa), sebelum sarapan atau makan

pertama di hari itu.


30

Meskipun disebut gula darah, selain glukosa, juga ditemukan jenis-jenis gula

lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa

yang diatur melalui hormon insulin dan leptin.

Kadar gula di luar rentang normal dapat menjadi indikator kondisi medis.

Kondisi yang terus-menerus tinggi disebut sebagai hiperglisemia, dan sebaliknya

kondisi gula darah yang terus menerus rendah disebut sebagai hipoglisemia.

A. Jenis Tes Labolatorium untuk Mengukur Gula Darah

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan

konsentrasi gula dalam darah.

a. Uji Gula Darah Puasa (FBS/ Fasting Blood Sugar)

Glukosa adalah monosakarida utama dalam darah.

Pengukuran sangatlah penting untuk diagnosis Diabetes Mellitus.

Pasien akan diharuskan berpuasa selama 8-12 jam sebelum pengujian

dilakukan. Puasa sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian

yang baik dan konsekuen.

b. Glucose Urine Test (GUT)

Dengan cara ini akan diukur jumlah gula / glukosa dalam

sampel urine. Orang yang sehat dan normal tidak akan ada

kandungan gula di dalam urinenya, karena kandungan glukosa dalam

urine berarti adanya metabolisme tubuh yang tidak benar sehingga

glukosa tidak dapat lagi disimpan dalam tubuh melainkan keluar

bersama cairan tubuh.


31

Apabila dalam urine ditemukan konsentrasi gula maka

disebut glycosuria atau glucosuria.

c. Two Hour Postprandial Blood Sugar Test (PPBS 2-h)

Test ini menggunakan parameter yang paling sensitif

dalam mendiagnosis Diabetes Mellitus. Kadar gula darah akan dicek 2

jam setelah makan. Dilakukan demikian karena pada orang normal,

gula darah setelah 2 jam mengkonsumsi makanan akan kembali normal.

Namun tidak demikian dengan orang yang mengidap Diabetes

Mellitus.

Kadar glukosa normal pada orang dewasa:

1) Orthotoulidine metode = 60-110 mg / dL

2) Nelson-Somogyi metode = 80-120 mg / dL

d. Oral Glucose Tolerance Test (OGTT)

Pada OGTT pasien akan diberikan sejumlah glukosa yang

sudah ditentukan sesuai dengan berat tubuh pasien (pada umumnya

orang dewasa akan diminumkan 75 gram glukosa dalam bentuk

cairan). Setelah 30 menit sampai 1 jam, yakni saat glukosa yang

dikonsumsi sebelumnya telah diserap oleh tubuh, pengukuran mulai

dilakukan.

Pengukuran menggunakan teknik sampel darah yang

nantinya ajan di cek di labolatorium. Pengambilan darah dilakukan

dalam interval tertentu, dari 5-15 menit, dan pengambilan sampel

akan terus dilakukan sampai 3 jam setelah konsumsi glukosa cair.


32

e. Intravenous Glucose Tolerance Test (IVGTT)

Cara kerja IVGTT sangat mirip dengan OGTT. Yang

membedakan di sini adalah dimana glukosa tidak dikonsumsi secara

oral atau melalui mulut namun langsung disuntikkan ke dalam

pembuluh darah.

Dengan demikian tidak dibutuhkan waktu tunggu glukosa

sampai dicerna dan IVGTT lebih akurat karena sejumlah glukosa

yang telah ditentukan sebelumnya masuk seluruhnya ke dalam tubuh.

Sedangkan pada OGTT banyak kemungkinan glukosa tertinggal di

dalam mulut dan saluran pencernaan lainnya.

Namun OGTT tetap berfungsi untuk melihat kebiasaan

dari pasien dalam konsumsi glukosa sehari harinya. Berapa persen

dan berapa lama glukosa akan diproses oleh tubuh. Sedangkan

IVGTT bertujuan untuk melihat secara pasti efektifitas glukosa

dalam tubuh dan sensitifitas insulin yang bekerja.

IVGTT banyak digunakan dalam penelitian yang

berhubungan dengan Diabetes Mellitus mengingat ketepatannya yang

sangat tinggi. Semakin sering sampel darah diambil, akan semakin

tinggi pula keakuratannya.

Beberapa hal yang menggunakan IVGTT sebagai dasarnya

adalah penelitian mengenai Model Minimal Glukosa-Insulin dalam

darah.
33

f. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C)

Di dalam aliran darah terdapat sel sel darah merah yang

terbuat dari molekul, antara lain Hemoglobin. Glukosa menempel pada

hemoglobin untuk membuat molekul baru yang disebut molekul

hemoglobin glikosilasi, yang umum juga disebut hemoglobin A1C

atau HbA1C. Semakin banyak atau tinggi kadar glukosa dalam darah

makan HbA1C pun akan semakin tinggi konsentrasinya.

Sel darah merah hidup selama sekitar 12 minggu sebelum

sel darah merah lama digantikan dengan sel darah merah baru yang

dihasilkan dari sumsum tulang belakang. Dengan mengukur HbA1C

ini maka dapat diketahui rata kadar gula dalam darah selama 8-12

minggu terakhir.

Kadar HbA1C padah orang normal adalah antara 3.5%-5.5

%. Sedangkan pada penderita sekitar 6,5% adalah kondisi yang sudah

sangat baik.

Uji HbA1C saat ini adalah salah satu cara terbaik untuk

memeriksa penderita diabetes, apakah kadargulanya tetap terkontrol

atau tidak. Perlu diingat bahwa HbA1C itu sendiri bukanlah kadar

glukosa dalam darah.

Test ini sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan sekali.

g. Self Monitoring Blood Glucose (SMBG)

Cara ini adalah cara paling mudah untuk dijalankan pasien

diabetes. Yakni dengan membeli alat bernama Glukometer kemudian


34

setiap saat baik di rumah maupun di luar rumah, dapat memonitor

sendiri kadar gula darahnya.

Penjelasan lebih lengkap tentang SMBG akan dibahas

pada subbab berikutnya.

B. Hiperglisemia

Seseorang dikatakan berada pada kondisi hiperglisemia pada saat

kadar gula darahnya berada di atas 270mg/dL. Dan dapat semakin tinggi saat

penderita diabetes mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak atau

saat kadar insulin dalam darahnya terlalu rendah.

Hiperglisemia akan sangat berbahaya apabila tidak diobati dengan

cermat. Antara lain akan berakibat sebagai berikut.

a. Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan.

b. Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal.

c. Gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang

dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop

electron.

d. Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom,

foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual.

e. Gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan

hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor

dan koma.

f. Rentan terhadap infeksi.


35

Gambar 2.2 foot ulcer pada penderita Diabetes Mellitus

C. Hipoglisemia

Seseorang dikatakan berada pada kondisi hipoglisemia pada

saat gula darah berada di bawah 60 mg/dL. Hal ini dapat terjadi karena

beberapa hal seperti terlalu banyak berolahraga, terlalu banyak suntikan

insulin, terlalu sedikit konsumsi karbohidrat dalam makanan atau bila

seorang penderita diabetes melewati saat makan. Menghindari tahap

hipoglisemia adalah hal yang penting saat penderita diabetes menjalani

perawatan insulin.

Akibat yang dapat ditimbulkan hipoglisemia mulai dari tubuh

lemas, muntah terus menerus, sakit kepala sampai yang parah dapat

menyebabkan koma.

2.2 Glukometer

Diabetes merupakan penyakit yang umum dijumpai dewasa ini. Peran

Glukometer pun semakin besar dan yang menjadi fungsi utamanya adalah
36

memberdayakan penderita Diabetes Mellitus untuk memonitor dirinya sendiri

tanpa perlu berkunjung ke dokter atau rumah sakit.

Glukometer membantu untuk mendeteksi kadar gula darah dalam tubuh

pada saat tertentu, yakni pada saat darah sampel diambil dari dalam tubuh

penderita.

Gambar 2.3 Prosedur menggunakan Glukometer

2.2.1 Definisi

Glukometer adalah salah satu alat yang digunakan untuk mendapatkan

nilai kadar glukosa dalam darah perifer atau sentral. Nilai - nilai tersebut umumnya

dinyatakan dalam 2 jenis satuan, yakni dalam mg/dL atau mmol/L. Nilai tersebut

adalah nilai klinis yang penting untuk gangguan metabolisme seperti Diabetes

Mellitus, denutrisi dan konsekuensi lainnya seperti koma hiperosmolar, sindrom

malabsorpsi, dan yang paling parah adalah hipoglikemia atau hiperglikemia.

Glucometer dan pengobatan farmasi yang tepat adalah dasar untuk kontrol

glikemik pasien diabetes. Di rumah, beberapa glucometers memiliki beberapa

jenis strip untuk memonitor variabel-variabel lain seperti


37

keton yang dihasilkan ketika seorang pasien mengalami hyperglycemia. Gambar

3.2 menunjukkan diagram umum dari Glukometer. Hal ini menunjukkan perangkat

sekunder yang berbeda untuk menunjang komunikasi antara pengguna dan

Glukometer itu sendiri. Bagian yang paling penting adalah strip berbentuk persegi

panjang yang berfungsi sebagai sensor untuk menempatkan darah dan

mendapatkan pengukuran ditentukan dengan konverter analog-digital / analog

digital converter (ADC) dari mikrokontroler / microcontroller unit (MCU).

Perangkat penunjan lain dapat ditambahkan sesuai dengan produsen Glukometer.

Gambar 2.4 Komponen dalam Glukometer

2.2.2 Sensor Glukosa

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengukur kadar gula

dalam darah adalah dengan mengubah konsentrasi glukosa menjadi sebuah sinyal

voltase. Hal ini mungkin terjadi dengan adanya sensor khusus dalam strip /

lempengan untuk amperometry.


38

Gambar 2.5 Strip untuk Mengukur Kadar Gula pada Glukometer.

Sensor ini menggunakan elektroda platinum dan perak untuk membentuk

bagian dari sirkuit listrik di mana hidrogen peroksida terelektrolisis. Hidrogen

peroksida diproduksi sebagai hasil dari oksidasi glukosa pada membran oksida

glukosa. Arus yang melalui rangkaian menyediakan hasil pengukuran konsentrasi

peroksida hidrogen, sehingga konsentrasi glukosa dapat diketahui.

Gambar 2.6 Reaksi pada Elektroda antara Glukosa dan Asam

Glukonat

Sensor yang digunakan sebagai pengukur gula darah berdasarkan pada

elektroda oksida glukosa. Oksida glukosa diamobilisasi dalam elektroda karbon

aktif yang telah dilapisi platina. Enzim pada elektroda digunakan untuk
39

menentukan amperometry dengan menggunakan deteksi elektrokimia dari

hidrogen peroksida yang dihasilkan. Sensor ini terdiri dari berbagai elektroda:

lapisan membran oksida glukosa, film polyurethane yang permeabel oleh

glukosa, oksigen, dan hidrogen peroksida.

2.2.3 Amperometry

Amperometry itu sendiri merupakan sebuah alat untuk analisis kimia yang

digunakan dalam elektrofisiologi untuk mempelajari peristiwa pelepasan molekul

molekul kimia dengan menggunakan elektroda karbon. Pengukuran elektroda

berdasarkan reaksi oksidasi molekul yang dilepaskan ke dalam medium.

Amperometry mengukur arus listrik yang berada di antara sepasang

elektroda yang memicu reaksi elektrolisis. Oksigen berdifusi melalui membran

dan tegangan listrik akan dialirkan pada elektroda platina (Pt) untuk mereduksi

O2 menjadi H2.

Gambar 2.7 Diagram Proses Strip Tes

Elektroda reaktif adalah jenis sensor amperometry yang menggunakan

desain tiga elektroda. Pendekatan ini berguna ketika menggunakan sensor

amperometry karena keandalan pengukuran tegangan dan arus dalam reaksi

kimia yang sama. Tiga model elektroda menggunakan sebuah elektroda kerja
40

(WE / Working Electode), elektroda referensi (RE / Reference Electrode), dan

elektroda penghitung (CE / Counter Electrode). Setelah arus dihasilkan maka harus

diubah menjadi tegangan untuk diproses oleh MCU. Tindakan ini dilakukan

oleh amplifier transimpedansi. Akhirnya, MCU akan mendeteksi dan memproses

sinyal ini dengan modul ADC.

Gambar 2.8 Skema Chip

Gunakan metode penentuan amperometry dengan tegangan listrik

konstan 0.3V digunakan dalam meter portabel. Respon arus dari sensor bersifat

linier dengan konsentrasi glukosa dalam kisaran 5 sampai 30 mmol/L dan waktu

respon yang cepat sekitar 20 detik.

2.2.4 Mikroprosesor

Untuk membuat sebuah Glukometer, pada dasarnya hanya

membutuhkan processing unit yang sederhana. Mulai dari 8-bit sampai 32-bit

Mikroprosesor dapat digunakan dalam komponen Glukometer. Namun

Glukometer yang umum diproduksi dewasa ini menggunakan 32-bit mikroprosesor

sebagai processing unit-nya.


41

A. Definisi

Sebagian besar fungsi dari mikroprosesor sendiri adalah

sebagai central processing unit (CPU). CPU adalah pusat dari proses

perhitungan dan pengolahan data yang terbuat dari sebuah lempengan

yang disebut "chip". Chip sering disebut juga dengan "Integrated Circuit

(IC)", bentuknya kecil, terbuat dari lempengan silikon dan bisa terdiri

dari 10 juta transistor.

Gambar 2.9 Mikrorosesor Tipe D4004

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Intel_4004.jpg

Sebelum berkembangnya mikroprosesor, CPU elektronik

terbuat dari sirkuit terintegrasi TTL terpisah; sebelumnya, transistor

individual; sebelumnya lagi, dari tabung vakum. Bahkan telah ada

desain untuk mesin komputer sederhana atas dasar bagian mekanik

seperti gear, shaft, lever, Tinkertoy, dan lain-lain.


42

Mikroprosesor pertama adalah intel 4004 yang dikenalkan

tahun 1971, tetapi kegunaan mikroprosesor ini masih sangat terbatas,

hanya dapat digunakan untuk operasi penambahan dan pengurangan.

Dan pada tahun 1974 mulai bermunculan mikroprosesor baru yang

dapat menjalankan proses yang lebih rumit.

Tabel 2.1 Perkembangan Mikroprosesor Intel

B. Karakter Mikroprosesor

Berikut adalah karakteristik penting dari mikroprosesor :

a. Ukuran bus data internal (internal data bus size): Jumlah

saluran yang terdapat dalam mikroprosesor yang menyatakan

jumlah bit yang dapat ditransfer antar komponen di dalam

mikroprosesor.

b. Ukuran bus data eksternal (external data bus size): Jumlah saluran

yang digunakan untuk transfer data antar komponen antara

mikroprosesor dan komponen-komponen di luar

mikroprosesor.
43

c. Ukuran alamat memori (memory address size): Jumlah alamat

memori yang dapat dialamati oleh mikroprosesor secara

langsung.

d. Kecepatan clock (clock speed): Rate atau kecepatan clock

untuk menuntun kerja mikroprosesor.

e. Fitur-fitur spesial (special features): Fitur khusus untuk

mendukung aplikasi tertentu seperti fasilitas pemrosesan floating

point, multimedia dan sebagainya.

2.3 Teori Simulasi

Mengacu pada tujuan awal dari penelitian ini yakni untuk membuat

fungsi fungsi tambahan yang lebih berguna dalam menyampaikan informasi

kepada penderita Diabetes Mellitus yang menggunakan Glukometer sebagai alat

untuk memonitor keadaan gula darah dalam tubuh hari lepas hari.

Sangat diharapkan bahwa fungsi tersebut benar diaplikasikan dan

ditanamkan ke dalam Glukometer, lebih tepatnya ke dalam komponen perangkat

keras, mikroprosesor dalam Glukometer itu sendiri.

Namun karena banyaknya kendala dan keterbatasan baik waktu maupun

materi, maka simulasi ini digunakan sebagai langkah awal sebelum

direalisasikan ke dalam bentuk riil Glukometer yang sebenarnya.

Menurut Law dan Kelton (1991, p1), simulasi atau juga dapat disebut

pengimitasian adalah meniru atau menggambarkan operasi-operasi yang terjadi

pada berbagai macam fasilitas atau proses yang terjadi pada kehidupan nyata

dengan menggunakan bantuan komputer. Fasilitas-fasilitas atau proses-proses


44

yang disebutkan di atas itulah yang dikenal dengan nama sistem. Lebih

lengkapnya, sistem adalah kumpulan kesatuan, yang bekerja dan berinteraksi

bersama-sama menuju hasil akhir yang logis, yang menjadi tujuan bersama.

Untuk mempelajari suatu sistem secara ilmiah, asumsi-asumsi tentang

bagaimana sistem itu bekerja seringkali harus dilakukan. Asumsi-asumsi ini

biasanya dipaparkan dalam relasi matematik atau logik. Dari sanalah dibangun

sebuah model yang digunakan untuk mencoba membangun pengertian tentang

kerja atau perilaku dari sistem yang bersangkutan.

Apabila hubungan yang membangun model cukup sederhana, dapat

digunakan metode-metode matematik seperti aljabar, kalkulus, atau teori

probabilitas untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Solusi ini dikenal dengan

solusi analitik.

Sayangnya, seperti yang telah dipaparkan diatas, banyaknya faktor-faktor

tak terduga maupun yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya terlalu banyak,

sehingga sistem menjadi sangat kompleks. Karena itu, sistem ini tidak

memungkinkan model yang realistik untuk dievaluasi secara analitik.

Dalam simulasi, komputer digunakan sebagai alat bantu untuk

mengevaluasi sebuah model secara numerik, dan data-data dikumpulkan untuk

mengestimasi karakteristik sesungguhnya dari sebuah model.

Secara umum, sistem dapat dipelajari perilakunya dengan menggunakan

beberapa metode yang digambarkan pada diagram berikut.


45

Sistem

Eksperimen dengan sistem


yang sebenarnya Eksperimen dengan model
dari suatu sistem

Model fisik Model matematik

Solusi analitik Simulasi

Gambar 2.10 Cara untuk Mempelajari Sistem


Sumber: Law (1991, p4)

Jika memungkinkan untuk bereksperimen dengan sistem yang

sebenarnya, tentunya hasil yang didapatkan mempunyai tingkat ketepatan yang

sangat tinggi, bahkan sempurna. Sayangnya eksperimen ini membutuhkan biaya

yang sangat tinggi dan waktu yang lama serta source yang besar, dan mungkin saja

sistem yang diteliti belum pernah ada sebelumnya, sehingga eksperimen dengan

menggunakan model merupakan pilihan yang seringkali harus ditempuh.

Model fisik, atau yang pada umumnya dikenal sebagai emulator adalah

model yang dibuat sungguh-sungguh mirip dengan aslinya, model tersebut dapat

berperilaku hampir sama dengan sistem asli. Contohnya simulator pesawat terbang

yang digunakan sekolah penerbangan untuk memberikan gambaran kondisi

terbang sesungguhnya pada para siswa. Model ini dapat menggambarkan


46

sistem dengan akurat, mendekati kondisi aslinya, tetapi biaya dan resource yang

diperlukan sangatlah besar, sehingga seringkali model matematik dipilih untuk

membuat model dari suatu sistem.

Model matematik merepresentasikan sistem dalam relasi logical dan

kuantitatif yang kemudian diubah dan dimanipulasi untuk melihat reaksi dari

sistem yang dimaksud. Setelah menggambarkan model matematik, harus dilihat

apakah sistem yang digambarkan cukup sederhana. Jika cukup sederhana, maka

model matematik ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi pasti dari

masalah tersebut, yaitu yang dikenal dengan solusi analitik. Sebaliknya, apabila

sistem terlalu kompleks, maka harus dibuat simulasi.

Pembuatan simulasi tentunya harus disesuaikan dengan data yang

didapat, karena itu simulasi dapat dibagi menjadi 3 dimensi perbedaan.

1. Simulasi statis dan dinamis

Simulasi statis adalah simulasi yang menggambarkan suatu

sistem pada waktu tertentu di mana pada saat itu waktu tidak

memiliki pengaruh terhadap perubahan state. Sebaliknya, simulasi

dinamis menggambarkan sebuah sistem yang berubah seiring dengan

perubahan waktu.

2. Simulasi deterministik dan stokastik

Simulasi deterministik adalah simulasi yang tidak mempunyai

komponen berdasarkan probabilitas. Sebaliknya, simulasi stokastik

adalah simulasi yang memiliki komponen berdasarkan probabilitas.

3. Simulasi kontinu dan diskrit


47

Simulasi kontinu adalah simulasi di mana komponen-

komponen di dalamnya berubah secara kontinu. Sebaliknya simulasi

diskrit adalah simulasi yang komponen-komponennya berubah sesuai

dengan perubahan waktu.

2.4 Metode yang Digunakan dalam Perhitungan Data

2.4.1 Satuan Kadar Gula Darah yang Digunakan dalam Perhitungan

Satuan yang umum digunakan untuk kadar gula darah adalah

a. mmol/L (millimol/liter); dan

b. mg/dL (milligram/desiliter).

Satuan yang pertama adalah satuan ukuran internasional yang diakui

dunia dan sangat umum dipakai didalam jurnal - jurnal ilmiah tentang diabetes,

sedangkan yang kedua adalah sistem yang diadopsi oleh negara Amerika Serikat.

Glukometer yang umum dijual dipasaran saat ini dibuat oleh berbagai

perusahaan dan bisa saja menggunakan salah satu satuan ukuran seperti diatas,

atau menggunakan keduanya.

Hasil uji darah yang dilakukan oleh laborat-laborat di Indonesia

mengadopsi sistem yang digunakan oleh Amerika Serikat, yakni menggunakan

ukuran mg/dL (milligrams/deciliter).

Karena berat molekul glukosa, dengan rumus kimia C6H12O6 adalah

sekitar 180 gr/mol, untuk pengukuran glukosa, perbedaan dua buah skalanya

adalah faktor dari 18.

Berikut skala yang digunakan untuk mengkonversi satuan tersebut:

18 mg/dL = 1 mmol/dL
48

Untuk mengkonversikan mmol/L ke mg/dL, cukup kalikan dengan 18.

Untuk mengkonversikan mg/dL ke mmol/L, cukup bagi dengan 18 atau

dikalikan dengan 0.055.

2.4.2 Simetrisasi Skala Pengukuran Gula Darah

Fluktuasi gula darah sering kali dijadikan objek untuk deskripsi statistik

dan berbagai analisis data dalam penelitian dan praktik klinis. Namun

bagaimanapun hampir seluruh teknik statistika menggunakan asumsi mengenai

bentuk distribusi dari data yang telah dianalisis. Sebagai contoh, praktik umum

statistik tentang data tengah standar deviasi mengasumsikan sebuah

distribusi yang simetris dari data data yang dibaca. Namun kasus tidak sama pada

data gula darah. Contoh terlihat pada gambar di bawah yang menampilkan

distribusi gula darah yang sangat khas dengan subjek penderita Diabetes Mellitus

Tipe I, dengan 186 bacaan pada SMBG (Self Monitoring of Blood Glucose).

Dapat terlihat dengan jelas bahwa sesungguhnya distribusinya skewed dan

apabila dipaksakan menggunakan kurva normal (kurva lonceng) jelas tidak akan

menggambarkan data dengan baik.

Permasalahan ini tidaklah baru, dan selalu muncul dalam statistik. Namun

masih banyak cara lain yang dapat memberikan sampel simetris yang sebagai hasil

dari sampel non-simetris dengan cara transformasi dan konversi. Analisis statistik

dapat dilakukan dengan data yang simetris, dan sebuah transformasi invers

digunakan untuk menterjemahkan hasilnya sehingga tetap dapat sesuai dengan data

awal. Sangat penting untuk diingat bahwa transformasi


49

tersebut sangatlah bergantung dengan sampel yang diambil. Sampel yang

berbeda tentu akan disimetriskan dengan transformasi yang berbeda pula. Oleh

sebab itu, pendekatan ini akan menjadi sangat tidak praktis dan tidak sesuai dengan

penerapannya dalam alat SMBG, karena transformasi harus dapat diketahui pada

awal pembacaan gula darah penderita.

Sebuah pendekatan alternatif yang dapat menghilangkan ketergantungan

pada pembacaan sampel adalah dengan mengubah skala pada bacaan gula darah

sehingga pada skala yang baru tersebut, bacaan dari gula darah akan bersifat

simetris.

Gambar 2.11 Distribusi Level Gula Darah

Berdasarkan gambar, dapat dilihat bahwa:

a. Rentang nilai hipoglisemia jauh lebih sempit / kecil dibandingkan

rentang nilai untuk hiperglisemia; dan

b. Rentang nilai yang ditargetkan tidak berada di tengah rentang

data.
50

Kita akan mengkonversikan skala ini menjadi skala yang simetris, dengan

memperluas rentang dari hipoglisemia, dan mempersempit rentang dari

hiperglisemia, dan posisi dari rentang nilai kadar gula yang ditargetkan akan

disimetriskan menjadi nilai 0. Lebih jelasnya, kita akan mentransformasikan

skala untuk memenuhi kondisi sebagai berikut.

a. Arah dari skala yang asli dengan skala yang sudah

ditransformasikan adalah sama;

b. Yang menjadi rentang target adalah pada titik 0;

c. Pusat dari keseluruhan rentang gula darah adalah pada titik 0.

Pertama, kita harus menemukan sebuah fungsi transformasi dan

kemudian membuat validasi bagi transformasi tersebut dengan mencobanya pada

sampel gula darah dari banyak orang untuk memastikan bahwa transformasi yang

dibuat adalah benar.

Bentuk fungsi transformasi yang digunakan menurut Kovatchev et al

(1997):

di mana merupakan parameter yang ditentukan setelah

melakukan berbagai asumsi dalam penelitian.

Keterangan: BG: Blood Glucose / Gula Darah yang diukur.

Fungsi transformasi atau model matematika yang digunakan tersebut

berasal dari penerimaan kemiringan / skewness pada kurva penyebaran gula

darah dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan tujuan rumus tersebut

dibentuk.
51

Dengan menggunakan fungsi transformasi di atas, skala gula darah yang

skewed (miring) akan diubah menjadi skala normal yang bersifat simetris.

Gambar 2.12 Variabel Transformasi Skala Gula Darah

Akan ditentukan terlebih dahulu nilai dari dan berdasarkan 3 buah kondisi

yang telah dinyatakan sebelumnya.

Untuk memenuhi kondisi tersebut, dibutuhkan:

Dari persamaan tersebut akan menghasilkan:

Dengan mengurangi dua buah persamaan tersebut akan dihasilkn:

Persamaan di atas akan menghasilkan nilai = 1.0329. Dengan

melakukan substitusi pada persamaan sebelumnya, maka nilai = 1.8708.


52

Dengan nilai dan , maka telah didapat gula darah yang simetris dengan titik

tengah adalah nol.

Untuk mengkalibrasikan skala baru dan membuat skala total gula darah

dari -10 sampai 10. Hal ini dilakukan berdasarkan beberapa alasan. Seperti,

data harus memenuhi hipotesis di mana 99.8% data harus berada di antara -10

sampai 10. Sebab yang kedua, hal ini akan memungkinkan untuk

mengkalibarsikan fungsi resiko yang akan didefinisikan secara singkat untuk

menjadi sebuah fungsi dengan nilai dari 0% -100%. Dengan demikian, dicari

nilai untuk :

Dari kondisi tersebut, akan ditemukan nilai = 1.774. Sehingga fungsi

transformasi akan menjadi:

Gambar 2.13 Hasil Transformasi Skala Gula Darah


53

Seperti yang ditunjukkan pada gambar distribusi level kadar gula darah,

yang mempresentasikan dari 186 bacaan gula darah dari Glukometer dari

penderita Tipe 1 Diabetes Mellitus. Dan dapat dilihat bahwa sebaran grafik tersebut

miring / skewed. Telah dihitung beradasarkan data statistik, bahwa rata rata dari

data tersebut adalah 6.7 mmol /L dan standar deviasinya adalah 3.6. Dalam

menerapkan tes statistik, asumsi yang umum digunakan adalah bahwa

95% dari data berada dalam batas rentang dua standar deviasi dari rata rata

yang ada. Untuk data ini, , SD = 3.6, maka maka

rentang gula darah adalah antara -0.5 sampai 13.6 mmol/L. Dari data yang ada

sekitar 2.5% dari 186 data yang telah dibaca seharusnya berada di bawah 0.5

mmol/L yang sebenarnya tidak terjadi demikian (Robeva,et. Al., 2008, p195).

Diharapkan distribusi skewed tersebut dapat ditampilkan mendekati

normal dengan menggunakan transformasi gula darah.

Gambar 2.14 Grafik Transformasi Gula Darah


54

Dari gambar terlihat bahwa histogram dari data yang sama telah

ditransformasikan menjadi skala yang simetris. Pembuktian kesimetrisan data

tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: dari data yang telah

ditransformasikan ditemukan bahwa dan SD = 1.02. Jadi

di mana memberikan rentang bacaan gula darah

berada di antara -2.17 dan 1.91 mmol/L. Dari data kembali dibuktikan bahwa 4

dari data berada di bawah -2.17 dan 3 berada di atas 1.91. Hal tersebut hampir

sesuai dengan distribusi normal.

Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan, di antaranya

pengecekan kembali bacaan gula darah yang telah ditransformasikan kepada 205

orang penderia Diabetes Mellitus, telah menunjukkan sebarang normal dengan

skala simetris, dan hanya 2 dari 205 data yang diperoleh yang ditolak dari p-level

dari 0.005 (di mana dari lebih 200 test yang dijalankan dengan p-level, hal ini

akan selalu terjadi dan ini adalah hal yang sangat normal).

2.4.3 Fungsi Resiko Gula Darah

Fungsi resiko yang akan menghitung setiap nilai resiko dari setiap level

gula darah dari 1.1 sampai 33.3 mmol/L.


55

Gambar 2.15 Grafik Fungsi Resiko Transformasi

Fungsi resiko yang akan digunakan merupakan sebuah fungsi kuadrat yang

dihitung berdasarkan nilai gula darah yang telah ditransformasikan sebelumnya.

2
r(BG) = 10[f(BG)]

Keterangan:

r(BG): Fungsi resiko gula darah

f(BG): fungsi transformasi gula darah

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa fungsi trasnformasi

gula darah, f(BG) mempunyai interval nilai yakni -10 sampai dengan 10. Dan

fungsi resiko gula darah, r(BG) mempunya interval nilai dari 0 sampai 100.

r(BG) mempunyai nilai minumum 0 yang didapat apabila nilai f(BG) =0, atau

dalam skala asli, BG = 6.25mmol/L. Sedangkan nilai maksimumnya diperoleh

saat f(BG) = -10, untuk BG = 1.1 mmol/L dalam skala asli (hipoglisemia ekstrim)

dan f(BG) = 10, untuk BG = 33.3 mmol/L dalam skala asli


56

(hiperglisemia ekstrim). Dengan demikian r(BG) dapat diintepretasikan sebagai

sebuah ukuran dari resiko tersebut berkaitan dengan BG level yang ada.

Berdasarkan grafik di atas, bagian sebelah kiri dari parabola

mengidentifikasikan resiko terkena hipoglisemia, dan bagian sebelah kanan

mengidentifikasikan resiko terkena hiperglisemia. Perlu diketahui kembali bahwa

karena dalam skala gula darah baru interval baik hipo maupun hiperglisemia

simetris dengan 0, maka untuk fungsi resiko yang juga simetris akan memiliki

tingkat sensitivitas yamg sama pada hipoglisemua dan hiperglisemia (mengingat

pada skala asli, interval antara hipoglisemia dan hiperglisemia tidaklah sama).

Gambar 2.16 Grafik Fungsi Resiko Non-Transformasi

Sebagai perbandingan, Gambar 2.16 memperlihatkan r(BG) dalam skala

asli. Dan seperti yang terlihat bahwa fungsi resiko dalam skala tersebut

meningkat jauh lebih cepat dalam keadaan hipoglisemia dan tentu tidak sama

sensitif antara hipoglisemia dan hiperglisemia.


57

Berdasarkan fungsi resiko gula darah, dapat diklasifikasikan 2 buah

karakteristik dalam Glukometer.

LBGI / Low Blood Glucose Indices: ukuran frekuensi dan luas dari

bacaan gula darah yang rendah, dan

HBGI / High Blood Glucosec Indices: ukuran frekuensi dan luas

dari bacaan gula darah yang tinggi.

2.4.4 Indeks Resiko Gula Darah

Untuk menilai resiko yang disebabkan oleh bacaan gula darah yang

rendah dan bacaan gula darah yang tinggi secara terpisah, maka nilai yang rendah

[di mana f(BG) < 0] harus dipisahkan daru nilai yang tinggi [di mana f(BG) > 0].

Atau dapat di simpulkan sebagai berikut.

rl(BG) = r(BG) jika f(BG) < 0 dan 0 untuk lainnya

rh(BG) = r(BG) jika f(BG) > 0 dan 0 untuk lainnya

Perumusan untuk LBGI dan HBGI dapat didefinisikan sebagai berikut.


58

LBGI berdasarkan bagian kiri dari fungsi resiko gula darah, dan HBGI

berdasarkan bagian kanan dari fungsi resiko gula darah.

Guna dari LBGI sendiri adalah mengukur frekuensi dan tingkat bacaan

gula darah yang rendah. Sedangkan HBGI untuk gula darah yang tinggi.

Pada kesempatan yang lebih luas LBGI dan HBGI dapat diproses menjadi

informasi lain yang juga berguna dengan menggunakan data medis yang lebih

banyak seperti insulin, humulin dan sebagainya.

2.5 Perancangan Program Simulasi

2.5.1 Rekayasa Piranti Lunak

Rekayasa Piranti Lunak menurut Fritz Bauer (Pressman, 1992, p23)

adalah penetapn dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka

mendapatkan piranti lunak yang ekonomis yaitu terpecaya dan bekerja efisien

pada mesin (komputer).

Menurut Pressman (1992,p24), rekayasa piranti lunak mencakup 3

elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak,yaitu:

1. Metode-metode (methods),

menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak

2. Alat-alat bantu (tools)

mengadakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metode-

metode seperti CASE (Computer Aided Software Engineering) yang


59

mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering

database.

3. Prosedur-prosedur (procedurs)

merupakan pengembangan metode dan alat bantu.

Dalam perancangan software dikenal istilah software life cycle yaitu

serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software. Menurut

Dix (1997, p180), berikut adalah visualisasi dari kegiatan pada software life cycle

model waterfall:

1. Spesifikasi kebutuhan (Requirement specification)

Pada tahap ini, pihak pengembang dan konsumen

mengidentifikasi apa saja fungsi-fungsi yang diharapkan dari sistem

dan bagaimana sistem memberikan layanan yang diminta. Pengembang

berusaha mengumpulkan berbagai informasi dari konsumen.

2. Perancangan arsitektur (Architectural design)

Pada tahap ini, terjadi pemisahan komponen-komponen sistem sesuai

dengan fungsinya masing-masing.

3. Detailed design

Setelah memasuki tahap ini, pengembang memperbaiki deskripsi dari

komponen-komponen dari sistem yang telah dipisah-pisah pada tahap

sebelumnya.
60

4. Coding and unit testing

Pada tahap ini, disain diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman

untuk dieksekusi. Setelah itu komponen-komponen dites apakah

sesuai dengan fungsinya masing-masing.

5. Integration and testing

Setelah tiap-tiap komponen dites dan telah sesuai dengan fungsinya,

komponen-komponen tersebut disatukan lagi. Lalu sistem dites untuk

memastikan sistem telah sesuai dengan kriteria yang diminta

konsumen.

6. Pemeliharaan (maintenance)

Setelah sistem diimplementasikan, maka perlu dilakukannya

perawatan terhadap sistem itu sendiri. Perawatan yang dimaksud adalah

perbaikan error yang ditemkan setelah sistem diimplementasikan.


61

Gambar 2.17 Software Life Cycle Model Waterfall

2.5.2 Rich Picture

A. Tujuan

Rich picture pada awalnya dikembangkan sebagai bagian dari Soft

Systems Metodology yang diciptakan oleh Peter Checkland untuk mengumpulkan

informasi tentag sebuah situasi yang rumit (Checkland, 1981; Checkland and

Scholes, 1990). Ide untuk menggunakan gambar atau foto untuk berpikir tentang

suatu masalah sangat umum untuk kasus problem solving atau metode berpikir

kreatif (termasuk terapi), karena sesuai denga intuisinya, manusia dapat

berkomunikasi dengan lebih mudah bila diekpresikan dengan simbol dibanding

dengan kata-kata.

Gambar dapat memunculkan sekaligus merekam pengartian yang

mendalam terhadap sebuah situasi. Sementara itu dan teknik visualisasi yang
62

berbeda seperti visual brainstorming, manipulasi penggunaan ibarat dalam tulisan,

telah dikembangkan sebelumnya, tetapi hanya memenuhi satu tujuan dari dua

tujuan yang ada. (Garfield, 1976; McKim, 1980; Shone, 1984; Parker, 1990).

Rich picture digambar pada masa pra-analisis, sebelum diketahui secara

jelas bagian mana dari suatu situasi yang terbaik untuk dijadikan bagian dari suatu

proses dan bagian mana dibuat sebagai sebuah struktur.

Gambar 2.18 Contoh Rich Picture

Rich picture atau yang juga dikenal sebagai rangkuman situasi digunakan

untuk menggambarkan situasi yang rumit. Rich picture adalah suatu usaha untuk

menggabungkan situasi yang sesungguhnya melalui representasi kartun secara

bebas tentang semua ide mengenai layout, connections, relationships, pengaruh,

sebab dan akibat, dan lain sebagainya. Seperti ide-ide objektif ini, rich picture
63

harus dapat menggambarkan elemen-elemen subjektif seperti karakter dan

karakteristik, sudut pandang dan dugaan, semangat dan tingkah laku manusia.

B. Elemen

Pada umumnya rich picture terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

1. Simbol bergambar;
2. Kata kunci;
3. Kartun;
4. Sketsa;
5. Simbol;
6. Judul.

2.5.3 Class Diagram

Class diagram merupakan diagram yang selalu ada di permodelan sistem

berorientasi objek. Class diagram menunjukkan hubungan antar class dalam

sistem yang sedang dibangun dan bagaimana mereka saling berkolaborasi untuk

mencapai suatu tujuan.

Gambar 2.19 Contoh Class Diagram

2.5.4 Use Case Diagram


64

Use Case menunjukkan hubungan interaksi antara aktor dengan use case

di dalam suatu sistem (Mathiassen, 2000, p343) yang bertujuan untuk

menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan sebuah sistem. Aktor adalah

orang atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem.

Ada tiga simbol yang mewakili komponen sistem seperti terlihat pada

gambar dibawah ini.

Gambar 2.20 Notasi Use Case Diagram

Menurut Schneider dan Winters, ada lima hal yang harus diperhatikan

dalam pembuatan diagram use case (Schneider dan Winters, 1997, p26):

1. Aktor: segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem dan

melaksanakan use case yang terkait.

2. Precondition: kondisi awal yang harus dimiliki aktor untuk masuk ke

dalam sistem untuk terlibat dalam suatu use case.

3. Postcondition: kondisi akhir atau hasil apa yang akan diterima oleh

aktor setelah menjalankan suatu use case.


65

4. Flow of Events: kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada sebuah proses

use case.

5. Alternative Paths: kegiatan yang memberikan serangkaian kejadian

berbeda yang digunakan dalam Flow of Events.

2.5.5 Sequence Diagram

Menggambarkan bagaimana objek berinteraksi satu sama lain melalui

pesan pada pelaksanaan use case atau operasi. Diagram sequence mengilustrasikan

bagaimana pesan dikirim dan diterima antar objek secara berurutan. (Whitten et.

al., 2004, p441). Beberapa notasi diagram sequence terlihat pada gambar dibawah

ini.

Gambar 2.21 Notasi Sequence Diagram

2.5.6 Activity Diagram


66

Menurut Whitten et. al. (2004, p442) diagram activity digunakan untuk

menggambarkan urutan aliran kegiatan-kegiatan dari sebuah proses bisnis atau

sebuah use case. Diagram ini juga dapat digunakan untuk memodelkan aksi dan

hasil ketika operasi berlangsung. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.22 Notasi Activity Diagram

2.5.7 Interaksi Manusia dan Komputer

Menurut Shneiderman (1998, p4), Interaksi manusia dan komputer

merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan, perancangan, evaluasi, dan

implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta studi

fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya.

Pada interaksi manusia dan komputer ditekankan pada pembuatan

antarmuka pemakai (user interface), dimana user interface yang dibuat


67

diusahakan sedemikian rupa sehingga seorang user dapat dengan baik dan

nyaman menggunakan aplikasi perangkat lunak dibuat.

Antar muka pemakai (user interface) adalah bagian sistem komputer

yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer. Tujuan antar muka

pemakai adalah agar sistem komputer dapat digunakan oleh pemakai (user

interface), istilah tersebut digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang

dimiliki oleh piranti lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan dan

dapat membantu menyelesaikan suatu persoalan dengan hasil yang sesuai dengan

keinginan pengguna, sehingga pengguna merasa betah untuk mengoperasikan

program tersebut.

A. Program Interaktif

Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly.

(Scheiderman, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu

program yang user friendly, yaitu:

1. Waktu belajar yang tidak lama;

2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat;

3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah;

4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu;

5. Kepuasan pribadi.
68

B. Pedoman Merancang User Interface

Beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program,

guna mendapatkan suatu program yang user friendly yaitu:

1. Delapan aturan emas (Eight Golden Rules)

Untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik,

harus memperhatikan delapan aturan emas dalam perancangan

antarmukan, seperti: strive for consistency (konsisten dalam merancang

tampilan), enable frequent user to use shorcuts (memungkinkan

pengguna menggunakan shortcuts secara berkala), offer informative

feed back (memberikan umpan balik yang informatif), design dialogs

to yield closure (merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir),

offer simple error handling (memberikan penanganan kesalahan),

permit easy reversal of actions (mengijinkan pembalikan aksi dengan

mudah), support internal locus of control (mendukung pengguna

menguasai sistem), dan reduce short-term memory load (mengurangi

beban jangka pendek pada pengguna).

2. Teori waktu respon

Waktu respon dalam sistem komputer menurut

(Scheiderman, p352) adalah jumlah detik dari saat pengguna program

memulai aktifitas sampai menampilkan hasilnya di layar atau printer.

Beberapa pedoman yang disarankan: pemakai lebih menyukai waktu

respon yang pendek, waktu respon yang panjang mengganggu, waktu


69

respon yang pendek menyebabkan waktu pengguna berpikir lebih

pendek, waktu respon harus sesuai denga tugasnya, dan pemakai

harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai