PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Bab II
PEMBAHASAN
Al-mujizat adalah bentuk kata muannats (famale) dari kata mudzakkar (male) al-mujiz.
Al-mujiz adalah isim fail (nama atau sebutan untuk pelaku) dari kata kerja (fiil) ajaza.
Kata ini terambil dari akar kata ajaza-yujizu-ajzan wa ujuzan wa majizan wa
majizatan/majazatan. Yang secara harfiah antara lain berarti lemah, tidak mampu, atau
kuasa. Jadi, al-ajzu berarti tidak mampu alias tidak berdaya. (Muhammad Amin
Suma.2013:154)
Dalam pada itu, istilah mujiz atau mujizat lazim diartikan dengan al-ajib, maksudnya
sesuatu yang ajaib (menakjubkan atau mengherankan) karena orang atau pihak lain tidak ada
yang sanggup menandingi atau menyamai sesuatu itu. Juga sering diartikan dengan amrun
khariqun lil-aadah, yakni sesuatu yang menyalahi tradisi.
Dalam al-quran kata ajaza dalam berbagai bentuk (derivasinya) terulang sebanyak 26
kali dalam 21 surat dan 25 ayat. Dan kata ajaza dalam al-quran digunakan untuk beberapa
pengertian, di antaranya tidak mampu seperti terdapat dalam Surat al maidah ayat 31.
Berdasarkan tarif (definisi) mukjizat di atas, dapat dikemukakan tiga unsur pokok mukjizat
yaitu :
1. Unsur utama dan pertama mukjizat ialah harus menyalahi tradisi atau adat-kebiasaan
(khariqun liladah). Sesuatu (mukjizat) yang tidak menyalahi tradisi, atau kejadiannya
sesuai dengan kebiasaan yang umum atau bahkan lazim berlaku, tidak dapat dikatakan
mukjizat. Itulah sebabnya mengapa banyak hal yang aneh dikeluarkan oleh ahli-ahli
sulap bahkan ahli-ahli sihir tidak dinyatakan sebagai mukjizat, mengingatkan pada
dasarnya tidak menyalahi kebiasaan karena dia tidak sungguh-sungguh dan banyak
orang lain yang bisa melakukan hal serupa atau bahkan lebih dari itu. Berbeda
2
misalnya dengan kemampuan Nabi Isa a.s. menghidupkan orang mati yang tidak
pernah bisa dilakukan oleh siapa pun.
Demikian pula dengan kemukjizatan tongkat Nabi Musa a.s. yang bisa
berubah menjadi ular sungguhan (tsubanun mubin). Contoh mukjizat lain ialah
kemampuan Nabi Sulaiman berkomunikasi dengan semua hewan. Begitu pula dengan
ketidakterbakaran Nabi Ibrahim saat dilemparkan ke dalam kawah sedang mendidih.
Semua peristiwa yang baru disebutkan dinamakan mukjizat, karena semua
peristiwa ini memang tidak pernah mentradisi. Maksudnya, masing-masing peristiwa
di atas hanya terjadi sekali atau sesekali sepanjang zaman dan untuk orang-orang
tertentu saja di tengah-tengah sekian banyak manusia. Atas dasar ini, maka sihir,
seperti disinggungkan di atas, tidak dapat dikatakan sebagai mukjizat karena
kejadiannya tidak sungguhan semisal lipatan kertas atau dedaunan menjadi uang, sapu
tangan menjadi burung, dan lain-lain. Demikian pula dengan tukang sulap meskipun
sering dianggap menyalahi kebiasaan. Sebab sihir, sesuai dengan salah satu maknah
harfiahnya, berarti dusta alias tipu daya (tidak sesungguhnya). Sedangkan mukjizat
adalah sesuatu yang benar-benar terjadi.
2. Unsur pokok kedua dari mukjizat ialah bahwa mukjizat harus dibarengi dengan
perlawanan. Maksudnya, mukjizat harus diuji melalui pertandingan atau perlawanan
sebagaimana layaknya sebuah pertandingan. Untuk membuktikan bahwa itu mukjizat,
harus ada upaya konkret lebih dulu dari pihak lain (lawan) untuk menandingi mukjizat
itu sendiri.
Sebagai contohnya, tongkat Nabi Musa yang dilemparkan menjadi ular
sungguhan/a serpent yang dalam Al-quran dibahasakan dengan tsubanunmudin, itu
benar-benar di tandingi oleh sahirin (para penyihir) yang dikendalikan Firaun. Tapi,
sihir-sihir yang dikerahkan seluruh kaki tangan firaun itu kemudian ternyata
dikalahkan dan tidak pernah mampu mengalahkan mukjizat Allah yang diberikan
kepada Nabi Musa a.s., dalam kaitan ini tongkat yang menjadi ular.
Mukjizat itu tidak terkalahkan. Unsur ketiga dari suatu mukjizat ialah bahwa mukjizat itu
setelah dilakukan perlawanan terhadapnya, ternyata tidak terkalahkan untu selama-lamanya.
Jika sesuatu/seseorang memiliki kemampuan luar biasa, tetapi hanya terjadi seketika atau
dalam waktu tertentu, maka itu tidak dapat dikatakan mukjizat. (Muhammad Amin
Suma.2013:156-157)
3
B. Aspek-aspek kemukjizatan Al-quran
Seiring perbedaan pendapat para ahli ilmu-ilmu Al-quran tentang ijaz Al-quran,
para ulama terutama yang meyakini Al-quran sebagai kitab ijaz dari sisinya yang mana
pun , mencoba menguraikan ijaz Al-quran daribeberapa segi. Contohnya :
a. segi kebahasaan dan tata bahasa atau uslub-nya (balaghoh)
b. kedudukan Al-quran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. kebenaran berita-berita ghaib (anbaul ghaib) yang ada di dalamnya.
a) Gaya Bahasa
Gaya bahasa Al-Quran banyak membuat orang Arab saat itu kagum dan terpesona.
Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk Islam. Susunan Al-
Quran tidak dapat disamai oleh karya sebaik apapun. (Quraish Shihab, Membumikan
Al-Quran, Mizan, 1992, hlm 165 )
1. Susunan Kalimat
Kendatipun Al-Quran, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut
nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al-
Quran jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua lainnya. Al-
Quran muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub tersebut terkandung
nilai-nilai istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapa manusia. (Rosihon
Anwar, Ulumul QurAn,2007, hlm 193)
Dalam Al-Quran, misalnya, banyak bentuk ayat yang mengandung tasybih
(penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi mempesona, jauh
lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat dilihat
salah satu contoh dalam surat Al-Qariah (101) ayat 5 Allah berfirman:
Artinya :
Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
4
Bulu-bulu yang dihambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-gunung yang
telah hancur berserakan bagian-bagiannya. Kadangkala Al-Quran mengarah untuk
menyatakan bahwa kedua unsur tasybih, yakni musyabbah (yang diserupakan) dan
menyabbah bih (yang diserupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama.
Menurut pakar Ilmu Balaghah, Al-Quran selain menggunakan tasybih dan istiarah,
juga menggunakan majaz (metafora) dan matsal (perumpamaan).
5
1) Al-Infaq (infaq) dengan ar-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali;
2) Al-Bukhl (kekikiran) dengan al-hasarah (penyesalan), masing-masing
12 kali;
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
1) Al-Israf (pemborosan) dengan as-surah (ketergesaan), masing-masing
23 kali;
2) Al-maqizhah (nasihat/petuah) dengan al-ihsan (lidah), masing-masing
25 kali;
e. Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga
keseimbangan khusus.
1) Kata Yawn(hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak
hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan pada
bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), jumlah keseluruhannya
hanya tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain,
kata yang berarti bulan (syahr) hanay terdapat dua belas kali, sama
dengan jumlah bulan dalam setahun.
2) Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini
diulanginya sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surah Al-Baqarah [2]
ayat 29, surat Al-isra [17] ayat 44, surat Al-Muminun [23] ayat 86, surat
Fushshilat [41] ayat 12, surat At-thalaq [65] ayat 12, surat Al-Mulk [67]
ayat 3, dan surat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang
terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh
ayat.
3) Kata-kata yang menujuk kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau
basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan),
kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah
penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita, yakni 518 kali.
(Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mirzan, 1992, hlm 29-31 )
6
b) Ilmiah Al-Quran
a. Ihwal kejadian alam semesta
Al-auran mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu
gumpalan melalui
Hal menarik lainnya yang di ungkap Al-Quran adalah apa yang dikenal dewasa
ini dengan istilah The Expanding Universe. Menurut teori ini, alam semesta
bersifat seperti balon atau gelembung karet yang sedang ditiiup ke segala arah.
Langit yang kita lihat dewasa ini, sebenarnya semakin tinggi dan semakin
mengembang ke segala arah dengan kecepatan yang luar biasa. (Quraish Shihab,
Membumikan Al-Quran, Mizan, 1992, hlm 175-179 ).
7
Itulah agaknya antara lain yang diperintahkan oleh ayat AL-Ghasiyyah untuk
diperhatikan
) ( ) (
Surat Al-Furqan 25: 53 menjelaskan dan Dia Allah yang membiarkan dua laut
mengalir (berdampingan), ini tawar lagi segar, dan yang lain asin lagi pahit, dan
Dia jadikan di antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi:.
Ini berati bahwa ada pemisah yang diciptakan Allah pada lokasi-lokasi tempat
bertemunya laut dan sungai itu. Lalu apa yang dimaksud pemisah itu?
Pada tahun 1873, para pakar ilmu kelautan menemukan perbedaan ciri-ciri laut
dari segi kadar garam, temperatur, jenis ikan/binatang, dan sebagainya. Namun
pertanyaan mengapa air tersebut tidak bercampur dan menyatu tetap muncul.
Itulah barzakh atau pemisah yang disebut oleh QS Al-Furqon 25: 53, yaitu
Allah embiarkan dua langit (air sungai dan laut) mengalir berdampingan, yang ini
tawar lagi segar dan yang itu asin lagi pahit, dan Allah menjadikan antara
keduanya barzakh...(sehingga tidak bercampur).
8
c. Ihwal Awan
Ayat dari QS An-Nur 24:43 berbicara tentang awan dan proses terjadinya hujan.
Hal-hal yang diinformasikan oleh ayat tersebut adalah:
Proses turunnya hujan dimulai dari pembentukan awan tebal kaarena adanya
dorongan angin sedikit demi sedikit. Para ilmuwan menjelaskna bahwa awan tebal
bermula dari dorongan angin yang menggiring kawanan awan kecil menuju ke
daerah pusat pertemuan (awan).
Pergerakan bagian-bagian awan ini menyebabkan bertambahnya jumlah uap
air dalam perjalanannya terutama di sekitar daerah pusat pertemuan awan itu.
(tidakkah kamu melihat bagaimana Allah mengarak awan). Awan yang dimaksud
ini adalah awan tebal, karena seperti diketahui oleh ilmuwan masa kini bahwa
awan bermacam-macam. Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa ada awan yang
tidak membawa hujan:
9
d. Ihwal Gunung
10
c) Pemberitaan Ghaib Al-Quran
Gaib adala sesuatu yang tersembunyi, tidak nyata atau tidak diketahui. Gaib itu
bertingkat-tingkat, ada yang nisbi, dalam arti ia gaib bagi seseorang tetapi bagi lainnya
tidak, atau pada pada waktu tertentu gaib tetapi pada waktu yang lain tidak lagi. Ada
juga gaib mutlak yang tidak dapat diketahui selama manusia berada di atas pentas
bumi, atau tidak akan mampju diketahuinya sama sekali, yaitu hakikat Allah Swt.
(Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, 1992, hlm 193-195 ).
Al-quran mengungkap sekian banhyak ragam hal yang gaib. Peristiwa gaib pada
masa lampau yang di ungkapkan Al-Quran adalah peristiwa tenggelamnya Firaun dan
diselamatkannya badannya, atau peristiwa Ashab Al-kahfi. Sementara peristiwa masa
datang yang diungkap Al-Quran dapat dibagi dalam dua bagian pokkok yaitu:
Kedua, peristiwa masa datang yang belum lagi terjadi, seperti peristiwa kehadiran
seekor binatang yang bercakap menjelang hari kiamat.
11
Ada yang meragukan informasi Al-Quran ini. Tetapi sedikit demi sedikit bukti
kebenarannya terungkap. Pertama kali ketika informasi Al-Quran dan riwayat-
riwayat yang diterima digabung dengan hasil hasil peneitian arkeologi.
12
2. Berita Gaib pada Masa Datang yang Terbukti
a. Kemenangan Romawi setelah Kekalahannya.
Sejarahwan menginformasikan nahwa pada 614M terjadi peperangan antara
kedua adikuasa itu yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu kaum
musyrik di Makkah mengejek kaum Muslim yang cenderung mengharapkan
kemenangan Romawi yang beragama Samawi itu atas Persia yang menyembah
api. Kekesalan mereka akibat kekalahan tersebut bertambah dengan ejekan ini.
Maka turunlah surat Ar-Rum 30: 1-5 pada tahun kekalahan itu, menghibur
kaum Muslim dengan dua hal:
Pertama, romawi menang atas Persia pada tenggang waktu yang diistialahkan
oleh Al-Quran dengan Bidh sinin dan ayat 4 diatas dengan beberapa tahun.
Kedua, saat kemenangan itu tiba, kaum Muslim akan bergembira, bukan saja
dengan kemenangan Romawi, tetapi juga dengan kemenangan yang
dianugrahkan Allah (kepada mereka).
Pada tahun kemenangan itu kaum muslim akan bergembira dengan
kemenangan yang dianugerahkan Allah. Kemenangan dimaksud adalah
kemenangan dalam peperangan Badr yang terjadi bertepatan dengan
kemenangan Romawi itu, yakni pada tahun kedua Hijriah, atau tahun 622M.
b. Kasus Abu Jahal
Gangguan Abu Jahal terhadap Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin
amat populer sejak awal Islam. Gangguan tersebut ditanggapi oleh Al-Quran
sejak dini, antara lain dalam surat Al-Alaq 9-19.
Para ulama sepakat bahwa ayat tersebut turun menyangkut Abu Jahal yang
melarang atau menghalangi Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat
dengan berbagai cara, serta aneka ancaman.
Abu jahal adalah tokoh kau musyrik di makkah dan mempunyai kelompok
yang sangat disegani, sedangkan Nabi Muhammad SAW ketika turunnya ayat
ini, belum memiliki kekuatan yang memadai untuk mengimbangi Abu Jahal
dan kelompoknya. Namun demikian Allah SWT mengecam sikap Abu Jahal
itu bahkan memeintahkan kepada Nabi untuk menyampaikan ancaman Nya
(ayat 15).
13
Bab III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari makalah dapat di ambil kesimpulan bahwa al-Quran ini adalah Mukjizat terbesar
yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad SAW. Kita tahu bahwa setiap nabi di utus
Allah selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia yang ragu dan tidak percaya
terhadap pesan atau misi yang dibawa oleh nabi.
Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang
dihadapi tiap-tiap nabi, setiap mukjizat bersifat menantang baik secara tegas maupun tidak,
oleh karena itu tantangan tersebut harus dimengerti oleh orang-orang yang ditantangnya
itulah sebabnya jenis mukjizat yang diberikan kepada para nabi selalu disesuaikan dengan
keahlian masyarakat yang dihadapinya dengan tujuan sebagai pukulan yang mematikan bagi
masyarakat yang ditantang tersebut.
14