Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan dijumpai beragam aktivitas belajar. Dalam

aktivitas belajar tersebut didapatkan hasil belajar dalam berbagai bentuk,

baik yang bersifat akademik, perilaku, maupun terapan. Untuk mencapai

hasil belajar tersebut maka dibutuhkan tenaga pendidik yang mampu

mencetak manusia-manusia yang cerdas dan berkualitas dalam hal Sumber

Daya Manusia(SDM). Dalam hal ini peran mahasiswa merupakan salah satu

aspek yang bisa membantu dalam membentuk suatu SDM yang berkualitas.

Mahasiswa merupakan pelajar yang menimba ilmu pengetahuan

yang di perguruan tinggi yang memiliki kematangan fisik dan psikis yang

matang dibandingkan pelajar di masa sebelumnya sehingga lebih mampu

bertanggung jawab pada sikap dan perilakunya. Mahasiswa adalah agen

pembawa perubahan yang diharapkan dapat memberikan solusi bagi

permasalahan yang dihadapi suatu masyarakat bangsa dan mempunyai

kemandirian bekerja sesuai dengan bidang yang dipelajari. Peranan

intelektual menuntut mahasiswa untuk menyadari bahwa ilmu pengetahuan

yang dimiliki harus membawa perubahan yang lebih baik oleh karena itu

untuk menerapkan teori yang sudah dipelajari dan penerapannya perlu

diadakan praktek kerja lapangan supaya mempunyai kesiapan lebih ketika

nantinya terjun di dunia pekerjaan nantinya.

1
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan proses belajar dan

berlatih ketrampilan pada dunia kerja yang lebih menekankan pada praktik

dari pada teori. PKL bagi mahasiswa pada umumnya sesuai dengan ilmu

yang dipelajari pada saat di perkuliahan sebelumnya sehingga ilmu yang di

pelajari di perkulihaan dapat di praktekan sesuai dengan kompetensi dan

kesesuaian instant tempat bekerja.

Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang mempunyai kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja

berupa mata kuliah PKL. Khususnya pada konsentrasi sosial dapat

memahami permasalah sosial yang ada di masyarakat/ pada lokasi praktik

kerja.

Balai Rehabilitasi Sosial Anak Wira Adhi Karya merupakan salah

satu lembaga berfungsi sebagai wadah dalam melakukan pelayanan bagi

anak yang putus sekolah serta melakukan pembinaan bagi mereka yang

mempunyai permasalahan sosial sehingga dapat mempersiapkan mereka

ketika bermasyarakat. Dengan latar belakang tersebut dapat dijadikan

sebagai kajian psikologi sosial sehingga dapat menjadi penerapan ilmu

psikologi sosial dan pengalamanan kerja dalam bidang sosial.

1.2. Tujuan dan Manfaat Kegiatan PKL

Tujuan PKL di jurusan Psikologi FIP UNNES konsentrasi Psikologi Sosial

1. Dapat melakukan asesmen awal pada permasalahan psikologi sosial

2. Dapat mengkategorikan jenis dan taraf problem sosial yang ada di

2
masyarakat/pada lokasi praktik kerja.

3. Dapat memilih salah satu kelompok jenis dan taraf problem sosial untuk

kemudian dianalisis.

4. Dapat menyusun rancangan intervensi sederhana yang dapat langsung

dilakukan maupun yang sifatnya referal (terkait kerjasama dengan pihak

lain) sebagai alternatif solusi problem sosial.

Manfaat PKL di jurusan Psikologi FIP UNNES konsentrasi Psikologi Sosial

1. Bagi mahasiswa, melihat realita ilmu yang telah diterima di perkuliahan

dengan kenyataan di lapangan dan meningkatkan ketrampilan serta

kreatifitas diri dalam lingkungan sesuai disiplin ilmu yang dimiliki.

2. Bagi jurusan, dapat dijadikan bahan evaluasi kurikulum yang diterapkan

serta menemukan penyesuaiannya dengan kebutuhan kerja yang

berkompeten di bidangnya.

3. Bagi instansi terkait, sebagai sarana kerjasama antara instansi dengan

Psikologi FIP UNNES di masa yang akan datang.

1.3. Tempat Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan PKL dilakukan di Balai Rehabilitas Anak Wira Adhi

Karya Ungaran,Semarang. Pelaksanaan praktik lapangan (PKL) mulai

dilaksanan pada tanggal 25 Juli 2016 hingga 26 Agustus 2016. Dengan

jumlah 5 (lima) hari kerja setiap minggunya, jam kerja yang diterapkan

instansi dimulai pukul 07.00-15.30 WIB .

3
BAB 2

PAPARAN LAPORAN

2.1. Profil lembaga

Balai Rehabilitasi Sosial Anak WIRA ADHI KARYA Ungaran

merupakan salah satu lembaga di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi

Jawa Tengah. Balai Rehabilitasi Sosial Anak WIRA ADHI KARYA

Ungaran terletak di Jalan Ki Sarino Mangunpranoto, no.39 Ungaran, Jawa

Tengah. Secara lokasi mudah dijangkau dengan berbagai alat tranportasi

maupun angkutan umum. Balai Rehabilitasi Sosial Anak WIRA ADHI

KARYA Ungaran mempunyai kondisi fisik yang masih baik walaupun

Balai Rehabilitasi Sosial Anak WIRA ADHI KARYA Ungaran di bangun

pada tahun 1977. Seiring perkembangan jaman, bangunan ini mengalami

renovasi dan penambahan gedung berupa penambahan wisma dan ruangan

yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran dan lainnya.

Balai Rehabilitasi Sosial Anak WIRA ADHI KARYA Ungaran

mempunyai tanah seluas 24.857 meter persegi yang terdiri dari beberapa

kompleks bangunan dengan rincian 1 Ruang TU, 1 Ruang Pekerja Sosial, 1

Ruang Penyantunan, 1 Ruang Resos, 1 Ruang Perpustakaan, 4 Ruang Kelas,

10 Wisma (7 Wisma Laki-laki dan 3 Wisma Perempuan), 1 Ruang Makan,

Mushola, Aula, 4 Ruang Keterampilan (Keterampilan Las, Menjahit, Tata

Rias, Otomotif roda 2 dan roda 4), 1 Ruang Musik, 1 Ruang Olahraga.

Kondisi bangunan semuanya memenuhi syarat ketentuan yang berlaku

4
sehingga dapat menunjang kegiatan yang dilaksanakan di lembaga ini.

Tujuan pokok dari Balai Rehabilitas Anak Wira Adhi Karya Ungaran yaitu

melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis

penunjang dinas sosial provinsi jawa tengah di bidang pelayanan

penyandang masalah kesejahteraan sosial remaja dengan sistem balai.

Sedangkan fungsi teknis Balai Rehabilitas Anak Wira Adhi Karya Ungaran

yaitu sebagai pelayanan penyandang masalah kesejahteraan sosial remaja

terlantar dan droup out secara ekonomi dengan sistem panti serta

melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang pelayanan

penyandang masalah sosial remaja terlantar dan droup out secara ekonomi

dengan sistem panti.

2.2. Kegiatan Umum Lembaga

2.2.1. Seksi Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial

Progam Kegiatan Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dilakukan melalui

barbagai kegiatan sebagai berikut :

a. Penerimaan Kelayan

Proses penerimaan penerima manfaat Balai Rehabilitasi Sosial

Anak Wira Adhi Karya Ungaran didahului tahapan tahapan sebagai

berikut :

1). Pengiriman surat pemberitahuan penerimaan siswa ke Dinas

Kabupaten / Kota;

5
2). Penyuluhan dan motivasi dilaksanakan oleh petugas bekerjasama

dengan petugas Dinas Kabupaten / Kota;

3). Seleksi calon penerima manfaat dilaksanakan oleh petugas Balai;

4). Wawancara dilaksanakan oleh petugas Balai;

5). Lama waktu layanan penyantunan penerima manfaat selama

mengikuti progam

bimbingan di Balai Rehabilitasi Sosial Wira Adhi Karya adalah :

- Angkatan I : bulan Januari s/d Juni

- Angkatan II : bulan Juli s/d Desember

b. Persiapan Pelayanan

Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan calon penerima manfaat

tentang program kegiatan dan pengenalan lingkungan.

Tahapan tahapan yang dilalui :

1). Registrasi

Calon penerima manfaat menyelesaikan administrasi data dan dokumen

dokumen yang telah ditetapkan.

2). Assesment

Kegiaan yang bertujuan untuk menggali potensi calon penerima

manfaat yang meliputi bakat, minat, kecerdasan.

3). Ceramah

Diberikan oleh petugas panti tentang gambaran Balai Rehabilitasi

Sosial Anak Wira Adhi Karya, baik status, Keorganisasian, Sarana

dan prasarana yang ada dan lain sebagainya.

6
4). Kegiatan Out Bound/Kebersamaan.

5). Pengukuhan calon penerima manfaat menjadi penerima manfaat.

Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui upacara yang dipimpin oleh

Kepala Balai dengan penandatanganan kontrak pelayanan dan

penyematan tanda peserta.

6). Pembagian Kelas dan Penjurusan

Untuk mempermudah proses belajar mengajar, penerima manfaat

dikelompokkan menjadi 5 kelas dan 5 jurusan keterampilan.

c. Menyusun rencana dan bahan bimbingan untuk 6 bulan :

1). Menyusun jadwal bimbingan

2). Menyusun dan menyiapkan bahan materi masing masing satuan

bimbingan dan

pelatihan ketrampilan

3). Merencanakan dan menyiapkan kebutuhan bahan / peralatan

bimbingan dan

pelatihan ketrampilan

4). Menyusun jadwal monitoring, evaluasi dan pelaporan

5). Menyusun rencana kegiatan penyaluran penerima manfaat

6). Melaksanakan progam penyaluran kelayan di tempat kerja.

7
d. Pelaksanaan Bimbingan

1). Program Bimbingan

Jenis layanan bimbingan yang dilaksanakan terdiri dari 5 ( lima )

besaran program, yaitu : Bimbingan Fisik, Mental Keagamaan,

Psikososial, Ketrampilan Kerja dan Pengembangan Kewiraswastaan.

Pengelompokan Bimbingan terdiri dari :

a). Kelompok Dasar

- Budi Pekerti

- Mental Kerohanian

- Bela Negara / Pendidikan Kewarganegaraan

- Olah Raga dan Kesenian

b). Kelompok Inti

- Pengembangan Kepribadian dan Psikososial

- Kesehatan / Reproduksi Remaja dan Gizi

- Penanggulangan Penyakit Masyarakat

- UKS

- Kepemimpinan

- Pramuka

c). Kelompok Ketrampilan Kerja

- Otomotif Roda 2

- Otomotif Roda 4

- Penjahitan

- Las ( Listrik dan Karbit )

8
- Tata Rias ( Salon dan Rias Pengantin )

- Mix Farming dan Tata Boga ( Extra )

d). Kelompok Pengembangan Kewiraswastaan

- Kesiapan Kerja ( Motivasi, Disiplin dan Etos Kerja MDE )

- Kewiraswastaan

- Praktek Belajar Kerja ( PBK )

e). Kelompok Pendukung Kegiatan Bimbingan

Program bimbingan secara keseluruhan mencapai jumlah

2800 jam bimbingan, untuk 5 ( lima ) jurusan dengan lama layanan

6 bulan, masing masing jurusan sebanyak 560 jam bimbingan :

300 jam bimbingan fisik, mental keagamaan, psikososial,

pengembangan kewiraswastaan dan 260 jam latihan untuk

bimbingan ketrampilan kerja. Untuk pelaksanaan bimbingan

tersebut dibentuk tim / petugas dan pembagian tugas masing

masing.

2.2.2. Evaluasi

Pada tahap akhir pelaksanaan kegiatan program bimbingan

diadakan evaluasi/ujian akhir, untuk mengetahui tingkat keberhasilan

yang telah dicapai penerima manfaat dan penerima manfaat yang

dinyatakan lulus diberikan sertifikat yang ditanda tangani oleh Kepala

Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dan Kepala Balai.

9
2.2.3. Pembekalan Penyaluran Penerima Manfaat

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan penerima

manfaat memasuki dunia kerja dan pasar kerja dengan mengadakan

koordinasi Dinas/Instansi/Lembaga terkait seperti : DISNAKERTRANS,

PJTKI dan para Pengusaha.

2.2.4. Pelepasan Siswa

Pada tahap akhir pelayanan dan setelah selesai program

bimbingan selama 6 (enam) bulan pada setiap angkatan, maka dalam

rangka penyaluran penerima manfaat eks purna bina dilakukan dengan 2

(dua) model pendekatan :

a) Disalurkan ke tempat kerja sesuai dengan formasi yang ada.

b) Diserahkan kembali kepada Pemerintah asal

Kabupaten/Kota pengirim/Lembaga RSPA/panti Karya yang

merujuk, untuk pembinaan selanjutnya.

Dalam pelepasan itu kepada penerima manfaat diberikan bantuan

paket peralatan kerja sebagai stimulan untuk pengembangan usaha dan

ketrampilan yang diperoleh selama di Balai.

2.2.5. Terminasi dan Pembinaan Lanjut

Sesuai ketentuan dalam SPP dan Tupoksi Balai, maka tahap

terminasi adalah selama 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tahun. Oleh

karena itu dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah purna bina perlu

10
dilakukan kegiatan pembinaan lanjut (Binjut), baik melalui home visit

maupun melalui edaran angket kepada eks penerima manfaat untuk

mengetahui kondisi perkembangannya terutama yang berkaitan dengan

status pekerjaan dan jenis usaha yang dilakukannya. Koordinasi dengan

Pemerintah Kabupaten / Kota setempat maupun kepada

keluarganya sekaligus dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

pemutusan kontrak pelayanan (Terminasi).

2.3. Kegiatan khusus (assesment pada penerima manfaat)

2.3.1. Adapun tujuan dalam pelaksanaan assesment adalah sebagai berikut:

a. Untuk dapat mengidentifikasi masalah yang dialami penerima manfaat

di Balai Rehabilitas Anak Wira Adhi Karya Ungaran

b. Untuk dapat menentukan langkah yang tepat dalam memberikan

assesment terhadap penerima manfaat di Balai Rehabilitas Anak Wira

Adhi Karya Ungaran

c. Untuk membuat penerima manfaat menjadi seorang yang dapat

menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan sosialnya

2.3.2. Landasan teori

2.3.2.1. Penyesuaian Diri

Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian

individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005).

Penyesuaian adalah usaha menusia untuk mencapai keharmonisan

pada diri sendiri dan pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono,

2008). Penyesuaian merupakan suatu proses untuk mencari titik

11
temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Mutadin,

2002).

Menurut Mutadin (dalam Wahyuni, 2009) individu juga

mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan

dalam penyesuaian sosial, meliputi:

- Kemampuan berkomunikasi

- Menjalin hubungan dengan orang lain

- Menghargai diri sendiri dan orang lain

- Mendengarkan pendapat dan keluhan dari orang lain

- Memberi dan menerima kritik

- Bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku.

Penyesuaian sosial adalah kesanggupan untuk mereaksi

secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial,

bisa mengadakan reaksi sosial yang sehat, bisa menghargai hak-hak

sendiri di dalam masyarakat, bisa bergaul dengan orang lain dan

membina persahabatan yang kekal sehingga rasa permusuhan, iri

hati, persaingan, dengki dan emosi negatif dapat terkikis (Kartono,

1989). Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian social

merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengubah diri dan

keinginan agar sesuai dengan keadaan lingkungan atau kelompok.

2.3.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

Selain aspek-aspek dalam pembentukan penyesuaian diri,

Menurut Schneiders (1984) dalam Asrori M dan Ali M (2015: 181)

12
setidaknya ada lima faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penyesuaian diri, yaitu :

2.3.2.2.1. Kondisi Fisik

Sering kali kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses

penyesuaian diri pada mahasiswa perantau. Aspek-aspek berkaitan

dengan kondisi fisik uang dapat memepengaruhi penyesuaian diri

adalah

a. Hereditas dan Konstitusi Fisik

Dalam mengidentifikasi pengaruh hereditas terhadap

terhadap penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik

karena hereditas dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari

mekanisme fisik. Dari sisni berkembang prinsip umum bahwa

semakin dekat kapasitas pribadi, sifat, atau kecenderungan

berkaitan dengan konstitusi fisik maka akan semakin besar

pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Bahkan dalam hal

tertentu, kencerungan ke arah malasuai (malad-justment)

diturunkan secara genetis, khususnya melalaui media

tempramen. Tempramen merupakan komponen untama karena

dari tempramen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari

kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi

dengan penyesuaian diri. Jadi ada kemungkinan besar disposisi

yang bersifat mendasar, seperti periang, sensitif, pemarah,

penyabar, dan sebaginya. Sebagian ditentukan secara genetis,

13
yang berati merupakan kondisi hereditas tehadap penyesuaian

diri, meskipun tidak secara langsung. Faktor lain berkaitan

dengan konstitusi tubuh yang dapat memengaruhi penyesuaian

diri adalah intelegensi dan imajinasi. Dua faktor memainkan

peranana penting dalam penyesuaian diri.

b. Sistem Utama Tubuh

Sistem utama yang memeiliki pengaruh terhadap

penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot. Sistem

syaraf yang berkembang degan normal dan sehat merupakan

syarat mutlak bagi fungsi-fungsi psikologis agar dapat berfungsi

secara maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik kepada

penyesuaian diri pada individu. Dengan kata lain, fungsi yang

memadai dari sistem syaraf merupakan kondisi umum yang

diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik. sebaliknya,

penyimpangan di dala sistem syaraf akan berpengaruh terhadap

kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik.

c. Kesehatan Fisik

Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan

dan di pelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang

tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan

penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang

akan menjadi kondisi yang sangat meguntungkan bagi proses

14
penyesuaian diri. Sebaliknya, kondisi fisik yang tidak sehat

dapat meyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri,

atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh

kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

2.3.2.2.2. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya

terhadap penyesuaian diri, dengan adanya unsur kepribadian

individu dapat di golongkan sebagai oarang yang mudah

melakukan penyesuaian diri maupun tergolong oarng yang susah

untuk melakukan penyesuaian diri. Setidaknya terdapat beberapa

unsur yang mempengaruhi kepribadian dalam diri seseorang

seperti:

a. Kemauan dan kemampuan untuk berubah ( modifiability)

Kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan

karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol

terhadap proses penyesuaian diri. Sebagai suatu proses yang

dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan

kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan,

perilaku, sikap dan karakteristik sejenis lainnya. Oleh sebab

itu, semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan

untuk merespeons lingkunganm semakin besar kemugkinan

untuk mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Kemauan

15
dan kemampuan untuk berubah ini akan berkembang melalui

proses belajar.

b. Pengaturan diri (self-regulation)

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses

penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental,

kemampuan untuk mengatur diri, dan mengarahkan diri.

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari

keadaan malasuai dan penyeimpangan kepribadian.

Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian

normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.

c. Realisasi diri (self- realization)

Telah dikatakan bahwa kemampuan pengaturan diri

mengiplikasikan potensi dan kemampuan ke arah realisasi diri.

Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap

sangat erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian. Jika

perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa

kanak-kanak dan remaja, didalamnya tersirat potensi laten

dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai,

penghargaan diri dan lingkungan, serta karakteristik lainnya

menuju pembentukan kepribadian dewasa.

d. Inteligensi

Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul

tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya

16
dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Tidak sedikit,

baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh

kapasitas intelektualnya atau intelegensinya. Intelegensi sangat

penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip, dan

tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses

penyesuaian diri.

2.3.2.2.3. Edukasi/ Pendidikan

Dalam lingkungan pendidikan terdapat tiga unsur-unsur

penting yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu, yaitu

a. Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam

penyesuaian diri individu karena pada umumnya respons-

respons dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi

penyesuaian diri diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu

melalui proses belajar. Oleh karena itu, kemampuan belajar

menjadi sangat penting karena proses belajar akan tejadi dan

berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakala individu

yang bersangkutan memilki kemauan yang kuat untuk

belajar.perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang

normal sampai dengan yang malasuai, sebagian besar

merupakan hasil perubahan yang dipengaruhi oleh belajar dan

kematangan.

17
b. Pengalaman

Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan

tehadap proses penyesuaian diri, yaitu (1) pengalaman yang

menyehatkan (salutary experience) dan (2) pengalaman

traumatik (traumatic experience). Pengalaman yang

menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh

individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang mengenakkan,

mengasikkan, dan bahkan dirasa ingin mengulangannya

kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk di

transfer oleh individu ketika harus menyesuaian diri dengan

lingkungannya. Adapu pengalaman traumatik adalah peristiwa-

peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai

sesuatu yang sanagat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau

bahkan sangat menyakitkan sehingga yang mengalami

pengalaman traumatik akan cenderung ragu-ragu, kurang

percaya diri, gamang, rendang diri, atau bahkan marasa takut

ketika harus penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru.

c. Determinasi diri

Individu harus mampu menentukan dirinya sendiri untuk

melakuka proses penyesuaian diri. Ini menjadi penting karena

determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat

diguanakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai

mencapai penyesuaian diri dengan tuntas.

18
2.3.2.2.4. Lingkungan

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

penyesuaian diri terhadap lingkup lingkungan, diantara seperti :

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang

sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam

kaitannya dengan penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di

dalam keluarga, seperti konstelasi keluarga, interaksi dengan

orang tua, interaksi antar anggita keluarga, peran sosial dalam

keuarga, karakteristik anggota keluarga, koefisiaen keluarga,

dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh tehadap

penyesuaian diri individu.

b. Lingkuna pendidkan

Lingkungan pendidikan juga dapat menjadi kondisi yang

memungkinkan betkembangnya atau tehambatnya proses

perkembangan penyesuaian diri. Pada umumnya, sekolah

dipandang sebagai media yang sangat berguna untuk

memepengaruhi kehidupan dan perkembangan intelektual,

sosial, nilai-nilai, skap dan moral dari individu.

c. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat mnjadi salah satu faktor yang

dapat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri.

Konsisitensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan

19
perilaku masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang

berada dalam mayarakat tersebut sehingga akan berepengaruh

terhadap proses perkembanagn penyesuaian diri pada individu.

2.3.2.2.5. Agama dan Budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama

memberikan sumbangan nilai-nlai, keyakinan, praktik-praktik yang

memberi makna sangat mendalam, tujuan serta kesetabilan dan

keseimbangan hidup individu. Agama secara konsisten dan terus

menerus kontinu mengingatkan manusia tentang nilai-nilai instrisik

dan kemuliaan manusia yang diciptakan oleh Tuhan. Budaya juga

merupakan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.

Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang

diwariskan kepada individu melalui berbagai media dlam

lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

2.3.2.3. Kriteria Penyesuaian Sosial

Hurlock (1997) mengatakan terdapat empat kriteria dalam

menentukan sejauh mana penyesuaian sosial seseorang mencapai

ukuran baik, yaitu sebagai berikut :

1. Penampilan nyata melalui sikap dan tingkah laku yang nyata

Perilaku sosial individu sesuai dengan standar kelompok atau

memenuhi harapan kelompok maka individu akan diterima

sebagai anggota kelompok. Bentuk dari penampilan nyata adalah

20
(1) aktualisasi diri yaitu proses menjadi diri sendiri,

mengembangkan sifat-sifat dan potensi diri, (2) keterampilan

menjalin hubungan antar manusia yaitu kemampuan

berkomunikasi, kemampuan berorganisasi, dan (3) kesediaan

untuk terbuka pada orang lain, yang mana sikap terbuka adalah

sikap untuk bersedia memberikan dan sikap untuk bersedia

menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain.

2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok

Individu dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap

berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun

kelompok orang dewasa. Bentuk dari penyesuaian diri adalah (1)

kerja sama dengan kelompok yaitu proses beregu (berkelompok)

yang mana anggota-anggotanya mendukung dan saling

mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat, (2) tanggung

jawab yaitu sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima

sesuatu yang dinamakan hak, dan (3) setia kawan yaitu saling

berbagi, saling memotivasi dalam kebaikan.

3. Sikap sosial

Individu dapat menunjukkan sikap yang menyenangkan

terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, serta terhadap

perannya dalam kelompok maka individu akan menyesuaikan diri

dengan baik secara sosial. Bentuk dari sikap sosial adalah ikut

21
berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat, berempati,

dapat menghormati dan menghargai pendapat orang lain.

4. Kepuasan pribadi

Individu harus dapat menyesuaikan diri dengan baik secara

sosial, merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran

yang dimainkannya dalam situasi sosial. Bentuk dari kepuasan

pribadi adalah kepercayaan diri, disiplin diri dan kehidupan yang

bermakna dan terarah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria dalam

penyesuaian sosial adalah penampilan nyata melalui sikap dan tingkah

laku yang nyata seperti kemampuan berkomunikasi dan kemampuan

berorganisasi, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial,

dan kepuasan pribadi.

2.3.2.4. Penyesuaian Sosial Remaja

Salah satu perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang

berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan

diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah

ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan

keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi

dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang

terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya

pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi

22
persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial

(Hurlock, 1993). Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri

dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik

pada remaja. Sekarang remaja dapat menilai teman-temannya dengan

lebih baik, sehingga penyesuaian diri dalam situasi sosial bertambah baik

dan pertengkaran menjadi berkurang. Semakin banyak partisipasi sosial,

semakin besar kompetensi sosial remaja, seperti terlihat dalam

mengadakan pembicaraan, dalam melakukan olahraga, dan permainan

yang populer, serta berperilaku baik dalam berbagai situasi sosial.

Dengan demikian remaja memiliki kepercayaan diri yang

diungkapkan melalui sikap tenang dan seimbang dalam situasi sosial

(Hurlock, 1993). Keberhasilan remaja tersebut akan mengantarkannya ke

dalam suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik dalam keseluruhanya

sehingga remaja yang bersangkutan dapat merasa bahagia, harmonis dan

dapat menjadi orang yang produktif (Nurdin, 2009). Mereka diharapkan

dapat memenuhi tanggung jawab orang dewasa, tetapi berhubung antara

pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada jarak yang

cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam

memenuhi tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik

batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang

dewasa (Monks, 2006).

Mereka dituntut untuk dapat menentukan sikap pilihannya dan

kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan

23
lingkungannya agar partisipasinya selalu relevan dalam kegiatan

masyarakat. Berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari,

kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua remaja berhasil atau

mampu melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungannya. Hal ini

tampak dari banyaknya keluhan remaja yang dapat diketahui dari

berbagai berita atau ulasan mengenai masalah dan perilaku menyimpang

remaja dalam berbagai media, baik media cetak maupun elektronik

(Setianingsih dkk, 2006). Jika remaja tidak mampu melakukan

penyesuaian sosial, maka akan menimbulkan permasalahan yang

semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu

penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu

perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab

mengapa masa remaja dinilai lebih rawan daripada tahap-tahap

perkembangan manusia yang lain (Hurlock, 1997).

Menghadapi masalah yang begitu kompleks, banyak remaja dapat

mengatasi masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada sebagian

remaja yang kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai

permasalahan yang dihadapinya. Remaja yang gagal mengatasi masalah

seringkali menjadi tidak percaya diri, prestasi sekolah menurun,

hubungan dengan teman menjadi kurang baik serta berbagai masalah dan

konflik lainnya yang terjadi (Milarsari dalam Setianingsih dkk, 2006).

Remaja-remaja bermasalah ini kemudian membentuk kelompok

yang terdiri dari teman sealiran dan melakukan aktivitas yang negatif

24
seperti perkelahian antar pelajar (tawuran), membolos, minum-minuman

keras, mencuri, memalak, mengganggu keamanan masyarakat sekitar dan

melakukan tindakan yang dapat membahayakan bagi dirinya sendiri

(Setianingsih dkk, 2006).

2.4. Metode Asesmen

2.4.1. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau

lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara dengan

tujuan untuk mendapatkan informasi lebih dalam mengenai

kepribadian seseorang atau yang lainnya.

2.4.2. Observasi

Observasi adalah aktivitas yang dilakukan terhadap suatu

proses atau objek dengan maksud merasakan dan kekmudian

memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan

pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk

mendapatkan informasi-informasi yang dibuutuhkan untuk

melanjutkan suatu penelitian/asesmen.

2.4.3. Test

Test merupakan alat ukur yang mempunyai standar objekif

sehingga dapat digunakan secara meluas serta dapat betul-betul

digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau

tingkah laku.

25
2.5. Rancangan Asesmen

2.5.1. Non Test

2.5.1.1. Wawancara

Rancangan asesmen yang akan diterapkan adalah dengan metode

pengumpulan data wawancara, tujuan dari metode wawancara sendiri

yaitu guna mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung

kepada mantan penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Anak Wira Adhi

Karya Uangaran. Jenis pertanyaan dalam wawancara adalah terbuka,

yang dimaksudkan agar mampu menggali informasi secara luas dan

mendalam. Kompetensi yang akan diukur dalam wawancara adalah

Penampilan nyata melalui sikap dan tingkah laku yang nyata,

penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial dan

kepuasan pribadi

TABEL INDIKATOR KOMPETENSI

NO KOMPETENSI INDIKATOR

1. Penampilan nyata Aktualisasi diri yaitu proses menjadi diri sendiri,

melalui sikap dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi diri

tingkah laku yang Keterampilan menjalin hubungan antar manusia

nyata yaitu kemampuan berkomunikasi, kemampuan

berorganisasi, dan

26
Kesediaan untuk terbuka pada orang lain, yang

mana sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia

memberikan dan sikap untuk bersedia menerima

pengetahuan atau informasi dari pihak lain

2. Komunikasi Individu memiliki kemampuan untuk menjalin

interpersonal hubungan yang baik dengan orang lain

Mampu membina hubungan yang hagat dan

penuh kepercayaan dari orang lain

Memberi dan menerima dalam hubungan antar

pribadi

3. Penyesuaian diri Kerja sama dengan kelompok yaitu proses beregu

terhadap berbagai (berkelompok) yang mana anggota-anggotanya

kelompok mendukung dan saling mengandalkan untuk

mencapai suatu hasil mufakat

Tanggung jawab yaitu sesuatu yang harus kita

lakukan agar kita menerima sesuatu yang

dinamakan hak,

Setia kawan yaitu saling berbagi, saling

memotivasi dalam kebaikan.

4. Sikap social Ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di

masyarakat,

Berempati terhadap orang lain

Dapat menghormati dan menghargai pendapat

27
orang lain

5. Kepuasan pribadi Kepercayaan diri

Disiplin diri

Kehidupan yang bermakna dan terarah.

2.5.1.2. Observasi

Salah satu metode pengumpulan data yang lain adalah dengan jalan

observasi, yaitu mendapatkan informasi dengan cara melakukan

pengamatan secara lansung kepada penerima manfaat dan melakukan

pengamatan guna mempermudah pada tahap assessment selanjutnya.

Kegiatan observasi dilakukan pada minggu awal selama berkegiatan di

Balai Rehabilitasi Wira Adhi Karya Ungaran. Observasi dilakukan di

sekitar lingkungan sekitar Balai dan Wisma tempat yang di tinggal

Penerima Manfaat.

2.5.2. TEST

2.5.2.1. DAP (Draw A Person)

Tes DAP (Draw A Person) atau juga sering disebut DAM

(Draw A Man) merupakan salah satu bentuk alat tes Psikologi yang

sering kita jumpai di saat proses assessment psikologi. Draw-A-

Person (DAP) Test, sebagai teknik untuk mengukur kepribadian.

Machover mengembangkan sejumlah hipotesis berdasarkan observasi

klinis dan penilaian intuitif.

28
2.5.2.2. BAUM

Tes baum merupakan tes menggambar pohon dengan kriteria

tertentu. Tujuan dari tes ini adalah untuk menilai karakter dan

kepribadian seseorang dari sosok gambar pohon yang diberikan.

Individu diminta untuk menggambar pohon kemudian gambar pohon

tersebut diinterpretasikan. Pohon dianggap dapat memberikan

keteduhan bagi makhluk hidup disekitarnya, test menggambar pohon

digunakan untuk mengukur ego, emosionalitas, kepekaan, sikap, dan

adaptasi.

2.6. Identifikasi Klien

Nama subjek : NM

Tempat / tanggal lahir : Pemalang, 09 Juli 1999

Alamat : Desa Sukawangi RT 03 RW 03

Pendidikan terakhir : SMP th 2013/2014

Agama : Islam

Hobby/kegemaran : Sepak bola

Rekomendasi masuk panti : Guru sekolah

29
2.7. Data Kasus

2.7.1. Observasi

Pada minggu awal praktik kerja lapangan , penulis melakukan

observasi menyeluruh di 9 wisma ada di Balai Rehabilitasi Wira Adhi

Karya guna menemukan subjek yang sekiranya memiliki permasalah

sosial. Di salah satu wisma yaitu isma 7 terdapat salah satu penerima

manfaat yang memiliki permasalahan sosial. Penerima manfaat tersebut

berinisial NM.

Pada saat pertama kali ditemui, NM cenderung malu-malu dan

menghindar ketika ditanya atau sekedar tegur sapa. NM juga terlihat

suka menyendiri dan jarang sekali berbaur dengan teman-teman satu

wismanya. NM nampaknya cukup tertutup dan merasa tidak nyaman

ketika diminta menceritakan masalah yang mungkin sedang dihadapi.

Interaksi NM dengan lingkungan sekitar wisma terbilang kurang. NM

lebih sering menghabiskan waktunya di kamar dan tidak pernah terlihat

mengikuti kegiatan di luar wisma seperti bermain di lapangan, bermain

volly, sepak bola dll. Nm hanya telihat mengikuti program yang

memang diwajibkan oleh pihak balai seperti apel, kegiatan

pembelajaran dan keterampilan.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, NM merupakan individu

yang pendiam dan tak banyak bicara. NM terlihat kurang aktif dan

berbicara ketika di suruh saja. Di Balai program ketrampilan yang di

ikuti NM adalah keterampilan las. Selama mengikuti keterampilan las,

30
perilaku NM juga terlihat sama ketika mengikuti pembelajaran di dalam

kelas. NM terlihat pendiam dan tidak banyak bicara dengan teman-

temannya.

2.7.2. Wawancara

2.7.2.1. Penerima Manfaat (NM)

- Sebelum masuk balai

Penerima manfaat lahir di pemalang pada tahun 1999,

sebelum masuk di balai rehab anak wira adhi karya, pendidikan

terakhir subjek yaitu SMP. Awalya subjek ingin melanjutkan sekolah

ke jenjang SMA akan tetapi karena kurangnya biaya akhirnya subjek

tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.

Orang tua subjek hanya bekerja sebagai buruh lepas yang tidak

memiliki penghasilan tetap setiap harinya. Dalam lingkungan

keluarganya, subjek dikenal sebagai anak yang patuh terhadap orang

tua dan cenderung anak yang pendiam. Pola asuh yang diterapkan

orang tua subjek terhadap subjek cenderung keras, apabila subjek

melakukan kesalahan, orang tua subjek tidak segan-segan untuk

memarahinya. Orang tua subjek jarang memperbolehkan subjek

untuk bermain dengan teman-temannya. Selepas subjek lulus SMP,

subjek pernah bekerja sebagai penjaga toko untuk membantu

perekonomian keluarga selama 1 bulan, sebelum akhirnya subjek di

rekomendasikan oleh guru SMP subjek untuk mengikuti

keterampilan di wira adhi karya, walau awalnya subjek kurang

31
menghendaki untuk masuk ke wira adhi karya karena subjek

sebenarnya masih ingin melanjutkan sekolah ke SMA. Akan tetapi

melihat keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan

sekolah dan orang tua menyarankan untuk mengikuti pelatihan di

balai rehab wira adhi karya akhirnya subjek mau dan mematuhi apa

yang di inginkan orang tuanya.

- Sesudah masuk balai

Setelah masuk di balai rehabilitasi, subjek terlihat sulit untuk

bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Subjek memerlukan

waktu yang lama untuk dapat mengenal satu dengan yang

lainnya.Subjek sering menghabiskan waktunya di dalam wisma yang

ia tinggali selama 6 bulan kedepan selama pelatihan dan jarang

sekali berbaur dengan teman-teman yang lain di luar wisma. Di

lingkungan wisma sendiri subjek sering menjadi korban bullyingoleh

teman-temannya.Subjek sering merasa tidak betah dengan bullying

yang dilakukan teman-temannya akan tetapi subjek tidak berani

membalasnya.

2.7.2.2. Teman Satu Wisma

Menurut penuturan teman satu wisma NM, NM dikanal

sebagai orang yang baik oleh teman-temannya, akan tetapi NM

memang dikenal sebagai anak yang pendiam dan cenderung nurut

ketika disuruh teman-temannya. Di dalam wisma NM sering menjadi

bahan bullyan oleh teman-temannya. NM sering di ejek oleh teman-

32
temannya karena keterbatasan yang di miliki NM. NM memiliki

keterbatasan dalam hal berkomunikasi atau intonasi bicaranya

kurang jelas, oleh sebab itu NM sering menjadi sasaran bullying oleh

teman-temannya. Di dalam wisma NM juga jarang berbaur dengan

yang lain. Nm menghabiskan waktunya di dalam kamar.

2.7.3. Hasil Tes Grafis

2.7.3.1. DAP

- Lokasi gambar ( dikuasai emosi, menekankan pada masa lalu)

- Kualitas garis ( tidak stabil, impulsif, mudah frustasi)

- Kepala digambar tidak lengkap ( tendensi adanya hambatan dalam

hubungan sosial)

- Rambut ( kurang merasa jantan)

- Mata juling ( pikiran kacau)

- Tangan yang dihilangkan (perasaan tidak pasti dalam kontak sosial,

perasaan tidak mampu)

- Leg tanpa kaki ( perasaan tekanan dan bergantung yang bersifat

patologis)

- Pakaian minim ( kurang berpartisipasi sosial)

2.7.3.2. BAUM

- Kesan umum (kurang percaya diri, rasa tergantung dan kurang diakui

lingkungan)

- Kualitas garis (kurang adanya dorongan untuk mencapai sesuatu,

kemampuan kurang dan ragu-ragu)

33
- Lokasi gambar (mengundari pengalaman baru, adanya unsur

kecemasan, butuh bantuan karena rasa tidak aman)

- Proporsi gambar (kurang mampu mengambil keputusan, kurang

agresif, tendensi tidak ada kemauan)

- Dahan (sulit menyesuaiakan diri, selalu menuruti keinginan sendiri

tapi kurang punya tujuan)

- Batang lurus sejajar (kurang menyesuaikan diri, jiwa yang kaku,

tidak terbuka)

2.8. Analisis dan Diagnosis

Dari hasil observasi dan wawancara yang lakukan, subjek diduga

memiliki permasalahan yaitu penyesuaian diri dengan lingkungan

sosialnya (pertemanan) .penyesuaian diri sendiri di bagi menjadi dua yaitu

penyesuaian diri yang baik dan penyesuaian diri yang kurang baik, dalam

hal ini subjek didiagnosa mengalami penyesuaian diri yang kurang baik

dengan lingkungan sosialnya. Salah satu hal yang menghambat

penyesuaian diri subjek dengan lingkungan sosialnya adalah sikap orang

tua dan suasana psikologis dan social dalam lingkup keluarga. Jika

dikaitkan dengan kasus yang dialami subjek, pola asuh orang tua yang

diterapkan oleh orang tuannya adalah pola asuh yang otoriter. Orang tua

subjek selalu memaksakan kekuasaan dan kehendak kepada subjek

sehingga membuat subjek merasa terkekang. Akibatnya subjek mengalami

permasalahan seperti emosinya yang masih labil, dan kurangnya interaksi

subjek dengan lingkungan luar, subjek juga lebih senang menyndiri dan

34
cenderung kaku dengan dunia luar. Dalam lingkungan sosial subjek sulut

sekali untuk berbaur dan menganal satu sama lain dengan teman

sebayanya. Salah satu penyebab subjek sulit menyesuaikan diri dengan

lingkungannya adalah kondisi fisik subjek yang mudah lelah, subjek selalu

mengeluhkan kelalhan ketika berkegitan di luar rumah. Akibatnya subjek

menjadi malas untuk keluar rumah dan bersosialisasi dengna lingkungan

sekitar.

2.9. Treatment

Dalam melaksanakan studi kasus remaja ini penulis melakukan

proses konseling antara penulis dengan klien, dalam hal ini menggunakan

pendekatan kognitif-behavior yang prosesnya sebagai berikut :

1. Proses konseling sedikit mengalami kendala, hal ini disebabkan

penerima manfaat merupakan individu yang tertutup sehingga

memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penggalian masalah

yang dihadapi penerima manfaat hingga sedetail mungkin.

2. Untuk rencana treatment yang diberikan penulis terhadap klien yaitu

dengan Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)

merupakan salah satu terapi modifikasi perilaku yang menggunakan

kognisi sebagai kunci dari perubahan perilaku. Trapi sendiri

dilakukan sebanyak 2 kali selama proses praktik kerja lapangan

berlangsung. Terapis membantu penerima manfaat dengan cara

membuang pikiran dan keyakinan yang negatif pada penerima manfaat,

untuk kemudian diganti dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik

35
serta memberikan motivasi-motivasi yang positif dan membuka

pandangan secara luas guna membantu penerima manfaat dalam

mengatasi masalah yang dialaminya.

3. Rencana treatment selanjutnya klien disuruh membandingkan antara

menekankan kepada masa sekarang dan yang akan dihadapinya

kedepan daripada masa lalu, namun demikian bukan berarti

mengabaikan masa lalu. CBT menekankan pada restrukturisasi kognitif

yang menyimpang, kemudian perubahan-perubahan kognitif tersebut

diperkuat dengan pelatihan tingkah laku. Perubahan antara kognitif

yang diperkuat perubahan tingkah laku membuat permasalahan yang

dihadapi oleh penerima manfaat terselesaikan dengan segera sehingga

klien dapat berpikir, merasa, dan bertindak dengan tepat. Setiap sesi

konseling CBT, penerima manfaat diajarkan untuk terus melakukan

self-help atau self-therapy. Langkah self-help tersebut tentu

memperkuat klien untuk terus memperbaiki dirinya.

4. Evaluasi Treatment, selama penulis menuntun penerima manfaat

melakukan rencana treatment yang telah disepakati oleh penerima

manfaat dan juga penulis, penerima sedikit demi sedikit sudah

mengalami perubahan dalam pemikirannya.

Setelah mendapatkan terapi, penerima manfaat terlihat sudah mulai

bisa bersosialisasi dengan teman-temannya walaupun masih dalam

lingkup kecil seperti sudah mau ikut bermain permainan olah raga.

Penerima manfaat juga lebih percaya diri, yang sebelumnya tidak mau

36
aktif dalam pembelajaran sekarang menjadi sedikit lebih aktif dan

mampu mengeluarkan aspirasinya di depan kelas. Dari hasil evaluasi

tersebut penulis tetap memonitor agar mengetahui apakah perubahan

itu akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama atau hanya sesaat

saja.

37
BAB 3
PENUTUP

3.1. Simpulan
Balai Rehabilitasi Anak Wira Adhi Karya merupakan wadah

pembinaan bagi anak putus sekolah atau bermasalah yang di realisasikan

dalam bentuk pembelajaran dalam berbagai bidang seperti pendidikan,

pemberian keterampilan dan kegiatan-kegiatan rutin yang bernilai positif.

Proses rehabilitasi sendiri bertujuan untuk mengembalikan kondisi mental

psikologis dan sosial sasaran penanganan dalam kehidupan sehari - hari agar

mampu melaksanakan fungsi sosial dalam tatanan kehidupan dan

penghidupan bermasyarakat. Selain mengembalikan kondisi mental tujuan

lainnya adalah guna membekali para penerima manfaat ketika terjun di

masyarakan dengan keterampilan atau keahliah selama berada di Balai

Rehabilitasi Anak Wira Adhi Karya.

3.2. Saran
1. Untuk pihak Balai Rehabilitasi Anak Wira Adhi Karya agar dapat
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan sehingga dapat menciptakan
sumber daya manusia yang dapat berguna bagi masyarakat.
2. Untuk pekerja sosial agar mampu memberikan pendampingan yang intens
kepada penerima manfaat yang di identifikasi mempunyai masalah sosial.
3. Menambah sarana dan prasarana yang memadahi bagi para penerima
manfaat guna menumbuhkan rasa nyaman kepada penerima manfaat.

38
Daftar Pustaka

Asrori, M. A. (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Corey, Gerald. (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.

Bandung : PT. Refika Aditama.

Eriany, Prahesti. (1998). Manual Tes Grafis. Semarang. Fakultas Psikologi

UNIKA Semarang

http://baresos-wiraadhikarya.blogspot.co.id/ ( 14 September 2016 pukul 22.53 )

39

Anda mungkin juga menyukai