Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BIOKIMIA

KELAINAN METABOLISME PROTEIN


HISTIDINEMIA

Tommy Aditya 158114029


Galang Adityas 158114030
Stefanus Leonardo Jonhalim 158114031
Anastasianus Hendriana 158114032
Desy Erlinda 158114033
Birgitta Lisbethiara 158114034
Misty Fa Wijaya 158114035
Kelas : A / FSM A 2015
Dosen Pembimbing : Yunita Linawati, M.Sc., Apt

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan salah satu senyawa makromolekul paling utama dalam sel hidup.
Protein berasal dari kata proteos yang berarti utama. Protein tersusun datas karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen sebagai penyusun utama. Protein merupakan polimer yang tersusun oleh
monomer asam amino. Asam amino akan berikatan satu sama lain dengan ikatan peptida
antara gugus amina dengan gugus karboksilat masing-masing asam amino
(Vasudevan, Sreekumari dan Vaidyanatian 2013).

Protein memiliki berbagai fungsi dalam tubuh manusia, antara lain :


a. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh
Protein sebagai zat pembangun, yaitu merupakan bahan pembangun jaringan baru.
Sebagai pembangun tubuh, protein berfungsi sebagai :
Bagian utama dari nukleus dan protoplasma
Bagian padat dari jaringan dalam tubuh sepertiotot, glandula, dan sel-sel darah
Bagian dari enzim, hormon, cairan yang disekresikan kelenjar kecuali
empetdu, keringat, dan urin
b. Protein sebagai pengatur
Protein turut memelihara serta mengatur proses-proses yang berlangsung dalam
tubuh. hormone yang mengatur proses pencernaan dalam tubuh terdiri dari protein.
Protein membantu mengatur keluar masuknya cairan, nutrient dan metabolit dari
jaringan masuk ke saluran darah
c. Protein sebagai bahan bakar
Karena komposisi protein mengandung unsur karbon,maka protein dapat berfungsi
sebagai bahan bakar sumber energi .Bila tubuh tidak menerima karbohidrat dan lemak
dalam jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan tubuh, maka untuk menyediakan
energy bagi kelangsungan aktifitas tubuh, protein akan dibakar sebagai sumber energi
(Suhardjo, 2010).

Asam amino dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu asam amino essensial dan tidak
essensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat diproduksi atau
disintesis tubuh manusia sehingga harus didatangkan dari luar seperti dari makanan. Asam
amino non-esensial adalah asam amino yang dapat disintesis tubuh (de novo).

Salah satu jenis asam amino ialah histidin yang berfungsi sebagai pembentuk histamin
yaitu adalah suatu senyawa yang dapat memperkecil tekanan darah, dan juga meningkatkan
pengeluaran cairan lambung, selain itu dapat dimetabolisme menjadi asam urokanat yang
memiliki fungsi sebagai UV-protectant serta mediator dari imunosupresan sistemik yang
diinduksi ultraviolet. Menyadari pentingnya asam amino ini di dalam tubuh sangatlah tidak
baik bila tubuh mengalami gangguan pada asam amino ini. Salah satu gangguan pada
metabolisme histidin yaitu histidinemia.

Histidinemia merupakan salah satu kasus terbesar pada kelahiran yang bermasalah
pada metabolismenya. Berdasarkan hasil survey banyaknya orang yang telah dilaporkan
menderita histidinemia, Quebec, suatu kota yang terletak di Kanada bagian timur memiliki
perbandingan sebesar 1:8.600. Sedangkan Jepang menduduki peringkat kedua dengan
perbandingan 1:9.600, dan yang terakhir adalah New York yang memiliki perbandingan
1:180.000. Data tersebut diperoleh dari skrining data pada 20.000.000 kelahiran (Levy,
2002).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sifat dan fungsi dari histidin?


2. Apa yang dimaksud dengan histidinemia?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya histidinemia?
4. Apa penyebab histidinemia?
5. Apa gejala yang timbul pada histidinemia?
6. Apa manifestasi klinis dari histidinemia
7. Bagaimana cara mendiagnosis histidinemia?
8. Bagaimana terapi yang dapat diberikan pada penyakit histidinemia?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui sifat dan fungsi dari histidin


2. Mengetahui pengertian histidinemia
3. Mengetahui mekanisme terjadinya histidinemia
4. Mengetahui penyebab histidinemia
5. Mengetahui gejala yang timbul pada histidinemia
6. Mengetahui manifestasi klinis dari histidinemia
7. Mengetahui cara mendiagnosis histidinemia
8. Mengetahui terapi yang dapat diberikan pada penderita histidinemia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Histidin

Histidin merupakan asam amino essensial yang memiliki fungsi sebagai pembentuk
protein dalam tubuh, serta dapat diubah menjadi histamin dengan cara dekarboksilasi, dimana
histamin adalah suatu senyawa yang dapat memperkecil tekanan darah, dan juga
meningkatkan pengeluaran cairan lambung. Enzim yang bekerja pada proses ini adalah asam
amino aromatik dekarboksilase yang terdapat dalam ginjal, otak dan hati. Fungsi lain dari
histidin adalah dapat dimetabolisme menjadi asam urokanat yang memiliki fungsi sebagai
UV-protectant serta mediator dari imunosupresan sistemik yang diinduksi ultraviolet.

Struktur Histidin

(Murray, Granner, dan Rodwell, 2006).

2.2 Pengertian Histidinemia

Histidinemia adalah gangguan genetik autosomal resesif dimana terjadi gangguan


metabolisme asam amino histidin yang disebabkan oleh defisiensi aktivitas dari enzim
histidase (histidine ammonialyase, E.C. 4.3.1.3) yaitu enzim yang berperan dalam deaminasi
gugus asam amino histidin membentuk asam urokanat, sehingga terjadi akumulasi histidin
dan metabolitnya. Dengan adanya gangguan pada enzim histidase maka pada penderita
histidinemia, histidin akan mengalamii transaminasi pada jalur yang membentuk derivat dari
imidazole yang secara biokimiawi dapat terlihat dengan adanya peningkatan pada darah,
cairan serebrospinal dan urin (Levy, 2004).

Histidinemia juga dikenal dengan nama histidinuria, histidase (Histidine-Ammonia-Lyase)


deficiency. Karakteristik dari histidinemia adalah peningkatan spesifik konsentrasi histidin
darah dari nilai normal 70-120 M ke 290-1420 M . Gangguan biokimia dengan terjadinya
defisiensi enzim histidase dapat menyebabkan hal-hal berikut :
Peningkatan konsentrasi histidin pada darah, cairan serebrospinal dan urin
Peningkatan konsentrasi metabolit histidin pada urin
Penurunan konsentrasi urokanat pada kulit dan darah
(Levy, 2004).

2.3 Mekanisme terjadinya Histidinemia

Metabolisme histidin sebagian besar terjadi dalam hati. Melalui beberapa tahap reaksi
histidin diubah menjadi metabolitnya oleh enzim histidase dan urokinase. Mekanisme dari
metabolisme histidin adalah sebagai berikut :

Histidin memiliki berbagai jalur metabolisme. L-Histidin dapat dimetabolisme


menjadi histamin oleh histidin dekarboksilase, menjadi 1-CH3-histidin, 3-CH3-histidine,
homocarnosine, camosine, asam imidazolpiruvat, serta trans-asam urokanat dengan enzim
histidase. Asam urokonat dapat dimetabolisme menjadi cis-asam urokanat dan juga menjadi
asam imidazolonpropionat dengan bantuan urecanase. Asam imidiazolonpropionat kemudian
dapat mengalami metabolisme menjadi FIGLU (Formiminoglutamic acid) dan menghasilkan
metabolit formyl-THFA dengan adanya enzim forminintransferase dan kofaktor asam
tetrahidrofolat dan membentuk asam glutamat.
Pada orang yang menderita histidinemia, terjadi defisiensi dari enzim histidase pada
hati yang dapat merubah histidin menjadi asam urokanat dengan transaminasi sehingga
pembentukan asam urokanat terhambat dan tidak dapat membentuk metabolit-metabolitnya.
Dengan adanya hambatan pembentukan asam urokonat, jumlah histidin meningkat dan
diikuti dengan peningkatan jumlah pada asam imidiazolpiruvat.

2.4 Etiologi Histidinemia

1. Basis Biokimia

Kelainan pada aktivitas histidase bisa diidentifikasi sebagai kerusakan enzim pada
histidinemia. Defisiensi dari aktivitas dari histidase pada pasien yang menderita histidinemia
ditunjukan pada sampel dari hati dan kulit (stratum corneum), dua jaringan tersebut yang
dapat menunjukkan enzim secara normal (La Du et al., 1926; Auerbach et al., 1976).

2. Basis Genetik

Histidinemia disebabkan karena adanya mutasi pada gen HAL, yang mana gen HAL
yang memberikan instruksi untuk membuat sebuah enzim yang disebut histidase. Histidase
memecah histidin menjadi sebuah molekul yang disebut asam urocanic. Histidase aktif
(terekspresikan) pada hati dan kulit (U.S. National Library of Medicine, 2016).

Mutasi gen HAL menuntun terbentuknya enzim histidase yang tidak bisa memecah
histidin, sehingga menyebabkan kadar histidin meningkat dalam darah dan urin. Peningkatan
dari histidin dapat memunculkan berbagai efek negatif di dalam tubuh

(U.S. National Library of Medicine, 2016).

2.5 Gejala yang timbul pada Penderita Histidinemia

Histidinemia memiliki ciri utama yaitu terakumulasinya histidin dalam darah, urin,
dan cairan serebrospinal. Dahulunya, keterbelakangan mental dan gangguan dalam berbicara
menjadi gejala utama yang dianggap para ahli pada penderita histidinemia. Namun sejak
diadakannya newborn screening (NBS) pada bayi yang baru lahir dengan riwayat penyakit
histidinemia mendapatkan hasil bahwa histidinemia sama seperti kebanyakan orang yang
normal (tidak mengalami histidinemia) sehingga disimpulkan bahwa keterbelakangan mental
dan gangguan kemampuan bicara bukanlah objek untuk identifikasi gangguan metabolisme
ini. Selanjutnya sampai saat ini histidinemia dianggap tidak begejala (asimptomatik)
(Shojaei, Mirmohseni, and Farbodi, 2008).

2.6 Manifestasi Klinis

Perkembangan penanganan histidinemia demgan adanya newborn screening yang


dilakukan pada bayi yang baru lahir dengan histidinemia, didapatkan hasil bahwa
keterbelakangan mental dan gangguan bicara bukanlah gejala yang pasti terjadi pada
penderita histidinemia. Namun yang perlu diperhatikan adalah dalam berbagai situasi pada
penderita histidinemia dapat mengalami gangguan pada sistem saraf pusat. Studi saat ini
mengatakan jumlah anak dengan histidinemia ditemukan adanya gangguan klinis yang
beragam yang berhubungan dengan sistem saraf pusat hingga jumlah 20% populasi
(Lam, 1996).

Penderita histidinemia dapat memiliki berbagai gangguan neurologis dan somatik,


seperti ataksia sereblar (kondisi yang ditandai dengan berkurangnya koordinasi otot saat
melakukan berbagai gerakan seperti berjalan, memegang, mengambil sesuatu. Ataksia juga
dapat mempengaruhi kemampuan bicara, gerakan mata, kemampuan untuk menelan.),
hidrosepalus (keadaan dimana terdapat banyak cairan di otak, yaitu pada ventrikel serebral,
ruang subarachnoid, atau ruang subdural), gangguan emosi, short stature (tubuh kerdil),
perlambatan pertumbuhan tulang, epilepsi, anemia hipoplastik, dan trombositopenia.
Histidinemia dapat menjadi faktor resiko terhadap perkembangan dari fenotipe langka di
sistem saraf pusat pada beberapa individu di berbagai situasi tertentu, contohnya saat
perinatal hipoksia. Defisiensi asam urokanat pada penderita histidinemia juga dapat
mempengaruhi kedua fungsi utama asam urokanat pada tubuh manusia, yaitu sebagai
ultraviolet-protectant dan mediator dari imunosupresan sistemik yang diinduksi ultraviolet.
Maka dari itu, pada penderita histidinemia dapat menyebabkan kelainan kulit (Levy, 2004).

2.7 Diagnosis

Metode diagnosis histidinemia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
penemuan keberadaan histidin di darah dan peningkatan eksresi histidin dan metabolitnya,
yaitu asam imidazolpiruvat di urin. Jumlah histidin yang ditemukan dalam urin normal relatif
besar. Dengan alasan ini histidin lebih mudah ditemukan daripada asama amino lainnya.
Namun, kenaikan histidin juga terjadi sebagai tanda yang khas pada kehamilan. Kenaikan
eksresi histidin pada urin wanita yang hamil bukan menunjukkan histidinemia karena
kenaikan eksresi tidak hanya terjadi pada asam amino histidin.

Metode diagnosis yang dapat dilakukan untuk histidinemia yaitu :

a) Uji warna dengan menggunakan ferri klorida (FeCl3). Asam imidazolpiruvat


sebagai metabolit dari histidin dari jalur lain yang menjadi penanda histidinemia
dapat bereaksi dengan FeCl3 membentuk warna. Namun histidinemia sering
mengalami kesalahan diagnosis dengan uji warna ferri klorida, karena asam
imidazolpiruvat sering disalahartikan dengan asam fenilpiruvat sehingga terjadi
kesalahan diagnosis menjadi fenilketonuria.
b) Melakukan screening secara rutin terhadap bayi yang baru lahir dari keluarga
yang memiliki riwayat histidinemia. Dapat dilakukan dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dapat dengan tiga perlakuan, yaitu mendeteksi
FIGLU (Formiminoglutamic acid, histidin pada serum, dan kandungan asam
urokanat pada kulit, rambut, kuku dan darah).
c) Pengujian cerebrospinal fluid , darah, dan urin yang mendeteksi adanya histidin
atau metabolitnya (asam imidazolpiruvat) yang jumlahnya tinggi, serta deteksi
jumlah asam urokanat pada kulit
(Martin, 1983).
2.8 Terapi

Sekitar 99% pasien dengan histidinemia tidak memerlukan pengobatan dan hanya 1 %
yang pengobatannya mungkin bermanfaat. Pengobatan-pengobatan yang harus dilakukan
yaitu :

a) Diet rendah histidin untuk menurunkan kadar histidin dalam darah. Penderita
histidinemia harus mengontrol kadar histidin dalam tubuhnya dengan diet rendah
histidin agar tidak terjadi akumulasi histidin.
b) Terapi penambahan enzim. Enzim histidase akan dilapisi oleh cellulose-nitrat dari
sel buatan untuk melindungi aktivitas enzim histidase dan memungkinkan
pengurangan substansi histidin secara in vitro.
c) Anak-anak dengan perkembangan yang terhambat dibutuhkan pengobatan khusus
untuk meningkatkan kemampuan motorik seperti kemampuan bicara dan fisik
dan cacat mental
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Histidin bersifat essensial yang berfungsi sebagai pembentuk protein dalam


tubuh, serta dapat diubah menjadi histamin dengan cara dekarboksilasi,
dimana histamin adalah suatu senyawa yang dapat memperkecil tekanan
darah, dan juga meningkatkan pengeluaran cairan lambung.
2. Histidinemia adalah gangguan genetik autosomal resesif dimana terjadi
gangguan metabolisme asam amino histidin yang disebabkan oleh defisiensi
aktivitas dari enzim histidase.
3. Mekanisme histidinemia adalah defisiensi yang disebabkan oleh enzim
histidase pada hati yang dapat merubah histidin menjadi asam urokanat
dengan transaminasi sehingga pembentukan asam urokanat terhambat dan
tidak dapat membentuk metabolit-metabolitnya.
4. Histidinemia disebabkan karena adanya peningkatan histidin di dalam darah
maupun urin manusia.
5. Gejala histidinemia adalah memiliki berbagai gangguan neurologis dan
somatik, seperti ataksia.
6. Manifestasi klinis dari histidinemia adalah menyebabkan penyakit kulit pada
penderita.
7. Cara mendiagnosis pasien yang menderita histidinemia, yaitu dengan
penemuan keberadaan histidin di darah dan peningkatan eksresi histidin dan
metabolitnya.
8. Sekitar 99% pasien dengan histidinemia tidak memerlukan pengobatan dan
hanya 1 % yang pengobatannya mungkin bermanfaat. Pengobatan-pengobatan
yang harus dilakukan yaitu :
a) Diet rendah histidin
b) Terapi penambahan enzim histidase
c) Anak-anak dengan perkembangan yang terhambat dibutuhkan
pengobatan khusus untuk meningkatkan kemampuan motorik seperti
kemampuan bicara dan fisik dan cacat mental

Anda mungkin juga menyukai