FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PEMBAHASAN
Protein merupakan salah satu senyawa makromolekul paling utama dalam sel hidup.
Protein berasal dari kata proteos yang berarti utama. Protein tersusun datas karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen sebagai penyusun utama. Protein merupakan polimer yang tersusun oleh
monomer asam amino. Asam amino akan berikatan satu sama lain dengan ikatan peptida
antara gugus amina dengan gugus karboksilat masing-masing asam amino
(Vasudevan, Sreekumari dan Vaidyanatian 2013).
Asam amino dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu asam amino essensial dan tidak
essensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat diproduksi atau
disintesis tubuh manusia sehingga harus didatangkan dari luar seperti dari makanan. Asam
amino non-esensial adalah asam amino yang dapat disintesis tubuh (de novo).
Salah satu jenis asam amino ialah histidin yang berfungsi sebagai pembentuk histamin
yaitu adalah suatu senyawa yang dapat memperkecil tekanan darah, dan juga meningkatkan
pengeluaran cairan lambung, selain itu dapat dimetabolisme menjadi asam urokanat yang
memiliki fungsi sebagai UV-protectant serta mediator dari imunosupresan sistemik yang
diinduksi ultraviolet. Menyadari pentingnya asam amino ini di dalam tubuh sangatlah tidak
baik bila tubuh mengalami gangguan pada asam amino ini. Salah satu gangguan pada
metabolisme histidin yaitu histidinemia.
Histidinemia merupakan salah satu kasus terbesar pada kelahiran yang bermasalah
pada metabolismenya. Berdasarkan hasil survey banyaknya orang yang telah dilaporkan
menderita histidinemia, Quebec, suatu kota yang terletak di Kanada bagian timur memiliki
perbandingan sebesar 1:8.600. Sedangkan Jepang menduduki peringkat kedua dengan
perbandingan 1:9.600, dan yang terakhir adalah New York yang memiliki perbandingan
1:180.000. Data tersebut diperoleh dari skrining data pada 20.000.000 kelahiran (Levy,
2002).
PEMBAHASAN
2.1 Histidin
Histidin merupakan asam amino essensial yang memiliki fungsi sebagai pembentuk
protein dalam tubuh, serta dapat diubah menjadi histamin dengan cara dekarboksilasi, dimana
histamin adalah suatu senyawa yang dapat memperkecil tekanan darah, dan juga
meningkatkan pengeluaran cairan lambung. Enzim yang bekerja pada proses ini adalah asam
amino aromatik dekarboksilase yang terdapat dalam ginjal, otak dan hati. Fungsi lain dari
histidin adalah dapat dimetabolisme menjadi asam urokanat yang memiliki fungsi sebagai
UV-protectant serta mediator dari imunosupresan sistemik yang diinduksi ultraviolet.
Struktur Histidin
Metabolisme histidin sebagian besar terjadi dalam hati. Melalui beberapa tahap reaksi
histidin diubah menjadi metabolitnya oleh enzim histidase dan urokinase. Mekanisme dari
metabolisme histidin adalah sebagai berikut :
1. Basis Biokimia
Kelainan pada aktivitas histidase bisa diidentifikasi sebagai kerusakan enzim pada
histidinemia. Defisiensi dari aktivitas dari histidase pada pasien yang menderita histidinemia
ditunjukan pada sampel dari hati dan kulit (stratum corneum), dua jaringan tersebut yang
dapat menunjukkan enzim secara normal (La Du et al., 1926; Auerbach et al., 1976).
2. Basis Genetik
Histidinemia disebabkan karena adanya mutasi pada gen HAL, yang mana gen HAL
yang memberikan instruksi untuk membuat sebuah enzim yang disebut histidase. Histidase
memecah histidin menjadi sebuah molekul yang disebut asam urocanic. Histidase aktif
(terekspresikan) pada hati dan kulit (U.S. National Library of Medicine, 2016).
Mutasi gen HAL menuntun terbentuknya enzim histidase yang tidak bisa memecah
histidin, sehingga menyebabkan kadar histidin meningkat dalam darah dan urin. Peningkatan
dari histidin dapat memunculkan berbagai efek negatif di dalam tubuh
Histidinemia memiliki ciri utama yaitu terakumulasinya histidin dalam darah, urin,
dan cairan serebrospinal. Dahulunya, keterbelakangan mental dan gangguan dalam berbicara
menjadi gejala utama yang dianggap para ahli pada penderita histidinemia. Namun sejak
diadakannya newborn screening (NBS) pada bayi yang baru lahir dengan riwayat penyakit
histidinemia mendapatkan hasil bahwa histidinemia sama seperti kebanyakan orang yang
normal (tidak mengalami histidinemia) sehingga disimpulkan bahwa keterbelakangan mental
dan gangguan kemampuan bicara bukanlah objek untuk identifikasi gangguan metabolisme
ini. Selanjutnya sampai saat ini histidinemia dianggap tidak begejala (asimptomatik)
(Shojaei, Mirmohseni, and Farbodi, 2008).
2.7 Diagnosis
Metode diagnosis histidinemia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
penemuan keberadaan histidin di darah dan peningkatan eksresi histidin dan metabolitnya,
yaitu asam imidazolpiruvat di urin. Jumlah histidin yang ditemukan dalam urin normal relatif
besar. Dengan alasan ini histidin lebih mudah ditemukan daripada asama amino lainnya.
Namun, kenaikan histidin juga terjadi sebagai tanda yang khas pada kehamilan. Kenaikan
eksresi histidin pada urin wanita yang hamil bukan menunjukkan histidinemia karena
kenaikan eksresi tidak hanya terjadi pada asam amino histidin.
Sekitar 99% pasien dengan histidinemia tidak memerlukan pengobatan dan hanya 1 %
yang pengobatannya mungkin bermanfaat. Pengobatan-pengobatan yang harus dilakukan
yaitu :
a) Diet rendah histidin untuk menurunkan kadar histidin dalam darah. Penderita
histidinemia harus mengontrol kadar histidin dalam tubuhnya dengan diet rendah
histidin agar tidak terjadi akumulasi histidin.
b) Terapi penambahan enzim. Enzim histidase akan dilapisi oleh cellulose-nitrat dari
sel buatan untuk melindungi aktivitas enzim histidase dan memungkinkan
pengurangan substansi histidin secara in vitro.
c) Anak-anak dengan perkembangan yang terhambat dibutuhkan pengobatan khusus
untuk meningkatkan kemampuan motorik seperti kemampuan bicara dan fisik
dan cacat mental
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan