HIPOKALEMIA
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
JENIS 01/07 02/0720 04/07 NILAI RUJUKAN PEMERIKSAAN URINALISIS
PEMERIKSAAN 2013 13 2013 02 Juli 2013
WBC 12,46 10.77 (5-10)x 1000/uL PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
NEUT 7,87 7.21 (#3.0-7.0;% 50.0-60.0) x 1000 /uL Volume 750-2000ml/24 jam
Warna Kuning Kuning muda-kuning
LYMPH 2,38 1.71 (#1.5-4.0;% 25.0-40.0) x 1000/uL
Kekeruhan Agak keruh Tidak ada
MONO 0,73 0.56 (#0.1-0.5;% 3.0-7.0) x 1000/uL
Ph 7.0 4,6-8,5
EOS 1,42 1.24 (#0.05-0.25;% 1.0-4.0) x 1000/uL
BJ 1,010 1,002-1,030
BASO 0,06 0.05 (#0.01-0.1;% 0.5-1.0) x 1000/uL Protein Negatif: tidak ada protein dalam
RBC 3,6 3.05 (M: 4.50-5.50; F: 4.0-5.0 )x 1.000.000/uL urine
HGB 9,2 7.7 M: 14.0-17.4; F: 12.0-16.0g/dL +2 +1: 15-30 mg/dL
HCT 25,4 22.2 (M: 42-52; F:36-48)% +2: 100 mg/dL
MCV 69,4 72.8 (84.0-96.0) fL +3: 300 mg/dL
MCH 25,1 25.2 (28.0-34.0) pg +4: 1000mg/dL
MCHC 36,2 34.7 (32.0-36.0) g/dl Glukosa Negatif: Tidak ada glukosa salam
PLT 307 295 (150-400) 1000/ uL urin
Gula darah sewaktu 138 <200 mg/dL Negatif +1:50-100 mg/dL
+2: 200 mg/dL
Asam Urat 4,9 P: 3,5-7,7 : W: 2,5-5,5 mg/dL
+3: 500 mg/dL
SGOT 81 P: 10-37 : W: 8-31 U/L +4: 1000mg/dL
SGPT 129 P: 10-40 : W: 8-34 U/L Urobilin 0,2 E.U/dL Normal
Trigliserida 101 < 160 mg/dL Bilirubin Negatif Tidak ada
Kolesterol Total 88 < 200 mg/dL Nitrit Negatif Tidak ada
HDL Kolesterol 20 < 65 mg/dL Keton Negatif Tidak ada
LDL Kolesterol 78 < 150 mg/dL Leukosit esterase Negatif Tidak ada
Kalium 1,17 1,7 1,8 3,5-5,1 mmol/L Blood +3 Tidak ada
Natrium 142 142 143 136-146 mmol/L Sedimen urin
Klorida 113 107 106 97-111 mmol/L Leukosit 2-4
Phosphor 2,6-4,5 mg/dL Eritrosit +3 0 : < 4 sel/LPB
Magnesium Lk: 1,8-2,6 mg/dL Epitel 1-3 +1: 4-8 sel/LPB
Bakteri +2 +2: 8-30 sel/LPB
Calcium 1,15 8,6-10,3 mg/dL
Silinder Granula +1 +3: > 30 sel/LPB
pH Darah 7,4 7,5-7,45 +4: penuh
Kristal 0
LED I 10 P :0-10 W: 0-20 (Westergren) mm/jam
Lain-lain 0
LED II 27 P: 0-10 W: 0-20 (Westergen) mm/jam
Malaria Neg.
3
V. DIAGNOSA KERJA
Periodik Paralisis e.c Hipokalemia
DIAGNOSA TAMBAHAN
Hipokalsemia
Anemia Hipokromik Mikrositik
4
VII. FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal S O A P
02/07/2013 Kelemahan kedua tungkai Kesadaran: Compos Mentis Diagnosa: IVFD RL + Neurobion drips/8jam
TTV: Periodik paralisis et causa Ranitidin 2x1 amp (iv)
HR: 2 Tekanan Darah: 100/60mmHg, hipokalemia Ceftriaxone 1x2g (iv)
HO: 15 Nadi: 65x/menit, Kalmeco inj 3x500 mcg amp (iv)
Respirasi: 24x/menit Diagnosa Tambahan: KCl 3x25 mEq dalam RL
Suhu badan: 36,8C. Hipokalsemia Diet tinggi Kalium
Anemia Hipokromik Mikrositik
Status Interna Hipertransaminase
Kepala/Leher: CA(+/+) SI(-/-) KGB (TTM) Infeksi Saluran Kemih
Thorax: Simetris, BJ I-II regular
Abdomen: Supel datar, NT (-)
Ekstremitas: Akral teraba hangat
Status Neurologis
RM: KK (-), L/K (tidak terbatas/tidak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
SO: Mata: Pupil bulat isokor, 3mm ODS,
RC (+/+), GBM Baik ke segala arah,
Wajah: Simetris, Lidah: Letak di tengah.
5
Motorik:
5 5
3 3
03/07/2013 Paha dan tangan kana terasa Kesadaran: Compos Mentis Diagnosa: IVFD RL 1500cc/24jam
sakit Tekanan Darah: 110/60mmHg Periodik paralisis et causa Ranitidin 2x150mg tab (po)
HR: 3 Nadi: 65x/menit hipokalemia Cefixime 2x200mg tab(po)
HO: 16 Respirasi: 24x/menit Sohobal 3x500 mcg amp (iv)
Suhu Badan: 35,6C. Diagnosa Tambahan: KCl 3x25 mEq (iv)
Hipokalsemia AsparK 3x300mg tab (po)
Status Interna Anemia Hiporomik Mikrositik
Diet tinggi Kalium
Kepala/Leher: CA(+/+) SI(-/-) KGB (TTM) Hipertransaminase
Thorax: Simetris, BJ I-II regular Infeksi Saluran Kemih
Abdomen: Supel datar, NT (-)
6
Ekstremitas: Akral teraba hangat
Status Neurologis
RM: KK (-), L/K (tidak terbatas/tidak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
SO: Mata: Pupil bulat isokor, 3mm ODS,
RC (+/+), GBM Baik ke segala arah,
Wajah: Simetris, Lidah: Letak di tengah.
Motorik:
5 5
3 3
Vegetatif: BAB/BAK (+/+), Makan/Minum
(+/+).
Sensorik: Hipestesi (-)
RF: BPR (+/+), TPR (+/+), KPR (+/+),
APR (+/+).
RP: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-), Gonda (-/-), Sachaeffer (-/-),
Oppenheim (-/-).
04/07/2013 Kaki kanan terasa sakit Kesadaran: Compos Mentis Diagnosa: IVFD RL 1500cc/24jam
Tekanan Darah: 100/60mmHg Periodik paralisis et causa Ranitidin 2x150mg tab (po)
HR: 4 Nadi: 65x/menit hipokalemia Cefixime 2x200mg tab(po)
7
HO: 17 Respirasi: 24x/menit Diagnosa Tambahan: Sohobal 3x500 mcg amp (iv)
Suhu Badan: 36,8C. Hipokalsemia KCl 3x25 mEq (iv)
Anemia Hipokromik Mikrositik AsparK 3x300mg tab (po)
Status Interna Hipokalsemia Diet tinggi Kalium
Kepala/Leher: CA(+/+) SI(-/-) KGB (TTM) Infeksi Saluran Kemih
Thorax: Simetris, BJ I-II regular
Abdomen: Supel datar, NT (-)
Ekstremitas: Akral teraba hangat
Status Neurologis
RM: KK (-), L/K (tidak terbatas/tidak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
SO: Mata: Pupil bulat isokor, 3mm ODS,
RC (+/+), GBM Baik ke segala arah,
Wajah: Simetris, Lidah: Letak di tengah.
Motorik:
5 5
4 4
Barthel Indeks: 15 (mild disability)
Vegetatif: BAB/BAK (+/+), Makan/Minum
(+/+).
Sensorik: Hipestesi (-)
RF: BPR (+/+), TPR (+/+), KPR (+/+),
APR (+/+).
8
RP: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-), Gonda (-/-), Sachaeffer (-/-),
Oppenheim (-/-).
Status Neurologis
RM: KK (-), L/K (tidak terbatas/tidak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
SO: Mata: Pupil bulat isokor, 3mm ODS,
RC (+/+),
GBM Baik ke segala arah, Wajah: Simetris,
Lidah: Letak di tengah.
9
Motorik:
5 5
4+ 4+
Barthel Indeks: 19 (Mild disability)
Vegetatif: BAB/BAK (+/+), Makan/Minum
(+/+).
Sensorik: Hipestesi (-)
RF: BPR (+/+), TPR (+/+), KPR (+/+),
APR (+/+).
RP: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-), Gonda (-/-), Sachaeffer (-/-),
Oppenheim (-/-).
10
Ekstremitas: Akral teraba hangat
Status Neurologis
RM: KK (-), L/K (tidak terbatas/tidak
terbatas), Brudzinski I,II (-/-)
SO: Mata: Pupil bulat isokor, 3mm ODS,
RC (+/+), GBM Baik ke segala arah,
Wajah: Simetris, Lidah: Letak di tengah.
Motorik:
5 5
5 5
Barthel Indeks: 20 (independent in ADL)
Vegetatif: BAB/BAK (+/+), Makan/Minum
(+/+).
Sensorik: Hipestesi (-)
RF: BPR (+/+), TPR (+/+), KPR (+/+),
APR (+/+).
RP: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-), Gonda (-/-), Sachaeffer (-/-),
Oppenheim (-/-).
11
VIII DIAGNOSA AKHIR
Periodik Paralisis e.c Hipokalemia perbaikan
DIAGNOSA TAMBAHAN:
Anemia Hipokromik Mikrositik
Hipokalsemia
Hipertransaminase
Infeksi Saluran Kemih
12
X. RESUME
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh lemah pada kedua tungkai. Awalnya terasa kram dan pegal setelah sehari
sebelumnya disuntik KB di bokong kanan. Kedua paha terasa nyeri dan pasien mengeluh tidak kuat berjalan seperti biasanya dimana
kedua kaki dapat diangkat sedikit namun terjatuh lagi.
Pasien masuk rumah sakit dengan kesadaran Compos Mentis, TD=130/90mmHg. N=68x/menit R=17x/menit SB=36,5C.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan terjadi penurunan kadar Kalium dalam darah (1,17 mmol/L).
XI. PERMASALAHAN
13
XII. PEMBAHASAN
Periodik paralisis hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3,5 mmol/L) pada
saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat
sesudah latihan fisik.
Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke
dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.
Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara
besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. Penderita dapat mengalami
serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi.
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan
otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000
orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 120 tahun, frekuensi
serangan terbanyak di usia 1535 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.
14
II. ANEMIA(2)
(Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 1 Edisi 6. 2005. Jakarta. EGC.)
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan
volume packed red blood cells (hematokrit). Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada
(1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang
mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka pengiriman oksigen ke jaringan menurun. Kehilangan darah yang
mendadak, seperti pada perdarahan mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis,
takikardia, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun berkurangnya sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimtomatik, kecuali
pada pekerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan (1) meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan
pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah, (2) meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, (3)
mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital
(Guyton, 2001).
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, keadaan ini umumnya diakibatkan dari
berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-
organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan
15
kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan
indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari
8 gram.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat
diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau menstruasi.
Penghancuran sel darah merah di dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri
memperpendek siklus hidupnya atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran sel darah merah (Sacher, McPherson,
2000).
Keadaan-keadaan yang sel darah merahnya itu sendiri mengalami kematian adalah:
1. Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, seperti penyakit sel sabit.
2. Gangguan sinstesis globin, seperti thalasemia.
3. Kelainan membran sel darah merah.
4. Defisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
Malaria merupakan penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan naymuk Anopheles betina yang terinfeksi. Malaria
mengakibatkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, yang menyebabkan kelainan
sehingga permukaan sel darah merah menjadi tidak teratur. Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan segera dikeluarkan
dari sirkulasi oleh limpa (Goldsmith, 2001; Beutler, 2001).
Hipersplenisme dapat juga menyebabkan hemolisis akibat peningkatan nyata sel darah merah yang terperangkap dan hancur.
16
1. Diagnosa
Untuk mendiagnosa periodik paralisis et causa hipokalemia, diperlukan anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
laboratorium yang baik.
Periodik paralisis hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium darah yang rendah (kurang dari 3,5 mmol/L)
pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat
sesudah latihan fisik yang berat.
Berdasarkan hasil anamnesa, diketahui kelemahan terjadi secara bertahap dimana diawali dengan rasa kram dan pegal yang
seiring dengan berjalannya waktu semakin memburuk, pasien Ny. BM juga memiliki riwayat kerja berat 3 hari sebelum
terjadinya kelemahan, riwayat terjatuh disangkal.Berdasarkan pemeriksaan fisik terdapat kelemahan kedua anggota gerak
bawah, dimana pasien dapat mengangkat kaki namun terjatuh kembali,hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit) pada
tanggal 01&02 Juli 2013 menunjukkan kadar kalium darah yang rendah (1,17 dan 1,7 mmol/L).
17
2. Penatalaksanaan hipokalemia dan anemia
a. Penatalaksanaan Hipokalemia
(Braunwald, Wilson, Martin, Fauci Kasper & Iselbacher. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13.
2000. Jakarta. EGC.)
Tujuan terapi adalah mencegah maupun memperbaiki kelemahan. Sebelum tersedianya cara pencegahan yang efektif,
kelemahan antar serangan seringkali menyebabkan ketidakmampuan yang serius. Pada beberapa kasus, pemberian profilaktik
garam kalium, bahkan dalam dosis yang besar tidak mencegah serangan kelemahan, tetapi dengan pemberian asetazolamida
(125-1000mg/hari dalam dosis terbagi) dapat mengakhiri serangan. Mekanisme kerja asetazolamida tidak dimengerti
sepenuhnya, tetapi dapat menghalangi berpindahnya kalium dari darah ke dalam otot.
Pada pasien Ny. BM, penatalaksanaan hipokalemia yang dikerjakan meliputi pemberian KCl 3x25 meq drips (iv) selama 4
hari rawat inap yang terbukti secara klinis tampak adanya perbaikan, dan pemberian KSR tablet 3x600 mg pada saat pasien
dipulangkan.
18
b. Penatalaksanaan Anemia
(At a Glance Medicine Patrick Davey, Hal 78-79)
Anemia merupakan kelainan fisiologis; bukan suatu diagnosis. Oleh karenanya harus ditegakkan diagnosis akhir berupa suatu
penyakit. Lamgkah pertama dalam melakukannya adalah mengelompokkan anemia menurut ukuran eritrosit:
Anemia Mikrositik/Hipokromik
Ukuran eritrosit lebih kecil dari normal (mikrositik) dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari normal (hipokromik).
Penyebab tersering adalah anemia defisiensi Fe.
Anemia Makrositik
Ukuran eritrosit lebih besar dari normal. Penyebab tersering diantaranya defisiensi vitamin B12 atau asam folat
19
Terapi ditujukan pada penyakit yang mendasari. Jika penyakitnya tidak responsif terhadap terapi, berikan terapi supportif
dengan transfusi darah, yang diulangi beberapa kali untuk meminimalkan gejala.
Transfusi Darah
Darah donor harus dicocokkan demi keberhasilan transfusi. Sistem ABO: gen A dan B mengkode enzim yang mengubah
glikoprotein membran sel (substansi H) menjadi antigen A atau B. Tiap orang memiliki dua gen A dan dua gen B (AA atau
BB), keduanya (AB), salah satunya (AO atau BO), atau tidak sama sekali (O).
Untuk menghindari terjadinya reaksi transfusi, pasien harus menerima darah dengan golongan yang sama atau dari donor
golongan O (donor universal).
3. Pemeriksaan penunjang
Braunwald, Wilson, Martin, Fauci Kasper & Iselbacher. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13. 2000.
EGC. Jakarta.)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada keadaan periodik paralisis ec. hipokalemia adalah pemeriksaan laboratorium
(elektrolit), bahkan bila perlu pemeriksaan Elektrokardiogram.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada keadaan anemia adalah pemeriksaan hemoglobin, maupun pemeriksaan lain
yang secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan keadaan anemia seperti, DDR, Leukosit, Trombosit.
20
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus pasien Ny. BM adalah pemeriksaan laboratorium (elktrolit) guna
memantau kadar kalium darah, dan juga dilakukan pemeriksaan DDR untuk mengetahui apakah penyebab anemia berasal
dari infeksi parasit malaria.
4. Diagnosa banding
21