Anda di halaman 1dari 27

TUGAS TUTORIAL PB MINGGU KE-4

ASPEK TANAH: KOMODITAS PISANG

Disusun oleh:

Kelompok 4 Kelas E

Dian Nani Fatmawati 155040101111072

Erlita Widhiana 155040101111076

Renny Permata Putri 155040101111101

Boy Pradana 155040101111106

Annisa Firdauzi 155040107111008

Ilham Luthfan Fadhil 155040107111017

Verina Wijayanti 155040107111045

Naurah Nadzifah 155040107111066

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan pengerjaan laporan besar Komoditas Ubi
Jalar. Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah
memberikan dukungan moriil dan materi sehingga dapat terselesainya pembuatan
makalah ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh sebab itu,
penulis sangat menerima kritik dan saran demi kebaikan bersama. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
Malang, September 2017

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen tanah untuk usaha pengembangan pertanian perlu diamati dan
diidentifikasi lebih lanjut. Dalam skala tertentu di suatu wilayah, pengolahan tanah
sangat diperlukan untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan dapat dikatakan
layak atau tidak. Selain itu, manajemen tanah ini berkaitan dengan keberlanjutan
lingkungan secara ekologis yang memperhatikan prinsip-prinsip konversi
biodiversitas khususnya di wilayah DAS Konto. Strategi managemen berbasis
ekologis (secara menyeluruh) mencakup tanaman dan tanah, dengan fokus pada
pengendalian faktor-faktor pembatasi pertumbuhan tanaman sangat perlu dilakukan.
Luaran yang diharapkan dari manajemen tanah ini adalah pertumbuhan dan
produksi tanaman dan lingkungan yang sehat melalui strategi dasar menumbuhkan
tanaman secara sehat dengan daya tahan yang kuat terhadap cekaman lingkungan,
tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mengintensifkan / meningkatkan
kinerja organisme yang menguntungkan dan menekan populasi organisma yang
merugikan.
Keseluruhan strategi ini disesuaikan dengan praktek untuk memelihara dan
mengintensifkan habitat baik di dalam tanah maupun di atas tanah. Pendekatan
ekologi menghimbau untuk merancang lahan pertanaman dengan memanfaatkan
keuntungan kekuatan sistem alam itu sendiri. Hampir semua parktek tersebut
dilakukan sebelum, dan selama, penanaman tanaman dengan sasaran untuk
mencegah masalah dengan mengembangkan satu atau lebih dari ketiga
keseluruhan strategi dasar tersebut. Prinsip-prinsip ekologi memberikan kerangka
kerja untuk managemen yang berkelanjutan. Menguatkan sistem melalui perbaikan
habitat tanaman pertanian baik di dalam dan di atas tanah. Beberapa aspek bisa
overlap, contohnya tanaman penutup tanah, rotasi tanaman dan pengolahan tanah
yang berpengaruh baik dalam tanah dan diatas tanah. Pada makalah ini membahas
komoditas pisang yang kita tahu adalah komoditas yang mudah dibudidayakan dan
mengandung nutrisi yang sangat kompleks. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
kegiatan survey lapang untuk mengidentifikasi permasalahan petani pisang dan
beberapa rancangan solusi serta teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
permasalahan yang ada di lapang.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana teknis budidaya mulai dari persiapan lahan hingga pasca panen?
2. Apakah permasalahan sistem budidaya tanaman dari praktek-praktek petani
selama ini guna menuju pengembangan pertanian berbasis ekologi?
3. Bagaimana petani menyelesaikan masalah tersebut selama ini?
4. Apa solusi yang dapat direkomendasikan melalui kajian dari buku Building
Soils For Better Crops: Sustainable Soil Management?
5. Bagaimana rancangan kegiatan-kegiatan perbaikan habitat pertanaman baik
diatas dan didalam tanah?
6. Teknologi apa yang bisa ditawarkan untuk perbaikan habitat pertanaman?
7. Apa saja kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam mengkonservasi
biodiversitas tanaman pisang?
BAB 2
2.1 Uraian Teknis Budidaya Pisang

Menurut Soemarno (2011), Pisang (Musaa spp.) merupakan tanaman buah


berbentuk herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Di
Indonesia, pisang merupakan salah satu buah yang cukup populer karena mudah
ditemukan dan tersedia dalam berbagai jenis, selain itu harga yang cukup terjangkau
dan nilai gizi yang sangat lengkap juga menjadi alasan buah ini dicari oleh banyak
orang. Daging buah pisang mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor,
besi dan vitamin A, B, C, dan air. Ditinjau dari nilai gizinya, daging buah pisang
mengandung air sebesar 70 %, karbohidrat 27 %, serat kasar 0,5 %, protein 1,2 %,
lemak 0,3 %, abu 0,9 % dan vitamin serta mineral sebesar 0,1 % . Menurut
Prihatman (2000), pisang dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan jenis dan
pemanfaatannya yakni: 1) pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu
pisang ambon, susu, raja, cavendis, barangan dan mas; 2) pisang yang dimakan
setelah buahnya dimasak yaitu pisang nagka, tanduk, dan kepok; 3) pisang berbiji
yang hanya dimanfaatkan daunnya di Indonesia yaitu pisang batu dan klutuk; 4)
pisang yang diambil seratnya yaitu pisang manila.
Daerah Malang memiliki lebih dari 25 macam kultivar pisang yang dapat
ditemukan, beberapa jenis pisang yang dominan adalah Ambon, Sobo, Susu, Agung,
Rojonongko, Rojomolo, Candi, Ijo, Emas, Kavendish dan Pisang Raja. Sebagian
besar jenis pisang ini termasuk ke dalam Golongan I, yaitu pisang yang dimakan
buahnya setelah matang sebagai konsumsi buah segar. Budidaya pisang di daerah
Malang cenderung mudah untuk dilakukan hal ini terbukti dengan banyaknya pohon
pisang yang menjadi tanaman pekarangan rumah warga. Secara umum pola
pembudidayaan pisang di Indonesia terbagi menjadi empat menurut Suhartanto, dkk
(2012) yaitu 1) pertanaman pekarangan, 2) sistem tumpasari,3) kebun pisang petani
gurem skala komersial dan 4) perkebunan pengusaha pisang. Pertanaman
pekarangan, sistem tumpasari dan kebun pisang petani gurem skala komersial
digolongkan pada pola pembudidayaan skala kecil karena skala luasan kebunnya
kurang dari 20 ha. Pertanaman pisang di pekarangan dan sistem tumpangsari di
kebun petani banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia termasuk di daerah
Malang. Hal ini seperti yang dilakukan oleh warga Kelurahan Pisang Candi Kota
Malang yaitu Bapak Wasis yang menanam pohon pisang kepok dan ijo di
pekarangan rumah serta Bapak Sugeng yang menanam pisang kepok, ijo, candi dan
ambon dengan sistem tumpang sari bersama tanaman sengon.
Tanaman pisang mempunyai beberapa syarat tumbuh agar mempunyai
produktivitas yang maksimal dan kualitas buah yang relatif tinggi. Menurut Hanum
(2008) tanaman pisang memerlukan tempat tumbuh di iklim tropis yang hangat dan
lembap agar tanaman dapat tumbuh dengan cepat dan berlangsung terus menerus.
Suhu optimum tanaman ini pada kisaran 26-28C dengan ketinggian di bawah 800
m dpl, tapi masih mungkin sampai 1000 m dpl. Tanaman pisang memerlukan
pengairan yang teratur yaitu 20-60 mm/minggu, untuk pertumbuhan yang optimal
curah hujan yang diperlukan berkisar 200-220 mm dengan kelembapan tanahnya
tidak boleh kurang dari 60-70% dari kapasitas lapang. Tanah yang paling baik untuk
pertumbuhan pisang adalah tanah yang subur, tanah liat yang dalam dan gembur
atau tanah alluvial, pH tanah 4,5-8,5, kedalaman solum >75 cm, kedalaman air >
120 cm, kemiringan 15% serta memiliki aerasi yang baik. Kesuburan tanah yang
tinggi akan sangat menguntungkan untuk tanaman pisang dengan kandungan bahan
organik hendaknya 3% atau lebih. Kebanyakan pisang tumbuh baik di lahan terbuka,
tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan terbakar-matahati (sunburn). Dalam
keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya
sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Tanaman pisang juga sangat sensitif
terhadap angin kencang, yang akan merobek-robek daunnya, menyebabkan distorsi
tajuk dan dapat merobohkan pohonnya.
Kegiatan budidaya tanaman pisang biasanya dimulai dari penyediaan bibit,
persiapan lahan, penanam, pengairan, penjarangan anakan, pemupukan, sanitasi
lahan, pengendalian HPT serta panen dan pasca panen (Suhartanto dkk, 2012).
Berikut ini merupakan uraian teknis budidaya tanaman pisang dari persiapan lahan
hingga panen dan pasca panen:
a. Penentuan dan Penyediaan Bibit
Sumber bibit tanaman pisang diperoleh dari induk yang sehat dan diperoleh
dari lahan yang bebas penyakit terutama penyakit layu fusarium dan layu bakteri
serta penyakit bunchy top. Sumber bibit tanaman pisang dapat berasal dari anakan,
bonggol (cormit /bits) dan kultur jaringan. Bibit yang siap ditanam berukuran 40-50
cm bila dari kultur jaringan, atau anakan berumur 6 bulan.Bapak Sugeng sendiri
mendapatkan bibit yang berasal pencangkokan induk pohon pisang sedangkan
Bapak Wasis mendapatkan bibit yang berasal dari anakan. Menurut Suhartanto dkk
(2012) terdapat beberapa langkah-langkah yang dilakukan dalam penyediaan benih
tanaman pisang berdasarkan masing-masing asalnya, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem penyediaan benih dari anakan
a. Pilih tanaman induk yang berbuah dan sehat.
b. Pilih tanaman dari lahan bebas penyakit terutama penyakit layu fusarium dan
layu bakteri.
c. Pilih anakan pedang bukan anakan air.
d. Pisahkan anakan dari bonggol induknya.
e. Kumpulkan benih di tempat yang teduh kemudian bersihkan dan lakukan
pengurangan jumlah daun.
f. Buang mata tunas yang timbul.
g. Seleksi benih berdasarkan besar dan tinggi untuk mendapat benih yang
seragam
h. Sebelum benih ditanam, rendam benih dengan campuran agens antagonis
bakteri (Pseudomonas fluurescens + Bacillus substilis) selama 24 jam atau
direndam dengan fungisida Benlate atau Dithane M-45 dengan konsentrasi 2
g/liter air selama 2 jam.
2. Sistem penyediaan benih dari bonggol
a. Pilih bonggol dari tanaman yang dewasa, sehat dan bebas dari hama serta
penyakit.
b. Bersihkan bonggol dan buang akarnya, namun tidak boleh merusak mata
tunas.
c. Belah bonggol menurut ukuran mata tunas dengan ukuran 10 x 10 x 10 cm.
d. Bonggol yang sehat dicirikan bila dibelah berwarna putih.
e. Sebelum benih ditanam, rendam benih dengan campuran agens antagonis
bakteri (Pseudomonas fluurescens + Bacillus substilis) selama 24 jam atau
direndam dengan fungisida Benlate atau Dithane M-45 dengan konsentrasi 2
g/liter air selama 2 jam.
3. Sistem penyediaan benih dari kultur jaringan
a. Pilih bahan explan dari induk yang disertifikasi bebas penyakit sistemik.
b. Diperbanyak dengan penggunaan ZPT yang berimbang.
c. Planlet tidak melebihi subkultur ke V.
d. Diaklimatisasi dalam media yang bebas penyakit tular tanah.
e. Off-type kurang dari 5%.
b. Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari hal-hal yang dapat menganggu pertumbuhan tanaman
mulai dari membuang batu besar, gulma, tunggul batang dan lain sebagainya serta
melakukan penggemburan tanah. Hal ini bertujuan agar sistem perakatan tanaman
dan penyerapan unsur hara tidak terganggu. Pengaturan jarak tanam juga harus
dilakukan pada tahap ini. Menurut Suhartanto dkk (2012) jarak tanam tergantung
varietas, varietas ukuran kecil sekitar 2 X 2.5 m, besar 3 X 3 m. Bisa juga berupa
barisan 1.5-2 X 4-6 m. Populasi tanaman per ha, tergantung dari layout tanah
namun yang harus diperhatikan adalah barisan dalam pengaturan jarak tanam harus
sejajar dengan arah terbit matahari. Sering kali pengaturan jarak tanam tidak
diperhatikan oleh petani tanaman pisang terlebih pada sistem budidaya pekarangan
yang biasanya hanya memanfaatkan lahan kosong yang ada.
c. Penanaman
Pembuatan lubang tanam diperlukan untuk memperbaiki lingkungan perakaran
pisang agar bibit pisang yang ditanam mampu tumbuh dengan cepat. Pembuatan
lubang tanam sebaiknya dilakukan 2-3 minggu sebelum proses penanaman bibit.
Masyarakat Kelurahan Pisang Candi sering kali membuat lubang tanam dengan
ukuran 1 x 1 x 1 m. Setalah membuat lubang tanam akan diberikan pupuk kandang
sebanyak agar pohon pisang mendapat tambahan unsur hara karena budidaya
pohon pisang pada daerah tersebut tidak menggunakan pestisida buatan.
Menurutmu Suhartanto dkk, 2012 lubang tanam sebaiknya diberi perlakuan
solarisasi yaitu menutup lubang tanam dengan plastik PVC selama 2-3 mingg yang
bertujuan untuk mematikan mikrorganisme yang merugikan tanaman pisang.
Penanaman biasanya dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau
agar tanaman saat awal pertumbuhan tidak mengalami kekeringan. Bibit
dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi tegak dan ditanam sampai
sebatas 5 10 cm di atas pangkal tanah, kemudian lubang ditutup kembali dengan
tanah galian.
d. Pemeliharaan
1. Pengairan
Pengairan dilakukan untuk membantu penyediaan air yang cukup bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengairan harus disesuaikan dengan musim,
umur tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Pengairan lahan harus dilakukan
paling lambat 3 4 hari setelah tanam jika ditanam saat musim kemarau.
Penyiraman dilakukan dengan selang dari atas permukaan tanah sekitar pohon
sampai tanah terlihat basah pada kedalaman minimal 20 cm. Penyiraman dapat
dilakukan pada pagi atau sore hari, sekurang-kurangnya 2 kali seminggu apabila
tidak ada hujan. Bapak Wasis sendiri biasanya menyiram tanaman pisang di
rumahnnya 2 hari sekali sedangkan Bapak Sugeng jarang menyiram tanamannya
karena lebih memilih bergnatung pada aliran Sungai Metro. Menurut Suhartanto, dkk
(2012) tanaman pisang yang kekurangan air dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat. Kekurangan air pada fase pertumbuhan vegetative dapat
mempengaruhi kecepatan perkembangan daun dan jumlah bunga menjadi sedikit,
sehingga produksi buah menjadi rendah. Kekurangan air pada fase pembungaan
dapat menurunkan jumlah buah dan kekurangan air pada periode pembentukan
buah dapat mempengaruhi ukuran dan kualitas buah, tandan buah pendek dan
ukuran kecil.
2. Penjarangan anakan
Penjarangan anakan dilakukan untuk mengurangi persaingan hara antar
tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas hasil.
Terdapat dua tipe anakan yang dihasilkan yaitu anakan muda dengan daun yang
sempit (anakan pedang) dan anakan dengan daun yang lebar (anakan air). Satu
rumpun tanaman pisang maksimum dengan 1-2 anakan yang berbeda umur.
Penjarangan biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali, anakan yang dibuang adalah
yang tumbuhnya mengarah pada jalan, sedangkan anakan yang dipelihara adalah
anakan yang berdaun pedang, tingginya 20-40 cm dan pertumbuhan kuncup daun
baik. Anakan berumur 6 bulan dapat dijadikan sebagai bahan tanaman untuk inisiasi
kebun baru. Menurut Hanum (2008) perlakuan penjarangan anakan sering kali
hanya ditemukan di perkebunan skla komersial yang digunakan untuk
mempertahankan produktivitas yang tinggi dan untuk menjamin buah berkualitas
baik untuk standar ekspor. Oleh karena itu pada petani atau seseorang yang
menanam pisang di pekarangan atau tumpang sari tidak melakukan penjarangan
anakan tanaman pisangnya. Hal ini dikarenakan hasil produk tanaman pisang hanya
digunakan sebagai tambahan penghasilan atau untuk konsumsi sendiri.
3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
tanaman sehingga mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimum, produksi
yang tinggi dan kualitas yang baik sesuai dengan standar yang ditetapkan serta
memperkuat pertumbuhan tanaman pisang. Proses pemupukan pada sistem
penanaman dan tumpang sari sering kali tidak menjadi sesuatu yang terlalu
diperhatikan, pemupukan biasanya hanya dilakukan 1-2 kali pada saat proses
penanaman dengan menggunkan pupuk kandang yang didapatkan dari hewan
ternak yang dipelihara. Menurut Suhartanto dkk (2012) untuk meningkatkan prosukdi
tanaman pisang bisa menggunakan pupuk organik (kandang, kompos) dan pupuk
kimia yang terdiri dari unsur N (urea, Za, KNO3, NPK), P (TSP, SP-36) dan K (KCl,
KNO3). Aplikasi pupuk organik dilakukan pada saat penyiapan lubang tanam
dengan dosis 10-20 kg/lubang tanam. Sedangkan aplikasi pupuk kimia dilakukan
tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Pemupukan pertama dilakukan satu bulan
setelah tanam (Urea 150g, SP-36 100g, KCl 200g), pemupukan kedua, ketiga, dan
keempat berjarak 3 bulan dari pemupukan sebelumnya (Urea 150g, SP-36 100g dan
KCl 450g.
4. Sanitasi Lahan
Sanitasi lahan dilakukan untuk membersihkan gulma dan tanaman yang
terserang penyakit di sekitar tanaman pisang. Pengendalian gulma penting
dilakukan pada 3 bulan pertama. Pengendalian gulma pada tanaman pisang
umumnya dilakukan secara manual. Pengendalian secara manual dilakukan dengan
membuang gulma minimal 100 cm sekeliling tanaman pisang. Kegiatan penyiangan
sebaiknya diikuti dengan pembersihan kebun, terutama pemotongan daun-daun
yang telah tua dan juga daun-daun yang kering. Hal ini dilakukan untuk memberikan
sirkulasi udara dan masuknya cahaya matahari yang baik ke dalam pertanaman.
Daun yang dibuang adalah daun dengan lebih dari 50% terserang bercak penyakit,
daun tua yang telah menguning dan daun yang menaungi dan menggesek jantung
dan atau buah yang dalam masa tumbuh dan berkembang (Suhartanto dkk, 2012).
5. Pengendalian HPT
Hama dan penyakit yang ditemui pada lahan Pak Wasis dan Pak Sugeng
sama yaitu hama penggulung daun pisang dan penyakit bayong. Daun yang
terserang hama penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus) biasanya akan
menggulung menyurapai batang dan apabila dibuka akan ditemukan larva di
dalamnya. Larva yang masih muda akan memotong tepi daun secara miring
kemudian akan membentuk tabung. Apabila serangan berat, maka daun akan habis
dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun. Serangan hama ini
biasanya hanya ditangani dengan melakukan cara pengendalian mekanis yaitu
dengan cara mengambil hama penggulung daun pisang yang ada karena biasanya
intensitas serangan cenderung kecil pada lahan mereka.
Penyakit bayong atau layu fusarium menyebabkan terjadinya penguningan tepi
daun pada daun-daun yang lebih tua. Gejala menguning berkembang dari daun
terua menuju ke daun termuda. Daun-daun yang terserang lama-kelamaan akan
layu pada tangkainya dan menggnatung ke bawah menutupi batang semu. Daun-
daun termuda menampakkan gelaja yang paling akhir dan sering kali tetap berdiri
tegak. Pak Wasis dan Pak Sugeng biasanya akan segera mengambil tanaman
pisang yang terkena penyakit ini hingga ke akarnya agar tidak menyebar ke
tanaman yang lainnya.
6. Panen dan Pasca Panen
Pemanenanbuah pisang biasanya dilakukan 5 bulan setelah masa penanaman
apabila menggunakan bibit anakan yang besar. Dalam satu tandan pisang kepok
biasanya tedapat 8-9 sisir pisang. Setelah itu pemanenan bisa dilakukan setahun
sekali. Menurut Suhartanto dkk (2012) kematangan buah pisang bisa dilhat dari
beberapa indikator diantaranya adalah umur sejak muncul jantung, pola lingkat
buah, kuran dan kekerasan buah. Secara umum pada dataran rendah waktu panen
pisang berkisar 85-100 hari setelah muncul jantung, sedangkan pada dataran tinggi
bisa mencapai 98-115 hari setelah muncul jantung. Cara pemanenan pisang yang
baik adalah sebagai berikut:
1. Untuk panen pisang menggunakan parang/golok yang tajam dan bersih.
2. Panen dilakukan pada waktu pagi (7.00 10.00) atau sore (15.00 17.00)
dalam keadaan cerah.
3. Batang ditebang setinggi 2/3 dari tinggi batang agar tandan tidak menyentuh
tanah.
4. Tandan dipotong pada sebelah atas buku tandan atau kira-kira 30 cm diatas
sisir pertama.
5. Setelah dipotong, tandan dibalikan supaya getah yang menetes keluar tidak
mengenai buah.
6. Tandan pisang diangkut dengan gerobak atau alat angkut lainnya ke tempat
pengumpulan dengan posisi tandan pisang tegak lurus (posisi tangkai buah
menghadap ke bawah) dan tandan diberi sekat busa atau daun pisang kering.
7. Pada tempat pengumpulan tandan pisang diberi alas untuk menghindari buah
rusak/tergores Standar kematangan buah dapat ditentukan dengan beberapa
indeks kematangan:
a. Indeks 1 (bentuk buah terisi penuh, warna hijau segar, 100-200 hari setelah
bunga mekar)
b. Indeks 2 ( warna buah hijau terang)
c. Indeks 3 (warna buah hijau semburat kuning)
d. Indeks 4 (warna buah kuning semburat hijau)
e. Indeks 5 (warna buah kuning dengan ujung hijau)
f. Indeks 6 (warna buah kuning merata)
Setelah melakukan proses pemanenan Pak Wasis dan Pak Sugeng biasanya
akan membersihkan sisa daun dan batang tanaman pisang pada pohon. Sisa daun
dan batang ini kemudian dipotong kecil-kecil untuk dijadikan pupuk atau dijadikan
tutupan lahan. Kedua pemilik lahan ini juga tidak melakukan sortasi maupun
pengkelasan buah pisang setelah melakukan pemanenan, buah pisang yang telah
dipanen biasanya hanya dibersihkan kemudian dijual kepada tengkulak ataupun
tetangga yang ingin membelinya seharga Rp 25.000,- setiap tandannya.

2.2 Identifikasi dan Analisis Permasalahan Sistem Budidaya Pisang

A. Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Pola budidaya sistem tumpangsari pada tanaman pisang yang dilakukan oleh
Bapak Sugeng terdapat beberapa permasalahan diantaranya yaitu terdapat penyakit
bayong (layu fusarium) yang menyebabkan pohon pisang mengalami kelayuan dan
kematian sehingga tanaman pisang tidak mampu tumbuh lagi. Selain itu, juga
terdapat permasalahan hama penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus)
yang menyebabkan daun pisang menggulung. Permasalahan-permasalahan diatas
juga dialami oleh Bapak Wasis yang menerapkan pola budidaya tanaman pisang
pertanaman pekarangan. Hal tersebut terjadi karena tanaman pisang yang
dibudidayakan oleh Bapak Wasis juga mengalami penyakit bayong (layu fusarium)
dan terserang hama penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus).
Menurut Maspary (2010), Penyakit layu fusarium pada tanaman pisang disebabkan
oleh Fusarium Oxysporum f. Sp Cubense (FOC). Penyakit ini merupakan penyakit
paling berbahaya yang dapat menyerang tanaman pisang. Penyakit ini dapat
menyebabkan kerugian lebih dari 35 %. Penyakit ini menular melalui tanah,
menyerang akar dan masuk kedalam bonggol pisang. Didalam bonggol ini jamur
merusak pembuluh sehingga menyebabkan tanaman layu dan akhirnya mati.
Gejala-gejala dari penyakit tersebut adalah:
a. Menguningnya daun pisang dari mulai daun yang tua, menguning mulai dari
pinggiran daun .
b. Pecah batang, perubahan warna pada saluran pembuluh.
c. Ruas daun memendek.
d. Perubahan warna pada bonggol pisang.
e. Biasanya batang yang terserang mengeluarkan bau busuk.

Gejala dari serangan hama penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus)
yang menyerang tanaman budidaya menurut Rahmad et al (2012), yaitu: Daun yang
diserang ulat biasanya digulung menyerupai tabung, dan apabila dibuka akan
ditemukan larva di dalamnya. Larva memotong bagian tepi daun kemudian digulung
mengarah ke dalam. Larva yang masih muda memotong tepi daun secara miring,
lalu digulung hingga membentuk tabung kecil. Apabila daun dalam gulungan
tersebut sudah habis, maka larva akan pindah ke tempat lain dan membuat
gulungan yag besar. Larva ditutupi oleh semacam lilin berwarna putih. Apabila
serangan berat, daun akan habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan
gulungan daun sehingga dapat menurunkan produksi pisang.
Secara umum menurut Rahmad et al. (2012), terdapat beberapa permasalahan
yang menyebabkan kurang berkembangnya tingkat produksi pisang di Indonesia,
anatara lain:
a. Pola pembudidayaan yang belum jelas dan teratur.
b. Kurangnya penerapan teknologi budidaya pisang secara benar pada tingkat
petani.
c. Kultivar pisang yang ditanam masih beragam.
d. Ketersediaan dan penggunaan bibit pisang yang sehat dari kultivar unggul
masih terbatas.
e. Penyebaran hama dan penyakit penting tanaman pisang yang cukup luas di
sentra produksi pisang.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa permasalahan yang


dialami oleh Bapak Sugeng maupun Bapak Wasis yaitu terkait dengan penyebaran
hama dan penyakit penting tanaman pisang yang cukup luas jangkauannya di sentra
produksi pisang. Diantaranya yaitu penyakit bayong (layu fusarium) dan hama
penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus). Hal tersebut memberikan
dampak pada tingkat produksi pisang yang rendah.

B. Usaha Tani Skala Kecil


Budidaya tanaman pisang yang dilakukan oleh Bapak Sugeng dan Bapak
Wasis termasuk dalam usaha tani skala kecil sehingga tingkat produksi yang
dihasilkan dalam kegiatan budidaya belum maksimal dan kurang efisien. Kurang
berkembangnya usaha tani terjadi karena budidaya tanaman pisang bukan
merupakan sumber pendapatan utama bagi Bapak Sugeng dan Bapak Wasis.
Selain itu, usaha tani ini masih dalam skala kecil dikarenakan keterbatasan petani
dalam mendapatkan akses permodalan. Keterbatasan modal ini menyebabkan
rendahnya produktivitas pisang yang mereka budidayakan.

C. Luasan Lahan Usaha


Pada umumnya luasan lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman
pisang di Desa Pisangcandi semakin hari semakin sempit. Seperti pada lahan yang
digarap oleh Bapak Sugeng yaitu luasannya hanya 8x10 meter sedangkan lahan
yang digarap oleh Bapak Wasis luasannya hanya 7x17 meter. Berdasarkan survei
yang telah dilakukan terdapat penyempitan lahan pertanian yang terjadi karena
adanya pengalihan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai lahan perkebunan pisang
menjadi perumahan atau pemukiman masyarakat. Padahal, Desa Pisangcandi
sebelumnya dikenal sebagai desa penghasil pisang. Hal tersebut berdampak pada
rendahnya produksi pisang yang dihasilkan.

D. Minimnya Informasi dan Pelayanan Penyuluhan


Petani yang membudidayakan pisang belum mendapatkan pelayanan
penyuluhan secara khusus yang dapat meningkatkan kemampuan serta inovasi
petani. Hal tersebut berdampak pada rendahnya akses petani dalam memperoleh
informasi yang berkaitan dengan inovasi teknologi budidaya tanaman pisang serta
penanganan pasca panen yang seharusnya dapat diterapkan oleh petani dalam
rangka meningkatkan produksi dan nilai tambah pada produk pisangnya. Seringkali,
petani pisang seperti Bapak Sugeng dan Bapak Wasis melakukan budidaya tanpa
menggunakan teknologi serta menggunakan kemampuan budidaya seadanya saja.
Disini, peran penyuluh pertanian sangat dibutuhkan dalam penyebarluasan informasi
dan inovasi teknologi yang bisa diterapkan oleh petani.
E. Aspek Pemasaran
Sistem pemasaran yang dilakukan oleh Bapak Wasis masih sangat
sederhana yaitu dengan menjual pisang masak di pohon hasil panennya ke
tengkulak. Pisang yang dijual tersebut tanpa melalui penanganan pasca panen
terlebih dahulu. Hal tersebut menyebabkan nilai pisang yang dijual tergolong rendah.
Contohnya, satu tandan pisang kepok berisi 8-9 sisir pisang yang dijual Bapak
Wasis ke tengkulak hanya dihargai Rp 25.000,00. Padahal, harga pisang kepok di
pasaran jauh lebih tinggi dari harga di tengkulak yang mengindikasikan adanya
manipulasi harga di titik tengkulak. Sementara itu, hasil panen Bapak Sugeng hanya
dikonsumsi sendiri karena produksinya yang rendah.

2.3 Penyelesaian Masalah dari Petani Pisang

A. Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)


Penyelesaian masalah yang dilakukan oleh Bapak Sugeng dalam mengatasi
permasalahan penyakit bayong (layu fusarium) yaitu dengan cara melakukan
pencabutan pada pohon yang terserang penyakit tersebut. Pencabutan dilakukan
sampai ke akar-akarnya agar penyakit tidak menyerang tanaman pisang lain.
Sementara itu, untuk mengatasi permasalahan hama penggulung daun pisang
(Erionata thrax Linnaeus) Bapak Sugeng mengambil bagian daun yang terserang
hama lalu memotong daun tersebut. Penyelesaian masalah yang dilakukan oleh
Bapak Wasis dalam mengatasi permasalahan budidaya tanaman pisang pada
dasarnya sama dengan apa yang dilakukan oleh Bapak Sugeng. Penyelesaian
terkait penyakit bayong (layu fusarium), Bapak Wasis melakukan pencabutan serta
tindakan pencegahan melalui pemilihan bibit tanaman pisang yang baik serta bebas
dari virus dan penyakit. Sementara itu untuk mengatasi permasalahan hama
penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus), Bapak Wasis melakukan
tindakan pengendalian yang sama seperti Bapak Sugeng yaitu Pengambilan dan
pemotongan daun yang terserang hama.
Menurut BPTP Bali (2017), Layu Fusarium dapat dikendalikan oleh beberapa
cara, yaitu:
1. Penggunaan bibit bebas penyakit yaitu bibit yag diambil dari lahan yang
diyakini benar-benar bebas dari penyakit layu Fusarium (FOC). Bibit pisang
yang berasal dari kultur jaringan adalah salah satu bibit pisang yang bebas
penyakit. Namun bibit yang bebas penyakit ini haya dapat bertahan bila pada
lahan tidak ada bibit penyakit layu fusarium.
2. Melakukan pergiliran tanaman.
3. Melakukan sanitasi lahan, yaitu membersihkan gulma seperti rumput teki dan
bayam-bayaman, gulma tersebut merupakan inang sementara bibit penyakit
layu Fusarium (FOC).
4. Melakukan pengamatan cepat keberadaan FOC. Pada lahan yang akan
ditanami pisang, terutama lahan baru sebaiknya dilihat terlebih dahulu ada
atau tidaknya FOC. Caranya, ambil tanah dari lahan yang akan digunakan
sebagai lahan pertanaman pisang, masukkan ke dalam kantong atau ember
plastik setinggi 25 cm. Campurkan kompos kotoran ayam dengan
perbandingan 2 bagian kompos kotoran ayam dan 8 bagian tanah. Biarkan
15 hari, lalu tanamkan anakan rebung pisang yang tidak tahan terhadap FOC
(ambon kuning), kemudian amati pisang yang ditanam akan memperlihatkan
gejala penyakit layu fusarium.
5. Menanam jenis pisang yang tahan terhadap FOC seperti Janten/Ketan, Muli,
Taduk, Raja Kinalun/Pisang Prancis, FHIA-25 dan FHIA-17.
6. Pemakaian agensia hayati: Trichoderma sp, Gliocladium sp. Dan
Pseudomonas fluorescens. Pada prinsipnya penggunaan agensia hayati
masih bersifat pencegahan. Agensia hayati digunakan pada saat tanam atau
dimasukkan pada lubang tanam.
7. Jangan membawa atau memindahkan bahan tanaman (bibit pisang) dari
lokasi yang telah terserang ke lokasi/daerah yag masih bebas penyakit.
8. Melakukan eradikasi atau pemusnahan dengan membasmi sumber bibit
penyakit (tanaman sakit) dengan membongkar dan membakar atau
penyuntikan menggunakan Herbisida dengan dosis 12 cc untuk tanaman
induk, 2,5 cc untuk anakan berumur 4-6 bulan (tinggi 50 100 cm) dan 1 cc
untuk anakan berumur kurang dari 4 bulan ( tinggi< 50 cm). Injeksi
menggunakan minyak tanah dengan takaran 5 sendok makan untuk tanaman
induk, 3 sendok makan untuk tanaman berumur 4-6 bulan dan 1-2 sendok
makan untuk tanaman berumur kurang dari 4 bulan. Penyuntikan dilakukan
20-40 cm di atas leher akar untuk tanaman induk dan sekitar 10-15 cm untuk
tanaman anakan. Penyuntikan dilakukan sampai pada bagian tengah
(empulur) tanaman pisang dengan sudut kemiringan 60.
9. Sterilisasi alat panen seperti pisau, parang atau golok menggunakan
desinfektan misalnya menggunakan bayclean atau alkohol. Alat pertanian
lainnya seperti cangkul, sekop dan lain-lain, disarankan untuk selalu dicuci
dengan sabun dan disterilkan, terutama ketika alat tersebut digunakan
secara berpindah-pindah antar kebun

Pengendalian dari hama penggulung daun pisang menurut Rahmad et al


(2012) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Cara Mekanis : Daun pisang yang terserang dipotong, kemudian larva yang
ada didalamnya dimatikan atau dimusnahkan.
2. Cara biologi : dengan menggunakan parasitoid telur Oencyrtus erionatae
Ferr, parasitoid larva muda Apanteles erionatae Wlk, parasitoid pupa
Xanthopimpia gampsara dan parasitoid lainnya Agiommatus spp., Anastatus
sp., Brachymeria sp dan Pediobius erionatae.
3. Cara kimia : dengan insektisida kontak maupun racun perut misalnya
insektisida yang mengandung bahan aktif diazinon, endosulfan, dieldrin, dan
dimethoat.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa tindakan penyelesaian
permasalahan yang menyerang tanaman budidaya yang dilakukan oleh Bapak
Sugeng dan Bapak Wasis sudah tepat dan sesuai dengan literatur. pengendalian
penyakit layu fusarium melaui pencabutan tanaman terserang serta pemilihan bibit
pisang yang baik dapat meminimalisir tanaman terserang penyakit tersebut.
Pengendalian hama penggulung daun pisang secara mekanis melalui pengambilan
dan pemotongan daun yang terserang dapat mengurangi tingkat serangan serta
populasi hama tersebut.

B. Usaha Tani Skala Kecil


Perlu adanya pengembangan usaha tani dalam mengatasi permasalahan
usaha tani skala kecil melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat desa Pisang
candi dalam melakukan peningkatan potensi serta produksi pisang yang dihasilkan.
Peningkatan akses perolehan modal baik dari lembaga pemerintahan maupun
lembaga swasta melalui pemberian kredit untuk usaha tani dengan tingkat bunga
kredit yang rendah sehingga dapat dijangkau oleh petani. Selain itu, melalui
pemberian bantuan subsidi input-input produksi yang dibutuhkan selama kegiatan
budidaya bagi petani.

C. Luasan Lahan Usaha


Luasan lahan yang sempit karena adanya alih fungsi lahan pertanian di Desa
Pisangcandi menjadi kawasan pemukiman atau perumahan dapat diatasi melalui
upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian dengan cara membuat serta
menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelarangan alih fungsi
lahan pertanian yang dibuat dan diawasi oleh pemerintah setempat. Regulasi
tersebut harus dilakukan secara tegas agar tidak terjadi alih fungsi lahan yang
semakin meluas.

D. Minimnya Informasi dan Pelayanan Penyuluhan


Perlu adanya peningkatan peran dan partisipasi penyuluh pertanian dalam
meningkatkan kemampuan serta kapabilitas petani dalam hal sistem budidaya
tanaman pisang. Sehingga, petani mampu melalukan inovasi teknis budidaya,
adopsi teknologi pertanian, serta penanganan pasca panen yang tepat.
Pengembangan peran penyuluh pertanian berkaitan dengan tugasnya sebagai
konsultan agribisnis, pemberdayaan petani, serta mediator pedesaan. Melalui
kegiatan penyuluhan diharapkan petani dapat menerapkan teknologi dalam kegiatan
budidaya serta meningkatkan nilai jual produk yang dihasilkan melalui penanganan
pasca panen yang tepat.

E. Aspek Pemasaran
Manipulasi harga yang dilakukan oleh tengkulak di desa Pisangcandi dapat
diatasi melalui pola kemitraan antar petani, dimana semua petani pisang di desa
tersebut melakukan asosiasi dengan perusahaan atau UKM yang membutuhkan
pisang sebagai bahan baku usahanya. Melalui kemitraan antar petani, petani pisang
memiliki kemampuan bargaining position yang tinggi sehingga harga yang diterima
petani juga tinggi. Selain itu, untuk mengatasi pertanian yang masih subsisten
seperti pada Bapak Sugeng perlu dilakukan peningkatan produksi pisang. Sehingga,
pisang yang dibudidayakan tidak hanya untuk keluarganya sendiri melainkan
diperjualbelikan dan sebagai sumber pendapatan keluarganya.

2.4 Rekomendasi solusi terhadap permasalahan budidaya tanaman Pisang dari


Buku: Building Soils For Better Crops: Sustainable Soil Management

Tanam tanaman sehat dengan kemampuan pertahanan kuat


Pemilihan bibit tanaman sangat penting dalam kegiata budidaya terutama
tanaman pisang. Hal ini berpengaruh terhadap keberlanjutan dari produksi buah
pisang itu sendiri. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih bibit
tanaman yang sehat dengan kemampuan pertahanan yang kuat. Sumber bibit harus
diperoleh dari induk yang sehat dan diperoleh dari lahan yang bebas penyakit
terutama penyakit layu fusarium dan layu bakteri serta penyakit bunchy top. Sumber
bibit dapat berasal dari anakan, bonggol (cormit/bits) dan kultur jaringan. Pada
umumnya petani menggunakan bibit yang berasal dari anakan dan belahan bonggol.
Bibit yang siap ditanam berukuran 40-50 cm bila dari kultur jaringan, atau anakan
berumur 6 bulan.
Sistem Penyediaan Benih dari Anakan
1. Pilih tanaman induk yang sudah berbuah dan sehat
2. Pilih tanaman dari lahan yang bebas penyakit terutama penyakit layu fusarium
dan layu bakteri
3. Pilih anakan pedang bukan anakan air
4. Pisahkan anakan dari bonggol induknya
5. Benih dikumpulkan di tempat yang teduh, akar dibersihkan dari tanah, daun
dikurangi
6. Buang mata tunas yang timbul
7. Benih diseleksi menurut besar dan tinggi untuk mendapatkan benih yang
seragam
8. Sebelum ditanam ditanam ke polibag, benih direndam dengan campuran
agens antagonis bakteri (Pseudomonas fluurescens + Bacillus substilis)
Penyediaan Benih dari Bonggol
1. Pilih bongol dari tanaman yang dewasa, sehat serta bebas dari hama dan
penyakit
2. Bersihkan bonggol dan buang akarnya dengan tidak merusak mata tunas
3. Belah bonggol menurut ukuran mata tunas dengan ukuran 10 x 10 x 10 cm
4. Bonggol yang sehat adalah bila dibelah berwarna putih
5. Rendam bonggol dalam campuran agens antagonis bakteri (Pseudomonas
fluurescens + Bacillus substilis)
Benih dari kultur Jaringan
1. Pilih bahan explan yang dari induk yang disertifikasi bebas penyakit sistemik
2. Diperbanyak dengan penggunaan ZPT berimbang
3. Planlet tidak melebihi subkultur ke V
4. Diaklimatisasi dalam media yang bebas penyakit tular tanah
5. Off-type kurang dari 5%

Ciptakan kondisi lingkungan yang tidak disukai hama (Stressing pest)


Menciptakan kondisi lingkungan yang tidak disukai hama juga bermanfaat bagi
keberlanjutan budidaya dan juga menurangi jumlah hama serta menekan
dampaknya bagi tanaman pisang. Dalam praktek tanaman pisang hal yang perlu
dilakukan seperti perlakuan jarak tanam yang akan mempengaruhi kepadatan
tanaman serta serangan OPT. Selain itu juga dapat memberikan perlakuan
solarisasi pada lubang tanam yaitu dengan menutup lubag tanam dengan plastic
PVC selama 2-3 minggu. Tujuannya untuk mematikan mikroorganisme yang
merugikan tanaman pisang. Penutupan lubang tanam dilakukan dengan tujuan
untuk mengembalikan kelembaban tanah ke kondisi semula. Penutupan lubang
tanam dapat dilakukan 2-3 hari sebelum tanam. Pada saat penutupan lubang tanam
ditambahkan pupuk kandang yang sudah dicampur agensia hayati sebanyak 10
20 kg per lubang tanam. Satu minggu sebelum penutupan lubang tanam, pupuk
kandang dicampur dengan agensia hayati Trichoderma sp. Sebanyak 100 200 g
Trichoderma sp dicampur dengan 10 kg pupuk kandang. Setelah dicampur pupuk
kandang dimasukkan ke dalam karung dan diperam selama 1 minggu dalam
keadaan lembab. Pada saat penutupan lubang pupuk kandang yang sudah
dicampur dengan agensia hayati, setengah bagian dimasukan kedalam lubang
tanam dan setengah bagian dicampurkan dengan tanah bagian atas (top soil). Pada
saat penutupan lubang tanam, tanah bagian atas (top soil) dimasukkan terlebih
dahulu baru disusul tanah bagian bawah (sub soil).
Tingkatkan keberadaan organisme yang bermanfaat
Selain kedua hal datas, meningkatkan keberadaaan organisme yang
bermanfaat juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Hal yang perlu dilakukan
meliputi pengurangan penggunaan pestisida dan herbisida yang berlebihan.
Memberika pupuk organik yang merupakan sumber makanan bagi organisme
bermanfaat. Ketiga poin diatas jika di praktekkan secara benar maka akan
menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi tanaman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas hasil panen.
1. Pilih tanaman dan varietasnya yang resisten terhadap hama lokal
2. Lakukan rotasi tanaman, karena dengan mengganti jenis tanaman akan
membuat hama kehilangan sumber makanan sehingga lambat laun hama akan
mati ataupun berpindah tempat, namun yang perlu diingat adalah tanaman
yang ditanam bukan satu jenis famili dengan tanaman awal, karena tanaman
yang memiliki famili sama akan memiliki hama yang sama pula sehingga tidak
akan berdampak negatif terhadap keberadaan hama, hama tetap akan
memperoleh makanan dari tanaman baru.
3. Hindari pemakaian nitrogen anorganik secara berlebihan dengan melakukan
manajemen pemakaian nitrogen secara bijaksana, hal ini dapat mengurangi
keberadaan serangga yang berbahaya bagi tanaman, tanaman dengan unsur
nitrogen berlebih akan mengakibatkan daun yang lebat dan berwarna hijau
gelap, selain itu akan menghambat pembentukan bunga dan buah dan juga
menurunkan kualitas buah.
4. Gunakan bahan yang mengandung potassium, karena pengguna potassium
dapat mengurangi timbulnya penyakit jamur pada tanaman.
5. Kurangi kegiatan yang dapat memadatkan tanah, sehingga kehidupun
mikroorganisme menguntungkan dalam tanah terjaga dan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman tercukupi sehingga tanaman menjadi sehat dan tahan
terhadap serangan hama dan penyakit, manfaat lainnya pegurangan kegiatan
yang dapat memadatkan tanah adalah tetap menjaga pori tanah sehingga
infiltrasi dapat berlangsung secara baik, sehingga bahaya akar busuk akibat
tergenang air, air yang run off sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman akan terhindar.
6. Sanitasi Lahan
Sanitasi lahan sagat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk membersihkan
gulma dan tanaman sakit di sekitar pertanaman agar tanaman dapat tumbuh
dengan optimal. Terutama untuk tanaman pisang, gulma yang tumbuh di
sekitar pertanaman pisang kalau tidak dibersihkan dapat menimbulkan
persaingan hara antara gulma dan tanaman, sehingga akan mengurangi suplai
hara ke tanaman. sementara tanaman yang sakit dpaat menjadi sumber
penyakit bagi tanaman lainnya. Penyiangan gulma dapat dilakukan secara
manual dengan membuang gulma minimal 100 cm sekeliling tanaman pisang.
Pengendalian juga dapat menggunakan alat seperti cangkul, kored, dan
parang. Namun perlu diingat bahwa parang yang digunakan untuk memotong
tanaman yang sakit tidak boleh digunakan untuk tanaman pisang yang sehat,
kecuali telah dibersihkan dengan klorox ataupun bayclin agar penyakit tidak
menular kepada tanaman pisang yang sehat.
7. Penggunaan kompos dengan kandungan nitrogen rendah namun tetap
mengandung organisme menguntungkan yang aktif, akan mengurangi
kerentanan akar dan daun untuk terkena penyakit
8. Pada penggunaan bahan organik, gunakan bahan organik yang berbeda jenis
sehingga dapat menciptkan manfaat berbeda bagi tanah.
9. Ciptakan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi organisme antagonis,
contohnya salah satu hama pada tanaman pisang adalah ulat penggulung
daun tanaman pisang atau yang dikenal Erionata thrax Linnaeus, salah satu
musuh alami dari hama tersebut adalah Brachymeria sp. Pracaya (2011)
menuliskan bahwa tabuhan betina menghisap madu. Telur sebanyak 75 butir
selama 20 hari diletakkan pada pupa yang disengatnya terlebih dahulu.
Setelah menetas, larva yang keluar akan segera memakan bangkai pupa, yang
ditempatinya. Setelah 2 hari, larva akan segera menjadi pupa selama 10 hari.
Tabuhan dewasa kemudian akan keluar dan kawin. Tabuhan akan mulai
bertelur 3 hari kemudian. Tabuhan Brachymeria sp. ini bisa mengurangi
banyak ulat pada tanaman melati gambir, pisang dan tanaman lainnya.

2.5 Rancangan kegiatan perbaikan habitat tanaman Pisang baik diatas dan di
dalam tanah

A. Perbaikan Habitat Didalam Tanah

1. Pembuatan Lubang Tanam


Pembuatan lubang tanam yaitu dengan ukuran 50 X 50 X 50 cm. Pembuatan lubang
tanam sebaiknya 2 3 minggu sebelum tanam, yaitu yang bertujuan untuk memberi
kesempatan tanah menyerap oksigen dan sinar matahari. Dan apabila kondisi tanah
terlalu masam, bisa ditambah kapur dolomit sekitar 200 500 gr/lubang tanam.
Selain itu perlu adanya solarisasi yang bertujuan untuk mematikan mikrorganisme
yang dapat merusak pada tanaman pisang.

2. Pemberian Pupuk
Pemberian pupuk pada tanaman pisang dilakukan pada saat sebelum tanam dan
setelah tanam atau pada fase pertumbuhan. Pada saat sebelum tanam pemberian
pupuk yaitu 10 20 kg pupuk kandang/lubang tanam dan penggunaan pupuk kimia
2 4 kali selama satu tahun dengan dosis (Urea 150 gr, SP-36 100 gr, dan KCl 100
gr). Selain itu juga dapat memberi sisa batang pisang yang telah panen dicacah dan
diberikan dibawah tanaman pisang untuk menjaga kelembaban tanah dan sebagai
pupuk organik.

B. Perbaikan Habitat Diatas Tanah:

1. Irigasi dan Pengairan


Pengairan dilakukan untuk membantu penyediaan air yang cukup untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penyediaan air adalah air yang digunakan untuk penyiraman tidak tercemar zat
berbahaya dan limbah pabrik serta bibit penyakit. Pengairan harus disesuaikan
dengan musim, umur tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Pengairan dapat
dilakukan dengan penyiraman, irigasi sprinkle, irigasi tetes dan pembuatan selokan
di antara bedengan tanaman. Namun biasanya teknik pengairan yang banyak
dilakukan adalah dengan penyiraman. Irigasi tetes dan sprinkle banyak digunakan
untuk perkebunan besar.
Pengairan lahan harus dilakukan paling lambat 3 4 hari setelah tanam jika
ditanam pada saat tidak turun hujan. Penyiraman dilakukan dengan gembor atau
selang dari atas permukaan tanah sekitar pohon sampai tanah terlihat basah pada
kedalaman minimal 20 cm. Penyiraman dapat dilakukan pada pagi atau sore hari,
sekurang-kurangnya 2 kali seminggu apabila tidak turun hujan. Tanaman pisang
yang kekurangan air dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat.
Kekurangan air pada fase pertumbuhan vegetative dapat mempengaruhi kecepatan
perkembangan daun dan jumlah bunga menjadi sedikit, sehingga produksi buah
menjadi rendah. Kekurangan air pada fase pembungaan dapat menurunkan jumlah
buah dan kekurangan air pada periode pembentukan buah dapat mempengaruhi
ukuran dan kualitas buah, tandan buah pendek dan ukuran kecil.
2. Penjarangan Anakan
Penjarangan anakan dilakukan dengan tujuan mengurangi persaingan hara
antar tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas
hasil. Membiarkan anakan pada tanaman pisang dapat mengurangi produksi. Saat
penjarangan juga berperan penting dalam managemen produksi.
Ada dua tipe anakan yang dihasilkan yaitu anakan muda dengan daun yang
sempit (anakan pedang) dan anakan dengan daun yang lebar (anakan air). Satu
rumpun maksimum dengan 1-2 anakan yang berbeda umur. Penjarangan dilakukan
setiap 3 bulan. Anakan yang dibuang adalah yang tumbuhnya mengarah pada jalan
kebun. Anakan yang dipilih untuk dipelihara adalah anakan yang berdaun pedang,
tingginya 20-40 cm, pertumbuhan kuncup daun baik.

3. Sanitasi Lahan
Sanitasi lahan dilakukan bertujuan untuk membersihkan gulma dan tanaman
sakit di sekitar pertanaman agar tanaman dapat tumbuh optimal. Gulma yang
tumbuh di sekitar pertanaman pisang kalau tidak dibersihkan dapat menimbulkan
persaingan hara antara gulma dan tanaman, sehingga akan mengurangi suplai hara
ke tanaman. Sementara tanaman yang sakit kalau tidak dibersihkan dapat menjadi
sumber penyakit bagi tanaman lainnya. Pengendalian gulma penting dilakukan pada
3 bulan pertama. Pengendalian gulma pada tanaman pisang umumnya dilakukan
secara manual atau mekanis. Pengendalian secara manual dilakukan dengan
membuang gulma minimal 100 cm sekeliling tanaman pisang. Pengendalian dapat
dilakukan dengan menggunakan alat seperti cangkul, kored dan parang. Untuk
perkebunan skala luas, dengan alas an pertimbangan ekonmi penyiangan dapat
dilakukan dengan penyemprotan herbisida. Penyemprotan herbisida dapat
dilakukan apabila tanaman sudah cukup tinggi (1- 1.5 m) dan apabila tanaman
sudah ada yang terserang layu fusarium. Penyemprotan dengan herbisida dapat
dilakukan 4-5 kali dalam satu tahun.

2.6 Teknologi yang diterapkan dengan memberikan dampak lingkungan positif


yang tinggi dan dampak negatif yang rendah

a. Teknologi Penanaman Sistem Dua Jalur

Menurut Prima Tani (2008), meningkatnya harga berbagai jenis pupuk kimia
akhir-akhir ini, berdampak terhadap menurunnya aktivitas usahatani dan berdampak
pada penurunan produktivitas pisang barangan. Salah satu cara untuk mengatasi
mahalnya harga pupuk adalah melakukan efisiensi, yaitu dengan peningkatan
populasi tanaman pisang barangan sebesar 85% dengan teknologi pertanaman
sistem tanam 2 jalur (double row) (populasi 2400/ha) dan dosis pupuk yang
diaplikasikan sama seperti yang dilakukan pada penanaman satu jalur (populasi
1300/ha). Teknologi pertanaman yang selama ini diterapkan petani pada pisang
barangan adalah dengan sistem 1 jalur.

Syarat tumbuh yang optimal untuk sisten tanam ini adalah:

a. Tanah yang sesuai untuk pertumbuhan adalah tanah solum dalam, gembur,
drainase baik dan banyak mengandung humus.
b. Keasaman tanah (Ph) antara 4,5-7,5
c. Dapat ditaam di tanah datar hingga berbukit dan pada tanah datar harus
dibuatkan saluran drainase dan di daerah berbukit sebaiknya dibuatkan teras
d. Dataran rendah hingga dataran medium dan memerlukan curah hujan
merata sepanjang tahun (2000-2500 mm per tahun)
e. Suhu udara berkisar 16-38 derajat celcius dengan suhu optimal rata-rata 27
derajat celcius
f. Lahan pisang bebas penyakit layu
Persiapan Lahan

Lahan bukaan baru ditraktor, dibersihkan dari bekas tanaman. Lubang


tanaman dibuat sedalam 50 x 50 cm. Letak dan jarak lubang tanam pada tanaman
sistem 2 jalur disajikan pada gambar 1. populasi tanaman sistem 2 jalur dalam 1
hektar dapat menghasilkkan 2400 tanaman sedangkan pada sistem 1 jalur ada 1300
tanaman. peningkatan populasi tanaman berkisar 85%.

Perawatan Tanaman

Setelah selesai di pupuk, tanaman ditopang dengan ajir bambu. Setelah


tanaman berumur 5-6 bulan dilakukan penyiangan, pembuangan daun kering,
pembuangan atau mematikan anakan pisang dan dilanjutkan pemupukan susulan
kedua. Pada saat tanaman pisang barangan berumur 9 bulan, jantung/ nunga
pisang mulai keluar, 1-2 hari kemudian jantung mulai merunduk dan belum mekar,
dilakukan pebrongsongan dengan plastik biru diameter 80 cm dan panjang 135 cm.
Pada bagian bawah bronsongan terbuka. Seminngu selama pembrongsongan
dilakukan pengamatan untuk membuang pelepah yang lepas dari tandan supaya
jangan nyangkut di buah pisang yang sudah mulai terbentuk. Pada umur 85-90 hari
setelah pembrongsongan pisang barangan sudah dapat dipanen.

b. Teknologi Budidaya Pisang Kultur In Vitro dengan teknologi PBBI

Menurut Martiansyah (2015), bibit pisang asal kultur in vitro yang di produksi di
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) merupakan bibit
tanaman unggul yang diproduksi dengan teknik kultur propagul yang menghasilkan
tunas-tunas baru berupa planlet dalam waktu yang relatif singkat. Asal indukan bibit
pisang dari setiap varietas yang diproduksi di PPBBI berada di kebun percobaan
yang dikelola dengan baik. Selama 3 (tiga) tahun terakhir PPBBI telah memproduksi
tak kurang dari 350.000 bibit pisang siap salur dari lima varietas pisang yang
dikembangkan yaitu Cavendish, Barangan, Mas Kirana, Raja Bulu, Raja Sereh.
Pada beberapa waktu ke depan PPBBI berencana menambah koleksi produksi
pisangnya dengan varietas yang cukup banyak diminati masyarakat yaitu, Kepok
Kuning dan Tanduk sehingga diharapkan menjadi pelopor produksi pisang
terlengkap asal kultur in vitro.

Syarat Tumbuh

a. Tanaman pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah


maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 m di atas
permukaan laut (dpl).
b. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27oC dan suhu maksimumnya
38oC.
c. Curah hujan 2000-2500 mm/tahun.
d. Keasaman tanah (pH) 6-7,5.
e. Selain itu tanaman pisang menyukai tanah yang subur dan mengandung
humus tinggi dengan kandungan liat di bawah 40%

Prosedur penanaman di kebun

Jarak tanam biasanya disesuaikan dengan jenis/varietas pisang yang akan


ditanam. Varietas pisang Barangan, Cavendish, Raja Sereh, Raja Bulu ditanam
pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m dengan populasi sebanyak 1600 per hektar. Pisang
Kepok dan Tanduk yang memiliki perawakan yang lebih besar dapat ditanam pada
jarak tanam 3 m x 3 m dengan populasi sebanyak 1100 pohon per hektar. Untuk
varietas Mas Kirana dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat seperti 2 m
x 2,5 m dengan populasi per hektar sebanyak 2000 pohon.

Gambar 1. Metode penanaman pisang dengan


sistem 2 jalur
Waktu yang paling baik untuk menanam pisang adalah awal musim hujan
agar terhindar dari kekeringan pada awal pertumbuhan. Dengan umur panen sekitar
12-15 bulan (tergantung varietas) maka pada musim kemarau tahun berikutnya buah
pisang sudah siap dipanen. Idealnya untuk mendapatkan produksi dan kualitas buah
yang baik, penanaman pisang dilakukan 2 tahap (setahun 2 kali) dengan selisih
penanaman 6 bulan. Penanaman pertama menggunakan jarak tanam lebar
(misalnya 4 m x 4 m), kemudian penanaman tahap kedua dilakukan dengan jarak
tanam diatur di antara tanaman yang telah ditanam. Hal ini bertujuan untuk
mengatur waktu panen dan pembongkaran. Pembuatan lubang tanam dengan
ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm dilakukan sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dengan
sistem tanam segitiga sama sisi atau segi empat tergantung topografi dan selera
yang terkait dengan pemanfaatan lahan seperti tumpang sari.

Tanah lapisan atas dipisah dengan tanah lapisan bawah. Pada saat
penutupan lubang tanam dilakukan dengan memasukkan tanah lapisan bawah
terlebih dahulu. Pada lubang tanam sangat dianjurkan untuk diberi pupuk
kandang/kompos plus yang berisi campuran kompos, fungisida hayati Greemi-G,
dan pupuk hayati MicroSol (diproduksi PPBBI) sebanyak 0,5-1 kg kompos
plus/lubang. Cara kerja aplikasi pupuk kompos plus: untuk keperluan 1 ha,
campurkan 2.000 kg kompos asal pupuk kandang (pengomposan sempurna)
dengan 50 kg Greemi-G dan 50 kg MicroSol. Selain itu pemberian pupuk kimia
berbahan dasar posfat (rock posfat atau SP-36) sebagai pupuk dasar dapat juga
dilakukan untuk memberikan ketersediaan hara pada awal penanaman dosis 100
gr/lubang tanam. Penanaman dilakukan dengan cara menyayat pinggiran polibeg
hingga ke bagian dasar lalu media beserta bibit ditanam pada lubang tanam yang
telah tersedia. Lubang ditutup secara bertahap lalu dipadatkan.

Pemeliharaan

Pemangkasan pelepah daun yang kering bertujuan untuk pencegahan


penularan penyakit terutama yang disebabkan oleh cendawan akibat kelembaban
yang tinggi. Selain itu, mencegah anakan pisang tertutupi oleh daun dan melindungi
buah dari goresan daun. Pada saat pembungaan disisakan 6-8 jumlah daun yang
sehat agar perkembangan buah menjadi maksimal. Setelah pemangkasan bunga
jantan (sisa jantung/ontong) sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan daun lagi
hingga buah dipanen. Pelepah daun bekas pangkasan dikumpulkan untuk
dikomposkan. Pengendalian gulma secara mekanis terutama dilakukan pada saat
tanaman berumur 1 sampai 5 bulan, terutama 3 bulan pertama harus dilakukan
secara intensif. Setelah tanaman berumur > 5 bulan pengendalian dapat dikurangi
karena kanopi tanaman dapat menekan pertumbuhan gulma.

Pada masa ini pengendalian gulma dapat dilakukan dengan herbisida karena
tanaman sudah cukup tinggi sehingga daun tanaman tidak terkena herbisida.
Perakaran tanaman pisang berada lapisan tanah atas sehingga perlu dilakukan
pembumbunan dengan tanah untuk menjaga agar tanaman tidak roboh apabila
terkena angin. Penjarangan anakan bertujuan untuk mengurangi jumlah anakan,
menjaga jarak tanam dan menjaga agar produksi tidak menurun. Pengaturan
anakan dilakukan dengan memotong setiap anakan yang muncul hingga tanaman
berumur 3-4 bulan. Penjarangan anakan dilakukan dengan memelihara 1 tanaman
induk (umur 9 bulan), 1 anakan (umur 6 bulan), dan 1 anakan muda (umur 3 bulan)
sehingga proses panen dapat dilakukan secara bertahap. Jumlah anakan yang
dianjurkan untuk dipelihara adalah sebanyak 2 anakan. Biasanya pada tahun ke-3
(panen anakan yang ke -2) produksi dan kualitas buah pisang akan menurun,
apabila dibiarkan dapat muncul gejala-gejala penyakit yang tidak diinginkan
sehingga diperlukan introduksi bibit baru yang berkualitas dari kultur in vitro.
Pemupukan tanaman yang sudah ditanam dilapang dilakukan sebanyak 4 kali yaitu
pada umur tanaman 3, 6, 9 dan 12 bulan pada saat akan terbentuk calon bakal buah
(tergantung varietas). Pupuk kimia yang diberikan pada adalah 300 kg Urea, 125 kg
SP-36, dan 125 kg KCL per hektar/tahun atau 0,25 kg Urea, 0,1 kg SP-36 dan 0,1 kg
KCl per tanaman (dibagi 4 kali pemberian).

Pupuk diberikan dengan cara dimasukan ke dalam lubang pada alur dangkal
berjarak 60-70 cm dari tanaman dan ditutup tanah. Hama yang cukup merugikan
adalah ngengat yang menyerang buah pisang yang baru tumbuh. Serangan ngengat
ini dicirikan dengan mengkerutnya buah menjadi kecil dan muncul kudis/kerak pada
kulit buahnya sehingga menurunkan kualitas buah. Pencegahan untuk hama ini
adalah dengan memberi sarung pada tandan buah pisang dengan plastik atau
bahan lainnya. Untuk pemberantasan dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
Decis konsentrasi 0,03% (3 ml/10 liter air) sebanyak 3 kali yaitu 1 kali pada saat
kelopak jantung pisang terbentuk, dan 2 kali saat buah pada tandan mulai terbentuk.
Penyakit utama pada pisang adalah penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh
cendawan Fusarium oxysporum. Bibit pisang asal kultur in vitro adalah salah satu
bibit pisang yang bebas penyakit dan bisa bertahan pada lahan yang baik terutama
tidak ada sumber bibit penyakit layu Fusarium. Pencegahan untuk penyakit ini
adalah menyingkirkan tanaman sakit sedini mungkin dan dikeluarkan dari kebun
beserta bonggol dan tanah sekelilingnya, melakukan sanitasi lahan untuk
mengurangi inang lain dari cendawan ini dan menggunakan agensia hayati seperti
Trichoderma sp dan Gliocladium sp sebagai mikroba antagonis (fungisida hayati
Greemi-G). Buah pisang yang akan dipanen disesuaikan dengan tujuannya. Untuk
tujuan konsumsi, panen dilakukan setelah buah tua atau bahkan sudah ada yang
masak di pohon. Sedangkan untuk ekspor, pisang dipanen tidak terlalu tua (derajat
ketuaan 75-85%), tetapi sudah masak fisiologi. Waktu panen buah pisang dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menghitung jumlah hari dari bunga mekar
sampai siap dipanen atau dengan melihat bentuk buah. Buah yang tua biasanya
sudut buah tumpul dan membulat, daun bendera mulai mengering, bekas putik
bunga mudah patah. Cara pemanenan yaitu batang pisang dipotong kira-kira
setengah diameter batang pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah. Tandan buah
ditahan agar tidak jatuh ke tanah kemudian dipotong.

2.7 Upaya mengkonversi biodiversitas landscape pertanian

Jenis landscape yang ada didaerah survey lapang kelompok 4 adalah tipe reliactual
landscape karena daerah hutan alaminya < 10 %. Berikut adalah gambar daerah
survey yang disajikan dengan dokumentasi melalui google earth :

Gambar 2. Landscape daerah survey 1 (Pisang Agung)


Gambar 3. Landscape daerah survey 2 (Pisang Candi)

Ada beberapa kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam mengkonservasi


biodiversitas tanaman maupun keberlanjutan penggunaan lahan khususnya lahan
yang digunakan untuk tanaman pisang, yaitu:
1. Melakukan Sistem Tumpangsari
Menurut Hendroatmodjo (2009), Tumpangsari merupakan suatu
usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang
sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan - barisan tanaman.
Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis
tanaman yang relatif seumur. Misalnya pisang dan ubi kayu atau bisa juga
pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat
melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan
beberapa faktor lingungan yang mempunyai pengaruh di antaranya
ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit.
2. Melakukan Tanaman Penutup Tanah
Menurut Budiwati (2014), Tanaman penutup tanah merupakan
tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok..
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya
perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,
(2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati
yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air
tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan
berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta
kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah,
sehingga mengurangi erosi.
3. Memberi Mulsa
Menurut Ahmad (1991), Mulsa adalah bahan yang disebar diatas permukaan
tanah pada suatu pertanaman berupa sisa sisa tanaman, jerami, daun dan
bahan organik serbuk gergaji, sekam dan plastik Menurut Setjanata (1983),
Fungsi mulsa atau penutup tanah adalah:
a. Berpengaruh positif terhadap tanaman maupun tanah itu sendiri, baik
diterapkan pada pertanian organik maupun pertanian biasa.
b. Dalam peranannya untuk peningkatan kesuburan tanah.
c. Mengurangi penyiraman, karena penguapan air dari tanah menjadi
berkurang.
d. Menjaga suhu tanah lebih stabil. suhu di sekitar perakaran tetap sejuk
hingga akar bisa bekerja lebih optimal.
e. Pengendali gulma.
f. Mengurangi erosi air atau angin.
g. Menambah keindahan lahan pertanian.
4. Memelihara hubungan ekologis berbagai kelompok spesies tetumbuhan dan
hewan dalam landscape pada berbagai skala dengan cara menurut
Kurniawan Syahrul (2010) yaitu:
a. Menjaga habitat alami dari predator dan musuh alami di tanaman
pisang agar ekosistemnya tetap terjaga
b. Diberi pohon peneduh alami yang bukan merupakan saingan akar
untuk menahan teriknya sinar matahari, menahan angin dan
mematahkan jatuhnya hujan yang lebat
c. Melakukan kegiatan remediasi jika lahan yang digunakan untuk
budidaya cengkeh telah banyak tercemar pestisida
d. Menghindari pemakaian pestisida kimia untuk menjaga kelestarian
spesies di sekitar tanaman
e. Menerapkan pola tanam tumpangsari untuk meminimalisir serangan
OPT
f. Menjaga kesuburan tanah sebagai habitat cacing tanah yang juga
menjadi ciri suatu tanah yang kaya unsure hara
Berdasarkan hasil pengamatan lapang, tanaman pisang ditumpangsarikan
dengan ubi kayu atau singkong. Pisang juga dijadikan sekaligus menjadi tanaman
pagar untuk mengcover tanaman utama yaitu singkong. Dengan adanya tanaman
pagar dapat meminimalisir serangan hama pada tanaman utama. Berdasarkan hasil
wawancara, dengan penerapan pola tanam yang demikian sangat efisien untuk
hasilnya. Bapak Sugeng maupun Bapak Wasis tidak menanam tanaman penutup
tanah pada lahan dan pekarangannya. Dalam upaya mengurangi erosi di lahannya,
beliau membiarkan daun-daun yang mengering di lahan. Dengan demikian, seresah
daun kering akan menambah bahan organik bagi tanah. Batang pohon pisang yang
sudah lapuk dipotong kecil-kecil dan dijadikan pupuk bagi tanaman pisang. Hasil
pisangnya sebagian dikonsumsi dan sebagian lagi dijual.
BAB 3
Pembahasan Umum dan Kesimpulan

Pisang salah satu buah yang cukup populer di Indonesia. Buah Pisang mudah
dibudidayakan dan memiliki kandungan gizi yang sangat lengkap. Kegiatan
budidaya tanaman pisang biasanya dimulai dari penyediaan bibit, persiapan lahan,
penanam, pengairan, penjarangan anakan, pemupukan, sanitasi lahan,
pengendalian HPT serta panen dan pasca panen. Berdasarkan hasil wawancara
kami dengan petani pisang, setelah melakukan proses pemanenan Pak Wasis dan
Pak Sugeng biasanya akan membersihkan sisa daun dan batang tanaman pisang
pada pohon. Sisa daun dan batang ini kemudian dipotong kecil-kecil untuk dijadikan
pupuk atau dijadikan tutupan lahan. Kedua pemilik lahan ini juga tidak melakukan
sortasi maupun pengkelasan buah pisang setelah melakukan pemanenan, buah
pisang yang telah dipanen biasanya hanya dibersihkan kemudian dijual kepada
tengkulak ataupun tetangga yang ingin membelinya seharga Rp 25.000,- setiap
tandannya. Pada saat proses budidaya, ada beberapa permasalahan yang dapat
menurunkan produksi pisang yaitu:
1. Serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
Pada lahan pisang Bapak Sugeng terdapat penyakit bayong atau layu
fusarium yang menyebabkan pohon pisang layu dan lama kelamaan akan
mati. Penyelesaian masalah yang dilakukan oleh Bapak Sugeng dalam
mengatasi permasalahan penyakit bayong (layu fusarium) yaitu dengan cara
melakukan pencabutan pada pohon yang terserang penyakit tersebut.
Pencabutan dilakukan sampai ke akar-akarnya agar penyakit tidak
menyerang tanaman pisang lain. Sementara itu, untuk mengatasi
permasalahan hama penggulung daun pisang (Erionata thrax Linnaeus)
Bapak Sugeng mengambil bagian daun yang terserang hama lalu memotong
daun tersebut
2. Usaha tani skala kecil
Budidaya tanaman pisang yang dilakukan oleh Bapak Sugeng dan Bapak
Wasis termasuk dalam usaha tani skala kecil sehingga tingkat produksi yang
dihasilkan dalam kegiatan budidaya belum maksimal dan kurang efisien.
Perlu adanya pengembangan usaha tani dalam mengatasi permasalahan
usaha tani skala kecil melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat desa
Pisang candi dalam melakukan peningkatan potensi serta produksi pisang
yang dihasilkan.
3. Luasan lahan usaha
Lahan yang digarap oleh Bapak Sugeng yaitu luasannya hanya 8x10 meter
sedangkan lahan yang digarap oleh Bapak Wasis luasannya hanya 7x17
meter. Berdasarkan survei yang telah dilakukan terdapat penyempitan lahan
pertanian yang terjadi karena adanya pengalihan fungsi lahan yang
sebelumnya sebagai lahan perkebunan pisang menjadi perumahan atau
pemukiman masyarakat. Padahal, Desa Pisangcandi sebelumnya dikenal
sebagai desa penghasil pisang. Hal tersebut berdampak pada rendahnya
produksi pisang yang dihasilkan. Upaya pencegahan alih fungsi lahan
pertanian dengan cara membuat serta menerapkan peraturan perundang-
undangan yang mengatur pelarangan alih fungsi lahan pertanian yang dibuat
dan diawasi oleh pemerintah setempat
4. Minimnya informasi dan pelayanan penyuluhan
Petani yang membudidayakan pisang belum mendapatkan pelayanan
penyuluhan secara khusus yang dapat meningkatkan kemampuan serta
inovasi petani. Perlu adanya peningkatan peran dan partisipasi penyuluh
pertanian dalam meningkatkan kemampuan serta kapabilitas petani dalam
hal sistem budidaya tanaman pisang. Sehingga, petani mampu melalukan
inovasi teknis budidaya, adopsi teknologi pertanian, serta penanganan pasca
panen yang tepat. Pengembangan peran penyuluh pertanian berkaitan
dengan tugasnya sebagai konsultan agribisnis, pemberdayaan petani, serta
mediator pedesaan.
5. Aspek pemasaran
Sistem pemasaran yang dilakukan oleh Bapak Wasis masih sangat
sederhana yaitu dengan menjual pisang masak di pohon hasil panennya ke
tengkulak. Pisang yang dijual tersebut tanpa melalui penanganan pasca
panen terlebih dahulu sehingga harganya sangat murah. Melalui kemitraan
antar petani, petani pisang memiliki kemampuan bargaining position yang
tinggi sehingga harga yang diterima petani juga tinggi

Berdasarkan rekomendasi solusi dari buku Building Soils For Better Crops:
Sustainable Soil Management direkomendasikan bahwa untuk menghasilkan
produksi tanaman yang maksimal perlu dilakukan beberapa hal yaitu: (1) Menanam
tanaman sehat dengan kemampuan pertahanan kuat. Hal ini berkaitan dengan
pemilihan bibit tanaman. Sumber bibit dapat berasal dari anakan, bonggol
(cormit/bits) dan kultur jaringan. Pada umumnya petani menggunakan bibit yang
berasal dari anakan dan belahan bonggol. Bibit yang siap ditanam berukuran 40-50
cm bila dari kultur jaringan, atau anakan berumur 6 bulan. (2) Menciptakan kondisi
lingkungan yang tidak disukai hama (Stressing pest) bermanfaat bagi keberlanjutan
budidaya dan juga menurangi jumlah hama serta menekan dampaknya bagi
tanaman pisang. Dalam praktek tanaman pisang hal yang perlu dilakukan seperti
perlakuan jarak tanam yang akan mempengaruhi kepadatan tanaman serta
serangan OPT. (3) Tingkatkan keberadaan organisme yang bermanfaat.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya untuk memperbaiki
habitat pisang di atas maupun di dalam tanah seperti (1) membuat lubang tanam
dengan ukuran yang sesuai dan (2) memberi pupuk pada tanaman pisang pada saat
sebelum tanam dan setelah tanam. Selain itu, untuk memperbaiki habitat diatas
tanah perlu dilakukan kegiatan (1) irigasi dan pengairan untuk membantu
penyediaan air yang cukup untuk produksi dan pertumbuhan tanaman, (2)
Penjarangan anakan juga perlu dilakukan untuk mengurangi persaingan hara antar
tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas hasil,
(3) sanitasi lahan dilakukan bertujuan untuk membersihkan gulma dan tanaman sakit
di sekitar pertanaman agar tanaman dapat tumbuh optimal. Gulma yang tumbuh di
sekitar pertanaman pisang kalau tidak dibersihkan dapat menimbulkan persaingan
hara antara gulma dan tanaman, sehingga akan mengurangi suplai hara ke tanaman.
Teknologi yang diterapkan untuk meningkatkan hasil produksi adalah dengan
sistem penanaman dua jalur. Sistem penanaman ini bisa meningkatkan hasil
produksi hingga 85 %. Selain itu dapat juga diterapkan Budidaya Pisang Kultur In
Vitro dengan teknologi PBBI yaitu merupakan bibit tanaman unggul yang diproduksi
dengan teknik kultur propagul yang menghasilkan tunas-tunas baru berupa planlet
dalam waktu yang relatif singkat. Berdasarkan hasil survei lapang didapatkan hasil
bahwa landscape lahan pisang termasuk landscape reliactual yang kurang dari 10 %
hutan alaminya, sehingga perlu dilakukan konversi biodiversitas seperti penerapan
pola penanaman tumpang sari ataupun rotasi tanam. Dengan adanya tumpang sari
dan pemberian tanaman pagar, keberagaman serangganya akan semakin banyak.
Selain itu akan muncul musuh alami dari hama yang menyerang tanaman utama,
sehingga tidak perlu diberi pestisida kimia. Pemberian mulsa dan pemberiaan
tutupan lahan juga dapat dilakukan untuk mengurangi erosi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. 1991. Permasalahan dan Pengelolaan Air Tanah di Lahan Kering.


Padang
BPT Bali. 2017. Menyelamatkan Pisang dari Layu Fusarium.
bali.litbang.pertanian.go.id diakses pada tanggal 16 September 2017
Budiwati. 2014. Tanaman Penutup Tanah untuk Mencegah Erosi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Hendroatmodjo, 2009. Teknik Budidaya Tanaman Monokultur dan Tumpangsari.
Bandung : Padjadjaran University Press.
Kurniawan, Syahrul, dkk. 2010. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Karet Dan Kelapa
Sawit: Dampak Terhadap Perakaran Dan Pencucian Nitrogen Pada Acrisol
Lempung Berpasir Di Jambi. Malang: UB Press
Magdoff, daff dan Harold. 2009. Building Soils for Better Crop: Sustainable Soil
Management. SARE Outreach Publication
Martiansyah, Irfan. 2015. Petunjuk Teknis Budidaya Kultur In Vitro. PT Riset
Perkebunan Nusantara
Maspary. 2010. Penyakit Layu Fusarium (Penyakit Panama) pada Tanaman Pisang.
www.gerbangpertanian.com diakses pada tanggal 16 September 2017
Prihatman, Kemal. 2000. Pisang (Musa spp.). Dalam : Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan. Jakarta : BAPPENAS.
Prima Tani Kab Deli Serdang. 2008. Teknologi Sistem Penanaman Dua Jalur. Balai
Pengkajian Teknologi Tanaman Sumatra Utara: Medan.
Pusat Kajian Hortikultura Tropika, LPPM-IPB. 2012. Teknologi Sehat Budidaya
Pisang : Dari Benih Sampai Pasca Panen. PKHT, LPPM-IPB Kampus IPB
Baranangsiang. Bogor
Pracaya. 2011. Bertanam Mangga. Jakarta: Penebar Swadaya
Rahmad et al. 2012. Teknologi Sehat Budidaya Pisang: Dari Benih sampai Pasca
Panen. Pusat Kajian Hortikultura Tropika, LPPM-IPB. Bogor
Setjanata, S. 1983. Perkembangan Penerapan Pola Tanam dan Pola Usahatani
dalam Usaha Intensifikasi (Proyek Bimas). Lokakarya Teknologi dan
Dampak Penelitian Pola Tanam dan Usahatani. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanam. Bogor
Soemarno. 2011. Pisang Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan
(SPAKU) Pisang di Kecamatan Pakis-Wajak dan Sekitarnya. Bahan Kajian MK.
Metode Perencanaan Wilayah. PM-PSLP PPSUB.
Suhartanto Rahmad, Sobir dan Heri Harti. 2012. Buku Ajar Teknologi Sehat
Budidaya Pisang: Dari Benih Sampai Pasca Panen. Bogor: Pusat Kajian
Hortikultura Tropika, LPPM-IPB.

Anda mungkin juga menyukai