Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH MULOK

BUDIDAYA KERANG

Disusun oleh kelompok 3: Nur fausia rahman

Murina z baria

SMA N 1 RAJA AMPAT 2015-2016


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum .Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang


telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan semaksimal mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW,yang telah
membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
seperti saat ini.

Makalah ini berisi tentang Budidaya Kerang.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu,
kritik dan saran sangat membantu kami agar menjadikan makalah ini lebih baik
dan dapat pula menambah ilmu pengetahuan bagi kami. Akhirnya kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya bila ada kesalahan kata maupun kalimat, dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.


Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………1

Daftar isi ………………………………………………………………………......2

BAB I Pendahuluan……………………………………………..3

BAB II Pembahasan…………………………………………3

A. Biologi……………………………………4

B.Ekologi ………………………………………4

C.Budidaya Pembenihan ……………………………….4

BAB III Penutup

Kesimpulan……………………………………………………………………….6

Daftar
Pustaka……………………………………………………………………..…..6
BAB I. PENDAHULUAN

Budidaya Pembenihan Kerang MutiaraTeknik budidaya kerang mutiara pada mulanya dikuasai
oleh tenaga asing (Jepang) khusus untuk hatchery dan operasi penyuntikan. Namun seiring
dengan perkembangan teknologi bidang kelautan, maka pada dekade tahun 1980an telah terjadi
alih teknologi dari tenaga asing ke tenaga kerja Indonesia (Hamzah dan Setyono, 2010; Hamzah,
2008a). Seiring berkembangan waktu, usaha budidaya kerang mutiara (P. maxima) mulai
terhambat hal ini dikarenakan ketersediaan benih maupun induk di alam yang semakin berkurang
dan masih sedikitnya usaha pembenihan kerang mutiara (P. maxima) pada beberapa daerah di
Indonesia sehingga pembudidaya harus memesan benih dari luar daerah atau dari perusahaan
lain. Budidaya kerang mutiara (P. maxima) sangat ditentukan pada proses pembenihan, yang
dimana proses pembenihan sangat menentukan kualitas dan kuantitas kerang yang akan
dihasilkan. Pengaruh kualitas air menjadi faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup larva.

Tujuan makalah ini adalah menjelaskan proses pembenihan dan perawatan larva kerang mutiara
(Pinctada maxima). Manfaat makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui cara pembenihan
dan perawatan larva kerang mutiara (Pinctada maxima)

BAB II. PEMBAHASAN

A. Biologi

Kerang mutiara (P. maxima) memiliki sepasang cangkang yang bentuknya tidak sama
(asimetris), dimana cangkang sebelah kanan agak pipih sedangkan sebelah kiri lebih cembung.
Bagian dorsal berbentuk datar dan panjang serta dihubungkan oleh semacam engsel berwarna
hitam (Takemura and Kafuku, 1957 dalam Winanto, 2009). Engsel (hinge) ini dipengaruhi oleh
otot aduktor yang terletak dipertengahan tubuh kerang (Hynd, 1954 dalam Sintawati, 1987).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan kerang dalam keadan normal dan sehat dicirikan
dengan hasaky yang tumbuh mekar serta tempelan bysuss pada substrat yang kuat (Hamzah dan
Nababan, 2009).

Larva P. imbricata mempunyai toleransi yang rendah terhadap salinitas, apalagi jika salinitas
turun sampai kurang dari 29 ‰. Pada kisaran salinitas 29–35 ‰, persentase perkembangan
embrio sampai stadia D-veliger meningkat signifikan seiring dengan meningkatnya salinitas
(Winanto dkk., 2009). Salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi metabolisme
organisme akuatik khususnya larva kerang mutiara (P. maxima) adalah suhu yang dimana
semakin rendah suhu maka laju metabolisme semakin menurun, sehingga laju pertumbuhan larva
jadi lambat. Sebaliknya semakin tinggi suhu maka laju metabolisme makin meningkat dan akan
diikuti dengan meningkatnya laju pertumbuhan larva (Winanto dkk., 2009). Lebih lanjut Winanto
dkk. (2009) menjelaskan bahwa sintasan dan pertumbuhan larva P. maxima dari stadia veliger
sampai plantigrade ternyata dipengaruhi oleh suhu dan salinitas.
B. Ekologi

Hamzah dan Sumadhiharga (2002) menyatakan bahwa kisaran ambang toleransi variasi musiman
kondisi suhu dan salinitas yang ideal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan kerang
mutiara stadia kritis adalah antara 28-290C dan salinitas antara 30-33 ppt. Suhu air sangat
berperan dalam mengendalikan proses metabolisme, pada kisaran suhu antara 26-290C kerang
mutiara sangat aktif melakukan kegiatan metabolisme dan mampu tumbuh dengan baik
(Susilowati dan Sumantadinata, 2011). Menurut Matsui (1960) dalam Winanto (2009) pH air
yang layak untuk kehidupan kerang mutiara (P. maxima) berkisar antara 7,8-8,6. Sedangkan
pada pH 7,9-8,2 kerang mutiara dapat berkembang baik dan tumbuh dengan baik (Winanto,
2009).

Tiram dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara
5,20-6,60 (Imai, 1982 dalam Winanto 2009). Menurut Darmaraj (1983) di daerah populasi alami
tiram P. sugilata menunjukan bahwa kandungan rata-rata oksigen terlarut di bagian permukaan
air 4,22 ml/l dan dasar perairan 4,37 ml/l. Kebutuhan oksigen terlarut tiram mutiara (P. fucata)
menunjukan bahwa tiram berukuran 40-50 mm mengkonsumsi oksigen 1,339 µl/l; ukuran 50-60
mm mengkonsumsi 1,650 µl/l dan ukuran 60-70 mm mengkonsumsi 1,810 µl/l (Darmaraj,
1983).

Kerang mutiara (P. maxima) tersebar pada daerah perairan Pilipina, Thailand, Australia, dan
Indonesia. Sementara di Indonesia umumnya banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian
timur seperti Irian jaya, Sulawesi dan Maluku terutama gugus kepulauan Arafura (Lind et al.,
2007). Tingkah laku sebaran larva kerang mutiara, P. maxima dan P. martensii lebih condong
bersifat phototaxis negatif atau tidak tertarik pada cahaya lampu dan senang menempel pada
substrat yang berwarna gelap (Hamzah, 2013). Presentasi jumlah larva kerang mutiara (P.
maxima) cenderung lebih banyak menempel pada spat kolektor yang berwarna hitam, kemudian
disusul warna biru, merah, putih, dan kuning (Hamzah, 2003).

C. Budidaya Pembenihan

1. Seleksi Induk

Induk tiram yang diambil untuk dipijahkan merupakan induk yang telah matang gonad. Induk
diseleksi dengan cara mengangkatnya keluar dari habitatnya yaitu laut. Selanjutnya, induk tiram
akan membuka cangkanya akibat kekurangan oksigen (Winanto dkk., 2001). Setelah cangkang
terbuka digunakan alat pembuka cangkang (shell opener) agar cangkang tahan terbuka. Ciri
induk matang gonad yaitu : (1) induk telah memasuki fase TKG IV, (2) gonad pada induk jantan
berwarna putih susu, (3) gonad pada induk betina berwarna kuning telur. Di samping itu, gonad
terlihat menggelembung dan seluruh permukaan organ bagian dalam tertutup oleh sel gonad
kecuali bagian kaki (Winanto dkk., 2001).

2. Pemijahan
Pemijahan dilakukan dengan metode donor sperma terlebih dahulu yaitu menggunakan sperma
dari induk tiram mutiara yang tidak begitu bagus. Caranya adalah dengan membunuh salah satu
induk dan mengambil spermanya kemudian mencacahnya lalu disebarkan ke dalam wadah
pemijahan. Atau dapat dilakukan metode kejut suhu (thermal shock). Winanto (2004)
menyatakan bahwa metode thermal shock dilakukan dengan menaikan suhu dari 28 – 35 0C.
Induk yang berasal dari wadah donor sperma dipindahkan ke dalam wadah yang suhunya sudah
dinaikkan kemudian didiamkan sebentar (20 – 30 menit) lalu dipindahkan lagi ke dalam wadah
lain (bak fiber 3 m3) dengan suhu air normal yaitu 27 0C. Pemijahan induk tiram mutiara berhasil
ditandai dengan keluarnya sperma dan telur 15 – 30 menit setelah perlakuan kejut suhu disertai
membukanya cangkang dari tiap-tiap induk. Proses reproduksi diawali dengan fertilisasi
eksternal yang terjadi di dalam air. Selama proses pemijahan biasanya induk jantan memijah
lebih duluan, kemudian sekitar 30-35 menit baru induk betina mengelurkan sel-sel telurnya
(Hamzah, 2013).

3. Perawatan Larva

Telur-telur tiram mutiara Pinctada maxima ditebar dan dipelihara pada bak-bak fiber yang
berkapasitas 3 m3 dengan kondisi lingkungan sekitar harus dalam keadaan gelap dan tenang.
Kualitas telur yang baik akan berada di permukaan dan kolom air sedangkan telur yang buruk
akan berada di bawah dan mengendap (Winanto dkk., 2001).

Gambar 1. Kultur Pakan Alami Kerang Mutiara (P. maxima)

CMFRI (1991) dalam Supii (2007) menambahkan bahwa dalam budidaya pada stadia awal larva
(D shape) sampai stadia umbo diberi pakan fitoplankton jenis Isochrisis galbana dengan
kepadatan 5000 sel/ekor/hari. Beberapa jenis mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva
antara lain Nannochloris sp., Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum tricornutum,
Chaetoceros meulleri, Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii, Dunaliella salina,
Tetraselmis tetrathele, Tetraselmis suecica, namun mikroalga yang dapat dicerna oleh larva
hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana (Martinez-Fernandez, 2004;
Winanto, 2009).
4. Kelebihan dan Kelemahan (Hambatan)

Kelebihan dari pembenihan kerang mutiara yaitu memiliki nilai jual yang tinggi baik ekspor
maupun lokal serta pembenihan dapat mengatasi kekurangan stok induk kerang di alam yang
diambil baik untuk budidaya maupun langsung dijual. Sedangkan kendala/hambatan dalam
budidaya kerang mutiara yaitu harus dilakukan secara hati–hati dan diusahakan meminimalkan
waktu ketika kerang mutiara tersebut berada di luar air, karena hal tersebut dapat menimbulkan
tekanan (stress) hingga menyebabkan kematian. Selain faktor biologi, kondisi kimia dan fisika
perairan, juga dapat menyebabkan masalah yang serius pada kerang mutiara. Di antara faktor-
faktor tersebut, yaitu turunnya salinitas, perubahan suhu, pasang dingin, “red tide”, hydrogen
sulfide dan pencemaran melalui saluran limbah domestik atau industry (Anggorowati, 2008).

III. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan maka kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Induk tiram yang diambil untuk dipijahkan merupakan induk yang telah matang gonad.
2. Pemijahan dilakukan dengan metode donor sperma terlebih dahulu yaitu menggunakan
sperma dari induk tiram mutiara yang tidak begitu bagus. Atau dapat dilakukan metode
kejut suhu (thermal shock).
3. Telur-telur tiram mutiara Pinctada maxima ditebar dan dipelihara pada bak-bak fiber
yang berkapasitas 3 m3 dengan kondisi lingkungan sekitar harus dalam keadaan gelap dan
tenang.
4. dalam budidaya pada stadia awal larva (D shape) sampai stadia umbo diberi pakan
fitoplankton jenis Isochrisis galbana dengan kepadatan 5000 sel/ekor/hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggorowati, D.A. 2008. Kematian Masal Pada Usaha Budidaya Kerang Mutiara.
Oseana, XXXIII(2): 9-14.
2. Dharmaraj. S. 1983. Oxygen Consumtion in Pearl Oyster Pinctada fucata (Gould) and
Pinctada sugilata (Reeve). Proc. Symp. Coastal Aquaculture 2: 627-632.
3. Hamzah, MS. 2003. Pengaruh Warna Spat Kolektor Terhadap Daya Tempel Larva
Kerang Mutiara (Pinctada maxima) Dalam Bak pendederan. Dalam: Ruytno, Pramudji,
dan Imam Supangat (eds.). Pesisir dan Pantai Indonesia VIII. Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI Jakarta: 79-84.
4. Hamzah, MS. 2008a. Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Larva Kerang Mutiara
(Pinctada maxima) dengan Pemberian Jenis Pakan Alami yang Berbeda. Dalam:
Hardianto et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional Kelautan IV. Universitas Hangtuah,
Surabaya. Hal.:179-183.
5. Hamzah, MS. 2013. Intensitas Cahaya Lampu Pijar Terhadap Perkembangan
Embriogenesis dan Kelangsungan Hidup Larva Kerang Mutiara (Pinctada maxima).
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan
Dep. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB-Bogor,
5(2): 391-399.
6. Hamzah, MS., dan Setyono, DED. 2010. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Anakan
Kerang Mutiara (Pinctada maxima) pada Kondisi Suhu dan Volume Pakan Alami yang
Berbeda. Indonesian Journal of Marine Sciences, 2 (Edisis Khusus Februari 2010). Hal:
330-337.
7. Hamzah, MS., dan Sumadhiharga, K. 2002. Studi Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan
Hidup Anakan Kerang Mutiara (Pinctada maxima) Pada Kedalaman yang Berbeda di
Perairan Teluk Kombal-Lombok Barat. Dalam: Kongres Nasional III, 21-24 Mei 2002,
Bali.
8. Lind, CE., Evans, BS., Taylor, JJU., and Jerry, DR. 2007. Population Genetics of a
Marine Bivalve, Pinctada maxima, Throughout The Indo-Australian Archipelago Shows
Differentiation and Decreased Diversity at Range Limits. Molecular Ecology, 16: 5193-
5203.
9. Martinez-Fernandez, E., Acosta-Salmon, H., and Rangel-Davalos, C. 2004. Ingestion and
Digestion of 10 Species of Microalgae by Wing Pearl Oyster Pteria sterna (Gould, 1851)
Larvae. Aquaculture, 230: 417-423.
10. Sintawati. 1987. Proses Perkembangan dan Pertumbuhan Tiram Mutiara (Pictada
maxima). Karya Ilmiah. Jurusan Biologi. Universitas Nasional. Jakarta. 61 hal.
11. Supii, AI. 2007. Uji Coba Pembenihan Kerang Mutiara (Pinctada maxima) pada Hatchery
Skala Rumah Tangga/Backyard (HSRT). Dalam: Prosiding Seminar Nasional Kelautan
III, Univ. Hang Tuah. Muh Taufiqurrohman, Urip Prayogi, Giman dan A. Winarno (eds.).
Pembangunan Kelautan Berbasisi IPTEK Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Pesisir. Surabaya: 49-58 Hal.
12. Susilowati, R., dan Sumantadinata, K. 2011. Keragaman Genetik Tiram Mutiara Sebagai
Informasi Dasar untuk Pemuliaan Tiram Mutiara. Dalam buku : Refleksi Pengembangan
Budidaya Kekerangan di Indonesia. M. F. Sugadi, I Nyoman A. Giri & D. Pringgenies
(eds.). Badan Penelitian dan Pengembangan Kelaulatan dan Perikanan, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta : 53-67.

MAKALAH MULOK
BUDIDAYA KERANG

Disusun oleh :

 Lesty lestari
 irianti
SMA N 1 RAJA AMPAT 2015-2016

Anda mungkin juga menyukai