Anda di halaman 1dari 53

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima)

DI INDONESIA
1. Pendahuluan
Salah satu usaha budidaya yang semakin meningkat di Indonesia adalah budidaya
kerang mutiara dari jenis Pintcada maxima. Jenis hewan ini senang hidup dan
terkonsentrasi pada perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang, pecahan karang
yang berpasir dan tersebar pada kedalaman 20 m. Potensi lahan untuk pengembangan
budidaya laut, khususnya kerang mutiara dan abalone di Indonesia sebesar 62.040 Ha
(Hamzah, 2007). Mutiara merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia
dengan nilai potensi ekonomi sebesar 120 juta US$ per tahun (Dahuri, 2000).
Dewasa ini, telah terdapat sekitar 65 perusahaan mutiara yang menyebar di seluruh
Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10% yang mempunyai unit pembenihan dan
pembesaran sendiri, sisanya masih tergantung dari hasil tangkapan di alam. Penyediaan
kerang mutiara yang semula bisa tercukupi dari hasil penangkapan, sekarang tidak lagi
dapat terpenuhi karena jumlah kebutuhan atau permintaan kerang melebihi dari
sumberdaya alam yang ada, sehingga adanya usaha budidaya dapat memberikan harapan
baru terhadap produksi mutiara sehingga masalah overfishing dapat diatasi (Winanto,
2004).
Dalam membangun sebuah usaha budidaya kerang mutiara, penentuan lokasi budidaya
memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan produksi mutiara. Penentuan
lokasi potensial budidaya kerang mutiara harus sesuai dengan karakteristik perairan sebagai
syarat tumbuhnya. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang memiliki pengaruh
dominan bagi keberadaan sumber daya hayati kelautan dan dinamikanya (Raharjo, 2003
dalam Winanto, 2004). Salinitas dan suhu di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah
hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan
perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola
sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan. Sedangkan suhu
merupakan parameter yang penting bagi kehidupan berbagai organisme laut karena dapat
mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan organisme tersebut, juga sebagai
indikator fenomena perubahan iklim.
Pengembangan budidaya laut merupakan usaha meningkatkan produksi dan
sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan

1
seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Usaha
budidaya merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan
yang berwawasan lingkungan.
Mutira semula hanya diperoleh dari kerang mutiara yang hidup alami di laut. Berkat
kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan, walaupun sebagian besar
teknologinya masih didominasi atau dikuasai oleh bangsa lain.
Kerang mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari
tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang itu
sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia adalah
Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari
kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P.
maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin. Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi
Kerang mutiara (Pinctada maxima) yang begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur
seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha
penyelaman kerang mutiara merupakan mata pencaharian bagi penduduk setempat. Gairah
para penyelam semakin kuat setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur
pemasaran kerang mutiara hasil menyelam cukup baik mengingat perusahaan tersebut
masih membeli kerang dari para penyelam (Tarwiyah, 2001).

2. Permasalahan
Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara memiliki beberapa permasalahan
mendasar, diantaranya :
a) Pengetahuan masyarakat yang masih minim
Pengetahuan masyarakat tentang budidaya kerang mutira masih minim sehingga
menyebabkan keikutsertaan masyarakat dalam usaha budidaya kerang mutiara hanya
sebagai karyawan biasa. Sehingga menyebabkan kesenjangan yang pada akhirnya akan
menimbulkan konflik.
b) Modal usaha
Banyak kegiatan budidaya kerang mutiara dilakukan oleh pengusaha besar bahkan oleh
perusahaan baik dalam negeri maupun perusahan asing karena harus memiliki modal
yang besar, hal ini yang menyebabkan minimnya usaha budidaya kerang mutiara skala
rumah tangga karena keterbatasan modal.

2
c) Standar kualitas dan mutu mutiara
Belum jelasnya standar kualitas mutiara itu sendiri, dengan kata lain patokan standar
dalam menentukan kualitas mutiara belum jelas. Masing-masing perusahaan penghasil
mutiara memiliki standar kualitas yang berbeda, begitupula dengan para pembeli
(konsumen). Penentuan kualitas mutiara ini tergolong sangan subjektif karma masih
tergantung pada individu baik itu perusahaan penghasil maupun para pembeli. Hal ini
pada akhirnya akan berpengaruh pada standar nilai jual dari mutiara itu sendiri.
d) Harga Mutiara yang Fluktuatif
Harga mutiara yang setara atau bahkan jauh melebihi harga jual emas ternyata selama
ini belum memiliki sertifikat dan kartu tanda asal (KTA). Hal ini tentunya akan sedikit
menyulitkan terutama bagi para konsumen dan kolektor yang ingin memperdagangkan
kembali mutiara tersebut. Maka seringkali timbul pertanyaan mengenai kemurnian,
kualitas dan dari mana mutiara tersebut berasal. Padahal pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan sangat menentukan harga dari sebutir mutiara. Bahkan bila ditijau dari
segi keamanan, pemilik mutiara kadang tidak memiliki bukti otentik yang menguatkan
dari barang kepemilikannya ketika barang tersebut berpindah tangan atau dijual
kembali.
e) Aspek keamanan
Indahnya Kilauan mutiara serta besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha
ini ternyata sebanding dengan resiko yang harus dihadapi oleh para pembudidaya.
Harganya yang mahal dan lokasi budidayanya yang relatif terbuka mengakibatkan
usaha ini sangat rentan terhadap pencurian, terlebih lagi jika sistem pengamanan yang
diterapkan masih sangat sederhana. Selama ini kasus pencurian menjadi salah satu
penyebab utama beberapa perusahaan mutiara mengalami kerugian. Masalah ini pula
yang menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan usaha budidaya kerang mutiara,
jika masalah ini tidak segera di atasi maka cepat atau lambat dipastikan usaha atau
industri budidaya kerang mutiara akan musnah.
f) Aspek ekologi lingkungan
Proses penangkapan ikan yang tidak bersahabat dan mencemari lingkungan perairan
misalnya penggunaan bahan peledak dan beracun oleh para nelayan setempat akan
mengakibatkan rusak dan tercemarnya ekosistem perairan yang pada akhirnya akan
memberi pengaruh baik secara morfologi, fisiologi serta reproduksi dari kerang
mutiara mutiara yang dibudidayakan di wilayah perairan tersebut. Dampaknya tentu
pada kualitas dan juga kuantitas dari mutiara yang dihasilkan, bahkan lebih jauh lagi
3
sampai pata taraf kematian masal. Selain itu perairan yang sudah tercemar tentunya
tidak dapat digunakan untuk lokasi budidaya dan membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk bisa pulih kembali sehingga perairan tersebut tidak dapat digunakan lagi.
Masalah lain yang mungkin akan timbul adalah jika pemanfaatan bibit atau benih
indukan mutiara semata-mata mengandalkan atau berasal dari alam tanpa adanya
upaya pembibitan dan konservasi, maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan stok
spesies kerang mutiara mutiara (Pinctada maxima) di alam sehingga mengganggu
keseimbangan ekologis biota dan ekosistem perairan.
g) Keterbatasan data mempengaruhi kebijakan pemerintah
Sifat tertutup, tidak kooperatif dan tidak adanya tranparansi dari pihak pembudidaya
atas hasil produksi, jumlah penjualan dan data-data lainnya kepada pemerintah
setempat menambah panjang daftar permasalahan dalam upaya pengelolaan dan
pengembangan usaha ini. Akibatnya pemerintah sulit melakukan kontrol, bimbingan,
pengawasan dan kerjasama dengan pihak pembudidaya. Pemerintah juga sulit
memprediksi besarnya nilai pajak dan retrebusi yang menjadi hak atau pendapatan
daerah. Selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi
terhadap tingkat keberhasilan dan maju mundurnya usaha budidaya sehingga pada
akhirnya berdampak pada bentuk kebijakan yang dihasilkan yang nantinya akan
berpengaruh pada aktivitas usaha budidaya tersebut.

3. Tinjauan Pustaka
a) Kerang Mutiara
Kerang mutiara mutiara merupakan salah satu biota yang hampir semua bagian
dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme
kerang mutiara itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara mutiara
yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada
chemnitz, Pinctada fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang
dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu Pinctada maxima, Pinctada
margaritifera dan Pteria penguin.

4
b) Klasifikasi Kerang Mutiara
Menurut Sutaman (1993), secara rinci jenis kerang mutiara dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Invertebrata
Phyllum : Mollusca
Klass : Pellecypoda atau Lamellibranchiata
Orda : Anysomyaria
Famili : Pteridae
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chemnitz, P. fucata
Genus : Pteria
Spesies : Pteria penguin
Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia umumnya adalah Pinctada
maxima, P. margaritifera, P. fucuta, P. chemnitz dan Pteria penguin. Tetapi penghasil
mutiara yang terpenting ada tiga jenis, yaitu Pteria penguin, Pinctada maxima dan, P.
margaritifera.

Pinctada maxima Pinctada margaritifera

5
Pinctada chemnitz Pinctada fucata

Pteria penguin
Gambar 1. Jenis Kerang Mutiara (Sumber : Natural Histori Museum Rotterdam Mollusca
and Bivalvia)

6
c) Morfologi dan Anatomi
Kerang mutiara merupakan hewan laut yang bertubuh lunak, tidak bertulang
punggung dan dilindungi oleh dua belah keping cangkang yang tidak simetris, tebal
dan sangat keras. Bentuk luar kerang mutiara tampak seperti batu karang yang tidak
ada tanda-tanda kehidupan. Sepasang cangkang pada mutiara memiliki bentuk yang
tidak sama dimana cangkang sebelah kanan agak pipih sedangkan cangkang sebelah
kiri lebih cembung (Harramain 2008). Cangkang kerang mutiara memiliki ketebalan
berkisar antara 1-5 mm. Pada bagian luar cangkang terdapat garis-garis melingkar yang
jumlahnya bervariasi antara 6-8 garis yang berwarna merah tua, coklat kemerahan dan
merah kecoklatan. Warna-warna ini terlihat sangat jelas pada kerang muda, sedangkan
pada kerang dewasa warna akan memudar (Harramain 2008).
Menurut Sutaman (1993) cangkang pada kerang mutiara jika dipotong melintang,
maka dapat kita lihat cangkang tersebut terdiri dari 3 lapisan yang tampak, yaitu :
1) Lapisan periostrakum, merupakan lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun
dari zat organik yang menyerupai tanduk.
2) Lapisan prismatik, merupakan lapisan kedua yang tersusun dari Kristal-kristal kecil
yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite dan tersusun padat pada kerangka
conchiolin (C32H48N2O11).
3) Lapisan mutiara atau nacre, ini merupakan lapisan kelit sebelah dalam yang
tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh sel-sel dari
ephitelium luar dalam bentuk kristal aragonite.

Gambar 2. Struktur kulit kerang mutiara (Pinctada maxima)

7
Secara umum, organ tubuh kerang mutiara terbagi menjadi tiga bagian yaitu
kaki, mantel dan organ dalam. Menurut Harramain (2008) kaki pada kerang mutiara
berfungsi sebagai alat gerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan
memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai arah,
sehingga merupakan alat gerak pada masa muda kerang mutiara sebelum kerang
mutiara hidup menetap dan menempel pada substrat.
Mantel merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelium dan dapat
membungkus organ tubuh bagian dalam. Mantel terletak diantara cangkang bagian
dalam atau epithelium luar dan organ dalam atau visceral mass. Sedangkan organ
dalam pada kerang mutiara letaknya tersembunyi karena terlindungi oleh mantel dan
merupakan pusat aktivitas kehidupan yang terdiri dari gonad, hati, perut, kaki, inti, otot
adductor, otot retractor, dan insang.
1. Gonad
2. Hati
3. Perut
4. Kaki
5. Inti
6. Mantel
7. Otot adductor
8. Otot retractor
9. Insang

Gambar 3. Anatomi kerang mutiara (Pinctada maxima)

Bentuk luar kerang mutiara seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Kerang mutiara mempunyai sepasang cangkang yang disatukan pada
bagian punggung dengan engsel untuk melindungi bagian dalam tubuh yang lunak agar
terhindar dari benturan atau serangan hewan lain. Kedua belahan cangkang tidak sama
bentuknya, cangkang yang satu lebih cembung dibanding lainnya. Sisi sebelah dalam
dari cangkang terdapat nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara dengan
penampilan mengkilap.

8
d) Reproduksi
Kerang mutiara (Pinctada maxima) biasanya memiliki kelamin yang terpisah,
kecuali dalam beberapa kasus ada yang hermaprodit (Harramain 2008). Winanto
(1992) berpendapat bahwa kerang mutiara dapat berubah kelamin, dalam hal ini
Pinctada maxima bersifat protandrous hermaphrodite pada umumnya di awal
kehidupannya tumbuh sebagai individu jantan dan selanjutnya kelamin betina mulai
keluar seiring pertumbuhannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan
kelamin tersebut adalah jumlah makanan yang tersedia dalam tubuhnya, apabila
persediaan makan cukup tinggi maka individu akan menjadi betina dan sebaliknya
(Sintawati 1989 dalam Harramain 2008).
Pembuahan pada kerang mutiara terjadi secara eksternal. Dalam proses
pemijahan kerang mutiara, induk jantan selalu mengeluarkan sel sperma lebih dulu dan
selanjutnya akan merangsang induk betina mengeluarkan sel telur, kurang lebih 45
menit kemudian (Saoruddin 2004). Telur yang dikeluarkan oleh individu betina
dibuahi oleh gamet jantan di dalam air. Telur-telur ini menempel pada lipatan mantel
induknya dan kemudian dibuahi oleh sperma yang ada didekatnya (Setyobudiandi
1989 dalam Harramain 2008).

e) Kebiasaan Hidup
Kerang mutiara jenis Pinctada sp. Banyak dijumpai di berbagai Negara seperti
Filipina, Thailand, Myanmar, Australia dan perairan Indonesia yang menyukai hidup di
daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir dengan kedalaman 20 – 60 m.
Cara makan kerang mutiara dilakukan dengan menyaring air laut dengan cara
mengambil makanan dilakukan dengan menggetarkan insang yang menyebabkan air
masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan menggerakkan bulu insang,
plankton yang masuk akan berkumpul di sekeliling insang, selanjutnya melalui gerakan
labial palp plankton akan masuk ke dalam mulut.

f) Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan kerang mutiara sangat tergantung pada suhu air, salinitas, makanan
yang cukup dan persentase kimia dalam air laut. Kerang mutiara dapat tumbuh dengan
baik pada musim panas dimana suhu air tinggi. Kerang mutiara adalah protandrous-
hermaphrodite dengan kecenderungan perbandingan jantan : betina = 1 : 1, dengan
adanya peningkatan umur. Pemijahan sering terjadi akibat perubahan suhu yang

9
ekstrem atau tejadi perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Pemijahan kerang mutiara di
perairan tropis tidak terbatas hanya satu musim, tapi bisa sepanjang tahun. P.
Margaritifera mendekati matang gonad pada tahun kedua, sedangkan P. maxima
jantan matang gonad setelah berukuran cangkang 110-120 mm dalam tahun pertama
hidupnya. Pertumbuhan merupakan aspek biologi yang penting bagi pembudidaya
terkait dengan pendugaan keberhasilan usahanya. Kerang mutiara P.margaritifera
mencapai ukuran diameter cangkang 7-8 cm dalam tahun pertama, dan mendekati
ukuran sekitar 11 cm pada tahun kedua. Pertumbuhan jenis lain, P. maxima, mencapai
diameter cangkang 10-16 cm pada tahun kedua.
g) Penyebaran Kerang mutiara Mutiara di Indonesia
Indonesia banyak memiliki teluk-teluk dan pulau-pulau yang terlindung dari
hempasan ombak besar yang cocok untuk lokasi pengembangan budi daya laut
terutama kerang mutiara mutiara. Dengan kondisi iklim yang stabil hampir sepanjang
tahun dan kondisi alamnya yang tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun,
jenis kerang mutiara mutiara sebagai penghasil mutiara yang diproduksi di Indonesia
merupakan salah satu jenis yang paling unggul dibandingkan negara lain. Beberapa
daerah di Indonesia yang karakteristiknya sangat mendukung untuk pengembangan
usaha budi daya kerang mutiara mutiara, yaitu di Nusa Tenggara Barat, Halmahera,
Lampung, Maluku Utara, Maluku Tenggara, dan Sulawesi Tenggara (Ambarjaya
2008). Dengan prospek di bidang budi daya kerang mutiara mutiara yang cukup cerah,
dahulu kegiatan ini yang awalnya hanya bergantung pada hasil alam melalui
penyelaman di daerah yang banyak terdapat kerang mutiara kini dengan semakin
terlihatnya prospek dalam bidang ini sehingga penyebaran industri untuk budidaya
kerang mutiara mutiara semakin meluas hampir ke seluruh Indonesia dan tidak hanya
terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara mutiara tersebut.

4. Aspek Budidaya
Budidaya laut merupakan upaya manusia, menggunakan input tenaga kerja dan
energi, untuk meningkatkan produksi organisme laut dengan cara memanipulasi
pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi atau bisa didefinisikan sebagai upaya
pengembangan potensi dari sumber daya alam dalam area terbatas baik itu terbuka ataupun
tertutup. Hal ini sama halnya dengan pelaksanaan budidaya untuk kerang mutiara. Dalam
pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pertama

10
persiapan sebelum melaksanakan budidaya kerang mutiara (pra budidaya), kedua
pelaksanaan kegiatan budidaya, dan ketiga pasca budidaya kerang mutiara.
a) Persiapan sebelum melaksanakan budidaya kerang mutiara (pra budidaya)
Sebelum pelaksanaan kegiatan budidaya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk persiapan, diantaranya sumber daya manusia (SDM), modal, pemilihan lokasi,
menghitung daya dukung lingkungan.
(1) Sumber daya manusia (SDM)
Pemahaman, pengetahuan, dan pengalaman seorang pelaku budidaya dalam
pelaksanaan budidaya kerang mutiara sangat diperlukan serta sebagai salah satu faktor
penentu keberhasilan dalam menghasilkan mutiara yang berkualitas. Sehingga dalam
perekrutan tenaga kerja harus diseleksi dengan baik, berdasarkan skill yang dimiliki.
Perekrutan tenaga kerja menentukan baik buruknya kualitas biji mutiara yang
dihasilkan adalah penggunaan teknik dan cara penyuntikan nucleus (inti) dari mutiara
itu sendiri. Untuk itu biasanya dalam proses penyuntikan ini dilakukan oleh tenaga
professional yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tersebut.
Sampai saat ini sebagian besar tenaga penyuntikan yang ada berasal dari luar negeri
biasanya Jepang dan Australia. Sedangkan untuk tenaga oprasional lapangan dan
keamanan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja lokal.
(2) Modal
Persiapan dalam pelaksanaan budidaya kerang mutiara membutuhkan modal yang
besar, oleh karena itu apabila pelaksanaan budidaya dilakukan oleh perusahaan atau
pengusaha besar, maka terasa mudah dibandingkan dengan pelaksanaan usaha
budidaya yang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, persiapan modal usaha
harus dipersiapkan lebih matang sehingga tidak putus di tengah jalan pada saat
pelaksanaan budidaya kerang mutira.
(3) Pemilihan lokasi
Proses peningkatan produksi kerang mutiara dengan cara budidaya dilakukan
berdasarkan kondisi perairan yang sesuai guna menunjang keberhasilan budidaya kerang
mutiara. Oleh karena itu, harus secara cermat dalam menentukan lokasi budidaya, hal ini
dapat dilakukan melalui survei, baik dari segi teknis, lingkungan maupun sosial.
Kondisi perairan untuk mendukung kegiatan budidaya kerang mutiara baik parameter
fisika, kimia, dan biologi. Analisa kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik
kesesuaian untuk setiap paramater ini didasarkan pada tingkat pengaruh dari setiap
parameter terhadap daerah yang berpotensi untuk dijadikan kawasan budidaya kerang
11
mutiara. Parameter fisika, kimia, dan biologi yang menjadi penilaian adalah kepadatan
fitoplankton, kecepatan arus, kedalaman perairan, oksigen terlarut, suhu perairan,
salinitas, kecerahan, substrat dasar perairan, dan fosfat.
- Kepadatan fitoplankton
Plankton merupakan organisme pelagik yang mengapung atau bergerak mengikuti
arus (Bal dan Rao 1984 dalam Kangkan 2006), terdiri atas dua tipe yakni
fitoplankton dan zooplankton. Plankton mempunyai peranan penting dalam
ekosistem laut, karena menjadi bahan makanan bagi berbaagai jenis hewat laut
(Nontji 2005). Fitoplankton hanya dapat hidup di tempat yang mempunyai sinar
yang cukup, sehingga fitoplankton hanya dijumpai pada lapisan permukaan air atau
daerah-daerah yang kaya akan nutrien (Hutabarat dan Evans 2000).
Ketersediaan fitoplankton pada suatu lokasi budidaya kerang mutiara merupakan
suatu variable yang dianggap penting sebagai syarat utama, karena merupakan
sumber pakan utama bagi kerang mutiara (Kangkan 2006). Kerang mutira yang
tergolong sebagai binatang filter feeder hanya mengandalkan makanan dengan
menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga ketersediaan pakan alami
memegang peranan penting. Disamping sebagai pakan alami, fitoplankton
mempunyai peran lain yakni berfungsi sebagai penyangga kualitas air (Sutaman
1993). Menurut Basmi (2000), kepadatan fitoplankton yang baik dalam suatu
lokasi budidaya yaitu berkisar antara 15.000 sampai 5x105 sel/l.
- Kecepatan arus
Arus merupakan proses pergerakan massa air laut menuju keseimbangan yang
dapat menyebabkan perpindahan air secara vertikal dan horizontal secara terus
menerus (Wyrtki 1961 dalam Andre, 2007). Adanya arus di laut disebabkan oleh
perbedaan densitas massa air laut, tiupan angin terus menerus di atas permukaan
laut dan pasang-surut terutama di daerah pantai (Satriadi dan Widada, 2004 dalam
Kangkan 2006). Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan
biota perairan.
Kerang mutiara yang dibudidayakan sangat cocok pada lokasi yang terlindung dari
pengaruh angin dan arus yang kuat serta pasang surut yang terjadi dapat
menggantikan massa air secara total dan teratur untuk menjamin ketersediaan
oksigen terlarut dan plankton (Sutaman, 1993). Amplitudo pasang surut dan arus
harus sesuai agar terjadi pembekalan oksigen yang cukup serta adanya pasokan
alami berupa plankton dan dapat membuang bahan-bahan yang tidak bermanfaat.
12
Pada arus yang kuat, biasanya pembentukan lapisan mutiara lebih cepat terjadi,
namun kualitas mutiara yang dihasilkan kurang baik atau kasar (Harramain, 2008).
Kecepatan arus yang optimal untuk budidaya kerang mutiara berkisar antara 15 -
25 cm/detik (DKP, 2002).
- Kedalaman perairan
Pertumbuhan kerang mutiara, sangat tergantung pada suhu perairan, salinitas,
jumlah makanan alami dan presentase unsur kimia. Fungsi dari kedalaman sangat
berpengaruh pada faktor-faktor tersebut, pada kedalaman yang berbeda nilai-nilai
dari faktor tersebut berbeda pula, untuk keperluan itulah diperlukan pemilihan
kedalaman yang tepat untuk pertumbuhan dan kehidupan kerang mutiara.
Menurut Sutaman (1993), kedalaman yang cocok untuk budidaya kerang mutiara
ialah berkisar antara 15 – 20 meter. Pada kedalaman ini pertumbuhan kerang
mutiara akan lebih baik. Kedalaman perairan di lokasi budidaya juga
mempengaruhi terhadap kualitas mutiara yang dihasilkan.
- Oksigen terlarut
Sumber utama oksigen terlarut adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis
organisme yang mempunyai klorofil yang hidup di perairan. Kelarutan oksigen
dalam air dipengaruhi banyak faktor, yaitu suhu, salinitas, pergerakan air di
permukaan, luas daerah permukaan perairan yang terbuka (Muhajir dkk. 2004).
Tiap organisme akuatik mempunyai toleransi yang bervariasi terhadap kadar
oksigen terlarut di perairan. Spesies yang mempunyai toleransi kisaran yang besar
hanya terdapat di tempat tempat tertentu. Kebutuhan hewan akuatik akan oksigen
terlarut bervariasi tergantung kepada jenis, stadia dan aktifitas organisme itu sendiri
(Odum, 1993 dalam Andre, 2007). Oksigen terlarut juga bisa dijadikan sebagai
indikator pencemaran suatu perairan, apabila kadar oksigen terlarut sangat rendah
dari batas bawah yang dibutuhkan biota air maka perairan itu sudah tercemar.
Perairan yang digunakan untuk kegiatan perikanan sebaiknya memiliki kadar
oksigen terlarut sebesar 5 mg/l, kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l
menimbulkan efek yang merugikan bagi semua biota air (Effendi, 2003).
Oksigen bagi kehidupan kerang mutiara diperlukan terutama untuk kegiatan
respirasi. Respirasi mendukung proses metabolisme kerang mutiara sehingga
kandungan oksigen terlarut dalam perairan sangat diperlukan bagi kelangsungan
proses pertumbuhannya. Menurut Sujoko (2010) faktor yang perlu diperhatikan

13
atau dipertimbangkan dalam pemeliharaan kerang mutiara adalah oksigen terlarut
berkisar antara 4,9 – 6 mg/l.
- Suhu perairan
Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme
di lautan, karena suhu sangat mempengaruhi proses metabolisme dari organisme
tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986). Kenaikan suhu meningkatkan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen, sehingga bila suhu meningkat maka kadar oksigen
semakin menurun (Effendi, 2003).
Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat
organisme akuatik, karena itu setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran
maksimum dan minimum (Effendi, 2003). Kerang mutiara akan mengalami
pertumbuhan terbaiknya pada daerah yang memiliki iklim tropis karena memiliki
perairan yang hangat sepanjang tahun (Harramain, 2008). Suhu yang baik untuk
bubidaya kerang mutiara berkisar antara 26 - 30 ºC (Wiradisastra, 2004).
- Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromide dan iodide telah digantikan oleh klorida, dan
semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003). Menurut Brotowidjoyo dkk.
(1995) dalam Kangkan (2006), salinitas air laut berkisar antara 30 – 36 ‰.
Salinitas menimbulkan tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam
sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air
laut. Kalau sel itu berada di lingkungan dengan salinitas lain maka suatu
mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan
antara cairan sel dan lingkungannya (Romimohtarto, 2003). Kerang mutiara sangat
toleran terhadap perubahan salinitas, karena hewan ini termasuk Euryhaline artinya
dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar, mampu bertahan hidup pada salinitas
antara 24-50 ‰, tetapi pada salinitas di bawah 14 ‰ ataupun di atas 55 ‰ dapat
menyebabkan kematian kerang mutiara secara massal (Sutaman, 1993).
Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara baik, kerang mutiara membutuhkan
perairan dengan kisaran salinitas diantara 32 - 35 ‰ (Sutaman, 1993). Salinitas
juga mempengaruhi kualitas mutiara yang akan terbentuk didalam tubuh kerang

14
mutiara, kadar salinitas yang tinggi dapat menyebabkan mutiara yang dihasilkan
berwarna keemasan.
- Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan. Nilai kecerahan dipengaruhi
oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi
(Effendi, 2003). Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin dalam cahaya
matahari yang menembus perairan tersebut dan sebaliknya. Untuk keperluan
budidaya kerang mutiara sebaiknya dipilih lokasi yang mempunyai kecerahan
antara 4,5 – 6,5 meter, sehingga kedalaman pemeliharaan bias diusahakan antara 6
– 7 m. Sebab biasanya kerang yang dibudidayakan diletakkan di bawah kedalaman
atau kecerahan rata-rata (Sutaman, 1993).
- Substrat dasar perairan
Salah satu penentu keberhasilan budidaya kerang mutiara adalah substrat dasar
perairan. Dasar perairan fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadapan susunan
dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk kerang mutiara, substrat dasar
perairan yang cocok untuk budidaya kerang mutiara adalah dasar perairan yang
berkarang atau karang berpasir disebabkan oleh fungsi terumbu karang sebagai
penyuplai oksigen, fosfat, dan meningkatkan kelimpahan fitoplankton.
- Fosfat
Dalam perairan fosfat berbentuk orthofosfat, organofosfat atau senyawa organik
dalam bentuk protoplasma, dan polifosfat atau senyawa organik terlarut
(Sastrawijaya, 2000). Fosfat dalam bentuk larutan dikenal dengan orthofosfat dan
merupakan bentuk fosfat yang digunakan oleh tumbuhan dan fitoplankton. Oleh
karena itu, dalam hubungannya dengan rantai makanan diperairan orthofosfat
terlarut sangat penting (Boyd 1981 dalam Kangkan 2006). Kandungan fosfat yang
lebih tinggi dari batas toleransi dapat berakibat terhambatnya pertumbuhan kerang
mutiara. Dalam suatu perairan untuk lokasi budidaya kerang mutiara sebaiknya
memiliki kandungan fosfat antara 0,2 – 0,5 mg/l (Romimohtarto, 2003).

Kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) ditentukan


sesuai dengan kualitas parameter perairan laut. Penentuan kriteria kesesuaian lahan
budidaya kerang mutiara berdasarkan modifikasi dari DKP (2002) dan hasil-hasil
penelitian sebelumnya (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima)

15
Bobot
Skor (%) Nilai
No. Parameter Satuan Kisaran
(S x
(S) (B) B)
Kepadatan
1 Fitoplankton Sel/L > 15000 & < 5 x 105 5 150
2000-15000 & 5 x 105-
106 3 30 90
< 2000 & > 106 1 30
2 Kecepatan Arus cm/dt 15 - 25 5 75
10 - 15 & 25 - 30 3 15 45
< 10 & > 30 1 15
3 Kedalaman Perairan Meter 10 - 20 5 50
21 - 30 3 10 30
< 10 & > 30 1 10
4 Oksigen Terlarut mg/l >6 5 25
4-6 3 5 15
<4 1 5
5 Suhu ⁰C 28 - 30 5 25
31 - 32 3 5 15
< 28 & > 32 1 5
6 Salinitas ppt 32 5 25
33 - 35 3 5 15
< 32 & > 35 1 5
7 Kecerahan Meter 4.5 - 6.5 5 75
3.5 - 4.4 & 6.6 - 7.7 3 15 45
< 3.5 & > 7.7 1 15
Substrat Dasar
8 Perairan Berkarang 5 50
Berpasir 3
10 30
Pasir Berlumpur 1 10
9 Fosfat mg/l 4.5 - 5.0 5 25
5.1 - 6.5 3
5 15
< 4.5 & > 6.5 1 5
Total Nilai 100 500
Sumber : Modifikasi Basmi, 2000 , Wiadnyana (1998) dalam Haumau(2005), DKP
(2002), Bakosurtanal (1996), Wibisono (2005), DKP (2002), Radiarta et al
(2004), Winanto (2002)

Setelah penetuan kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara dilakukan,


kemudian dilanjutkan dengan evaluasi penilaian kesesuaian perairan untuk lokasi
budidaya kerang mutiara (Tabel 2).

16
Tabel 2. Evaluasi Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Kerang Mutiara
Kisaran Tingkat Evaluasi /
No.
Nilai Kesesuaian Kesimpulan
1 401 - 500 S1 Sangat Sesuai
2 301 - 400 S2 Sesuai
3 201 - 300 S3 Sesuai Bersyarat
4 100 - 200 N Tidak Sesuai

Beberapa contoh kasus penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara di perairan
Indonesia diantaranya perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara
(Tabel 3), perairan Talengen dan Manalu di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi
Sulawesi Utara (Tabel 4 dan 5).
Perairan Ngele-Ngele merupakan perairan terlindung oleh pulau-pulau kecil
disekitarnya. Penilaian dilakukan berdasarkan matriks skoring bobot kriteria parameter
fisik, kimia, dan biologi.
Tabel 3. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di
Perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara
Bobot
Skor Nilai
No. Parameter Satuan Kisaran (%)
(S) (B) (S x B)
Kepadatan
1 Sel/L 15500 3 30 90
Fitoplankton
2 Kecepatan Arus cm/dt 12 - 15 5 15 75
3 Kedalaman Perairan Meter 28 - 30 3 10 30
4 Oksigen Terlarut mg/l 4.5 3 5 15
5 Suhu ⁰C 30 5 5 25
6 Salinitas ppt 35 3 5 15
7 Kecerahan Meter 20 1 15 15
Substrat Dasar
8 Berkarang 5 10 50
Perairan
9 Fosfat mg/l 4.6 5 5 25
Total Nilai 340
Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil penilaian matriks skoring bobot kriteria parameter fisik, kimia, dan
biologi di perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara diperoleh total
nilai 340. Nilai evaluasi kesesuaian perairan berkisar antara 301 – 400 sehingga dapat
disimpulkan bahwa perairan Ngele-Ngele sesuai untuk lokasi budidaya kerang mutiara
(Pintcada maxima).

17
Tabel 4. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di
Perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara
Bobot
Skor Nilai
No. Parameter Satuan Kisaran (%)
(S) (B) (S x B)
Kepadatan
1 Sel/L 15000 3 30 90
Fitoplankton
2 Kecepatan Arus cm/dt 7.3 - 11.1 3 15 45
3 Kedalaman Perairan Meter 2.1 - 14.5 3 10 30
4 Oksigen Terlarut mg/l 7.18 - 7.56 5 5 25
5 Suhu ⁰C 29.5 - 31 3 5 15
6 Salinitas ppt 33 - 34 3 5 15
7 Kecerahan Meter 5-6 5 15 75
Substrat Dasar
8 Berkarang 5 10 50
Perairan
9 Fosfat mg/l 0.002 - 0.33 1 5 5
Total Nilai 350
Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Tabel 5. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di


Perairan Manulu Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara
Bobot
Skor Nilai
No. Parameter Satuan Kisaran (%)
(S) (B) (S x B)
Kepadatan
1 Sel/L 11000 3 30 90
Fitoplankton
2 Kecepatan Arus cm/dt 0.4 - 1.4 1 15 15
3 Kedalaman Perairan Meter 3.6 - 13 3 10 30
4 Oksigen Terlarut mg/l 7.18 - 7.41 5 5 25
5 Suhu ⁰C 30 - 31 3 5 15
6 Salinitas ppt 33 - 34 3 5 15
7 Kecerahan Meter 6-7 3 15 45
Substrat Dasar
8 Berkarang 5 10 50
Perairan
9 Fosfat mg/l 0.002 - 0.26 1 5 5
Total Nilai 290
Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil penilaian matriks skoring bobot kriteria parameter fisik, kimia, dan
biologi di perairan Talengen dan Manulu Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi
Sulawesi Utara diperoleh total nilai 350 dan 290. Sehingga nilai evaluasi kesesuaian
perairan berkisar antara 301 – 400 di perairan Talengen dan 201 – 300 untuk perairan
Manulu, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan Talengen sesuai untuk

18
lokasi budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) dan perairan Manulu sesuai
bersyarat untuk lokasi budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima).

(4) Daya dukung lingkungan


Prospek pengambangan budidaya kerang mutiara (P. maxima) ditentukan
berdasarkan daya dukung lingkungan perairan dan luas area budidaya. Hal ini
dibuktikan pada akhir-akhir ini budidaya kerang mutiara mulai menurun, penurunan ini
diakibatkan oleh seringnya kejadian kematian massal anakan kerang mutiara pada
ukuran lebar cangkang antara 3-4 cm, seperti yang terjadi dibeberapa perusahan di
perairan Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Barat karena tidak memperhatikan
perubahan kualitas perairan (Hamzah, 2007). Sedangkan untuk luas area budidaya
untuk kerang mutiara perlu menjadi perhatian khusus sehingga budidaya kerang
mutiara dapat tetap berjalan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan lahan perairan
untuk menampung luasan kegiatan budidaya baik dengan metode rakit, cagak, dulang,
maupun metode longline.
Secara alamiah, perairan memiliki kemampuan tertentu untuk
mengakomodasi dan menetralisir dampak dari keberadaan kegiatan budidaya kerang
mutiara terhadap kualitas lingkungan perairan. Kemampuan tersebut memiliki batasan
tertentu yang berbeda antara satu perairan dengan perairan yang lainnya. Perubahan
parameter fisik, kimia dan biologi dengan keberadaan areal budidaya kerang mutiara
dengan skala besar masing-masing memiliki batasan ideal dimana perairan mampu
mengembalikan fungsi interaksi antar parameter secara normal dan alamiah.
Parameter-parameter tersebut meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat,
nitrit, silikat, unsur dan senyawa kimia perairan (organik-inorganik, senyawa kompleks
dan lain-lain) dan biota makro-mikro perairan. Jika perairan tersebut telah melewati
beban dari batas kemapuannya karena keberadaan industri budidaya kerang mutiara
dalam skala besar maka selain kualitas perairan tersebut menurun akan berefek negatif
terhadap budidaya kerang mutiara itu sendiri.
Ada beberapa pendekatan metode yang telah dilakukan untuk mengkaji hubungan
antara budidaya mutiara dengan daya dukung lingkungan perairan, tetapi metode
tersebut lebih bersifat empiris dan statistik untuk kebutuhan manajemen pengambil
keputusan. Metode tersebut dapat lebih cepat, tepat dan akurat dengan menggunakan
pendekatan dinamis berbasis proses fisik, kimia dan biologi perairan melalui teknologi
pemodelan sehingga proses pengambilan keputusan lebih cepat, tepat dan efektif.
19
Intinya dalam menilai daya dukung adalah upaya untuk mengkaji dalam
proses perencanaan kegiatan budidaya kerang mutiara yang berkaitan dengan luas
lahan perairan yang akan dijadikan sebagai lokasi budidaya. Pendekatan ini dilakukan
untuk menilai seberapa besar area perairan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan
metode budidaya kerang mutiara yang layak untuk digunakan.
Salah satu contoh kasus, pengembangan budidaya kerang mutiara di perairan
Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara, penentuan daya dukung perairan
untuk area kegiatan budidaya kerang mutiara ditentukan berdasarkan parameter fisika,
kimia, dan biologi yang ditampilkan dalam peta potensi pengembangan budidaya
kerang mutiara. Berdasarkan daya dukung parameter fisika, kimia, dan biologi, maka
diperoleh luas area untuk budidaya kerang mutiara adalah seluas 903 Ha.

Gambar 4. Peta Daya Dukung Perairan untuk Budidaya Kerang Mutiara

(5) Pemilihan metode budidaya


Metode budidaya kerang mutiara yang diterapkan adalah metode rakit, metode cagak,
metode dulang, dan metode longline, masing-masing metode dilengkapi dengan
keranjang pemeliharaan (pocket). Metoda yang umumnya digunakan dalam budidaya
kerang mutiara mutiara di Indonesia yaitu metoda rakit, metode cagak, metode dulang,
dan longline. Metoda dasar hanya unggul dari segi keamanannya saja, sedangkan untuk
perawatan relatif lebih sulit.

20
- Metode rakit
Pada umumnya metoda rakit ini digunakan di perairan dengan kedalaman 5 m ke
atas pada waktu air surut. Lokasi perairan untuk metoda rakit ini harus terlindung
dari amukan angin dan gelombang. Spat-spat kerang dimasukkan dalam sangkar
jaring atau dulang plastik, kemudian digantungkan pada rakit.

Gambar 5. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Rakit

Rakit apung selain sebagai tempat pemeliharaan induk, pendederan dan


pembesaran, juga berfungsi sebagai tempat aklimatisasi (beradaptasi) induk pasca
pengangkutan. Bahan rakit dapat dibuat dari kayu dengan ukuran 7m x 7m. selain
kayu, bahan rakit dapat pula terbuat dari bambu, pipa paralon, besi ataupun
alumunium. Bahan pembuat ini disesuaikan dengan anggaran, ketersediaan bahan,
dan umur ekonomis.
Untuk menjaga agar rakit tetap terapung, digunakan pelampung seperti pelampung
yang terbuat dari styrofoam, drum plastik, dan drum besi. Agar rakit tetap kokoh,
maka sambungan sambungan kayu diikat dengan kawat galvanizir. Apabila kayu
berbentuk persegi, maka sambungan dapat menggunakan baut. Pemasangan rakit
hendaknya dilakukan pada saat air pasang tertinggi dan diusahakan searah dengan
arus air atau sejajar dengan garis pantai. Hal ini bertujuan untuk menghindari
kerusakan rakit apabila terjadi gelombang besar.

21
Gambar 6. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Rakit di NTB

- Metode cagak
Pada lazimnya metoda cagak ini digunakan di perairan yang dangkal. Cagak yang
terbuat dari batang-batang bambu atau kayu ditancapkan di dasar laut. Spat-spat
kerang melekat pada cagak-cagak tersebut. Kerang-kerang yang sudah matang telur
berangsur-angsur dipindahkan untuk mencegah terlampau berdesakkan.

Gambar 7. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Cagak

- Metode dulang
Dulang terbuat dari kawat ram tahan karat bermata 12,7 mm. Sebagai kerangkanya
terbuat dari kayu. Metoda dulang ini biasanya digunakan di perairan yang dangkal
dengan dasar pasir.

22
Gambar 8. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Dulang
- Metode longline
Metoda long line adalah salah satu metoda yang umumnya sering digunakan pada
pembesaran kerang mutiara, dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan.
Kedalaman laut idealnya bagi metoda ini berkisar 20 – 60 meter. Metoda budidaya
ini banyak diminati masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan
lama, lebih murah dan bahan mudah diperoleh. Tali bentang yang digunakan
berdiameter 8 mm dengan panjang 50-100 m. Tiap-tiap ujung tali diberi
pemberat/jangkar dan pelampung besar berbentuk bola. Jangkar dapat dibuat dari
karung plastik ukuran 50 kg yang diisi pasir laut atau dari jangkar besi tancap. Tali
jangkar adalah berupa Polyethylene (PE) berdiameter 10 mm. Setiap jarak 25 m
diberi pelampung bola, pelampung berfungsi mempertahankan elastisitas dan posisi
tali jalur longline.
Pemasangan tali utama longline harus mempertimbangkan arah arus, posisi tali
terhadap arus arus sejajar atau sedikit menyudut dan tidak melawan arus, agar
dampak dari arus yang datang itu terdistribusi secara merata. Adapun manfaat dari
hembusan arus terhadap siput yang dipelihara adalah untuk suplay pakan hidup
seperti plankton tersebar merata dan arus juga mempunyai manfaat untuk
melepaskan tritip/kotoran yang menempel dengan goncangan alami arusnya.

23
Gambar 9. Metoda long line

- Keranjang pemeliharaan (pocket)


Keranjang pemeliharaan (pocket) merupakan wadah yang digunakan untuk
meletakkan spat kerang mutiara pada semua metode budidaya dengan cara
digantungkan dan cara diikat. Bahan rangka yang digunakan untuk pocket biasanya
terbuat dari kawat galvanizer, atau yang lebih baik lagi jika dilapisi plastik atau
aspal, sehingga daya tahannya dapat mencapai 2 – 2,5 tahun, pocket juga
dilengkapi dengan jaring dengan lebar mata jaring 0,5 cm – 1 cm. Lebar mata
jaring yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan ukuran spat, semakin besar
ukuran spat maka semakin besar pula ukuran mata jaring, sehingga spat yang
dipelihara tidak lolos keluar dan sirkulasi air dapat terjaga dengan baik. Ukuran
keranjang jaring (pocket) biasanya 0,5 x 1 m dengan ukuran mata jaring 0,5 cm – 1
cm dapat diisi siput ukuran 3-6 cm (DVM) sebanyak 56 ekor.

Gambar 10. Keranjang jaring (pocket)

24
Pemilihan metode budidaya kerang mutiara disesuaikan dengan kondisi perairan dan
daya dukung perairan, sehingga diperoleh hasil mutiara yang berkualitas. Beberapa
contoh kasus penggunaan metode budidaya diantaranya di perairan Ngele-Ngele Morotai
Selatan Provinsi Maluku Utara diperoleh kemudian dilanjutkan dengan pemanfaatan
ruang untuk area budidaya kerang mutiara dengan metode rakit dan metode longline.
Untuk kegiatan budidaya kerang mutiara dengan metode rakit apung dapat digunakan
area perairan dengan luas 726 Ha yang terdiri dari 11 rakit apung. Area budidaya ini
dibagi menjadi 2 lokasi yaitu di lokasi pertama terdiri 9 rakit dengan luas lahan 621 Ha
dan 2 rakit di lokasi kedua dengan luas 105 Ha. Pada setiap rakit apung terdiri dari 140
buah keranjang pemiliharaan (pocket), dalam 1 pocket terdiri dari 8 ekor kerang mutiara,
sehingga dalam 1 rakit terdiri dari 1.120 ekor kerang mutiara.
Dari nilai daya dukung lahan diperoleh bahwa pada perairan Ngele-Ngele Morotai
Selatan Provinsi Maluku Utara dengan luas area budidaya 726 Ha diperoleh hasil
kerang mutiara sebanyak 12.320 ekor kerang mutiara.

Gambar 11. Jumlah kerang mutiara pada 1 rakit apung

Sedangkan apabila diterapkan metode longline untuk kegiatan budidaya kerang


mutiara pada area perairan dengan luas 750 Ha yang terdiri dari 15 unit, 1 unit longline
terdiri dari 50 pocket. Area budidaya ini dibagi menjadi 2 lokasi yaitu di lokasi
pertama terdiri 10 unit dengan luas lahan 500 Ha dan 5 unit di lokasi kedua dengan
luas 250 Ha. Pada 1 unit longline terdiri 400 ekor kerang mutiara. Sehingga dari luas

25
area perairan 750 Ha dengan 15 unit longline yang digunakan sebagai budidaya kerang
mutiara di perairan Ngele-Ngele dapat menghasilkan 6.000 ekor kerang mutiara. Dari
hasil penilaian, maka disarankan bahwa di perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan
Provinsi Maluku Utara dapat dilakukan budidaya kerang mutiara dengan metode rakit
apung.

Gambar 12. Unit metode longline

b) Pelaksanaan kegiatan budidaya


Setelah seluruh persiapan untuk pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara telah
dilakukan, maka dilanjutkan dengan proses pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara
yang dimulai dari kegiatan penyuntikan nucleus (inti), penebaran benih, pakan, perawatan,
serta pengendalian hama dan penyakit.
(1) Penyuntikan nukleus (inti)
Penyuntikan nukleus (inti) adalah upaya memperbanyak mutiara dengan cara buatan,
yaitu dengan cara penyuntikan kerang mutiara dengan harapan memperoleh mutiara-
mutiara dalam jumlah banyak dengan kualitas yang baik. Dalam penyuntikan nukleus
kerang mutiara mutiara perlu persiapan yang harus diperhatikan, yaitu seleksi kerang
mutiara, pemuasaan dan persiapan alat/bahan insersi.
- Seleksi kerang mutiara
Sebelum melaksanakan operasi atau penyuntikan, terlebih dahulu benih kerang
mutiara diseleksi. Kerang mutiara yang akan di operasi harus memenuhi syarat
yaitu, berumur 1,5 – 2 tahun dan berukuran 10 – 15 cm, serta kerang mutiara dalam
kondisi sehat atau tidak cacat dan dalam keadaan bersih.

26
Gambar 13. Seleksi kerang mutiara untuk operasi atau penyuntikan

- Pemuasaan
Kerang mutiara yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemuasaan
(Yokusei), yang tujuannya Yokusei/pemuasaan kerang mutiara adalah untuk
mengurangi jumlah plankton yang dimakan agar tubuh kerang mutiara menjadi
cukup lemas, dengan cara ini pada saat operasi kerang mutiara tersebut tidak terlalu
kuat mengadakan reaksi terhadap sakitnya sayatan pada gonadnya. Benih kerang
mutiara yang di Yokusei, dimasukkan ke keranjang jaring (pocket) lalu dibungkus
menggunakan jaring ukuran 1 mm. Pemuasaan dilakukan selama 3 – 5 hari, setelah
itu kerang mutiara diangkat dari perairan dan pembungkus dibuka, baru kemudian
memulai penyuntikan.

Gambar 14. Pemuasaan (Yokusei) kerang mutiara

27
- Persiapan alat/bahan insersi
Setelah proses seleksi kerang mutiara dan pemuasaan dilakukan kemudian
dilanjutkan dengan penyuntikan nukleus. Pada proses penyuntikan nukleus Ada
beberapa alat dan bahan yang harus dipersiapkan yaitu, alat insersi yang harus
disiapkan adalah Hikake (penahan), Piseto, Sonyuki dan Shaibo Okuri (pemasuk
inti dan pemasuk mantel), Mesu (pisau operasi), Donyuki (pembuka torehan),
Sonyuki (pembuka mantel), Hera dan Kai Koki (pembuka mantel dan forcep), dan
Shaibohasam (gunting, pemotong mantel). Sedangkan bahan insersi yang harus
disiapkan adalah siput donor, siput siap operasi, nukleus, kegiatan insersi,
pemotongan mantel, pengambilan inti, dan pemasukan inti.

Gambar 15. Pemilihan inti yang akan digunakan

Gambar 16. Potongan mantel yang akan digunakan

28
Gambar 17. Proses pemasangan inti

Gambar 18. Bakal mutiara

(2) Penebaran benih


Benih yang telah terkumpul, baik dari pembenihan maupun dari kolektor (penangkapan
di alam) dimasukkan ke dalam keranjang pemeliharaan yang telah disediakan. Setelah
keranjang penuh kemudian diangkut kerakit pemeliharaan untuk digantung pada
kedalaman 5 m atau bisa juga digantung pada palang cagak silang dengan kedalaman
sama atau kurang dari 4 m. Untuk benih yang berukuran kurang dari 5 cm sebaiknya di
pelihara dengan kedalaman 2 – 3 m.
Pemeliharaan spat (benih) yang baru dipindahkan dari hatchery atau diperoleh dari
kolektor, digunakan keranjang jaring ukuran 40 cm x 60 cm dengan kepadatan untuk 8
– 12 kerang/keranjang. Untuk spat ukuran 2-3 cm dipelihara dalam keranjang dengan
lebar jaring ukuran 0,5 – 1 cm. Lebar mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan
ukuran spat. Semakin besar ukuran spat, maka digunakan jaring dengan mata jaring
yang lebih besar pula agar sirkulasi air dapat terjaga dengan baik.
29
Gambar 19. Keranjang Pemeliharaan Kerang Mutiara

Spat kolektor dijepit dengan 2 (dua) buah poket net yang telah dipasang orchid net
pada permukaannya, bertujuan untuk memudahkan melakukan penjarangan selama
masa pemeliharaan tanpa mengganggu spat kerang mutiara mutiara, hal ini cukup
beralasan karena setelah 1-2 minggu spat yang melekat pada kolektor, sebagian akan
ada yang berpindah secara alami pada orchid net, sehingga untuk penjarangan spat
cukup dilakukan dengan cara memisahkan orchid net pada poket net dari kolektornya.

(3) Pakan
Kerang mutiara mengkonsumsi pakan alami berupa plankton yang ada diperairan
tersebut, sehingga selama pemeliharaan tidak diberi pakan tambahan. Untuk itu perairan
yang dipilih hendaklah memiliki kesuburan yang tinggi agar kerang tidak kekurangan
makanan. Jenis plankton yang menjadi pakan adalah dari 5 jenis fitoplankton sebagai
pakan alami yaitu Isocrysis galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp,
Nannoclorophysis. Sp, dan Tetra selmis chuii.

30
Gambar 20. Kultur pakan alami kerang mutiara

(4) Perawatan
Kerang mutiara yang dipasangi inti mutiara perlu dilakukan pengaturan posisi pada
waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat
dimasukkan inti pada saat operasi harus tetap berada dibagian atas. Pemeriksaan inti
dengan sinar-X dilakukan setelah kerang mutiara dipelihara selama 2 - 3 bulan, dengan
maksud untuk mengetahui apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada
tempatnya.
Pembersihan cangkang kerang mutiara harus dilakukan secara berkala agar tidak
mengganggu kerang untuk menerap makanan, maksimal 3 – 4 bulan tergantung dari
kecepatan/kelimpahan organisme penempel. Selain itu kondisi rakit atau keranjang
pemeliharaan perlu di kontrol secara khusus, jangan sampai ada yang rusak atau rapuh
dan jika itu terjadi segera diperbaiki.

Gambar 21. Pembersihan cangkang kerang mutiara

(5) Pengendalian hama dan penyakit


Hama dan penyakit dapat menyebabkan proses budidaya menjadi gagal, pertumbuhan
kerang dapat terganggu bahkan dapat mematikan kerang, untuk itu perlu dilakukan

31
pengendalian. Hama umumnya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa
jenis teritip, racing, dan polichaeta yang mampu mengebor cangkang kerang. Hama
yang lain berupa hewan predator, seperti gurita, bintang laut, rajungan, kerang hijau,
teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat. Upaya pencegahan dengan cara
membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu.
Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus. parasit yang
sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi masalah
antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp.
Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi kerang mutiara adalah virus
herpes. Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada kerang mutiara antara lain :
- Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga
kesehatan kerang,
- Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan kerang
tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin,
- Lokasi budidaya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan
- Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.

c) Pasca budidaya kerang mutiara


Setelah total keseluruhan masa pemeliharaan mencapai umur 7-8 bulan maka bibit
kerang mutiara mutiara telah mencapai ukuran 6-7 cm siap untuk dipanen. Cara
pemanenan dengan cara melepaskan tali ikatan pocket net dari tali longline, kemudian
pocket net dibuka dan kerang mutiara mutiara diambil satu per satu dan dikumpulkan
dalam wadah yang telah disiapkan.

32
Gambar 22. Proses pemanenan kerang mutiara

33
5. Aspek Pemanfaatan Sumberdaya
Pemanfaatan sumberdaya salah satunya adalah pemanfaatan sumberdaya kelautan
terbarui (renewable resource) yang meliputi perikanan tangkap dan budidaya perairan
seperti ikan, udang, kerang mutiara, kepiting, rumput laut dan biota lainnya. Dalam
pelaksanaan kegiatan budidaya perairan khususnya kerang mutiara memiliki tujuan untuk
mencegah pemanfaatan sumberdaya kerang yang berlebihan dari alam. Pada aspek
pemanfaatan sumberdaya untuk budidaya kerang mutiara dibagi menjadi 3, diantaranya
pemanfaatan sumberdaya kerang mutiara, pemanfaatan sumberdaya perairan, dan
pemanfaatan sumberdaya manusia.
a) Pemanfaatan sumberdaya kerang mutiara
Komoditi kerang mutiara awalnya diperoleh dari alam kemudian dilakukan dengan
pendekatan budidaya. Kerang mutiara biasanya hidup menempel pada substrat yang keras.
Berdasarkan kebiasaan hidup di alam, kerang mutiara dapat dijelaskan dari aspek sifat
biologis, cara makan, habitat asli, parameter pendukung, dan pembentukan mutiara.
(1) Sifat biologis
Kerang Mutiara dewasa biasanya hidup menempel pada substrat dengan menggunakan
byssus sehingga kaki tidak digunakan lagi. Kerang mutiara memiliki sepasang
cangkang yang asimetris. Sepasang cangkang disatukan pada bagian dorsal oleh
protein elastis yang disebut hinge ligament. Cangkang kerang memiliki ketebalan yang
berkisar antara 1-5 mm. Secara umum, organ tubuh kerang mutiara terbagi menjadi
tiga bagian yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki tersusun dari jaringan otot yang
menuju ke berbagai arah, sehingga merupakan alat gerak pada masa muda kerang
mutiara selain itu juga untuk membersihkan kotoran yang menempel pada insang atau
mantel. Mantel merupakan jaringan yang dilindungi oleh se-sel epithelium dan dapat
membungkus organ tubuh bagian dalam. Organ dalam terdiri dari mulut, lambung,
usus, anus, insang, jantung, susunan syaraf, alat reproduksi dan otot.

34
Gambar 23. Organ tubuh kerang mutiara
(2) Cara makan
Cara makan kerang mutiara dilakukan dengan menyaring air laut cara mengambil
makanan dengan menggetarkan insang yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga
mantel. Kemudian dengan menggerakkan bulu insang, plankton yang masuk akan
berkumpul di sekeliling insang, selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan
masuk ke dalam mulut. Kerang mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali
pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi
perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah
memijah atau pada fase awal perkembangan gonad.
(3) Habitat asli
Kerang mutiara jenis Pinctada sp. Banyak dijumpai di berbagai Negara seperti
Filipina, Thailand, Myanmar, Australia dan perairan Indonesia yang menyukai hidup di
daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir dengan kedalaman 20 – 60 m
pola penyebaran Kerang mutiara biasanya terdapat pada daerah yang beriklim hangat
di daerah tropis dan subtropis. Pertumbuhan kerang di daerah subtropis berlangsung di
musim panas (summer) sedangkan di musim dingin (winter) pertumbuhannya
berlangsung lambat atau terkadang tidak mengalami pertumbuhan sama sekali.

35
Gambar 24. Habitat asli kerang mutiara

(4) Parameter pendukung


Suhu optimum untuk pertumbuhan kerang mutiara berkisar ± 24 – 28 ⁰C. Kerang
mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut
berkisar 5,2 – 6,6 ppm. Kerang mutiara dapat tumbuh dan berkembang secara baik
pada perairan dengan salinitas bekisar diantara 32 – 35‰. Kerang mutiara cocok
dibudidayakan pada perairan dengan kecerahan antara 4,5 – 6,5 meter. Tersedianya
plankton sebagai pakan kerang mutiara. Kerang mutiara sangat cocok pada lokasi yang
terlindung dari pengaruh angin dan arus yang kuat serta pasang surut yang terjadi
dapat menggantikan massa air secara total dan teratur untuk menjamin ketersediaan
oksigen terlarut dan plankton. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan kerang
mutiara adalah 7,8 – 8,6. Kedalaman perairan yang sangat cocok untuk budidaya
kerang mutiara adalah antara 15 – 20 meter.
(5) Pembentukan mutiara
Pembentukan mutiara secara alami diduga karena faktor iritan atau karena masuknya
benda padat kedalam mantel kerang sehingga benda padat ini akan terbungkus nacre,
nacre adalah zat unik yang dimiliki kerang yang berfungsi sebagai pelindung tubuh,
teori lain juga mengatakan mutiara juga terbentuk karena apabila adanya kerusakan
pada bagian mantel dan cangkang kerang maka kerang akan menutup dan memperbaiki
lubang tersebut dengan menggunakan zat nacre. proses ini sama dengan proses
pembentukan tulang pada manusia. nacre ini lah yang disebut dengan Mother of pearls
atau ibu dari mutiara.

36
Akibat adanya partikel pasir atau zat asing yang masuk ke dalam cangkang kerang untuk
menenangkan iritasi ini, kerang mulai mendepositokan lapis demi lapis, bahan shell
Lapisan ini terdiri, dari kalsium karbonat. Setelah beberapa waktu pembentukan mutiara
di dalam shell selesai. Mutiara yang terbentuk bulat, putih dan bersinar. Ini disebut
mutiara murni. Namun, mutiara pada dasarnya tidak hanya berwarna putih saja. Warna
mereka mungkin saja hitam, putih, rose, biru pucat, kuning, hijau, dan ungu.

b) Pemanfaatan sumberdaya perairan


Pemanfaatan sumberdaya perairan berkaitan erat dengan area perairan untuk
dijadikan sebagai lokasi budidaya kerang mutiara. Kaitan dengan hal tersebut, yang harus
dianalisis adalah kesesuaian lahan untuk daya dukung kegiatan budidaya berdasarkan
kualitas perairan dengan luas area yang mendukung dan tidak mepengaruhi aktifitas
masyarakat nelayan sekitar dalam proses penangkapan ikan, sehingga menghindari
terjadinya konflik antara pembudidaya dengan masyarakat nelayan.

c) Pemanfaatan sumberdaya manusia


Pemanfaatan sumberdaya manusia berhubungan dengan pengrekrutan tenaga kerja
dalam kegiatan budidaya kerang mutiara. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga
kerja profesional yang memiliki skill dalam proses penyuntikan nukleus (inti) mutiara,
karena proses ini menetukan keberhasilan dan kualitas mutiara yang nanti dihasilkan.
Sedangkan tenaga kerja yang tidak memiliki skill ini direkrut sebagai karyawan dan tenaga
keamanan (security).

6. Dampak Lingkungan
Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima) memilki dampak
positif maupun negatif bagi lingkungan perairan dan bagi kehidupan masyarakat sekitar.

a) Dampak positif kegiatan budidaya kerang mutiara bagi lingkungan dan masyarakat
Dampak positif kegiatan budidaya kerang mutiara terhadap lingkungan perairan
adalah :
- Hampir seluruh bagian dari kerang mutiara dapat dimanfaatkan kecuali lapisan terluar
dari cangkang tersebut
- Lapisan luas ini adalah zat kapur (calcium) yang mudah larut dalam air laut
- Hal ini sangat berbeda dengan limbah budidaya kerang daging dan kerang hijau,
dimana cangkangnya menggunung di tempat pembuangan

37
- Limbah kerajinan tangan berupa bubuk cangkang kerang mutiara digunakan untuk
bahan kosmetika (sun block dan lulur)
- Daging (otot) dapat dikonsumsi manusia
- Seperti bivalvia lainnya kerang mutiara makan dengan cara menyaring fitoplankton
(filter feeder)
- Dampak dampak positif bagi akuakultur dalam menghasikan protein hewani adalah
dapat memperpendek rantai makanan (dari fitoplankton menjadi protein) di samping
itu kerang mutiara tidak perlu diberi pakan
- Kompleks budidaya kerang mutiara secara tidak langsung merupakan shelter ikan (fish
aggregation device)

Dampak positif terhadap kehidupan masyarakat disekitar wilayah budidaya kerang


mutiara adalah :
- Terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang bekerja baik sebagai tenaga
pemeliharaan, tenaga harian atau bulanan serta tenaga borongan.
- Menarik para investor lain untuk menanam modalnya dibidang budidaya kerang
mutiara pada khususnya maupun dibidang usaha budidaya perikanan pada umumnya.
- Meningkatkan pendapatan daerah setempat dengan adanya usaha ini.
- Cangkang digunakan untuk bahan kerajinan tangan (handicraft)
- Terbukanya kesempatan bagi para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengadakan
praktek atau penelitian tentang manajemen budidaya kerang mutiara (Pinctada
maxima).

38
Gambar 25. Hasil kerajinan tangan (handicraft) dari cangkang kerang mutiara

b) Dampak negatif kegiatan budidaya kerang mutiara bagi lingkungan dan masyarakat
Dampak negatif kegiatan budidaya kerang mutiara terhadap lingkungan perairan
adalah :
- Memperpendek rantai makanan (dari fitoplankton menjadi protein)
- Konsumsi terbesar oleh kerang mutiara terhadap oksigen perairan sehingga
menyebabkan kualitas oksigen perairan mengalami penurunan
- Mengalami penurunan produktivitas perairan di sekitar budidaya kerang mutiara
- Terjadi persaingan dengan organisme lain salah satunya adalah dari jenis nekton dalam
melakukan aktivitas respirasi sehingga nekton akan berpindah tempat untuk mencari
kandungan oksigen yang baik

Dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat disekitar wilayah budidaya kerang


mutiara adalah :
- Terjadinya konflik kepentingan penggunaan lahan antara masyarakat nelayan dengan
pengusaha budidaya dikarenakan merasa fishing ground dibatasi oleh perusahaan
- Terjadi persaingan perekrutan tenaga kerja lokal
- Terisolasinya daerah perairan akibat dari kegiatan budidaya kerang mutiara
7. Prospektus
Salah satu potensi besar yang ada di perairan Indonesia yang mempunyai prospek
cerah untuk dibudidayakan adalah kerang mutiara (Pinctada maxima). Kerang mutiara
merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan
memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang. Mutiara yang dihasilkan di

39
Indonesia terkenal dengan jenis Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) merupakan jenis
mutiara yang terbaik kualitasnya di dunia (Poernomo, 2010).
Harga mutiara jenis South Sea Pearl yaitu US$ 100-200 per gram untuk kualitas
terbaik (Supriyadi, 2010). Pemasaran tidak tergantung pada biji mutiara, namun
permintaan antar pengusaha lebih tertarik pada anakan larva antara 4-6 cm dan dewasa 7
cm hingga siap operasi inti. Harga kerang mutiara hidup ukuran dewasa (6–12 cm)
bervariasi antara Rp. 3000,- - Rp. 4.000,- / cm (Hamzah, 2010).
Data dari World Cultured Pearl Organization (WCPO, 2009) pada tahun 1999
devisa ekspor mutiara Indonesia mencatat nilai sekitar US$ 68 juta. Sementara itu Global
Pearl Production Estimates in Value (2010) menyatakan angka perkiraan nilai ekspor
mutiara pada tahun 2000 jenis South Sea Pearl sebanyak 4,5 ton (US$ 200 juta). Setiap
tahun, produksi mutiara akan terus meningkat. Menurut data Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP, 2010) pada tahun 2005 produksi mutiara mencapai 12 ton, diperkirakan
selama periodik 2005-2010 produksi mutiara akan meningkat dari 12 ton menjadi 18 ton
pada tahun 2010.
Indonesia memiliki areal budidaya dan potensi lahan untuk pengembangan budidaya
laut, khususnya kerang mutiara yaitu sebesar 62.040 ha, namun pemanfaatannya hanya
sebesar 1% (Hamzah, 2010). Saat ini, dari total produksi mutiara yang ada di pasar
internasional sekitar 26% berasal dari Indonesia. Dilihat dari potensi perairan Indonesia,
seharusnya produksi mutiara dapat ditingkatkan hinggga 50% dari porsi pasar
internasional (Poernomo, 2010).

Gambar 26. Butir mutiara asli Lombok


Berdasarkan potensi lahan budidaya kerang mutiara yang ada di perairan Indonesia,
maka kegiatan budidaya kerang mutiara memiliki peluang untuk dikembangkan. pada saat

40
ini jumlah perusahaan yang bergerak di bidang produksi mutiara mengalami peningkatan
menjadi 71 perusahaan. Kegiatan budidaya ini tersebar di perairan Nusa Tenggara Timur,
Nusa Tenggara Barat, Maluku Tenggara, dan di perairan timur Indonesia.
Prospek pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara dapat ditinjau dari 3 aspek
yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial.
a) Aspek ekologi
Secara ekologi, pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara memiliki peluang
untuk dikembangkan apabila ditinjau dari segi kualitas lingkungan dan keberadaan
bibit kerang mutiara. Kualitas lingkungan perairan untuk kegiatan budidaya kerang
mutiara sangat mendukung apalagi di perairan timur Indonesia, karena perairannya
tidak tercemar oleh kegiatan industri, sebaliknya dari kegiatan budidaya kerang
mutiara tidak mencemari perairan karena tidak diberikan pakan tambahan yang
berlebihan. Saat ini, bibit kerang mutiara tidak lagi diambil dari alam karena sudah
banyak perusahaan di Indonesia yang memproduksi bibit kerang mutiara.
b) Aspek ekonomi
Secara ekonomi, usaha budidaya kerang mutiara tergolong mahal apabila dilakukan oleh
masyarakat secara perseorangan. Tetapi saat ini program usaha budidaya kerang mutiara
didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Bank Indonesia, karena
kegiatan budidaya ini memberikan penghasilan yang menguntungkan bagi masayarakat.
Dasar Bank Indonesia memberikan bantuan untuk pengembangan usaha budidaya
kerang mutiara adalah analisis ekonomi berdasarkan analisis biaya investasi (Tabel 1)
dan biaya operasional budidaya kerang mutiara (Tabel 2).
Tabel 6. Investasi Budidaya Kerang Mutiara
Jenis Investasi Nilai (Rp) Penyusutan (Rp)
Perijinan 25.000.000
Sewa tanah 75.000.000 15.000.000
Kontruksi wadah 59.700.000 16.500.000
Peralatan budidaya mutiara 110.100.000 22.260.000
Bangunan 156.000.000 31.200.000
Jumlah 425.800.000 84.960.000
Sumber dana investasi :
a. Kredit 70% 298.060.000
b. Dana sendiri 30% 127.740.000

41
Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id
Tabel 7. Biaya Operasional Budidaya Kerang Mutiara
No. Jenis Biaya Nilai (Rp)
1. Biaya pembelian spat dan nukleus 52.500.000
2. Biaya tenaga kerja tetap 450.000.000
3. Biaya tenaga kerja tidak tetap 82.125.000
4. Biaya tenaga keamanan 648.000.000
5. Biaya bola lampu sorot 1.500.000
6. Biaya Operasional dan lain-lain 268.406.250
Jumlah 1.502.531.250
Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id

Dalam satu siklus atau periode budidaya kerang mutiara berlangsung selama 5 tahun
dan baru dapat berproduksi mulai pada tahun ke-3, sebab mutiara baru dapat dioprasi
(proses penyuntikan/pemasukan nucleus/inti mutiara) setelah kerang tersebut berumur
1,5-2 tahun atau pada ukuran 9-10 cm. Sebagai patokan untuk perusahaan budidaya
kerang mutiara bersekala kecil dan menengah dengan besaran rata-rata investasi dan
biaya oprasional sebagaimana tertera pada Tabel 1 dan 2 di atas, kemudian kapasitas
oprasi sebanyak 5.000 kerang mutiara, dengan menghitung angka/tingkat kegagalan
sebesar 50% dan harga rata-rata mutiara 400.000 per gram maka akan diperoleh
keuntungan  Rp.1.750.000.000 per tahunnya atau 5,25 M selama 1 periode budidaya
(5 tahun) dengan 3 kali masa produksi. Padahal rarata-rata perusahaan mutiara
membutuhkan setidaknya 10.000 – 30.000 kerang untuk di budidayakan. Artinya
keuntungan bisa saja di tingkatkan menjadi 2 sampai dengan 6 kalinya untuk setiap
pengusaha budidaya kerang mutiara.
Keberadaan industri budidaya mutiara ini akan membuka lapangan kerja baru
sehingga diharapkan akan mampu menekan angka pengangguran sekaligus
menambah jumlah pendapatan penduduk khususnya masyarakat di sekitar lokasi
budidaya tersebut, bertambahnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
diperoleh dari nilai investasi, perijinan, pajak dan retribusi serta bertambahnya jenis
komuditas asli daerah. Salah satu sifat dari industri di sektor kelautan dan perikanan
adalah bahwasanya industri ini memiliki keterkaitan (backward and forward linkage)
yang kuat dengan industri-industri lainnnya. Untuk itu keberadaan industri budidaya
kerang mutiara ini juga akan menggerakkan sektor industri lain yang ada di Indonesia

42
sehingga akan memacu pertumbuhan dan perputaran roda perekonomian di daerah
tersebut.
(C) Aspek sosial
Perkembangan usaha budidaya kerang mutiara di Indonesia memberikan
keuntungan bagi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang
diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan
kesejahteraan. Keberadaan usaha budidaya kerang mutiara juga akan membuka
wawasan, meningkatkan gairah dan sifat kewirausahaan masyarakat dalam usaha
dibidang perikanan dan kelautan sebagai suatu alternative baru dalam membangun
kekuatan ekonomi masyarakat dan daerah, serta memberi pandangan baru sekaligus
pengaruh pada kultur dan kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia yang selama
ini perekonomiannya banyak bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan dan
peternakan.

43
PERKEMBANGAN BUDIDAYA MUTIARA
Salah satu upaya yang telah dilakukan KKP untuk itu antara lain melepas lebih
dari 15 ribu ekor kerang mutiara jenis pinctada maxima di lepas perairan Gili Kondo,
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada 13 Juli 2017. Sebagaimana diketahui,
sebanyak ribuan spat kerang mutiara ini merupakan hasil pembenihan buatan yang
dilakukan oleh pihak Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok. Kegiatan pelepasan
puluhan ribu ekor kerang mutiara itu dilakukan dengan melibatkan kelompok masyarakat
lokal yang tergabung dalam Komite Pengelolaan Perikanan Laut (KPPL) kawasan
Sambelia. Aktivitas tersebut, ujar Slamet, merupakan restocking (pengembalian stok) yang
juga upaya sangat krusial dan mendesak untuk menjaga keseimbangan stok kerang mutiara
di alam. Apalagi saat ini, lanjutnya, mulai terjadi penurunan ketersediaan induk kerang
mutiara di alam akibat penangkapan berlebih sehingga banyak perusahaan pembenih
mutiara yang mulai kesulitan mendapatkan sumber induk di alam dan tentunya ini sangat
mengkhawatirkan bagi keberlanjutan bisnis mutiara di Indonesia. "Kenyataan saat ini
induk kerang mutiara mulai sulit didapatkan, kita tahu selama bertahun-tahun
pengembangan pembenihan kerang mutiara ini lebih banyak menggandakan induk dari
alam. Ini berbahaya untuk kelangsungan spesies," paparnya. Slamet juga mengemukakan,
KKP akan mendorong unit-unit pembenihan kerang mutiara milik swasta untuk
melakukan hal serupa di seluruh kawasan perairan yang potensial di Indonesia. KKP juga
akan mencegah ekspor ilegal mutiara laut selatan (South Sea Pearl/SSP) ke luar negeri,
serta menolak mutiara impor yang tidak sesuai Standardisasi Nasional Indonesia (SNI).
"Bersama Pemda, kami akan tata pengaturan pemanfaatan zonasi wilayah pesisir dan laut.
Dengan demikian aspek keamanan usahanya bisa terjamin," katanya. Pemerintah,
lanjutnya, juga bakal mengatur zonasi untuk memastikan aktivitas budi daya tidak
berbenturan dengan sektor lain, menjamin keamanan berusaha dan iklim investasi yang
kondusif. Sementara itu, pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim
menginginkan Kementerian Kelautan dan Perikanan jangan hanya mengurusi penangkapan
ikan secara ilegal, tetapi juga memerhatikan kepastian usaha sektor perikanan di Tanah
Air. "Bukan penenggelaman kapal yang menjadi minat investor untuk datang ke Indonesia,
melainkan kepastian usaha," kata Abdul Halim. Abdul Halim yang juga Direktur Eksekutif
Pusat Kajian Maritim untuk kemanusiaan itu juga berpendapat bahwa regulasi yang
dihasilkan perlu menjamin keberlangsungan usaha setidaknya untuk tiga sampai lima
tahun.

44
ANALISIS USAHA BUDIDAYA MUTIARA

Budidaya tiram mutiara ini menggunakan teknologi sederhana dan modern.


Teknologi sederhana berupa rakit tempat pemeliharaan sedangkan tekonologi modern yang
digunakan adalah bioteknologi untuk perawatan tiram dari spat sampai tiram siap untuk
dioperasi. Usaha budidaya mutiara menggunakan tenaga kerja keamanan dengan biaya
yang cukup besar untuk mencegah terjadinya penjarahan.

Siklus produksi adalah 5 tahun sejak awal usaha dengan melakukan penyuntikan
pada spat umur 1,5 tahun. Mutiara dapat dipanen 1,5 tahun setelah penyuntikan. Masa
tunggu panen kedua dan ketiga dari proses penyuntikan hanya 1 tahun. Setelah panen
pertama, tiram dapat disuntik lagi untuk dipanen 1 tahun berikutnya. Penyuntikan dapat
dilakukan 3 kali pada tiram yang sama sehingga selama 5 tahun dapat dilakukan 3 kali
panen.

ASUMSI DASAR PERHITUNGAN

Asumsi dan jadwal Kegiatan Budidaya Mutiara


No Asumsi Satuan Jumlah/nilai
1 Periode proyek Tahun 6
2 Luas tanah dan area budidaya
Luas tanah untuk kantor dan gudang m2 2.500
Jumlah jalur area budidaya jalur 30
3 Pembenihan
Siklus usaha Tahun 5
Lama pemeliharaan Tahun 1.5
Ukuran spat cm 2-3 cm
Ukuran siap dioperasi cm minimal 9 cm
Intensitas operasi tiap siput kali 2 – 3 kali
Jangka waktu panen 1 dan ke 2 Tahun 1
Jangka waktu panen 2 dan ke 3 Tahun 1
4 Harga mutiara dan siput
a. Spat ukuran 2 – 3 cm Rp/cm 2.500
b. Harga mutiara Rp/gram 400.000
5 Tenaga kerja
a. Tetap (termasuk manajemen) orang 5
b. Tidak tetap orang 3
c. Tenaga keamanan orang 9
6 Pakan untuk spat sampai panen tidak ada
7 Satu tahun jumlah bulan 12

45
8 Resiko kegagalan panen persen 30
9 Isi kolektor ekor 200 – 300
10 Isi net (waring) ekor 20
11 Isi keranjang ekor 10
12 Harga nukleus Rp/kg 4.000.000
13 Kebutuhan nukleus kg 10
14 Biaya operasi nukleus ke siput Rp 10.000
15 Jumlah spat yang dipelihara ekor 5.000

BIAYA INVESTASI DAN OPERASIONAL

(1). Kebutuhan Investasi

Secara rinci, kebutuhan investasi untuk proyek budidaya mutiara ini adalah sebagai berikut
:

Tabel 5.2. Investasi Budidaya Tiram Mutiara


Jenis Investasi Nilai (Rp) Penyusutan (Rp)
Perijinan 25.000.000
Sewa tanah 75.000.000 15.000.000
Kontruksi tambak 59.700.000 16.500.000
Peralatan Budidaya Mutiara 110.100.000 22.260.000
Bangunan 156.000.000 31.200.000
Jumlah 425.800.000 84.960.000
Sumber dana investasi:
a. Kredit 70 % 298.060.000
b. Dana sendiri 30 % 127.740.000

Investasi yang dibutuhkan untuk budidaya mutiara ini adalah Rp 425.800.000 dengan
umur proyek selama 5 tahun, maka nilai penyusutan per tahunnya adalah Rp. 84.960.000.
Investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari beberapa komponen seperti
biaya perijinan, sewa tanah, sewa bangunan, kontruksi rakit untuk budidaya, dan peralatan-
peralatan lainnya. Dalam proyek ini, areal budidaya adalah diperairan laut tenang sehingga
luas areal budidaya diukur dalam satuan jalur penggantung tiram untuk budidaya mutiara.

(2). Biaya Operasional

Biaya operasional pada budidaya mutiara sedikit berbeda dengan biaya operasional untuk
budidaya produk perikanan lainnya. Biaya operasional pada budidaya mutiara lebih
banyak bersifat tetap sepanjang waktu, mulai dari penebaran spat sampai dengan masa
panen. Hal ini dikarenakan pada budidaya mutiara, tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk

46
pakan. Biaya operasional pada budidaya mutiara terdiri dari biaya pembelian spat (anakan
tiram mutiara), biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya, seperti
penyuntikan/operasi tiram mutiara.

Tabel5.3.
Biaya Operasional Budidaya Tiram Mutiara
No Jenis Biaya Nilai
1 Biaya pembelian spat dan nukleus 52.500.000
2 Biaya tenaga kerja tetap 450.000.000
3 Biaya tenaga kerja tidak tetap 82.125.000
4 Biaya tenaga keamanan 648.000.000
5 Biaya bola lampu sorot 1.500.000
6 Biaya Operasional dan lain-lain 268.406.250
Jumlah 1.502.531.250

Tabel di atas menunjukkan besarnya pengeluaran biaya operasional budidaya tiram


mutiara selama lima tahun. Secara rinci (pada lampiran 4) dapat dilihat bahwa biaya
operasional untuk tahun pertama adalah Rp. 311.606.250. untuk tahun kedua biaya
operasionalnya adalah Rp. 309.606.250. Perbedaan ini disebabkan karena adanya biaya
yang harus dikeluarkan pada tahun kedua dan tahun ketiga untuk penyuntikan/operasi
tiram mutiara, yang biayanya Rp. 10.000 per tiram mutiara.

Dana yang digunakan untuk investasi ini dilakukan pada tahun nol proyek. Sumber dana
pembiayaan investasi diasumsikan 70 persen berasal dari kredit (Rp. 298.060.000) dan 30
persennya modal sendiri (Rp. 127.740.000.). Sumber kredit berasal dari perbankan dan
jenis kredit komersial, yang syarat dan tingkat bunganya disesuaikan dengan kondisi
masing-masing bank. Untuk proyek budidaya mutiara ini, suku bunga kredit adalah 17%
menurun.

KEBUTUHAN KREDIT DAN MODAL KERJA

Dana yang dibutuhkan untuk budidaya mutiara ini diperoleh dari dua sumber, yaitu dari
modal sendiri dan dari kredit bank. Secara rinci, sumber dana untuk budidaya mutiara ini
adalah sebagai berikut:

47
Tabel 5.4.
Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja
No Rincian Biaya Proyek Total Biaya
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit (70%) 298.060.000
b. Dana sendiri (30%) 127.740.000
Jumlah dana investasi 425.800.000
2 Dana modal kerja yang bersumber dari
a. Kredit (0%) 0
b. Dana sendiri (100%) 621.212.500
Jumlah dana modal kerja 621.212.500
3 Total dana proyek yang bersumber dari
a. Kredit 298.060.000
b. Dana sendiri 748.952.500
Jumlah dana proyek 1.047.012.500
Sumber : Lampiran 5

Dana untuk biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar seluruh biaya investasi pada
tahun 0 proyek, yaitu Rp. 425.800.000. Modal kerja yang diperlukan sampai dengan
perusahaan memperoleh penghasilan (tahun 1 dan tahun 2) adalah sebesar Rp.
621.212.500.

Jenis kredit yang diberikan dari bank adalah jenis kredit komersial dengan tingkat bunga
yang sama untuk jenis usaha lainnya yang berlaku di masing-masing bank.

PROYEKSI PRODUKSI DAN CASH FLOW

Setelah dilakukan penyuntikan atau operasi memasukkan inti bundar pada ukuran tiram
mutiara 9 – 10 centimeter atau setelah 1,5 tahun, maka produksi tiram mutiara akan terjadi
pada 1,5 tahun kemudian atau pada tahun ke 3. Dengan mengoperasi 5.000 tiram mutiara,
maka akan diperoleh hasil Rp 1.750.000.000 angka ini memperhitungkan kegagalan
maksimal 50 persen dengan harga Rp 400.000 per gram. Secara lengkap, total aliran kas
untuk budidaya mutiara ini selama 5 tahun adalah sebagai berikut :

48
Tabel 5.5.
Total Aliran Kas Selama Umur Proyek Budidaya Tiram Mutiara
No Pendapatan dan Pengeluaran Nilai (Rp)
1 Pendapatan
Penjualan mutiara 5.250.000.000
2 Pengeluaran 0
a. Investasi 0
(1) Perijinan 25.000.000
(2) sewa tanah dan
75.000.000
bangunan
(3) Kontruksi tambak 59.700.000
(4) Peralatan Budidaya Mutiara 110.100.000
(5) Bangunan 156.000.000
Jumlah Biaya Investasi 425.800.000
b. Biaya operasional dan lain-
0
lain
Biaya pembelian spat 12.500.000
Biaya pembelian nukleus 40.000.000
Perawatan benih sampai operasi 0
Biaya tenaga kerja tetap 450.000.000
Biaya tenaga kerja tidak
82.125.000
tetap
Biaya tenaga keamanan 648.000.000
Biaya bola lampu sorot 1.500.000
Biaya Operasional dan lain-
268.406.250
lain
Jumlah biaya operasional 1.502.531.250
3 Surplus/defisit 3.321.668.750

Dilihat dari cash flow selama lima tahun (dapat dilihat pada Lampiran 8) bahwa pada pada
tahun 0 sampai tahun 2, proyek ini mengalami defisit karena tiram yang dibudidayakan

49
belum menghasilkan mutiara. Pada tahun ketiga sampai tahun ke-5, proyek budidaya ini
akan memberikan keuntungan Rp 3.321.668.750.

PROYEKSI RUGI LABA DAN BEP

Hasil produksi mutiara tergantung pada jumlah tiram yang disuntik atau dioperasi. 5.000
ekor dioperasi akan menghasilkan Rp. 1.750.000.000. Hasil produksi dari budidaya
mutiara ini adalah butiran mutiara, untuk daging tiram dan kulit tiram tidak dijual sehingga
tidak memberikan nilai ekonomis. Proyeksi pendapatan bersih adalah sebagai berikut :

Tabel 5.6.
Proyeksi Keuntungan dan Kerugian Budidaya Tiram Mutiara
Selama 5 Tahun

Tahun Surplus/Defisit (Rp)


1 -402.066.250
2 -474.581.250
3 1.126.180.938
4 1.083.255.938
5 1.083.255.938
Jumlah 2.416.045.313

Keuntungan ini akan terus dinikmati petani budidaya mutiara seteleh panen tahun pertama
sampai dengan panen ke dua dan ketiga karena satu tiram mutiara dapat menghasilkan
mutiara 2 sampai 3 kali (sesuai asumsi). BEP rata-rata penjualan adalah Rp. 192.936.286.

PROYEKSI ARUS KAS DAN KELAYAKAN PROYEK

Dari hasil perhitungan arus kas diperoleh IRR sebesar 24,49%n, NPV Rp. 365.855.344,17
dan Net B/C Ratio lebih besar dari 1, hal ini menunjukkan bahwa proyek ini layak
dilaksanakan. PBP (payback period) untuk proyek budidaya mutiara ini adalah 3 tahun 8
bulan. Artinya seluruh biaya investasi pada proyek tersebut dapat dikembalikan dalam
masa tersebut dan hasil penjualan pada tahun-tahun berikutnya merupakan pendapatan
bersih dari investasi proyek.

50
Tabel 5.7.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara

Kriteria Kelayakan Nilai


NPV DF 17% (Rp) 365.855.344,17
Net B/C Ratio DF
17% 1,2321
IRR (%) 24,49%
PBP Usaha 3 tahun 8 bulan
PBP Kredit 2 tahun 9 bulan

ANALISIS SENSITIVITAS DAN KELAYAKAN PROYEK Dalam suatu proyek,


penerimaan dan biaya operasional diasumsikan dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam
kenyataannya penerimaan dan biaya operasional mungkin saja mengalami perubahan.
Untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan pendapatan dan biaya operasional terhadap
kelayakan proyek, maka dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ini dibagi
menjadi dua, yaitu analisis sensitivitas pendapatan dan analisis sensitivitas biaya
operasional.

Sensitivitas Pendapatan

Pada skenario yang pertama ini, pendapatan diasumsikan mengalami penurunan sebesar
12%, sehingga total pendapatan yang diperoleh hanya 88%. Nilai Net BC Ratio dengan
penurunan pendapatan ini adalah lebih besar dari 1 sehingga masih layak dilaksanakan.
Apabila pendapatan turun 13%, maka proyek ini sudah tidak layak lagi untuk dilaksanakan
karena Net BC Ratio dibawah 1 dan NPV lebih kecil dari nol (negatif). Secara rinci, hasil
skenario ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

51
Tabel 5.8.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara
Biaya Operasional Naik
Kriteria Kelayakan
12% 13%
NPV DF 17% (Rp) 26.887.675,20 -1.359.630,55
Net B/C Ratio DF 17% 1,0171 0,9991
IRR 17,59% 16,97%
PBP Usaha 4 tahun 6 bulan 4 tahun 6 bulan
PBP Kredit 3 tahun 3 bulan 3 tahun 3 bulan

Sensitivitas Biaya Operasional

Tabel 5.9.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara
Biaya Operasional Naik
Kriteria Kelayakan
38% 39%
NPV DF 17% (Rp) 169.796,63 -9.453.507,25
Net B/C Ratio DF 17% 1,0001 0,9947
IRR 17% 16,81%
PBP Usaha 4 tahun 6 bulan 4 tahun 6 bulan
PBP Kredit 3 tahun 3 bulan 3 tahun 3 bulan

Kenaikan biaya operasional lebih dari 38% akan mengakibatkan usaha ini menjadi tidak
layak dengan IRR sebesar 16,81% dan Net B/C Ratio lebih kecil dari 1.

52
Sensitivitas Gabungan

Tabel 5.10.
Kelayakan Proyek Budidaya Mutiara Sensitivitas Gabungan
Pendapatan = 91 % Pendapatan = 90 %
Kriteria Kelayakan
Biaya Operasional = 109% Biaya Operasional = 110%
NPV DF 17% (Rp) 25.019.857,50 -12.850.752,13
Net B/C Ratio DF 17% 1,0154 0,9921
IRR 17,54% 16,72%
PBP Usaha 4 Tahun 6 Bulan 4 Tahun 6 Bulan
PBP Kredit 3 Tahun 3 Bulan 3 Tahun 3 Bulan

Gabungan perubahan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 9%


masih layak untuk usaha budidaya mutiara ini. Proyek menjadi tidak layak pada penurunan
pendapatan sebesar 10% dan pda saat yang bersamaan terjadi kenaikan biaya operasional
sebesar 10%.

53

Anda mungkin juga menyukai