Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pakan sangat berperan dalam pertumbuhan ikan. Kandungan pakan yang
baik meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang seimbang
(Murtidjo, 2001). Bahan utama dalam pakan ikan buatan adalah tepung ikan
karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Tingginya harga tepung ikan
merupakan masalah bagi para petani ikan terutama pengelola budidaya sistem
intensif, karena biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan bisa mencapai 60
sampai 70% dari total biaya produksi. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk
menekan biaya pakan perlu dicari bahan baku pakan alternatif yang harganya
lebih murah dan memiliki kandungan protein tinggi sesuai dengan kebutuhan
ikan. Alternatifnya adalah penggunaan tepung maggot (Sahwan, 2003).
Maggot dapat dijadikan sebagai salah satu bahan baku alternatif dalam
pakan buatan karena dapat diproduksi secara budidaya dengan memanfaatkan
limbah produk pertanian dan peternakan seperti ampas tahu, bungkil sawit dan
kotoran unggas (Huda, 2012). Budidaya maggot dapat dilakukan dengan
berbagai media. Maggot segar (fresh maggot) yang diperoleh dari hasil
fermentasi bungkil sawit memiliki kandungan protein cukup tinggi yaitu sebesar
42%. Bentuk pemanfaatannya yaitu dengan mengolahnya menjadi tepung. Hasil
analisis proksimat yang dilakukan diketahui bahwa tepung maggot memiliki
kandungan protein sebesar 35,19%. Tingginya kandungan protein tepung maggot ini
diharapkan mampu mengurangi tingkat penggunaan tepung ikan sehingga dapat
mengurangi biaya pengadaan pakan.
Penelitian tentang pemanfaatan tepung maggot, khususnya pada ikan air
tawar sebagai pengganti tepung ikan telah dilakukan pada beberapa jenis ikan,
yaitu benih ikan nila (Oreochromis niloticus) (Retnosari, 2007). , ikan lele dan
ikan hias balashark (Balanthiocheilus melanopterus Bleeker). Hasil penelitian
Retnosari (2007) pada benih ikan nila menunjukkan bahwa subtitusi tepung ikan
oleh tepung maggot sebesar 55% (kadar protein 30.4%), 65% (kadar protein
30.22%), 75% (kadar protein 28.92%), 85%(kadar protein 27.64%), dan 95%
(kadar protein 26.35%) menghasilkan pertumbuhan benih ikan nila yang tidak
berbeda. Kadar protein yang dihasilkan masih dalam rentang layak kebutuhan
benih ikan nila.

B. Tujuan Dan Manfaat Praktikum

a. Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya maggot adalah :
1. Mengetahui bagaimana teknik budidaya maggot dalam skala kecil
2. Mengetahui cara budidaya maggot dengan menggunakan berbagai media.
b. Manfaat
Manfaat praktikum budidaya maggot adalah mahasiswa dapat mengetahui
teknik budidaya maggot dengan menggunakan berbagai media.

II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum budidaya maggot adalah
ember plastik atau baskom, jaring, penyemprot, gunting, tali raffia dan
timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan adalah kotoran puyuh, dedak, ampas tahu,
madu, pellet D0, dan daun pisang kering.

B. Prosedur Kerja

a. Media Dedak
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan maggot
dengan media dedak
2. Baskom/ wadah dicuci dengan tujuan mencegah bakteri yang tidak
dibutuhkan tidak muncuk dan mengganggu proses budidaya maggot
3. Dimasukkan dedak dan pellet secara bersamaan ke dalam ember dengan
perbandingan yang sudah ditentukan
4. Diaduk dedak dan pellet serta ditambahkan air sedikit demi sedikit
5. Dimasukkan ampas tahu secukupnya sambil ditambah air sedikit demi
sedikit
6. Diaduk semua bahan yang sudah dimasukkan hingga merata
7. Disemprotkan madu yang sudah diencerkan dengan air ke dalam wadah/
baskom
8. Ditutup bahan tersebut dengan daun pisang kering secukupnya
9. Disemprotkan kembali bahan tadi dengan madu sedikit demi sedikit
10. Diperiksa media tersebut setiap hari, jika media kering, tambahkan madu
dengan cara disemprotkan dan jika media terlalu basah maka tambahkan
dedak secukupnya
11. Maggot siap panen pada umur 10-14 hari

b. Media Kotoran Puyuh


1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan maggot
dengan media kotoran puyuh
2. Baskom/ wadah dicuci dengan tujuan mencegah bakteri yang tidak
dibutuhkan tidak muncuk dan mengganggu proses budidaya maggot
3. Dimasukkan dedak dan kotoran puyuh secara bersamaan ke dalam ember
dengan perbandingan yang sudah ditentukan
4. Diaduk dedak dan kotoran puyuh serta ditambahkan air sedikit demi
sedikit
5. Disemprotkan madu yang sudah diencerkan dengan air ke dalam wadah/
baskom
6. Ditutup bahan tersebut dengan daun pisang kering secukupnya
7. Disemprotkan kembali bahan tadi dengan madu sedikit demi sedikit
8. Diperiksa media tersebut setiap hari, jika media kering, tambahkan madu
dengan cara disemprotkan dan jika media terlalu basah maka tambahkan
dedak dan kotoran puyuh secukupnya
9. Maggot siap panen pada umur 10-14 hari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 3.1 Data Kelompok Hasil Budidaya Maggot


Kelompok Media Bobot total Jumlah total maggot
Budidaya maggot
1 dedak
2 dedak 0,1 g 32 ekor
3 dedak 175 g 225 ekor
4 Kotoran puyuh 0g 18 ekor
5 Kotoran puyuh 3,87 g 36 ekor
Gambar 3.6 Kotoran Puyuh dan dedak dicampur dengan sedikit air

Gambar 3.7 Disemprot dengan madu yang sudah diencerkan dengan air
Gambar 3.8 Ditutup dengan daun pisang kering secukupnya

Gambar 3.9 Media budidaya yang ditutupi menggunakan jaring

Gambar 3.10 Maggot yang tumbuh selama 10-14 hari

Gambar 3.11 Maggot yang dipanen, kemudian ditimbang


B. Pembahasan

Maggot merupakan telur lalat yang berasal dari metamorfosis pada fase
kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi
lalat dewasa. Larva itu hidup pada daging yang membusuk. Larva kadang juga
hidup menginvestasi pada luka hewan yang masih hidup. Tepung maggot
mempunyai kualitas yang cukup baik. Tepung maggot mengandung protein yang
sangat tinggi. Hasil penelitian dari Loka Riset Kementerian Kelautan dan
Perikanan menyebutkan, maggot memiliki kadar protein yang sama dengan
tepung ikan yaitu sekitar 40-50%. Tepung maggot mengandung protein, lemak,
serat kasar, dan BETN berturut-turut adalah 45.01%, 16.78%, 21.97% dan 0.15%
dalam bobot kering (Hadadi et al., 2007).
Maggot alias belatung sebenarnya larva lalat Hermetia illucens. Lalat
hermetia berwarna hitam pekat sehingga dijuluki black soldier. Lalat ini
menyerupai bentuk tabuhan Trypoxylon politum, sebangsa lebah. Hermetia
dijumpai hidup di sela-sela tanaman penutup tanah wedelia Wedelia trilobata
yang gampang ditemui di sekitar lingkungan tempat tinggal. Telur lalat yang
menetas, menjadi larva instar pertama kira-kira 2 mm, panjang tumbuh sebelum
shedding kulit sekitar 5 mm. Larva instar kedua tumbuh menjadi sekitar 10 mm
sebelum mereka melepaskan kulit mereka menjadi larva instar ketiga. Larva
instar ketiga tumbuh antara 15 mm dan 20 mm sebelum berkelana sebagai pra-
kepompong. Maggot adalah mesin makan yang luar biasa. Ujung-ujung depan
mereka dipersenjatai dengan mulut kait yang digunakan untuk mengoyak daging
busuk/mayat. Ujung belakang mereka terdiri dari sebuah kamar, di mana anus
mereka dan posterior terletak pada spiracles. Mereka juga memiliki spiracles
anterior). Spiracles digunakan untuk bernapas, dan kepemilikan spiracles di
lokasi posterior membuat belatung dapat makan 24 jam sehari. Kepala dan ekor
blatung terdapat otot, tersegmentasi tubuh, usus sederhana dan sepasang kelenjar
ludah yang sangat besar (Syamsudi, 2010).
Klasifikasi lalat Hermetia illucens menurut Linnaeus (1758) adalah
sebagai berikut,
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Subordo : Brachycera
Superfamili : Stratiomyoidea
Famili : Stratiomyidae
Genus : Hermetia
Spesies : Hermetia illucens
Budidaya maggot dapat dilakukan menggunakan media kotoran puyuh
atau media dedak. Berdasarkan penelitian media yang menghasilkan jumlah
maggot terbanyak yaitu media tepung pollard dan dedak hal itu tampak dari
jumlah rata-rata maggot yang dihasilkan yaitu secara berurut 456,6 g maggot
pada media pollard dan 430 g maggot pada media dedak. Dedak padi yang
digunakan sebagai media pertumbuhan maggot merupakan hasil sampingan
proses pemecahan kulit gabah, yang terdiri atas lapisan kutikula sebelah luar dan
hancuran sekam. Dedak ini mengandung nutrient yang dibutuhkan oleh maggot.
Menurut Murni et al (2008), dedak mengandung nutrisi sebagai berikut yaitu
protein kasar 12-14%, kadar lemak 7-19%, kadar abu 9-12%, serat kasar 8-13%,
dan BETN 64-42%. Kandungan nutrient ini yang merangsang Black soldier
untuk berproduksi di media yang telah disediakan. Dedak yang paling baik
adalah dedak halus yang didapat dari proses penyosohan beras. Dedak yang
digunakan untuk proes kultur maggot tidak sulit diperoleh karena produksi dedak
di Indonesia cukup banyak yaitu dapat mencapai empat juta ton dan murah, hal
itu tampak dari produksi padi Indonesia. Bahan dedak padi ada 2 macam yaitu
dedak halus (katul) dan dedak kasar. Maggot akan mengkonversi protein dan
berbagai nutrirnt menjadi biomassa maggot. Maggot ini akan mereduksi nutrient
yang terdapat di media sebesar 50-70% (Gary, 2009).
Telur Black soldier menetas setelah 3 – 6 hari. Black soldier pada saat
meletakkan telur Black soldier betina akan memastikan tempat mereka bertelur
dekat dengan sumber makanan yang tercukupi. Perilaku induk Black soldier
dalam menempatkan telur ada kaitannya dengan ketersediaan makanan
yang cocok untuk kehidupan maggot. Wadah penelitian yang sering
dihinggapi oleh Black soldier adalah perlakuan B dan C (50% ampas tahu 50%
kotoran ayam dan 75% ampas tahu 25% kotoran ayam) hal ini karena
kecocokan pada media kultur. Serangga Hermetia illucense betina meletakkan
telurnya disekitar sumber makanan, seperti disekitar peternakan ayam, tumpukan
limbah bungkil sawit, dan disekitar kotoran hewan. Media kotoran heawan yang
kondisi media kultur terlihat kering, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap
kesesuaian media untuk induk Black soldier meletakkan telurnya sebab
pernyataan fahmi et al (2009), pada saat telur menetas larva maggot
memiliki karakter menyerap air.
Maggot merupakan larva lalat black soldier atau serangga bunga,
memiliki tekstur yang kenyal, dan memiliki kemampuan untuk mengeluarkan
enzim alami. Enzim tersebut berfungsi untuk bahan yang sebelumnya sulit
dicerna dapat disederhanakan dan dapat dimanfaatkan oleh ikan. Maggot
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 42%. Kelebihan lain
yang dimiliki maggot adalah memiliki kandungan antimikroba dan anti jamur.
Kandungan antimikroba dan anti jamur apabila dikonsumsi oleh ikan akan
meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit bakterial dan jamur
(Retnosari, 2007).
Berdasarkan praktikum budidaya maggot yang telah dilakukan oleh
kelompok kami, menggunakan media kotoran puyuh. Metode kerja yang
dilakukan yaitu menimbang kotoran puyuh dan dedak halus sebanyak 2
kilogram. Dedak halus dan kotoran puyuh dicampur dan diberi air sedikit demi
sedikit hingga merata, disemprot madu yang telah diencerkan dengan air dan
ditutup dengan daun pisang kering secukupnya, kemudian ditutupi dengan jaring.
Beberapa hari kemudian dilakukan pengamatan pertumbuhan maggot, apabila
media terlalu kering dapat disemprot dengan madu. Maggot dapat dipanen
berkisar antara 10-14 hari. Hasil praktikum yang didapat untuk pertumbuhan
maggot kelompok kami yaitu maggot mengalami pertumbuhan yang lambat,
berat biomassa yaitu 0 gram karena ukuran maggot yang kecil dan hanya terdapat
18 ekor, hal tersebut dikarenakan media yang kurang lembab dan faktor
lingkungan lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Silmina et al (2013),
banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya maggot, yaitu kondisi
lingkunga budidaya maggot dan kandungan nutrien bahan. Kondisi
lingkungannya, maggot menyukai kondisi lingkungan yang lembab, begitu juga
dengan kandungan nutrient pada media tumbuh maggot. Kandungan nutrien yang
optimum sangat penting bagi pertumbuhan biomassa maggot. Menurut Duponte
dan Larish (2003), bahan yang cocok bagi pertumbuhan maggot adalah bahan
yang banyak mengandung bahan organik. Berdasarkan jurnal Kadarini (2015),
lalat Hermetia illucens ini hidup di sela-sela tanaman dan telurnya dapat
ditetaskan dalam media ampas tahu, bungkil kelapa sawit dan kotoran ayam.
Media ini selain berpengaruh terhadap produksi larva juga kandungan protein.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum budidaya maggot dapat disimpulkan bahwa :


1. Teknik budidaya maggot dalam skala kecil dapat dilakukan dengan metode
kerja yaitu ampas tahu, dedak, dan pellet D0 dicampur kemudian diberi air
sedikit, lalu disemprot menggunakan madu yang telah diencerkan oleh air
dan ditutup daun pisang kering secukupnya kemudian ditutup jaring. Metode
kerja menggunakan kotoran puyuh yaitu dicampur dengan dedak diberi air
sedikit demi sedikit, disemprot dengan madu, ditutup daun pisang kering
secukupnya, kemudian ditutup jaring, ketika masa pemeliharaan media
tumbuh maggot tidak boleh kering dan harus tetap lembab. Maggot dapat
dipanen berkisar antara 10-14 hari.
2. Budidaya maggot dapat dilakukan dengan menggunakan kotoran unggas atau
kotoran puyuh dan dedak.

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah praktikan lebih sering untuk
mengecek media budidaya agar tidak kering dan tetap lembab. Kotoran puyuh
yang digunakan sebaiknya kotoran yang sudah dikeringkan dan dijemur.
DAFTAR REFERENSI

Duponte M.W dan Larish L.B. Tropical agriculture and human resource (CTAHR).
Hawaii.

Fahmi, M.R., Hem, S. 2009. Potensi Maggot Sebagai Salah Satu Sumber Protein
Pakan ikan. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Depok: Jalan
Perikanan No. 13 Kampung Baru, Depok

Gary. 2009. Black soldier fly larva. Australia: University of Queensland.


Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman, A., Ridwan, E. 2007. Pemanfaatan Limbah
Sawit untuk Pakan Ikan. Jakarta :PT. Gramedia.

Huda, C. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Ampas Kelapa dan Dedak Padi
Terhadap Produksi Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucas)
sebagai Bahan Pakan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Kadarini,T . 2015. Dukungan Kelestarian Keanekaragaman melalui Jenis Pakan Ikan


Sumpit (Toxotes jaculatrix) yang dipelihara pada salinitas 8 ppt. Jurnal
Pros Semnas Biodiversitas Indonesia. vol 1 (8),pp :2034-2038.

Linnaeus.1758. The Taxonomicon. Boca Raton: Taylor and Francis group.

Murni R, Akmal, Suparjo, BL Ginting.. 2008. Pemanfaatan limbah sebagai bahan


pakan ternak 3. Universitas Jambi: Laboratorium Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan.

Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius: Yogyakarta.

Retnosari, D. 2007. Pengaruh Pemberian Tepung Maggot pada pertumbuhan ikan nila
(Oreochromis niloticus). Yogyakarta: Kanisius.

Sahwan, M. F. 2003. Pakan Ikan dan Udang: Formulasi, Pembuatan, Analisa


Ekonomi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Silmina, D., Gebbie, E & Mardian, P. 2013. Efektifitas berbagai Media Budidaya
terhadap Pertumbuhan Maggot Hermetia illucens. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Syamsuddin, R. 2010. Sektor Perikanan Kawasan Indonesia Timur: Potensi,
Permasalahan dan Usaha. Jakarata: PT. Perca.

Anda mungkin juga menyukai