TESIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit
dan Kelamin
i Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam sejahtera,
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih karunia dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberi saya kesempatan untuk belajar di institusi ini dan
membantu saya selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS) dan dalam penyusunan tesis ini. Seperti kata pepatah “tak ada
gading yang tak retak”, saya menyadari segala kelemahan dan kekurangan
yang melekat pada saya, maka dengan segala kerendahan hati saya
menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak terkait semua
kesalahan dan kekhilafan saya selama menjalani pendidikan di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta.
Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr. Nelson Martins, PhD selaku
Menteri Kesehatan Timor Leste periode terdahulu dan dr. Sergio Lobo, SpB
selaku menteri Kesehatan Timor Leste periode sekarang, Dr. dr. Ratna
Sitompul, SpM(K) selaku Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K)
sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode terdahulu, dan Dr. dr.
Czeresna H. Soejono, SpPD-KGer, M.Epid, FCAP, FINASIM sebagai
direktur utama RSCM saat ini, Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD
KEMD selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani masa pendidikan
dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM Jakarta melalui jalinan
kerja sama antara kedua Negara Timor Leste dan Indonesia dalam upaya
membangun sumber daya manusia di Timor Leste.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada Dr. dr. Tjut
Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya
untuk menjalani pendidikan dokter spesialis semasa kepemimpinan beliau
sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM. Saya juga menghaturkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya,
iv Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
SpKK(K) selaku Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini. Ungkapan
terima kasih setinggi-tingginya saya sampaikan kepada seluruh, guru besar,
kepala divisi dan staf pengajar Departemen IKKK FKUI-RSCM yang telah
dengan sabar dan penuh pengertian akan segala kelamahan dan kelambatan
saya dalam proses belajar, tetap mendidik, membimbing, menasihati dan
mendukung saya.
Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada
Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD selaku Ketua Program Studi
(KPS) pendidikan dokter spesialis IKKK FKUI-RSCM dan anggota Panitia
Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI-RSCM. Di tengah kesibukan beliau
yang padat, beliau selalu menyempatkan bertanya tentang progres
pendidikan saya dan selalu mengingatkan untuk cepat menyelesaikan
pendidikan agar dapat segera mengabdi di kampung halaman saya, Timor
Leste. Di masa awal pendidikan ini, dimana saya merasa ragu, beliau tetap
memberi dorongan dan nasehat untuk meneruskan pendidikan. Tentunya
ada kekurangan ataupun kesalahan yang telah saya lakukan tanpa saya
sadari selama masa pendidikan ini, saya mohon untuk dimaafkan dengan
tulus. Saya hanya bisa mendoakan semoga Prof. dr. Kusmarinah Bramono,
SpKK(K), PhD selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa: kesehatan,
kebahagiaan dan kesuksesan dalam tugas-tugas dan tanggung jawab yang
diemban.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K)
sebagai Sekretaris KPS periode lalu dan sebagai Koordinator Penelitian
Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini, serta kepada dr. Larissa
Paramitha, SpKK sebagai Sekretaris KPS periode saat ini atas saran,
bimbingan, semangat dan dorongan kepada saya selama menjalani
pendidikan.
Kepada dr. Emmy Soedarmi S. Daili, SpKK(K), saya haturkan limpah
terima kasih saya kepada beliau. Beliaulah yang pertamakali mencetuskan
ide penelitian mengenai frambusia di Timor Leste, dan terus mendukung
dan mengingatkan betapa bergunanya penelitian ini.
Rasa terima kasih dan ungkapan rasa hormat yang tidak terhingga saya
v Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
haturkan kepada
Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K). Beliau selalu menyemangati,
mendorong, memberikan informasi, dan arahan-arahan mengenai ide
penelitian frambusia ini sedari awal. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu
menanyakan mengenail progress dari ide penelitian ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada dr. Sondang P.
Sirait, SpKK(K), selaku pembimbing akademik saya yang selalu
menyempatkan bertanya mengenai progres pendidikan saya.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada
dr. Farida Zubier, SpKK(K) selaku pembimbing dan dr. Erdina H. D.
Pusponegoro, SpKK(K) selaku pembimbing tesis dan pembimbing substansi
serta Kepala Divisi Dermatologi Umum Departemen IKKK FKUI-RSCM
yang selalu penuh semangat membimbing, mengarahkan dan memberi
masukan-masukan dalam penyusunan baik proposal maupun tesis ini.
Perhatian, pengertian dan kesabaran yang sangat besar lebih saya rasakan
lagi dari beliau berdua selama proses pengerjaan penelitian di Dili dengan
segala kekurangannya hingga penyusunan tesis ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada dr. Herman
Cipto,SpKK(K) dan dr. Inge Ade Krisanti, SpKK selaku penguji proposal
penelitian dan, dr Triana Agustin, SpKK serta dr Endi Novianto, SpKK
selaku penguji tesis yang juga telah memberikan asupan dan koreksi
sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Ahmad Fuady, MSc, selaku pembimbing statistik saya atas
kesabaran dan kesediaannya untuk memberi bantuan, asupan dan koreksi
statistik sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada dr. Rompu Roger
Aruan, SpKK yang juga telah ikut serta dan selalu memberi semangat dalam
menjalankan penelitian terutama saat menghadapi kesulitan terkait situasi di
lapangan dengan segala kekurangan dan keterbatasan.
Saya juga berterimakasih kepada rekan penelitian saya, dr. Rani
Rachmawati, yang juga telah memutuskan untuk ikut meneliti bersama saya
di Timor Leste yang merupakan tempat yang jauh dari keluarga di saat
vi Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
menjelang bulan puasa.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Direktur Laboratorium
Nasional Dili-Timor Leste, dr. Maria Santina Gomes beserta seluruh
staf/tenaga laboratorium yang telah ikut membantu/memfasilitasi sehingga
penelitian ini dapat berjalan hingga akhir.
Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada dr. Domingas Angela
Sarmento selaku NPO (National Profesional Officer) for Family and
Community Health, WHO Timor Leste, dr. Ines Teodora Almeida selaku
Kepala Departemen CDC KeMenKes Timor Leste, dr. Irene de Carvalho
selaku Direktur Nasional Etik dan Penelitian, KeMenKes Timor Leste,
bapak Carlito Freitas selaku Direktur Nasional Kesehatan Masyarakat
KeMenKes Timor Leste dan bapak Duarte Ximenes selaku Direktur
Nasional Sumber Daya Manusia KeMenKes Timor Leste atas bantuan dan
dukungannya selama proses konsultasi hingga pelaksanaan penelitian ini
baik di Dili maupun Manatuto. Semoga usaha dan kerja keras kita bersama
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan kesehatan
masyarakat Timor Leste.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK selaku
ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan
keterangan lolos kaji etik penelitian ini.
Kepada seluruh staf karyawan/karyawati/paramedis tata usaha,
perpustakaan, poliklinik dan rawat inap Departemen IKKK FKUI/RSCM,
saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan selama saya
menjalankan pendidikan dokter spesialis. Rasa terima kasih juga saya
ungkapkan kepada seluruh pasien di Departemen IKKK FKUI-RSCM
maupun rumah sakit jejaring yang telah memperkaya wawasan saya sebagai
calon dokter spesialis kulit dan kelamin.
Ungkapan rasa sayang dan terima kasih saya sampaikan kepada teman-
teman satu angkatan yang telah berbagi suka dan duka selama mengikuti
program pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM:
dr. Rani Rachmawati, SpKK dr. Vini Onmaya, SpKK, Ridha Rosandi,
SpKK dr. Sari Chairunnisa, SpKK dr. Stefani Rachel S. Djuanda, SpKK,
Tesis ini membahas kemampuan alat uji rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen whole blood dan serum dibandingkan dengan Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) dalam mendeteksi frambusia pada
anak usia 1-14 tahun di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste. Penelitian ini
merupakan uji diagnostik dengan rancangan potong lintang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen fingerprick whole blood sebagai pemeriksaan penunjang serologis
mampu mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan nilai sensitifitas
fingerprick whole blood sebesar 95%, spesifisitas 99,17%, Nilai Duga Positif
(NDP) sebesar 86,36%, Nilai Duga Negatif (NDN) sebesar 99,72%.
x Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
ABSTRACT
The aim of this study was to measure the performance of rapid test Hexagon
Syphilis® using whole blood and serum specimens compared to Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in detecting yaws in children age 1-14
years old. This is a diagnostic study with cross-sectional design. The results of the
performance of rapid test Hexagon Syphilis® from fingerprick whole blood was:
sensitivity 95%, specificity 99,17%, Positive Predictive Value (PPV) of 86,36,
Negative Predictive Value (NPV) of 99,72%.
Key words : yaws, rapid test Hexagon Syphilis, fingerprick whole blood,
serum, sensitivity, specificity, PPV, NPV, TPHA
xi Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
4.3 Akurasi hasil rapid test Hexagon Syphilis spesimen fingerprick whole
blood dan serum….................................................................................. 44
4.4 Hasil tambahan ........................................................................................ 44
Kerangka konsep…………………………………………………….. 23
Kerangka operasional………………………………………………… 36
xv Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
TP : Treponema pallidum
0
C : derajat Celcius
NTD : Neglected Tropical Diseases
WHO : World Health Organization
KM2 : Kilometer Persegi
VDRL : venereal disease research laboratory
POC : Point of care
TSS : tes serologi sifilis
RPR : rapid plasma regain
TPI : Treponema pallidum
TPPA : Treponema pallidum particle agglutination assay
FTA-ABS : fluorescent treponemal antibody absorption assay
RST : Rapid syphilis test
PKBI : Perkumpulan Kleuarga Berencana Indonesia
NDN : nilai duga negatif
NDP : nilai duga positif
T : Treponema
UNICEF : United Nations Children’s Fund
μm : mikromili
Cm centimeter
HPV : human papilloma virus
MHA-TP : microhemagglutination assay for antibodies to treponema pallidum
EIA : enzyme immunoassay
TPHA : Treponema pallidum hemagglutination assay
NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
IFA : Immunifluorescent assay
IHA : Indirect hemagglutination assay
xviii Universitas
Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
HIV : Human Immunodeficiency virus
IgG : imunoglobulin G
IgM : imunoglobulin M
kDa kiloDalton
Kg : kilogram
BB : Berat Badan
IU : International Unit
TCT : Total Community Treatment
TTT : Total Target Treatment
ml : mililiter
SP : Subyek Penelitian
N : number (besar sampel)
n : number (besar sampel keseluruhan )
P : prevalensi penyakit
SD : sekolah dasar
SMP : Sekolah Menengah Tingakt Pertama
SMA : Sekolah Mennegah Tingkat Atas
SPSS : statistical programme for social sciences
IMT : Indeks massa tubuh
OW : overweight
KM : kilometer
PENDAHULUAN
Status epidemiologi penyakit frambusia secara global sampai saat ini belum
diketahui pasti, namun banyak bukti menunjukkan kasus frambusia terus
meningkat di beberapa negara,5 sementara negara-negara yang dahulu endemis
tidak lagi memiliki kasus baru. Tahun 2011, WHO menyatakan bahwa negara
endemis frambusia di Asia Tenggara dan pasifik adalah Indonesia, Papua New
Guinea, Negara Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Vanuatu.6
1
Universitas Indonesia
juta kasus pada kelompok usia 16-24 tahun.6 Data epidemiologi ini menjadi dasar
pemilihan subyek dalam penelitian ini yakni populasi anak usia 1-14 tahun di
Timor Leste.
Target eradikasi penyakit frambusia pada abad 21 ini dapat dicapai karena adanya
beberapa faktor yang memudahkan yakni: manusia adalah satu-satunya pejamu
frambusia, infeksi hanya mungkin terjadi melalui kontak erat dengan penderita,
adanya rapid-test serologis yang dapat dilakukan di daerah terpencil, kebijakan
baru untuk terapi populasi resiko tinggi di daerah endemis, terapi terbaru dengan
azitromisin oral-dosis tunggal, penyakit ini hanya terdapat di beberapa negara,
berhasilnya eradikasi penyakit ini di India, dan dukungan yang besar terhadap
program kontrol, eliminasi dan eradikasi penyakit frambusia yang tergabung
dalam NTD.6
Timor Leste merupakan negara kecil beriklim tropis dengan luas wilayah 14.919
KM2. Terletak di sebelah timur pulau Timor. Bagian barat pulau Timor yakni
Kupang-Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi ke-23 Republik Indonesia.
Total penduduk berdasarkan sensus tahun 2010 ± 1,2 juta jiwa, dan sekitar 45%
penduduk berusia kurang dari 15 tahun. Sejumlah 70% penduduk tinggal di
daerah rural dengan sarana jalan, fasilitas kesehatan dan ketersediaan air bersih
masih sangat terbatas.7
Data pasti mengenai kasus frambusia di Timor Leste tidak tersedia, namun
terdapat laporan kasus dari 4 distrik yakni Aileu, Bobonaro, Lospalos dan
Viqueque.8 WHO memperkirakan sekitar 500-1000 kasus baru pertahun. Dari
skrining VDRL yang dilakukan dengan dukungan dari WHO terhadap 280 wanita
hamil, ditemukan 70 kasus VDRL reaktif dengan hanya 3 kasus yang
berhubungan dengan sifilis. Hal ini mengarahkan pada dugaan tingginya kasus
frambusia di Timor Leste.2
Satter pada tahun 2010 melaporkan kasus frambusia stadium sekunder pada anak
usia 12 tahun di Timor Leste. Lesi kulit yang ditemukan berupa papul dan plak
Universitas Indonesia
Dos Santos dkk pada tahun 2007, melalukan studi prevalensi penyakit infeksi
kulit di rumah sakit, sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan di distrik Oe-cusse,
Bobonaro, Covalima dan Atauro-Dili, menemukan 6 kasus frambusia.10
Timor Leste sebagai salah satu negara berpendapatan rendah dengan kemampuan
uji laboratorium terbatas, uji treponemal yang mudah dan cepat (rapid) sebagai
metode penapisan maupun uji point of care (POC) berperan penting dalam
penegakkan diagnosis baik untuk terapi presumptif maupun konfirmasi hasil uji
treponemal di pelayanan kesehatan primer.12,13
Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap T.P pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji
serologi nonspesifik (rapid plasma reagin-RPR dan venereal disease research
laboratory-VDRL) dan spesifik (treponema pallidum immobilization-TPI,
treponema pallidum hemagglutination assay-TPHA, treponema pallidum particle
agglutination-TPPA, fluorescent treponemal antibody absorbtion assay-FTA-
ABS).14,15
Rapid syphilis test (RST) merupakan alat uji serologi sifilis yang bersifat spesifik.
Hingga saat ini, TP. pallidum penyebab sifilis venereal dan TP. pertenue
penyebab frambusia belum dapat dibedakan secara morfologi dan serologi16
sehingga RST ini dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis frambusia,
Universitas Indonesia
terutama di daerah rural dimana tenaga kesehatan terlatih dan peralatan logistik
(alat pendingin untuk menyimpan reagen, instalasi listrik untuk menjalankan alat
sentrifugasi, dan lemari pendingin) terkait dengan pemeriksaan serologis
konvensional sangat terbatas bahkan tidak tersedia.17
RST dan POC merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat
diketahui dalam waktu ± 20 menit sehingga terapi dapat langsung diberikan. Hal
ini akan mengurangi masalah ketidakpatuhan pasien dalam berobat dan risiko
resistensi dan penyebaran infeksi.13,18
WHO pada tahun 2003, melakukan evaluasi terhadap RST di 8 laboratorium pada
4 negara yakni Afrika, Asia, Amerika, dan Eropa dengan kriteria: hasil tes
diperoleh dalam waktu kurang dari 30 menit, tes mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus dan tenaga terlatih, serta hasilnya dapat dibaca dan
diinterpretasikan secara langsung. Terdapat 6 RST yang dipilih yakni: Determine
Syphilis TP, Syphilis fast, Espline TP, Syphicheck-WB, SD BIOLINE Syphilis
3.0, dan VISITECT Syphilis. Uji ini menggunakan spesimen serum yang
dibandingkan terhadap Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan
Treponema pallidum particle agglutination (TPPA) sebagai baku emas. Hasil
yang didapatkan yakni sensitivitas berkisar 85-98% dan spesifisitas 93-98%.19
Yalda dkk pada tahun 2013 melakukan review dan meta-analisis terhadap
penggunaan rapid and POC Treponemal tests terhadap 4 RST ( Determine, SD
Bioline, Syphicheck, Visitect) di lokasi dengan keterbatasan sarana dan prasarana
menggunakan spesimen serum dan whole blood. Hasil yang didapatkan yakni
sensitivitas dan spesifisitas whole blood berkisar antara 75%-99% dan 98%-99%
serta sensitivitas dan spesifisitas spesimen serum berkisar antara 76%-92% dan
Universitas Indonesia
Hingga saat ini, belum pernah dilakukan suatu uji diagnostik terhadap frambusia
menggunakan RST di Timor Leste. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi RST
Universitas Indonesia
Hexagon Syphilis® dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
dengan lesi kulit di Timor Leste. Penggunaan rapid treponemal test ini menjadi
salah satu rekomendasi WHO untuk survei serologis6 yang dapat menjangkau
populasi daerah endemis frambusia yang umumnya bermukim di daerah rural
dengan keterbatasan sarana, prasarana dan tenaga kesehatan terlatih dalam
menegakkan diagnosis frambusia menggunakan metode pemeriksaan
laboratorium konvensional.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Data yang didapatkan dari penelitian ini terkait penggunaan rapid-test Hexagon
Syphilis® dapat digunakan sebagai acuan bagi Kementerian Kesehatan Timor
Leste dalam mengambil kebijakan sehubungan dengan pemilihan metode
diagnostik yang akan digunakan dalam survei serologis frambusia menuju
eradikasi tahun 2020.
Data yang dihasilkan dari penelitian ini yakni sensitivitas, spesifisitas, NDP dan
NDN serta akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai data
acuan untuk melakukan penelitian lainnya di masa mendatang terkait efektivitas
biaya penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® di daerah endemis frambusia
yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam uji laboratorium konvensional.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Frambusia
2.1.1 Definisi
Yaws, juga dikenal dengan nama buba (Spanyol), framboesia (Jerman), parangi
(Melayu) dan pian (Perancis) adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal
pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif berbentuk spiral
(spirochaeta) Treponema pallidum (TP) subspesies pertenue. Kata yaw,
digunakan sekitar abad ke-17 dalam bahasa Afrika adalah sebutan untuk buah
beri. Willem Piso, seorang dokter berkebangasaan Belanda adalah orang pertama
yang menggunakan istilah ini untuk mendeskripsikan bentuk klinis penyakit ini
yang menyerupai buah beri.1
Infeksi terjadi melalui kontak langsung dengan lesi kulit yang basah, yang telah
terinfeksi kuman treponemal. Beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit
frambusia dapat ditularkan melalui lalat atau alat-alat rumah tangga, namun bukti
ke arah ini masih sangat sedikit.3 Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata
21 hari), timbul lesi awal frambusia pada tempat inokulasi berupa papul yang
Universitas Indonesia
akan mengalami ulserasi. Lesi kulit ini bersifat infeksius dan berlangsung selama
beberapa bulan kemudian menyembuh dengan jaringan parut, atau berlangsung
progresif dan mengenai tulang dan tulang rawan hingga terjadi kecacatan.
Sepanjang perjalanan penyakit frambusia, dapat terjadi latensi selama beberapa
bulan sampai tahun.1,3
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Etiologi
Studi in vitro terhadap 5 strain TP. pertenue yang berhasil di kultur pada kelinci
yakni CDC1, CDC2, Gauthier, Samoa D, dan Samoa F, sangat membantu dalam
memahami ultrastruktur, fisiologi, mikrobiologi, dan genetik organisme ini.1 TP.
pertenue memiliki panjang rata-rata 10-15 μm, lebar 0,2 μm, hanya dapat terlihat
di bawah mikroskop lapangan gelap. Badan T.P pallidum berbentuk spiral di
kelilingi oleh membran sitoplasmik dan dilapisi oleh membran luar dengan ikatan
longgar. Lapisan tipis peptidoglikan di antara membran memberikan struktur yang
stabil. Endoflagel adalah organel yang bertanggung jawab terhadap motilitas
Universitas Indonesia
berpilin TP. pallidum. Kuman ini akan mati pada lingkungan aerob, kering dengan
temperatur tinggi. Pembelahan organisme ini berlangsung lambat (satu kali
pembelahan tiap 30-33 jam) dan tidak dapat bertahan hidup di luar pejamu
mamalia serta tidak tumbuh dalam medium kultur.1
Studi genetik terhadap TP. pertenue dan TP. pallidum menemukan kemiripan
sebesar 99,8%. Perbedaan keduanya terletak pada 6 lokasi genomik yakni gen
tpp15 (gen yang mengkode lipoprotein), gen gpd (gen yang mengkode enzim
hidrolase), gen tp92 (gen yang mengkode protein permukaan), gen tpr (gen yang
mengkode protein membran bagian luar), gen arp (gen yang mengkode protein-
kaya asam), dan sequence variation of the intergenic spacer IGR19 (antara gen
fiG dan hlyB). TP. pertenue memiliki virulensi yang lebih rendah dibandingkan
TP. pallidum. Gen yang berperan dalam perbedaan virulensi ini diduga adalah
gen tpr yang mengkode antigen pada permukaan membran organisme ini.
Perbedaan manisfestasi klinis dan epidemiologi frambusia dan sifilis didasarkan
atas adanya perbedaan genetik ini.1,25
2.1.4 Patogenesis
Bakteri TP. pertenue masuk ke dalam kulit manusia yang telah mengalami
diskontinuitas. Selanjutnya kuman ini akan melalui epitel dan melekat pada
permukaan matriks ekstraselular yang dilapisi fibronektin. Pada hewan coba
hamster, kecepatan munculnya lesi kulit dan resolusinya bervariasi sesuai jumlah
inokulum. Jumlah minimal inokulum yang dapat menimbulkan infeksi adalah 103-
104 bakteri.1 Organisme ini sudah berada dalam kelenjar limfe dalam beberapa
menit dan diseminasi luas terjadi dalam beberapa jam. Imunitas seluler dan
humoral berperan dalam infeksi kuman ini. Kuman treponema akan di fagosit oleh
makrofag, diperkuat oleh proses opsonisasi serum.23 Treponema memiliki
beberapa mekanisme pertahanan diri terhadap respon imun yakni: kuman
treponema akan mencetuskan penekanan respon mitogenik sel limfoid normal,
stimulasi sel T menjauhi sirkulasi darah perifer, kuman berada dalam tingkat
metabolisme yang rendah dan mempertahankan infeksi dengan jumlah sel kuman
hidup yang minimal sehingga tidak terdeteksi sistim imun selama fase laten.1
Universitas Indonesia
Perbedaan genom TP. pallidum dan TP. pertenue sebesar 0,2% terletak pada 6
lokasi gen yang menyebabkan perbedaan dalam virulensi yakni TP. pallidum
lebih bersifat invasif daripada TP. pertenue. Infeksi TP. pallidum berbeda secara
epidemiologi dari infeksi TP. pallidum yakni: infeksi TP. pallidum terjadi melalui
kontak seksual, umumnya mengenai penduduk daerah perkotaan, tersebar secara
global dan dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam
kandungan (sifilis kongenital).26
Setelah masa inkubasi yang berlangsung antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari),
muncul lesi primer atau mother yaw (buba madre) pada tempat inokulasi,
umumnya pada bagian tubuh yang terpajan seperti daerah tungkai. Lesi kulit pada
stadium ini berupa nodul eritematosa, diameter 1-5 cm, infiltratif, tidak nyeri,
sering disertai keluhan gatal. Permukaan lesi kulit ini dapat menjadi papilomatosis
dan berkrusta. Lesi primer ini awalnya soliter, diikuti munculnya papul satelit
yang kemudian berkonfluens menjadi plak. Selanjutnya, plak ini akan menjadi
ulkus meyerupai buah beri yang tertutup krusta (chancer of yaws, frambesioma).
Kelenjar limfe regional umumnya membesar. Lesi primer akan menyembuh
secara spontan dalam 2-6 bulan, meninggalkan jaringan parut atrofik disertai
hipopigmentasi pada bagian tengah. Stadium ini sangat jarang disertai gejala
konstitusional.1,27,28
Universitas Indonesia
Lesi kulit stadium sekunder muncul dalam beberapa minggu hingga 2 tahun
setelah lesi kulit primer, sebagai akibat multiplikasi dan penyebaran organisme
secara limfogen dan hematogen. Stadium ini dapat diselingi erupsi lesi diseminata
disertai limfadenopati generalisata dan gejala konstitusi malese, demam, dan
anoreksia.1 Sebanyak 75% anak usia kurang dari 15 tahun di Papua New Guinea
dilaporkan mengalami gejala osteoperiostitis palangs proksimal jari tangan
(daktilitis) dan tulang panjang (tibia dan fibula).29 Lesi papul atau plak (doughter
yaws atau pianomas) pada stadium ini menyerupai lesi pada stadium primer
namun ukurannya lebih kecil (mencapai 2 cm), eritematosa, basah, verukosa,
vegetasi, krusta nonpruritik. Lesi akan menjadi erosif dan tertutup eksudat
fibrinosa yang sangat infeksius, mengering menjadi krusta. Kelainan kuku
paronikia (pianic onychia) dapat ditemukan pada stadium ini. Gejala klinis lain
yang juga dapat ditemukan pada stadium ini yakni plak hiperkeratotik pada
telapak tangan dan kaki, dapat terjadi fisura dan ulserasi (worm-eaten soles), dan
infeksi sekunder yang nyeri sehingga penderita biasanya menunjukkan tanda khas
yaitu ‘crab-like gait’. Gejala klinis pada stadium sekunder ini masih bersifat
reversibel dan akan sembuh dengan atau tanpa jaringan parut dalam beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah terapi.1,28,30
Sekitar 10% kasus frambusia yang tidak diterapi akan berkembang menjadi
penyakit kronik, relaps, dan menimbulkan kecacatan dimana terjadi deformitas
pada tulang. Stadium ketiga ini muncul ± 5 tahun setelah stadium primer atau
sekunder. Lesi pada stadium ini ditandai secara khas dengan adanya nodul
gumatosa disertai nekrosis masif dan kerusakan jaringan yang akan diikuti
pembentukan jaringan parut dan kontraktur. Osteitis destruktif menyebabkan
ulserasi palatum dan nasofaring (gangosa) dan kerusakan tulang tibia (sabre
shins). Dapat pula terjadi hipertrofik periostitis periartikular yang menyebabkan
eksostosis paranasal atau dikenal dengan istilah “guandou”. Secara umum
diterima bahwa frambusia stadium tersier ini tidak menyebabkan gangguan
kardiovaskular dan susunan saraf.1,30
Universitas Indonesia
2.2 Diagnosis
2.2.1 Anamnesis
Riwayat kontak dengan orang yang memiliki lesi kulit seperti borok, koreng,
benjolan merah yang kotor atau bentuk lesi frambusia lainnya. Lamanya kontak
hingga munculnya lesi kulit antara 3 minggu sampai 90 hari. Data pendukung lain
yakni faktor lingkungan (ketersediaan air bersih, higiene, kepadatan hunian dan
sanitasi), tempat tinggal, usia kurang dari 15 tahun dapat membantu dalam
menegakan diagnosis.3,32,33
Universitas Indonesia
Non-infeksius Hiperkeratosis
Lesi pada tulang dan sendi
Frambusia non-aktif Frambusia laten: gummata, ulkus, gangosa, sabre shin
Berbagai lesi kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit dapat
menyerupai frambusia berbagai stadium. Diagnosis banding yang sering pada
kelompok usia anak antara lain impetigo, ektima dan veruka.27
2.2.3.1 Impetigo
Universitas Indonesia
sekitarnya atau lapisan bawah kulit menjadi ulkus dalam beberapa minggu.
Vesikel pada impetigo bulosa dapat berkembang menjadi bula berdinding kendur,
berisi cairan kekuningan hingga kecoklatan. Bula akan pecah dalam beberapa hari
dan terbentuk krusta kuning kecoklatan. Komplikasi yang dapat muncul pada
kasus yang tidak diterapi antara lain selulitis, limfangitis dan bakteremia.34,35
2.2.3.2 Ektima
Lesi impetigo nonbulosa yang tidak mengalami resolusi secara spontan maupun
setelah terapi dapat berkembang menjadi ektima yaitu lesi erosi atau ulserasi,
tertutup krusta tebal, kuning keabuan disertai materi purulen. Jika krusta ini
diangkat, maka tampak ulkus dengan tepi indurasi (punched-out). Diameter ulkus
dapat mencapai >3 cm. Lokasi tersering adalah ektremitas inferior. Dapat terjadi
autoinokulasi atau peneyebaran infeksi oleh vekstor serangga. Penyembuhan luka
berlangsung lambat (beberapa minggu) dalam terapi antibiotik sistemik.34,35
Veruka vulgaris (common warts) disebabkan oleh infeksi kuman HPV (Human
Papiloma Virus) pada kulit dan mukosa. Perjalanan infeksi lambat, dan tidak
memberikan gejala sistemik. Terdapat lebih dari 100 jenis HPV namun HPV
penyebab veruka plantaris termasuk dalam subtipe yang tidak berpotensi menjadi
ganas yaitu tipe 1. Gejala klinis berupa papul hiperkeratotik, endofitik, dapat
berkonfluens membentuk plak hiperkeratotik pada plantar pedis (mosaic warts).
Terapi secara umum adalah destruksi fisik terhadap lesi yang akan membunuh
kuman penyebab dengan berbagai metode diantaranya bedah beku.36
Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap T. pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji
Universitas Indonesia
Uji TPHA dan MHA-TP disebut juga indirect hemagglutination assay (IHA),
keduanya serupa namun MHA-TP adalah generasi terdahulu dari TPHA. Uji ini
dapat mendeteksi infeksi Treponema sp pada hampir seluruh stadium infeksi
kecuali stadium awal (3-4 minggu pertama) saat kadar antibodi masih rendah.12,33
Pelaksanaan uji TPHA menggunakan eritrosit unggas sedangkan MHA-TP
menggunakan eritrosit domba33 yang dilapisi antigen TP. pallidum dimana hasil
positif dinyatakan dengan adanya agregasi membentuk pola khas pada permukaan
sumur alat uji. Reaksi nonspesifik dapat terlihat pada sel kontrol yang terisi
eritrosit tanpa lapisan antigen. Hasil berupa titer dimulai dari 1/80, 1/160, 1/320,
dan seterusnya. Keseluruhan proses uji berlangsung dalam 1-12 jam (dapat
diinkubasi sepanjang malam). Uji ini dapat digunakan sebagai uji konfirmasi
maupun prosedur penapisan.12,38
Uji treponemal dapat reaktif seumur hidup sehingga uji ini tidak dapat digunakan
dalam menilai efektivitas terapi, relaps dan reinfeksi. Uji ini juga tidak dapat
membedakan infeksi berbagai treponematosis lainnya yakni sifilis, pinta dan
bejel. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi
Universitas Indonesia
Antigen yang digunakan pada uji TPPA sama dengan antigen pada TPHA,
bedanya ialah antigen tersebut terikat pada partikel gelatin. Modifikasi ini
menyingkirkan reaksi nonspesifik dari spesimen pasien. Pelaksanaan uji
berlangsung 3-4 jam dan dapat diinkubasi sepanjang malam. Sensitivitas uji ini
lebih tinggi dari TPHA. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien HIV, kusta,
infeksi toksoplasma, infeksi Helicobacter pylori, pengguna narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) serta infeksi treponemal nonvereal
lainnya. Hasil positif juga didapatkan pada individu sehat dan normal namun
dalam persentase yang rendah (< 1%).12,37,38
RST merupakan jenis uji treponemal yang banyak dikembangkan saat ini. Prinsip
uji ini adalah sederhana, mudah dan dapat langsung dikerjakan dilokasi yang jauh
Universitas Indonesia
dari fasilitas kesehatan (POC) serta hasilnya dapat langsung diperoleh sehingga
13,20,37,40
memungkinkan pemberian terapi tanpa menunda.
RST treponemal memiliki kelebihan yaitu metode ini mudah dilakukan, dapat
menggunakan spesimen darah whole blood, serum maupun plasma serta tidak
memberikan fenomena prozone. Kekurangan metode ini yakni tidak dapat
membedakan antara kasus infeksi fase aktif dengan infeksi lama yang telah
diobati.17
Uji nontreponemal mendeteksi antibodi IgM dan IgG nonspesifik yang terdapat
pada permukaan sel treponema. Uji ini terdiri atas rapid plasma reagin (RPR) dan
venereal disease research laboratory (VDRL), digunakan untuk penapisan dan
menilai hasil terapi. Kompleks antigen-antibodi berbentuk suspensi, sehingga
terjadi reaksi flokulasi. Antigen yang digunakan adalah kardiolipin, lesitin, dan
kolesterol sehingga sering memberikan hasil positif palsu dan perlu dilanjutkan
dengan uji treponemal sebagai konfirmasi. Hasil uji negatif palsu dapat ditemui
pada keadaan infeksi treponema stadium primer-awal dan stadium sekunder.
Salah satu penyebabnya adalah terjadi fenomena prozone akibat tingginya kadar
antibodi treponemal sehingga menutupi pembentukkan kompleks antigen-
antibodi. Reaksi positif palsu dihubungkan dengan keadaan infeksi (malaria,
tuberkulosis, demam akibat virus, tripanosomiasis, kusta, infeksi treponema
lainnya) dan keadaan non-infeksi (adiksi obat, penyakit jaringan ikat, kehamilan,
usia lanjut).12,37
Universitas Indonesia
mengandung antibodi anti-T. pallidum yang berasal dari kambing. Ketika sampel
uji mengalir melalui lempeng penyerap, antibodi anti-T. pallidum akan berikatan
dengan konjugat T.P pallidum rekombinan yang sudah diberi pewarna untuk
membentuk kompleks imun. Ikatan antigen-antibodi pada garis uji akan
menghasilkan perubahan warna menjadi merah ungu. Konjugat berlebihan akan
bereaksi dengan garis kontrol dan membentuk garis merah ungu kedua yang
menunjukkan bahwa reagen berfungsi dengan benar.41
2.3 Tatalaksana
Universitas Indonesia
Kebijakan baru terapi frambusia ini dikenal dengan “The Morges strategy” yang
bertujuan untuk mencapai target eradikasi frambusia tahun 2020. Strategi ini
terdiri atas:,43,44
Total Community Treatment (TCT)
Seluruh populasi daerah endemis diberikan terapi tanpa
mempertimbangkan jumlah kasus yang aktif secara klinis.
Total Targeted Treatment (TTT)
Terapi kasus aktif secara klinis beserta narakontak (anggota keluarga,
teman sekolah dan teman bermain) berdasarkan temuan dalam survei.
Terapi ini juga berlaku pada keadaan “localized outbreak” maupun
terhadap penduduk baru di komunitas bersangkutan.
#
Dikutip sesuai aslinya dengan perubahan dari kepustakaan no. 6
Universitas Indonesia
TP. pertenue
Faktor predisposisi:
Kebersihan perorangan yang
buruk
Jarang mengganti baju Anak usia 1-14 tahun
Lingkungan tempat tinggal
kumuh
Penyakit kulit seperti kudis
atau bisul
Diagnosis klinis frambusia berdasarkan
Luka berulang karena trauma
klasisifikasi WHO
Frambusia aktif
menular: papilloma, ulkus, macula, papul,
mikropapul, nodus, plak.
Uji serologis
Treponemal/spesifik
Nontreponemal/nonspesifik
(VDRL/RPR)
Sering terjadi positif palsu
Rapid Syphilis Konvensional
dan negatif palsu
Test (TPHA,TPPA, FTA-
Abs
Membutuhkan tenaga
Mudah, cepat, tidak perlu
profesional, fasilitas
laboratorium/tenaga terlatih,
laboratorium, dan penyimpanan
dapat disimpan dalam suhu
khusus
ruangan
Universitas Indonesia
Serologis treponemal
frambusia usia
usia
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan studi potong lintang
untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, NDP dan, NDN rapid-test Hexagon
Syphilis® dengan cara membandingkan spesimen fingerprick whole blood dan
serum terhadap TPHA pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga
frambusia di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.
Penelitian dilakukan di dua distrik yakni Dili dan Manatuto, Timor Leste.
Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan observasi pendahuluan oleh peneliti pada
bulan Mei 2013. Uji Rapid- test Hexagon Syphilis® dilakukan pada anak usia 10
dan 14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia masing-masing di distrik Dili
(Desa Manleuana) dan Manantuto (Desa Cribas) didapatkan hasil positif. Lokasi
penelitian di pilih 5 subdistrik secara purposive. Pengolahan spesimen untuk
pemeriksaan TPHA dilakukan di Laboratorium Nasional Bidau Toko Baru, Dili.
Universitas Indonesia
Pernah terdiagnosis sifilis kongenital, atau ibu terdiagnosis sifilis saat hamil
Riwayat gangguan perdarahan/mudah mengalami lebam berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Riwayat kontak seksual dan atau kekerasan seksual.
Rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan keluaran sensitivitas adalah
sebagai berikut:
N = Zα2sen(1-sen)
d2
Keterangan:
N = besar sampel
Sen = sensitivitas alat yang diinginkan, ditetapkan sebesar 90%
d = presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%
Zα = tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96
Universitas Indonesia
N = (1,96)2.0,9 (1-0,9)
(0,1)2
N = 34,57 ≈ 35
Belum terdapat data prevalensi frambusia di Timor Leste yang dipublikasi hingga
saat ini, sehingga digunakan prevalensi kasus daerah endemis sedang sebesar
10%. Berdasarkan hal di atas, maka perhitungan besar sampel keseluruhan adalah
sebagai berikut:
n = 35
P
= 35 = 350
10%
Keterangan:
n = besar sampel keseluruhan
P = prevalensi penyakit
Jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 350 orang.
Pasien yang datang ke lokasi penelitian, dilakukan seleksi sesuai dengan kriteria
penerimaan dan penolakan. Setiap calon SP/orang/wali memperoleh penjelasan
mengenai tujuan, manfaat, dan cara penelitian, serta kemungkinan
ketidaknyamanan selama proses penelitian. Bila calon SP yang diwakili oleh
orang tua/wali telah memahami dan setuju untuk mengikuti penelitian, maka
orang tua SP menandatangani formulir persetujuan secara sukarela.
Universitas Indonesia
Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan oleh peneliti terhadap SP yang telah
menandatangani formulir persetujuan.
Data anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil uji RST fingerprick whole blood dan
serum dicatat dalam status penelitian oleh peneliti. Data hasil pemeriksaan
serologis TPHA setiap SP akan ditambahkan oleh peneliti pada akhir penelitian.
3.7.4 Dokumentasi
Dilakukan dokumentasi terhadap semua lesi kulit dan hasil pemeriksaan uji
serologis sifilis menggunakan kamera digital Canon PowerShot A2600.
Pengambilan spesimen serum pungsi ujung jari dilakukan oleh peneliti, sedangkan
pengambilan spesimen serum dibantu oleh tenaga paramedis setempat. Setiap
spesimen yang terkumpul, akan dikirimkan secara kolektif ke laboratorium
Nasional Dili pada hari yang sama untuk lokasi penelitian di distrik Dili dan untuk
lokasi penelitian di distrik Manatuto, spesimen dikumpulkan selama maksimal 2
hari kemudian dibawa ke Laboratorium Nasional Dili.
Sarung tangan
Swab alkohol
Torniquet
Jarum suntik steril
Tabung vakum sekali pakai
Tabung sentrifugasi
Lancet steril
Plester micropore
Screw top plastic tube 3 cc
Universitas Indonesia
Alat sentrifugasi
Label untuk penomoronan SP
Kotak pendingin dan ice pack
Alat uji RST
Pipet mikro sekali pakai
Buffer pelarut uji RST
Plat mikrotitrasi
Pelarut uji TPHA
Sel kontrol TPHA (eritrosit avian)
Sel uji TPHA (eritrosit avian yang telah disensitisasi dengan T. pallidum)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil negatif bila pada sel uji (sumur 3) tidak terjadi reaksi aglutinasi (tidak
terbentuk cincin).
Hasil tersebut akan stabil hingga 24 jam, jika plat terlindungi dari panas,
sinar matahari langsung, serta getaran.
Cairan tubuh SP serta semua alat yang kontak dengan cairan tubuh, kulit, dan
mukosa SP dikumpulkan dalam kantong plastik kuning. Jarum suntik dan lancet
bekas pakai dikumpulkan dalam kotak kuning. Selanjutnya, limbah medis tersebut
akan diolah sesuai prosedur pengolahan limbah di tempat penelitian.
3.7.9 Penatalaksanaan
1. Usia
Usia SP dalam tahun pada saat dilakukan pengambilan sampel.
2. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh orang tua SP.
3. Status gizi
Dihitung menggunakan rumus indeks massa tubuh (IMT) skor z sebagai
berikut:46
Usia 2-5 tahun:
1. Overweight (OW) dan obes: skor z > 2
2. Risiko OW: 1 < skor z ≤ 2
3. Normal: -2 < skor z ≤ 1
4. Kurus dan sangat kurus: skor z < -2
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hiperkeratosis48
Penebalan stratum korneum
Guma50
Infiltrat berbatas tegas, bersifat menahun, destruktif, dan biasanya melunak.
Gangosa51
Destruksi pada hidung, maksila, bibir atas, dan bagian sentral wajah, yang dapat
disertai perforasi pada tulang hidung dan palatum.
Sabre tibia51,52
Terbentuknya kurvatura pada tulang tibia yang berupa penebalan tulang,
disebabkan oleh osteitis kronik.
Seropositif frambusia53,54
Data diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium antibodi yang
menunjukkan hasil positif dengan menggunakan pemeriksaan TPHA sebagai
baku emas, dilakukan di laboratorium Nasional Dili, Timor Leste.
Sensitivitas53,54
Proporsi subyek sakit yang memberikan hasil uji diagnostik positif (positif
benar) dibandingkan dengan seluruh subyek sakit (positif benar + negatif
semu).
Spesifisitas53,54
Proporsi subyek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif
benar) dibandingkan dengan seluruh subyek tidak sakit (negatif benar +
positif semu).
Nilai duga positif (NDP)53,54
Probabilitas seseorang menderita penyakit, apabila uji diagnostiknya positif.
Nilai duga negatif (NDN)53,54
Probabilitas seseorang tidak menderita penyakit, apabila hasil uji
diagnostiknya negatif.
Akurasi54
Proporsi dari hasil benar (positif dan negatif) dari sebuah pemeriksaan pada
satu populasi.
Universitas Indonesia
Tabel 2 x 2 TPHA
Jumlah
Positif Negatif
Positif A b a+b
Rapid test Hexagon
Syphilis
Negatif C d c+d
Sensitivitas = a : (a+c)
Proporsi subyek sakit yang memberikan hasil uji diagnostik positif (positif benar)
dibandingkan dengan seluruh subyek yang sakit (positif benar + negatif semu).
Spesifisitas = d : ( b + d )
Proporsi subyek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif
benar) dibandingkan dnegan seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar +
positif semu).
Nilai duga positif = a : ( a + b )
Probabilitas seseorang menderita penyakit, apabila uji diagnostiknya positif.
Nilai duga negatif = d : (c+d)
Probabilitas seseorang tidak menderita penyakit, apabila hasil uji diagnostiknya
negatif.
Universitas Indonesia
Akurasi = (a + d) : N
Proporsi dari hasil benar (positif dan negatif) dari sebuah pemeriksaan pada satu
populasi.
Universitas Indonesia
+ - + -
+
+
+
+
+ + +
+
+ + +
+ +
+
Analisa statistik
Universitas Indonesia
BAB 4
Pengambilan sampel penelitian dilakukan selama 9 hari sejak tanggal 24 Juni 2014
hingga tanggal 2 Juli 2014 di distrik Dili dan Manatuto. Lokasi penelitian Manatuto
berjarak ± 90 KM dari Dili. Pengambilan sampel di kedua distrik ini terdiri atas 5
lokasi yakni Manleuana, Tasi Tolu dan Hera di distrik Dili serta Cribas, dan Laclubar
untuk distrik Manatuto. Sebagian besar pengambilan spesimen dilakukan di gedung
sekolah dasar (Hera, Cribas, Laclubar) sedangkan dua lokasi lainnya yakni
Manleuana dan Tasi Tolu, pengambilan sampel dilakukan di posto saude (posyandu).
Pemeriksaan TPHA untuk lokasi penelitian di distrik Dili dikerjakan pada hari yang
sama di laboratorium Nasional Dili, namun untuk lokasi penelitian di distrik
Manatuto, pemeriksaan TPHA dikerjakan 1-2 hari setelah pengambilan spesimen
yang spesimennya disimpan dalam kotak pendingin dengan suhu 2 - 80C.
Penelitian ini dilakukan bersama dengan peneliti lain yang meneliti tentang klinis
frambusia dan melibatkan 513 orang berusia 1-14 tahun dengan lesi kulit. Kemudian
diambil sebanyak 382 sesuai besar sampel yang dibutuhkan (350 ± 10%) yang
memenuhi kriteria inklusi berdasarkan metode consecutive sampling untuk dilakukan
pemeriksaan darah.
Dari total SP 382 orang, sebanyak 104 orang (27,2%) berasal dari distrik Dili dan
278 orang (72,8%) berasal dari distrik Manatuto. Rerata usia SP adalah 9 tahun
dengan usia termuda 2 tahun.
Universitas Indonesia
Jenis pekerjaan ayah dan ibu SP terbanyak adalah petani sejumlah masing-masing
234 orang (61,35% ) dan 259 orang (67,8%). Pekerjaan ini sesuai dengan kondisi
geografis Dili dan Manatuto yang berupa daerah pegunungan dan lembah yang cocok
untuk lahan pertanian. Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh Ministry of
Finance Timor Leste tahun 2010, yaitu 61%-67% penduduk bekerja di sektor
pertanian.7
Pendidikan orang tua SP sebagian besar hanya mencapai tingkat SD (ayah 133;34,8%
dan ibu 121;31,7%). Angka orang tua SP yang tidak pernah mengenyam pendidikan
formal cukup tinggi yakni ayah sebanyak 120 orang (31,4%) dan ibu sebanyak 202
orang (52,9%). Rendahnya tingkat pendidikan orang tua tentunya dapat menjadi
hambatan dalam program pemberantasan penyakit infeksi yang menuntut peran aktif
orang tua.
Status gizi SP dalam penelitian ini dihitung berdasarkan IMT menurut usia. Sebagian
besar SP berusia 1 – 5 tahun berada dalam kelompok gizi normal 38,5%, kurus dan
sangat kurus 27%, dan kelompok gizi berlebih (overweight dan obese) sebesar 23%.
Data ini sedikit berbeda dengan hasil survei demografik dan kesehatan Timor Leste
mengenai status nutrisi anak, yang menyebutkan anak usia dibawah 5 tahun berada
dalam gizi normal sebesar 35%, kurus dan sangat kurus 60% dan yang dengan gizi
berlebih 5%.20 Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh sebaran usia SP pada
penelitian ini yang tidak normal, sehingga hanya sedikit SP yang berada dalam
rentang usia 1 – 5 tahun (hanya 26 dari total SP). Selain itu penelitian ini
menggunakan perhitungan IMT menurut usia sedangkan survei demografik dan
kesehatan Timor Leste menggunakan perhitungan berat badan menurut usia.
Status gizi SP usia 6 – 14 tahun berada dalam kisaran gizi normal 72,2%, kurus dan
sangat kurus 23,6%, dan status gizi berlebih sebesar 1,6%.51. Tidak diperoleh data
status gizi anak usia 6-14 tahun dalam survei demografik dan kesehatan Timor Leste.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi atau baku emas dalam penelitian
ini menggunakan reagen Biotec TPHA Test Kit® (BIOTEC Laboratories, Suffolk,
UK) yang merupakan reagen standar di Laboratorium Nasional Dili. Menurut
produsen pembuat, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sebesar 99,7% (95% IK
97,74 – 100%) dan spesifisitas sebesar 100% (95% IK 98,04 – 100%) terhadap
Treponema.55
Uji diagnostik frambusia menggunakan rapid test Hexagon Syphilis® belum pernah
dikerjakan baik di Indonesia maupun Timor Leste. Prosedur pengambilan spesimen
fingerprick whole blood lebih mudah, hanya memerlukan fasilitas minimal
dibandingkan dengan spesimen serum sehingga sesuai untuk dilakukan di pusat
pelayanan kesehatan primer dan lapangan. Semua SP sangat kooperatif sehingga
memudahkan prosedur pengambilan spesimen.
Positif 19 3 22
Rapid test
Whole blood
Negatif 1 359 360
Universitas Indonesia
Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas yang diperoleh dalam penelitian ini kurang lebih
sama dengan penelitian uji diagnostik sifilis oleh Mutmainah tahun 2011
menggunakan rapid test Hexagon Syphilis® pada populasi resiko tinggi di
poliklinik PKBI dan PSKW Mulya jaya Jakarta dengan hasil sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing sebesar 97,4% dan 100%.12
Nilai sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® penelitian ini setara
dibandingkan dengan hasil review dan meta-analisis Yalda dkk tahun 2013 terhadap
penggunaan rapid and POC Treponemal tests 4 RST ( Determine, SD Bioline,
Syphicheck, Visitect) sebagai metode penapisan sifilis di lokasi dengan keterbatasan
sarana dan prasarana, menggunakan spesimen whole blood. Hasil yang didapatkan
yakni sensitivitas sebesar 75%-86% dan spesifisitas sebesar 96%-99,58%.18
Data sensitivitas dan spesifisitas merupakan nilai yang tidak dipengaruhi oleh
prevalensi penyakit.54 Nilai sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis®
Universitas Indonesia
penelitian ini sebesar masing-masing 95% dan 99,17% menunjukkan bahwa alat uji
ini baik digunakan untuk penapisan dan penegakkan diagnosis frambusia pada anak.
Hasil NDP rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole
blood sebesar 86,36% (IK95% 65,06 ; 96,94). Angka ini menggambarkan besarnya
kemungkinan SP memiliki antibodi treponema sebesar 86,36% apabila alat uji
diagnostik memberikan hasil positif. Nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen fingerprick whole blood penelitian ini sebesar 99,72%
(IK95% 98,46 ; 99,95). Angka ini menggambarkan kemungkinan SP tidak memiliki
antibodi treponema sebesar 99,27% apabila alat uji diagnostik memberikan hasil
negatif.
Prima dkk,56 tahun 2010 melakukan penelitian frambusia pada anak usia 1-5 tahun di
distrik Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, menggunakan rapid test SD
Bioline Syphilis 3.0 dibandingkan dengan TPHA. Prevalensi frambusia diketahui
sebesar 19%. Spesimen yang digunakan adalah darah vena dan angka sensitivitas dan
spesifisitas SD Bioline Syphilis 3.0 yang diperoleh sebesar 97,8% dan spesifisitas
100% adalah setara dengan sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis®
penelitian ini yakni 95% dan 99,17% menggunakan spesimen fingrprick whole blood.
Penggunaan spesimen darah vena menggunakan volume darah yang lebih banyak
dan, pengambilan spesimen membutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih
dibandingkan dengan penggunaan spesimen fingerprick whole blood yang diperoleh
hanya dengan melakukan pungsi ujung jari, sehingga dapat digunakan untuk
keperluan penapisan penyakit frambusia di daerah terpencil dengan keterbatasan
sarana dan tenaga laboratorium.
Nilai duga positif dan NDN sangat dipengaruhi oleh prevalensi penyakit di tempat uji
dilakukan.54 Prevalensi penyakit frambusia di Timor Leste tidak diketahui, sehingga
penelitian ini menggunakan prevalensi 10% yang tergolong endemis sedang, namun
NDP rapid test Hexagon Syphilis® sebesar 86,36% sedikit lebih tinggi dibandingkan
Universitas Indonesia
NDP rapid test SD Bioline Syphilis 3.0 sebesar 80%. Data ini menggambarkan
kemampuan rapid test Hexagon Syphilis® yang lebih baik sebagai pemeriksaan
penunjang diagnosis penyakit frambusia pada anak.
TPHA
Positif Negatif Total
Positif 18 1 19
Rapid test
Serum
Negatif 2 361 363
Universitas Indonesia
Sensitivitas, spesifisitas, NDP, dan NDN uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen serum dalam penelitian ini memberikan angka yang tidak
jauh berbeda dengan hasil uji menggunakan spesimen fingerprick whole blood. Hasil
yang didapatkan yakni sensitivitas sebesar 90% (IK95% 68,26 ; 98,47). Angka ini
menggambarkan kepekaan alat uji rapid test Hexagon Syphilis® dalam mendeteksi
antibodi treponema individu yang sedang atau pernah terinfeksi sebelumnya sebesar
90%. Spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum
sebesar 99,72% (IK95% 98,46 ; 99,95). Angka ini menggambarkan kepekaan alat uji
dalam mendeteksi individu yang tidak menderita penyakit frambusia sebesar 99,72%.
Angka sensitivitas dan spesifisitas penelitian ini berada dalam rentang nilai hasil uji
WHO tahun 2003, terhadap 6 RST yakni: Determine Syphilis TP, Syphilis fast,
Espline TP, Syphicheck-WB, SD BIOLINE Syphilis 3.0, dan VISITECT Syphilis,
menggunakan spesimen serum yang dibandingkan terhadap Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan Treponema pallidum particle agglutination
(TPPA) sebagai baku emas. Hasil yang didapatkan yakni sensitivitas berkisar 85-98%
dan spesifisitas 93-98%.19
Hasil NDP rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum sebesar
94,74% (IK95% 73,90 ; 99,12). Angka ini menggambarkan kemungkinan SP
memiliki antibodi treponema sebesar 94,74% apabila alat uji diagnostik memberikan
hasil positif. Nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen
serum penelitian ini sebesar 99,45% (IK95% 98,02 ; 99,92). Angka ini
menggambarkan kemungkinan SP tidak memiliki antibodi treponema sebesar 99,45%
apabila alat uji diagnostik memberikan hasil negatif.
Nilai Duga Positif dan NDN diperoleh setelah suatu uji dilakukan. Nilai ini memiliki
arti yang lebih penting bagi seorang klinisi terkait dengan interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan. Nilai ini dipengaruhi oleh prevalensi penyakit di
Universitas Indonesia
lokasi penelitian, namun hasil NDP dan NDN penelitian ini sebesar masing-masing
94,74% dan 99,45% menunjukkan bahwa alat uji ini baik digunakan di lokasi dengan
keterbatasan sarana kesehatan dan tenaga laboratorium serta angka prevalensi belum
diketahui secara pasti.
4.3 Akurasi hasil rapid test Hexagon Syphilis® spesimen fingerprick whole blood
dan serum
Nilai akurasi merupakan perbandingan total hasil benar (positif benar dan negatif
benar) terhadap jumlah seluruh pemeriksaan yang dilakukan. Nilai akurasi yang
tinggi merupakan salah satu indikator tambahan dalam menilai hasil uji diagnostik.52
Dalam penelitian ini, akurasi rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen
fingerprick whole blood dan serum masing-masing sebesar 98,95% dan 99,21%.
Nilai ini menggambarkan ketepatan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan
kedua jenis spesimen dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
adalah sebesar masing-masing 98,95% dan 99,21%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick
whole blood dan serum memiliki nilai akurasi yang setara sebagai alat bantu
diagnosis frambusia.
Diperoleh data proporsi kasus frambusia dalam penelitian ini sebesar 5,24%.
Informasi ini, dapat digunakan sebagai data awal bagi Kementerian Kesehatan Timor
Leste dalam mengambil kebijakan terkait program eradikasi penyakit frambusia di
Timor Leste.
Universitas Indonesia
Hasil uji negatif palsu sebanyak 3 spesimen (1 spesimen whole blood dan 2 spesimen
serum). Hasil negatif palsu ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya titer antibodi
yang terbentuk sehingga tidak mudah terdeteksi. Pengenceran lebih lanjut untuk
mengetahui hasil titer sebenarnya tidak dilakukan karena keterbatasan waktu.
Universitas Indonesia
BAB 5
5.1 Ikhtisar
Yaws atau frambusia adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal pada manusia
yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral (spirochaeta), famili
Treponemacetae, genus Treponema pallidum subspesies pertenu (TP. pertenue).1
Penyakit ini dapat mengenai semua usia, namun terutama ditemukan pada usia
dibawah 15 tahun. Penyakit ini dikenal sebagai poverty-related disease2 karena
penyakit ini mengenai penduduk rural di negara tropis beriklim panas (>270C), curah
hujan dan kelembaban tinggi, keterbatasan sarana air bersih, sanitasi kurang baik dan
penduduk umumnya miskin. Anak-anak adalah sumber infeksi primer dan infeksi
ditularkan ke individu lain terutama melalui kontak kulit.
Status epidemiologi penyakit frambusia secara global sampai saat ini belum
diketahui pasti. Tahun 2011, WHO menyatakan bahwa negara endemis frambusia di
Asia Tenggara dan pasifik adalah Indonesia, Papua New Guinea, Negara Kepulauan
Solomon, Timor Leste dan Vanuatu. Data pasti mengenai jumlah kasus frambusia di
Timor leste tidak diketahui.
Hingga saat ini, belum pernah dilakukan suatu uji diagnostik terhadap frambusia
menggunakan RST di Timor Leste. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data sensitivitas, spesifisitas, dan NDP, NDN dan akurasi RST Hexagon
Syphilis® dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun yang terduga
frambusia di Timor Leste. Penggunaan rapid treponemal test ini menjadi salah satu
rekomendasi WHO untuk survei serologis6 yang dapat menjangkau populasi daerah
endemis frambusia yang umumnya bermukim di daerah rural dengan keterbatasan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. Hasil tambahan
Proporsi kasus positif di kedua lokasi penelitian didapatkan sebesar 5,24%.
5.2 Kesimpulan
5.3 Saran
Rapid test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai alternatif uji treponemal
dalam menunjang diagnosis frambusia terutama untuk keperluan penapisan.
Diperlukan analisis efektifitas biaya penggunaan rapid test Hexagon Syphilis®
bila akan digunakan untuk penapisan massal.
Dengan diperolehnya hasil tambahan, untuk memperoleh data prevalensi
frambusia di Timor Leste yang sebenarnya, diperlukan penelitian lanjutan
meliputi lokasi yang lebih luas dengan jumlah SP lebih besar.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Mitja O, Asyedu K, Mabey D. Yaws. The Lancet. 2013.
2. WHO. Yaws Eradication in South-East Asia Region. India: World Health
Organization; 2006.
3. Marrouche N, Ghosn SH. Endemic (nonvenereal) Treponematoses. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New
York: Mc Graw Hill Companies; 2012.h.2493-500.
4. Narain JP, Dash AP, Pamell B, Bhattacharya SK, Barua S, Bhatia R,dkk.
Elimination of Neglected Tropical Diseases in the South-East Asia Region of
the World Health Organization. Bull WHO. 2010.
5. Fegan D, Glennon MJ, Thami Y, Pakoa G. Resurgence of yaws in Tanna,
Vanuatu: Time for a new approach? Tropical doctor. 2010.
6. WHO. Summary Report of a Consultation on the Eradication of yaws.
Geneva, Switzerland. WHO.2012.
7. National Statistic Directorate Ministry of Finance. Dalam: Timor Leste
Demographic and Health Survey 2009-10. Dili-Timor Leste.
8. MoH, Timor Leste. Division of communicable Diseases National strategy for
Elimination of Lymphatic filariasis, yaws and control of Intestinal Parasytic
Infections. Dili, Timor Leste; 2004.
9. Satter EK, Tokarz VA. Secondary yaws: an Endemic Treponemal Infection.
Pediatric Dermatology. 2010;27(4).
10. Dos Santos ML, Amaral S, Harmen SP, Joseph HM, Fernandes JL, Counahan
ML. The prevalence of common skin infections in four districts in Timor
Leste: a cross sectional survey. BioMed Central-Infectious diseases. 2010.
11. WHO. Weekly Epidemiological Record. Geneva: World Health Organization;
2012.h.189-200
12. Mutmainnah E. Sensitivitas dan Spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis
menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood dibandingkan
terhadap Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)-Studi pada
populasi resiko tinggi. Universitas Indonesia; Jakarta: 2012.
13. Rosanna W, Peeling DM. Point-of-Care Tests for Diagnosing Infections in the
Developing World. European Society of Microbiology and Infectious
Diseases. 2010;16.
14. Hutapea NO. Sifilis. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, penyunting.
Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4, cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. h. 84-6.
15. Cole M, Dean L, Perry KR. Five syphilis agglutination assays.
Microbiological diagnostics assessment service. 2004.h.1-43.
16. Natahusada EC. Frambusia. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4, cetakan ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.h.127-8.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sebagai baku emas diagnosis serologis frambusia pada anak usia 1-5 tahun di
kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Universitas Indonesia;
2013.
34. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. Dalam: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw
Hill Companies; 2012.h.2128-34.
35. Paller AS, Mancini AJ. Bacterial, Mycobacterial, and Protozoal Infections of
the Skin. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. Chicago, Illiois: Elsevier-
Saunders; 2011.h.321-4.
36. Androphy EJ. Human Papiloma Virus Infections. Dalam: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Penyunting. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw Hill
Companies; 2012.h.2421-33.
37. Nesteroff SI.Serology:Syphilis. Institute of Clinical Pathology and Medical
Reseach, Centre for Infectious Diseases and Microbiology Laboratory
Services. New South Wales, Sydney: 2004.
38. Anonimus. Leaflet Rapid diagnostic test info. USAID.2008.
39. Gianino MM, Conte ID, Sciole K, Galzerano L, Castelli L, .Zerbi R, Arnaudo
I.dkk. Performance and Costs of a Rapid Syphilis test in an Urban Population
at High Risk for Sexually Transmitted Infections. J Prev Med Hyg. 2007.
40. West B, Walraven G, Morison L, Brouwers J, Bailey R. Performance of the
rapid plasma reagin and the rapid syphilis screening tests in the diagnosis of
Syphilis in field condition in rural Africa. Sexually transmitted diseases.
Diagnostics initiative. 2002.
41. Anonimus. Leaflet Hexagon Syphilis. Germany:Human GmbH.2008. 2008.
42. Mitja O, Hays R, Ipai A, Penias M, Paru R, Fagaho D, dkk. Single-dose
Azithromycin versus Benzathine Benzylpenicillin for Treatment of yaws in
Children in Papua New Guinea: an open-label, non-inferiority, randomised
trial. Lancet. 2012.
43. Mitja O, Hays R, Rinaldi AC, Mcdermot R, Bassat Q. New Treatment
Schemes for yaws: the path toward eradication. 2012. Clinical Infectious
Diseases. 2012.
44. WHO. Weekly Epidemiological Record. Eradication of yaws-the Morges
strategy. Geneva: World Health Organization; 2012.h.189-200.
45. Anonimus. Leaflet of Microsyph TPHA 200. USA. Axis -Shield Diagnostics
Ltd.2008.
46. WHO. WHO child growth standards. Length/height-for-age, weight-for-age,
weight-for-lenght, weight for height and body mass index-for age. WHO,
2006.
47. Hacket CJ. An International nomenclatur of yaws lesions. Geneva,
Switzerland: World Hlth Org 1957. h. 7-17.
48. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. Dalam: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 1
INFORMASI PENELITIAN
UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST HEXAGON
SYPHILIS® DARI SPESIMEN SERUM DAN FINGERPRICK WHOLE BLOOD
DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION
ASSAY (TPHA)
Penelitian pada anak usia 1-14 tahun di Distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.
Anak anda di duga menderita penyakit frambusia. Saat ini kami sedang melakukan
penelitian mengenai pemeriksaan laboratorium yang dapat mendeteksi penyakit
frambusia. Jika saudara bersedia maka anak saudara akan diperiksa oleh dokter dan
dilakukan pengambilan darah dari ujung jari dan lengan sebanyak 3 ml menggunakan
jarum suntik steril sekali pakai. Pada saat pengambilan darah akan terasa sedikit nyeri
dan, walaupun jarang, dapat timbul bengkak dan warna kebiruan pada kulit yang akan
hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa anak saudara menderita sakit frambusia maka akan kami rujuk untuk
mendapatkan pengobatan.
Semua data yang berhubungan dengan Saudara dan anak Saudara akan dijaga
kerahasiaannya. Kami sangat menghargai keikutsertaan saudara dalam penelitian ini,
yang akan sangat berguna baik bagi anak saudara maupun masyarakat sekitar. Setelah
mendapat penjelasan ini, sauadara bebas menentukan apakah ingin ikut penelitian ini
atau mengundurkan diri dan hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan kepada saudara dan anak Saudara baik saat ini maupun di masa mendatang.
Bila terdapat hal yang belum jelas, saudara dapat bertanya kepada saya, dr. Terlinda
Barros di nomor telepon +67077267122, atau bertanya kepada dokter di pusat
pelayanan kesehatan setempat.
Atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami haturkan limpah terima kasih.
Peneliti,
Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
55
Lampiran 2
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan dibawah ini, orang tua/wali
dari:
Nama/Umur : ..............................................................................................
Jenis Kelamin : ..............................................................................................
Alamat : ..............................................................................................
No Identitas : ..............................................................................................
No telp . : ..............................................................................................
menyatakan telah mengerti dan secara sukarela setuju mengikutkan anak saya dalam
penelitian sesuai prosedur yang telah ditentukan. Saya sudah diberi kesempatan untuk
bertanya dan waktu yang cukup untuk mempertimbangkan keikutsertaan dalam
penelitian ini.
Demikian surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.
Dili,.......................................2014
(.........................................) (.....................................)
Peneliti,
Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
56
Lampiran 3
Kriteria penerimaan
Beri tanda “√” pada kolom “ya” atau “tidak”
Ya Tidak
Anak (laki-laki dan perempuan) usia 1-14 tahun
( ) ( )
Terdapat lesi kulit
( ) ( )
Bersedia mengikuti penelitian atas persetujuan orang tua/wali.
( ) ( )
Jika ada jawaban “tidak” maka pasien tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Kriteria penolakan
Beri tanda “√” pada kolom “ya” atau “tidak”
Ya Tidak
Pernah terdiagnosis sifilis ( ) ( )
Ibu terdiagnosis sifilis saat hamil ( ) ( )
Riwayat gangguan perdarahan/mudah mengalami lebam ( ) ( )
Riwayat kontak seksual dan atau kekerasan seksual ( ) ( )
Jika terdapat jawaban “ya” maka pasien tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian.
Kesimpulan Ya Tidak
Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. ( ) ( )
Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
57
Lampiran 4
STATUS PENELITIAN
Data dasar
1. Nomor penelitian :
2. Tanggal : ……/……/2014
4. Nama :
Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
58
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan tinggi/sederajat
5. Tidak sekolah
15. Riwayat pengobatan injeksi Penisillin atau tablet dosis tunggal dalam 4 minggu
Terakhir 1. Ya
0. Tidak ada
Pemeriksaan serologis
Hasil positif = 1, negatif = 0
18. TPHA……………………………...............................................................
19. Rapid Hexagon Syphilis® serum……………………………………………….
20. Rapid Hexagon Syphilis® Fingerprick.........................................................
21. Dokumentasi
Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014