Anda di halaman 1dari 78

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST HEXAGON


SYPHILIS® DARI SPESIMEN FINGERPRICK WHOLE BLOOD DAN SERUM
DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION ASSAY
(TPHA)
PENELITIAN PADA ANAK USIA 1-14 TAHUN DI DISTRIK DILI DAN MANATUTO,
TIMOR LESTE
TAHUN 2014

TESIS

Terlinda da Conceição Barros


1006767102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
JAKARTA
DESEMBER 2014

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST


HEXAGON SYPHILIS® DARI SPESIMEN FINGERPRICK WHOLE
BLOOD DAN SERUM DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA
PALLIDUM HEMAGGLUTINATION ASSAY (TPHA)
PENELITIAN PADA ANAK USIA 1-14 TAHUN DI DISTRIK DILI DAN
MANATUTO, TIMOR LESTE
TAHUN 2014

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit
dan Kelamin

Terlinda da Conceição Barros


1006767102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
JAKARTA
DESEMBER 2014

i Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH

Salam sejahtera,
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih karunia dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberi saya kesempatan untuk belajar di institusi ini dan
membantu saya selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS) dan dalam penyusunan tesis ini. Seperti kata pepatah “tak ada
gading yang tak retak”, saya menyadari segala kelemahan dan kekurangan
yang melekat pada saya, maka dengan segala kerendahan hati saya
menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak terkait semua
kesalahan dan kekhilafan saya selama menjalani pendidikan di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta.
Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr. Nelson Martins, PhD selaku
Menteri Kesehatan Timor Leste periode terdahulu dan dr. Sergio Lobo, SpB
selaku menteri Kesehatan Timor Leste periode sekarang, Dr. dr. Ratna
Sitompul, SpM(K) selaku Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K)
sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode terdahulu, dan Dr. dr.
Czeresna H. Soejono, SpPD-KGer, M.Epid, FCAP, FINASIM sebagai
direktur utama RSCM saat ini, Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD
KEMD selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani masa pendidikan
dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM Jakarta melalui jalinan
kerja sama antara kedua Negara Timor Leste dan Indonesia dalam upaya
membangun sumber daya manusia di Timor Leste.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada Dr. dr. Tjut
Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya
untuk menjalani pendidikan dokter spesialis semasa kepemimpinan beliau
sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM. Saya juga menghaturkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya,

iv Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
SpKK(K) selaku Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini. Ungkapan
terima kasih setinggi-tingginya saya sampaikan kepada seluruh, guru besar,
kepala divisi dan staf pengajar Departemen IKKK FKUI-RSCM yang telah
dengan sabar dan penuh pengertian akan segala kelamahan dan kelambatan
saya dalam proses belajar, tetap mendidik, membimbing, menasihati dan
mendukung saya.
Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada
Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD selaku Ketua Program Studi
(KPS) pendidikan dokter spesialis IKKK FKUI-RSCM dan anggota Panitia
Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI-RSCM. Di tengah kesibukan beliau
yang padat, beliau selalu menyempatkan bertanya tentang progres
pendidikan saya dan selalu mengingatkan untuk cepat menyelesaikan
pendidikan agar dapat segera mengabdi di kampung halaman saya, Timor
Leste. Di masa awal pendidikan ini, dimana saya merasa ragu, beliau tetap
memberi dorongan dan nasehat untuk meneruskan pendidikan. Tentunya
ada kekurangan ataupun kesalahan yang telah saya lakukan tanpa saya
sadari selama masa pendidikan ini, saya mohon untuk dimaafkan dengan
tulus. Saya hanya bisa mendoakan semoga Prof. dr. Kusmarinah Bramono,
SpKK(K), PhD selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa: kesehatan,
kebahagiaan dan kesuksesan dalam tugas-tugas dan tanggung jawab yang
diemban.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K)
sebagai Sekretaris KPS periode lalu dan sebagai Koordinator Penelitian
Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini, serta kepada dr. Larissa
Paramitha, SpKK sebagai Sekretaris KPS periode saat ini atas saran,
bimbingan, semangat dan dorongan kepada saya selama menjalani
pendidikan.
Kepada dr. Emmy Soedarmi S. Daili, SpKK(K), saya haturkan limpah
terima kasih saya kepada beliau. Beliaulah yang pertamakali mencetuskan
ide penelitian mengenai frambusia di Timor Leste, dan terus mendukung
dan mengingatkan betapa bergunanya penelitian ini.
Rasa terima kasih dan ungkapan rasa hormat yang tidak terhingga saya

v Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
haturkan kepada
Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K). Beliau selalu menyemangati,
mendorong, memberikan informasi, dan arahan-arahan mengenai ide
penelitian frambusia ini sedari awal. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu
menanyakan mengenail progress dari ide penelitian ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada dr. Sondang P.
Sirait, SpKK(K), selaku pembimbing akademik saya yang selalu
menyempatkan bertanya mengenai progres pendidikan saya.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada
dr. Farida Zubier, SpKK(K) selaku pembimbing dan dr. Erdina H. D.
Pusponegoro, SpKK(K) selaku pembimbing tesis dan pembimbing substansi
serta Kepala Divisi Dermatologi Umum Departemen IKKK FKUI-RSCM
yang selalu penuh semangat membimbing, mengarahkan dan memberi
masukan-masukan dalam penyusunan baik proposal maupun tesis ini.
Perhatian, pengertian dan kesabaran yang sangat besar lebih saya rasakan
lagi dari beliau berdua selama proses pengerjaan penelitian di Dili dengan
segala kekurangannya hingga penyusunan tesis ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada dr. Herman
Cipto,SpKK(K) dan dr. Inge Ade Krisanti, SpKK selaku penguji proposal
penelitian dan, dr Triana Agustin, SpKK serta dr Endi Novianto, SpKK
selaku penguji tesis yang juga telah memberikan asupan dan koreksi
sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik. Saya juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Ahmad Fuady, MSc, selaku pembimbing statistik saya atas
kesabaran dan kesediaannya untuk memberi bantuan, asupan dan koreksi
statistik sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada dr. Rompu Roger
Aruan, SpKK yang juga telah ikut serta dan selalu memberi semangat dalam
menjalankan penelitian terutama saat menghadapi kesulitan terkait situasi di
lapangan dengan segala kekurangan dan keterbatasan.
Saya juga berterimakasih kepada rekan penelitian saya, dr. Rani
Rachmawati, yang juga telah memutuskan untuk ikut meneliti bersama saya
di Timor Leste yang merupakan tempat yang jauh dari keluarga di saat

vi Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
menjelang bulan puasa.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Direktur Laboratorium
Nasional Dili-Timor Leste, dr. Maria Santina Gomes beserta seluruh
staf/tenaga laboratorium yang telah ikut membantu/memfasilitasi sehingga
penelitian ini dapat berjalan hingga akhir.
Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada dr. Domingas Angela
Sarmento selaku NPO (National Profesional Officer) for Family and
Community Health, WHO Timor Leste, dr. Ines Teodora Almeida selaku
Kepala Departemen CDC KeMenKes Timor Leste, dr. Irene de Carvalho
selaku Direktur Nasional Etik dan Penelitian, KeMenKes Timor Leste,
bapak Carlito Freitas selaku Direktur Nasional Kesehatan Masyarakat
KeMenKes Timor Leste dan bapak Duarte Ximenes selaku Direktur
Nasional Sumber Daya Manusia KeMenKes Timor Leste atas bantuan dan
dukungannya selama proses konsultasi hingga pelaksanaan penelitian ini
baik di Dili maupun Manatuto. Semoga usaha dan kerja keras kita bersama
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan kesehatan
masyarakat Timor Leste.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK selaku
ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan
keterangan lolos kaji etik penelitian ini.
Kepada seluruh staf karyawan/karyawati/paramedis tata usaha,
perpustakaan, poliklinik dan rawat inap Departemen IKKK FKUI/RSCM,
saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan selama saya
menjalankan pendidikan dokter spesialis. Rasa terima kasih juga saya
ungkapkan kepada seluruh pasien di Departemen IKKK FKUI-RSCM
maupun rumah sakit jejaring yang telah memperkaya wawasan saya sebagai
calon dokter spesialis kulit dan kelamin.
Ungkapan rasa sayang dan terima kasih saya sampaikan kepada teman-
teman satu angkatan yang telah berbagi suka dan duka selama mengikuti
program pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM:
dr. Rani Rachmawati, SpKK dr. Vini Onmaya, SpKK, Ridha Rosandi,
SpKK dr. Sari Chairunnisa, SpKK dr. Stefani Rachel S. Djuanda, SpKK,

vii Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
dan dr. Yunira Safitri. Terimakasih untuk kebersamaan, kerjasama,
semangat dan motivasi serta pengertian yang diberikan selama ini.
Terima kasih kepada teman-teman PPDS IKKK lainnya yang namanya tidak
bisa saya sebutkan satu-persatu atas kebersamaan, dukungan, pertemanan,
kerja sama, saling memotivasi dan suasana menyenangkan yang tercipta
selama ini. Saya doakan agar semua mendapatkan kemudahan serta
keberhasilan dalam menjalani pendidikan spesialis ini. Mohon maaf atas
kesalahan ataupun hal-hal yang kurang berkenan selama masa pertemanan
kita.
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan sembah sujud dan
penghormatan kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Antonio da
Silva, dan Ibu Helena de Jesus, atas kasih dan pengorbanan sepanjang jalan
hidup saya. Ucapan rasa terima kasih yang saya sampaikan kepada beliau
berdua ini rasanya tidak akan pernah cukup. Saya mendoakan semoga beliau
berdua diberikan kebahagiaan, kesehatan dan umur panjang oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Kepada adik-adik saya tersayang, Ana de Jesus da
Silva, Gabriel de Jesus da Silva, dan Izedoro de Jesus da Silva, terima kasih
telah menjadi sabar, penuh pengertian dan selalu memberikan dukungan
kepada saya. Semoga semua cita-cita yang dimimpikan dapat tercapai.
Kepada suami tercinta, Cristovao Miranda da Silva, dan kedua putri tercinta,
Elleanora Miranda da Silva dan Crisya Miranda da Silva, terima kasih dari
lubuk hati yang terdalam atas kesabaran dan kerelaan untuk selalu menerima
jawaban “nanti” atas pertanyaan kapan mama selesai sekolahnya”. Terima
kasih telah menjadi tempat bersandar dan berkeluh, pemberi semangat, dan
penghibur di kala sulit. Terima kasih karena telah menjadi bagian dari hidup
saya, semoga dengan segala ilmu dan kedewasaan yang telah saya peroleh
melalui proses pendidikan menjadi dokter spesialis ini akan membantu
menjadikan saya istri dan ibu yang lebih baik lagi.

Jakarta, 9 Desember 2014


Penulis,
dr. Terlinda da Conceição Barros

viii Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : dr. Terlinda da Conceição Barros


Program Studi : Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Judul : Uji diagnostik frambusia menggunakan rapid test Hexagon
syphilis® dari spesimen fingerprick whole blood dan serum
dibandingkan dengan Treponema pallidum hemagglutination
assay (TPHA). Studi pada Anak usia 1-14 tahun di distrik Dili
dan Manatuto, Timor Leste.

Tesis ini membahas kemampuan alat uji rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen whole blood dan serum dibandingkan dengan Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) dalam mendeteksi frambusia pada
anak usia 1-14 tahun di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste. Penelitian ini
merupakan uji diagnostik dengan rancangan potong lintang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen fingerprick whole blood sebagai pemeriksaan penunjang serologis
mampu mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan nilai sensitifitas
fingerprick whole blood sebesar 95%, spesifisitas 99,17%, Nilai Duga Positif
(NDP) sebesar 86,36%, Nilai Duga Negatif (NDN) sebesar 99,72%.

Kata kunci : frambusia, rapid test Hexagon Syphilis, fingerprick whole


blood, serum sensitifitas, spesifisitas, NDP, NDN, TPHA

x Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
ABSTRACT

Name : dr. Terlinda da Conceição Barros


Study Program : Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Title : Diagnostic test of yaws using rapid test Hexagon Syphilis®
from fingerpric whole blood and serum specimen compared to
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in
children age 1-14 years old in Dili and Manatuto distric, Timor
Leste.

The aim of this study was to measure the performance of rapid test Hexagon
Syphilis® using whole blood and serum specimens compared to Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in detecting yaws in children age 1-14
years old. This is a diagnostic study with cross-sectional design. The results of the
performance of rapid test Hexagon Syphilis® from fingerprick whole blood was:
sensitivity 95%, specificity 99,17%, Positive Predictive Value (PPV) of 86,36,
Negative Predictive Value (NPV) of 99,72%.

Key words : yaws, rapid test Hexagon Syphilis, fingerprick whole blood,
serum, sensitivity, specificity, PPV, NPV, TPHA

xi Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................... ii


UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………............. viii
ABSTRAK………………………………………………………………… .............. ix
ABSTRACT…………………………………………………………………. ............ x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ... xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… . xii
DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR…………………………………………… ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xiv
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………….. ..... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi masalah ................................................................................... 5
1.3 Perumusan masalah ................................................................................... 6
1.4 Hipotesis penelitian ................................................................................... 7
1.5 Tujuan penelitian ....................................................................................... 7
1.5.1 Tujuan umum .................................................................................... 7
1.5.2 Tujuan khusus ................................................................................... 7
1.6 Manfaat penelitian ..................................................................................... 8
1.6.1 Manfaat bidang pelayanan ................................................................ 8
1.6.2 Manfaat bidang pendidikan .............................................................. 8
1.6.3 Manfaat bidang pengembangan penelitian ....................................... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9


2.1. Frambusia ................................................................................................. 9
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 9
2.1.2 Epidemiologi .................................................................................. 10
2.1.3 Etiologi ........................................................................................... 10
2.1.4 Patogenesis ..................................................................................... 11
2.1.5 Manifestasi klinis ............................................................................ 12
2.1.5.1 Stadium primer .................................................................. 12
2.1.5.2 Stadium sekunder .............................................................. 12
2.1.5.3 Stadium tersier .................................................................. 13
2.1.6 Faktor resiko ................................................................................... 13
2.2 Diagnosis ................................................................................................. 14
2.2.1 Anamnesis ...................................................................................... 14
2.2.2 Pemeriksaan fisis ............................................................................ 14
2.2.3 Diferensial diagnosis ...................................................................... 15
2.2.3.1 Impetigo ............................................................................ 15
2.2.3.2 Ektima ............................................................................... 16
2.2.3.3 Veruka plantaris ................................................................ 16
2.2.4 Pemeriksaan penunjang .................................................................. 16
2.2.4.1 Pemeriksaan serologis ....................................................... 16
2.2.4.1.1 Uji treponemal .................................................... 17

xii Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
2.2.4.1.2 Uji nontreponemal.............................................. 19
2.2.4.1.3 Rapid-test Hexagon Syphilis® ......................................... 19
2.2.4.2 Pemeriksaan histopatologi ................................................ 20
2.3 Tatalaksana ........................................................................................... 20
2.4 Kerangka teori ......................................................................................... 22
2.5 Kerangka konsep ..................................................................................... 23

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 24


3.1 Rancangan penelitian ............................................................................... 24
3.2 Tempat dan waktu penelitian ................................................................... 24
3.2.1 Tempat penelitian ........................................................................... 24
3.2.2 Waktu penelitian ............................................................................. 24
3.3 Populasi penelitian ................................................................................... 24
3.3.1 Populasi target ................................................................................ 24
3.3.2 Populasi terjangkau......................................................................... 24
3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian ......................................... 25
3.5 Kriteria pemilihan subyek penelitian ....................................................... 25
3.5.1 Kriteria penerimaan ........................................................................ 25
3.5.2 Kriteria penolakan .......................................................................... 25
3.6 Estimasi besar sampel .............................................................................. 25
3.7 Cara kerja ........................................................................................... 26
3.7.1 Tahap seleksi dan pengisian formulir persetujuan ......................... 26
3.7.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisis ................................................... 27
3.7.3 Pengisian status penelitian .............................................................. 27
3.7.4 Dokumentasi ................................................................................... 27
3.7.5 Pengambilan spesimen ................................................................... 27
3.7.5.1 Alat dan bahan................................................................... 27
3.7.5.2 Cara pengambilan spesimen .............................................. 28
3.7.5.2.1 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi vena ........ 28
3.7.5.2.2 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi ujung
jari ...................................................................... 29
3.7.6 Pemeriksaan rapid Syphilis test ...................................................... 29
3.7.7 Pemeriksaan TPHA ........................................................................ 30
3.7.8 Pengolahan limbah medis ............................................................... 31
3.7.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 31
3.8 Batasan operasional ............................................................................... 31
3.9 Pencatatan dan analisis data .................................................................. 34
3.10 Kerangka operasional ............................................................................ 36

BAB 4. HASILPENELITIANDANPEMBAHASAN………………………… ..... 37


4.1 Karakteristik sosiodemografik………………………………………… . 37
4.2 Hasil pemeriksaan serologi…………………………………………. ..... 40
4.2.1 Hasil pemeriksaan fingerprick whole blood………………… ...... 40
4.2.2 Hasil pemerisaan serum……………………………………… .... 42

4.3 Akurasi hasil rapid test Hexagon Syphilis spesimen fingerprick whole
blood dan serum….................................................................................. 44
4.4 Hasil tambahan ........................................................................................ 44

xiii Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
4.5 Keterbatasan penelitian............................................................................ 44

BAB 5. IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN……………………… ....... 45


5.1 Ikhtisar…………………………………………………………… ........ 45
5.2 Kesimpulan………………………………………………………… ...... 47
5.3 Saran……………………………………………………………… ........ 47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49

xiv Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR

Kerangka teori ....................................................................................... 22

Kerangka konsep…………………………………………………….. 23

Kerangka operasional………………………………………………… 36

Gambar 1. Pembacaan hasil rapid Syphilis tesis……………………... 30

xv Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Dosis azitromisin berdasarkan usia………………………………21


Tabel 3 Tabel 2 x 2 uji diagnosis…………………………………………34
Tabel 4.1 Sebaran karakteristik demografik subyek penelitian…………….39
Tabel 4.2 Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis menggunakan
specimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan treponema
pallidum hemagglutination assay
(TPHA)……………………….40

Tabel 4.3 Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis menggunakan


spesimen serum dibandingkan dengan TPHA…………………...43

xvi Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi penelitian……………………… 54


Lampiran 2 Lembar persetujuan………………………… 55
Lampiran 3 Lembar penyaringan subyek penelitian…… 56
Lampiran 4 Status penelitian………………………… 57
Lampiran 5 Tabel induk……………………………… 59
Lampiran 6 keterangan tabel induk………………….. 68
Lampiran 7 Surat keterangan lolos uji etik…………… 70

xvii Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN

TP : Treponema pallidum
0
C : derajat Celcius
NTD : Neglected Tropical Diseases
WHO : World Health Organization
KM2 : Kilometer Persegi
VDRL : venereal disease research laboratory
POC : Point of care
TSS : tes serologi sifilis
RPR : rapid plasma regain
TPI : Treponema pallidum
TPPA : Treponema pallidum particle agglutination assay
FTA-ABS : fluorescent treponemal antibody absorption assay
RST : Rapid syphilis test
PKBI : Perkumpulan Kleuarga Berencana Indonesia
NDN : nilai duga negatif
NDP : nilai duga positif
T : Treponema
UNICEF : United Nations Children’s Fund
μm : mikromili
Cm centimeter
HPV : human papilloma virus
MHA-TP : microhemagglutination assay for antibodies to treponema pallidum
EIA : enzyme immunoassay
TPHA : Treponema pallidum hemagglutination assay
NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
IFA : Immunifluorescent assay
IHA : Indirect hemagglutination assay

xviii Universitas
Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
HIV : Human Immunodeficiency virus
IgG : imunoglobulin G
IgM : imunoglobulin M
kDa kiloDalton
Kg : kilogram
BB : Berat Badan
IU : International Unit
TCT : Total Community Treatment
TTT : Total Target Treatment
ml : mililiter
SP : Subyek Penelitian
N : number (besar sampel)
n : number (besar sampel keseluruhan )
P : prevalensi penyakit
SD : sekolah dasar
SMP : Sekolah Menengah Tingakt Pertama
SMA : Sekolah Mennegah Tingkat Atas
SPSS : statistical programme for social sciences
IMT : Indeks massa tubuh
OW : overweight
KM : kilometer

xix Universitas Indonesia


Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Yaws atau frambusia adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal pada


manusia yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral
(spirochaeta), famili Treponemacetae, genus Treponema pallidum subspesies
pertenu (TP. Pertenue).1 Penyakit ini dapat mengenai semua usia, namun
terutama ditemukan pada usia dibawah 15 tahun. Dikenal sebagai poverty-related
disease2 karena penyakit ini mengenai penduduk rural di negara tropis beriklim
panas (>270C), curah hujan dan kelembaban tinggi, keterbatasan sarana air bersih,
sanitasi kurang baik dan penduduk umumnya miskin.1,3

Frambusia merupakan salah satu dari 17 penyakit yang digolongkan dalam


Neglected Tropical Disease (NTD). Lepra, limfatik filariasis, leismaniasis viseral
(kala-azar) dan frambusia merupakan empat penyakit NTD yang ditargetkan
WHO (World Health Organization) akan dieradikasi pada tahun 2020.4

Status epidemiologi penyakit frambusia secara global sampai saat ini belum
diketahui pasti, namun banyak bukti menunjukkan kasus frambusia terus
meningkat di beberapa negara,5 sementara negara-negara yang dahulu endemis
tidak lagi memiliki kasus baru. Tahun 2011, WHO menyatakan bahwa negara
endemis frambusia di Asia Tenggara dan pasifik adalah Indonesia, Papua New
Guinea, Negara Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Vanuatu.6

Populasi global yang berisiko terinfeksi frambusia diperkirakan sebesar 34 juta


orang. Anak-anak adalah sumber infeksi primer dan infeksi ditularkan ke individu
lain terutama melalui kontak kulit. Resiko berdasarkan kelompok usia,
diperkirakan sekitar 23 juta kasus terdapat pada kelompok usia ≤ 14 tahun dan 11

1
Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


2

juta kasus pada kelompok usia 16-24 tahun.6 Data epidemiologi ini menjadi dasar
pemilihan subyek dalam penelitian ini yakni populasi anak usia 1-14 tahun di
Timor Leste.

Target eradikasi penyakit frambusia pada abad 21 ini dapat dicapai karena adanya
beberapa faktor yang memudahkan yakni: manusia adalah satu-satunya pejamu
frambusia, infeksi hanya mungkin terjadi melalui kontak erat dengan penderita,
adanya rapid-test serologis yang dapat dilakukan di daerah terpencil, kebijakan
baru untuk terapi populasi resiko tinggi di daerah endemis, terapi terbaru dengan
azitromisin oral-dosis tunggal, penyakit ini hanya terdapat di beberapa negara,
berhasilnya eradikasi penyakit ini di India, dan dukungan yang besar terhadap
program kontrol, eliminasi dan eradikasi penyakit frambusia yang tergabung
dalam NTD.6

Timor Leste merupakan negara kecil beriklim tropis dengan luas wilayah 14.919
KM2. Terletak di sebelah timur pulau Timor. Bagian barat pulau Timor yakni
Kupang-Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi ke-23 Republik Indonesia.
Total penduduk berdasarkan sensus tahun 2010 ± 1,2 juta jiwa, dan sekitar 45%
penduduk berusia kurang dari 15 tahun. Sejumlah 70% penduduk tinggal di
daerah rural dengan sarana jalan, fasilitas kesehatan dan ketersediaan air bersih
masih sangat terbatas.7

Data pasti mengenai kasus frambusia di Timor Leste tidak tersedia, namun
terdapat laporan kasus dari 4 distrik yakni Aileu, Bobonaro, Lospalos dan
Viqueque.8 WHO memperkirakan sekitar 500-1000 kasus baru pertahun. Dari
skrining VDRL yang dilakukan dengan dukungan dari WHO terhadap 280 wanita
hamil, ditemukan 70 kasus VDRL reaktif dengan hanya 3 kasus yang
berhubungan dengan sifilis. Hal ini mengarahkan pada dugaan tingginya kasus
frambusia di Timor Leste.2

Satter pada tahun 2010 melaporkan kasus frambusia stadium sekunder pada anak
usia 12 tahun di Timor Leste. Lesi kulit yang ditemukan berupa papul dan plak

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


3

berbentuk anular, hipopigmentasi pada bagian tengah dan tertutup krusta


kekuningan. Lesi tersebar luas pada wajah, badan dan lengan dan tungkai.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil uji serologis positif dan didapatkan
kuman Treponema pada pemeriksaan histopatologi.9

Dos Santos dkk pada tahun 2007, melalukan studi prevalensi penyakit infeksi
kulit di rumah sakit, sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan di distrik Oe-cusse,
Bobonaro, Covalima dan Atauro-Dili, menemukan 6 kasus frambusia.10

Kementerian Kesehatan Timor-Leste didukung oleh WHO telah mencanangkan


program eradikasi penyakit frambusia yang akan dimulai pada tahun 2014.
Program ini meliputi identifikasi lokasi kantong frambusia yang akan diikuti
dengan pengobatan massal menggunakan azitromisin oral dosis tunggal.2,11

Timor Leste sebagai salah satu negara berpendapatan rendah dengan kemampuan
uji laboratorium terbatas, uji treponemal yang mudah dan cepat (rapid) sebagai
metode penapisan maupun uji point of care (POC) berperan penting dalam
penegakkan diagnosis baik untuk terapi presumptif maupun konfirmasi hasil uji
treponemal di pelayanan kesehatan primer.12,13

Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap T.P pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji
serologi nonspesifik (rapid plasma reagin-RPR dan venereal disease research
laboratory-VDRL) dan spesifik (treponema pallidum immobilization-TPI,
treponema pallidum hemagglutination assay-TPHA, treponema pallidum particle
agglutination-TPPA, fluorescent treponemal antibody absorbtion assay-FTA-
ABS).14,15

Rapid syphilis test (RST) merupakan alat uji serologi sifilis yang bersifat spesifik.
Hingga saat ini, TP. pallidum penyebab sifilis venereal dan TP. pertenue
penyebab frambusia belum dapat dibedakan secara morfologi dan serologi16
sehingga RST ini dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis frambusia,

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


4

terutama di daerah rural dimana tenaga kesehatan terlatih dan peralatan logistik
(alat pendingin untuk menyimpan reagen, instalasi listrik untuk menjalankan alat
sentrifugasi, dan lemari pendingin) terkait dengan pemeriksaan serologis
konvensional sangat terbatas bahkan tidak tersedia.17

RST dan POC merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat
diketahui dalam waktu ± 20 menit sehingga terapi dapat langsung diberikan. Hal
ini akan mengurangi masalah ketidakpatuhan pasien dalam berobat dan risiko
resistensi dan penyebaran infeksi.13,18

WHO pada tahun 2003, melakukan evaluasi terhadap RST di 8 laboratorium pada
4 negara yakni Afrika, Asia, Amerika, dan Eropa dengan kriteria: hasil tes
diperoleh dalam waktu kurang dari 30 menit, tes mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus dan tenaga terlatih, serta hasilnya dapat dibaca dan
diinterpretasikan secara langsung. Terdapat 6 RST yang dipilih yakni: Determine
Syphilis TP, Syphilis fast, Espline TP, Syphicheck-WB, SD BIOLINE Syphilis
3.0, dan VISITECT Syphilis. Uji ini menggunakan spesimen serum yang
dibandingkan terhadap Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan
Treponema pallidum particle agglutination (TPPA) sebagai baku emas. Hasil
yang didapatkan yakni sensitivitas berkisar 85-98% dan spesifisitas 93-98%.19

Rapid-POC menggunakan spesimen fingerprick whole blood untuk penapisan


sifilis antenatal di daerah pedalaman Amazon terbukti mengurangi resiko penyakit
terkait sifilis pada kehamilan.20

Yalda dkk pada tahun 2013 melakukan review dan meta-analisis terhadap
penggunaan rapid and POC Treponemal tests terhadap 4 RST ( Determine, SD
Bioline, Syphicheck, Visitect) di lokasi dengan keterbatasan sarana dan prasarana
menggunakan spesimen serum dan whole blood. Hasil yang didapatkan yakni
sensitivitas dan spesifisitas whole blood berkisar antara 75%-99% dan 98%-99%
serta sensitivitas dan spesifisitas spesimen serum berkisar antara 76%-92% dan

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


5

92%-98%. Hasil ini dikatakan lebih baik jika dibandingkan pemeriksaan


laboratorium nontreponemal konvensional.18

Mutmainnah12 pada tahun 2012 melakukan penelitian uji diagnostik


membandingkan RST Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan
fingerprick whole blood terhadap TPHA pada populasi resiko tunggi di poliklinik
PKBI (Perkumpulan keluarga Berencana Indonesia) dan PSKW (Panti Sosial
Karya Wanita) Mulya Jaya, di Jakarta. Hasil yang didapatkan yakni: sensitivitas
spesimen serum dan fingerprick whole blood terhadap TPHA sebesar 97,4% dan
spesifisitas 100%.

Dlamini21 pada tahun 2014 membandingkan RST Hexagon Syphilis® dan SD


Bioline Syphilis menggunakan spesimen serum penderita sifilis terhadap TPHA
dengan jumlah SP 297, didapatkan hasil Nilai Duga Positif (NDP) dan Nilai Duga
Negatif (NDN) untuk masing-masing RST Hexagon Syphilis® dan SD Bioline
berkisar antara 94-97% dan 90-98%. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil
bahwa waktu pengerjaan tes menggunakan Hexagon Syphilis® lebih singkat
(kurang dari 15 menit) dibandingkan SD Bioline.

1.2 Identifikasi masalah

Meskipun WHO telah menetapkan program eliminasi dan eradikasi frambusia


pada tahun 2020 bagi negara-negara yang dinyatakan endemis termasuk Timor
Leste, namun tidak terdapatnya data pasti mengenai jumlah kasus dan lokasi
kantong frambusia menjadi kendala dalam menetapkan prioritas dan target terapi.
Laporan 10 penyakit terbanyak dalam statistik kesehatan tahunan (2012)
kementerian kesehatan Timor-Leste, tidak terdapat diagnosis untuk kasus
frambusia, namun dilaporkan sejumlah >5000 kasus pertahun dalam kelompok
“luka tidak berhubungan dengan kasus kecelakaan” pada anak usia 1-14 tahun.22

Hingga saat ini, belum pernah dilakukan suatu uji diagnostik terhadap frambusia
menggunakan RST di Timor Leste. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi RST

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


6

Hexagon Syphilis® dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
dengan lesi kulit di Timor Leste. Penggunaan rapid treponemal test ini menjadi
salah satu rekomendasi WHO untuk survei serologis6 yang dapat menjangkau
populasi daerah endemis frambusia yang umumnya bermukim di daerah rural
dengan keterbatasan sarana, prasarana dan tenaga kesehatan terlatih dalam
menegakkan diagnosis frambusia menggunakan metode pemeriksaan
laboratorium konvensional.

1.3 Perumusan masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
 Berapakah sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan
TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
dengan lesi kulit terduga frambusia?
 Berapakan nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDN) rapid-test
Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood
dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada
anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia?
 Berapakah sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam
menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi
kulit terduga frambusia?
 Berapakan NDP dan NDN rapi-test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan
diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga
frambusia?
 Berapakah nilai akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA
dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan
lesi kulit terduga frambusia.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


7

1.4 Hipotesis penelitian

Rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood


dan serum memiliki sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi yang
setara dalam mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit
terduga frambusia.

1.5 Tujuan penelitian

1.5.1 Tujuan Umum


Mengetahui nilai diagnostik rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen
fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA dalam
menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit
terduga frambusia.

1.5.2 Tujuan khusus


 Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan
TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
dengan lesi kulit terduga frambusia.
 Mengetahui nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDN) rapid-
test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood
dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada
anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.
 Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam
menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi
kulit terduga frambusia.
 Mengetahui NDP dan NDN rapi-test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakan diagnosis
frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


8

 Mengetahui nilai akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan


spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA
dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan
lesi kulit terduga frambusia.

1.6 Manfaat penelitian

1.6.1 Manfaat bidang pelayanan

Data yang didapatkan dari penelitian ini terkait penggunaan rapid-test Hexagon
Syphilis® dapat digunakan sebagai acuan bagi Kementerian Kesehatan Timor
Leste dalam mengambil kebijakan sehubungan dengan pemilihan metode
diagnostik yang akan digunakan dalam survei serologis frambusia menuju
eradikasi tahun 2020.

1.6.2 Manfaat bidang pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait


penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® sebagai alat penunjang diagnosis
frambusia.

1.6.3 Manfaat bidang pengembangan penelitian

Data yang dihasilkan dari penelitian ini yakni sensitivitas, spesifisitas, NDP dan
NDN serta akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai data
acuan untuk melakukan penelitian lainnya di masa mendatang terkait efektivitas
biaya penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® di daerah endemis frambusia
yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam uji laboratorium konvensional.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Frambusia

2.1.1 Definisi

Yaws, juga dikenal dengan nama buba (Spanyol), framboesia (Jerman), parangi
(Melayu) dan pian (Perancis) adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal
pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif berbentuk spiral
(spirochaeta) Treponema pallidum (TP) subspesies pertenue. Kata yaw,
digunakan sekitar abad ke-17 dalam bahasa Afrika adalah sebutan untuk buah
beri. Willem Piso, seorang dokter berkebangasaan Belanda adalah orang pertama
yang menggunakan istilah ini untuk mendeskripsikan bentuk klinis penyakit ini
yang menyerupai buah beri.1

Sifilis venereal dan treponematosis endemik (nonvenereal) terdiri atas frambusia,


sifilis endemik (bejel, TP. endemicum), dan pinta ( T. carateum) merupakan
penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman treponema dan memiliki
banyak kemiripan khususnya dalam riwayat perjalanan penyakit yakni terbagi
dalam tiga stadium klinis dan dapat disertai stadium laten. Beberapa Negara
masih menjadi kantong penyakit bejel diantaranya Sudan, Zimbabwe, Afrika
Selatan, Asia Tenggara, Turki dan daerah pasifik barat. Hingga kini, masih
terdapat beberapa laporan kasus pinta dari Negara Amerika Latin diantaranya
Meksiko bagian selatan, Brazil, Colombia, Venezuela, Peru, dan Equador.3,23,24
Penyakit bejel maupun pinta belum pernah dilaporkan baik dari Indonesia maupun
Timor Leste.

Infeksi terjadi melalui kontak langsung dengan lesi kulit yang basah, yang telah
terinfeksi kuman treponemal. Beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit
frambusia dapat ditularkan melalui lalat atau alat-alat rumah tangga, namun bukti
ke arah ini masih sangat sedikit.3 Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata
21 hari), timbul lesi awal frambusia pada tempat inokulasi berupa papul yang

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


10

akan mengalami ulserasi. Lesi kulit ini bersifat infeksius dan berlangsung selama
beberapa bulan kemudian menyembuh dengan jaringan parut, atau berlangsung
progresif dan mengenai tulang dan tulang rawan hingga terjadi kecacatan.
Sepanjang perjalanan penyakit frambusia, dapat terjadi latensi selama beberapa
bulan sampai tahun.1,3

2.1.2 Epidemiologi

Sejak tahun 1952-1964, frambusia dan penyakit treponematosis endemik lainnya


(bejel dan pinta) merupakan masalah kesehatan publik yang mendapat perhatian
besar dan ditargetkan untuk eradikasi. Melalui kampanye pengobatan massal di 46
negara yang dipimpin oleh WHO dan UNICEF, jumlah kasus frambusia berhasil
diturunkan sebesar 95%. Namun, penyakit ini belum dapat dieradikasi dan WHO
memperkirakan hingga tahun 1995 masih terdapat sekitar 2,5 juta kasus frambusia
secara global dengan 460 ribu kasus infeksius.1,6

2.1.3 Etiologi

Frambusia disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral, ordo


spirochaetales, famili Treponemacetae, genus Treponema. TP. pertenue secara
morfologi dan serologik hingga kini masih belum dapat dibedakan dari TP.
subspesies pallidum penyebab sifilis venereal.1 Terdapat dua subspesies T.
pallidum lainnya yang menyebabkan penyakit treponematosis endemik non
venereal yaitu TP. endemicum penyebab bejel dan TP. careteum penyebab
pinta.1,3

Studi in vitro terhadap 5 strain TP. pertenue yang berhasil di kultur pada kelinci
yakni CDC1, CDC2, Gauthier, Samoa D, dan Samoa F, sangat membantu dalam
memahami ultrastruktur, fisiologi, mikrobiologi, dan genetik organisme ini.1 TP.
pertenue memiliki panjang rata-rata 10-15 μm, lebar 0,2 μm, hanya dapat terlihat
di bawah mikroskop lapangan gelap. Badan T.P pallidum berbentuk spiral di
kelilingi oleh membran sitoplasmik dan dilapisi oleh membran luar dengan ikatan
longgar. Lapisan tipis peptidoglikan di antara membran memberikan struktur yang
stabil. Endoflagel adalah organel yang bertanggung jawab terhadap motilitas

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


11

berpilin TP. pallidum. Kuman ini akan mati pada lingkungan aerob, kering dengan
temperatur tinggi. Pembelahan organisme ini berlangsung lambat (satu kali
pembelahan tiap 30-33 jam) dan tidak dapat bertahan hidup di luar pejamu
mamalia serta tidak tumbuh dalam medium kultur.1

Studi genetik terhadap TP. pertenue dan TP. pallidum menemukan kemiripan
sebesar 99,8%. Perbedaan keduanya terletak pada 6 lokasi genomik yakni gen
tpp15 (gen yang mengkode lipoprotein), gen gpd (gen yang mengkode enzim
hidrolase), gen tp92 (gen yang mengkode protein permukaan), gen tpr (gen yang
mengkode protein membran bagian luar), gen arp (gen yang mengkode protein-
kaya asam), dan sequence variation of the intergenic spacer IGR19 (antara gen
fiG dan hlyB). TP. pertenue memiliki virulensi yang lebih rendah dibandingkan
TP. pallidum. Gen yang berperan dalam perbedaan virulensi ini diduga adalah
gen tpr yang mengkode antigen pada permukaan membran organisme ini.
Perbedaan manisfestasi klinis dan epidemiologi frambusia dan sifilis didasarkan
atas adanya perbedaan genetik ini.1,25

2.1.4 Patogenesis

Bakteri TP. pertenue masuk ke dalam kulit manusia yang telah mengalami
diskontinuitas. Selanjutnya kuman ini akan melalui epitel dan melekat pada
permukaan matriks ekstraselular yang dilapisi fibronektin. Pada hewan coba
hamster, kecepatan munculnya lesi kulit dan resolusinya bervariasi sesuai jumlah
inokulum. Jumlah minimal inokulum yang dapat menimbulkan infeksi adalah 103-
104 bakteri.1 Organisme ini sudah berada dalam kelenjar limfe dalam beberapa
menit dan diseminasi luas terjadi dalam beberapa jam. Imunitas seluler dan
humoral berperan dalam infeksi kuman ini. Kuman treponema akan di fagosit oleh
makrofag, diperkuat oleh proses opsonisasi serum.23 Treponema memiliki
beberapa mekanisme pertahanan diri terhadap respon imun yakni: kuman
treponema akan mencetuskan penekanan respon mitogenik sel limfoid normal,
stimulasi sel T menjauhi sirkulasi darah perifer, kuman berada dalam tingkat
metabolisme yang rendah dan mempertahankan infeksi dengan jumlah sel kuman
hidup yang minimal sehingga tidak terdeteksi sistim imun selama fase laten.1

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


12

Perbedaan genom TP. pallidum dan TP. pertenue sebesar 0,2% terletak pada 6
lokasi gen yang menyebabkan perbedaan dalam virulensi yakni TP. pallidum
lebih bersifat invasif daripada TP. pertenue. Infeksi TP. pallidum berbeda secara
epidemiologi dari infeksi TP. pallidum yakni: infeksi TP. pallidum terjadi melalui
kontak seksual, umumnya mengenai penduduk daerah perkotaan, tersebar secara
global dan dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam
kandungan (sifilis kongenital).26

2.1.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis frambusia menyerupai sifilis yaitu terbagi menjadi 3 stadium


klinis yakni stadium primer, sekunder, dan tersier.27 Sistim klasifikasi lainnya
menggolongkan frambusia dalam stadium dini, mencakup stadium primer dan
sekunder ditandai adanya lesi kulit infeksius dan stadium lanjut mencakup
stadium tersier dengan keterlibatan kulit, tulang, persendian, deformitas jaringan,
dan dianggap lesi noninfeksius.28

2.1.5.1 Stadium primer

Setelah masa inkubasi yang berlangsung antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari),
muncul lesi primer atau mother yaw (buba madre) pada tempat inokulasi,
umumnya pada bagian tubuh yang terpajan seperti daerah tungkai. Lesi kulit pada
stadium ini berupa nodul eritematosa, diameter 1-5 cm, infiltratif, tidak nyeri,
sering disertai keluhan gatal. Permukaan lesi kulit ini dapat menjadi papilomatosis
dan berkrusta. Lesi primer ini awalnya soliter, diikuti munculnya papul satelit
yang kemudian berkonfluens menjadi plak. Selanjutnya, plak ini akan menjadi
ulkus meyerupai buah beri yang tertutup krusta (chancer of yaws, frambesioma).
Kelenjar limfe regional umumnya membesar. Lesi primer akan menyembuh
secara spontan dalam 2-6 bulan, meninggalkan jaringan parut atrofik disertai
hipopigmentasi pada bagian tengah. Stadium ini sangat jarang disertai gejala
konstitusional.1,27,28

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


13

2.1.5.2 Stadium sekunder

Lesi kulit stadium sekunder muncul dalam beberapa minggu hingga 2 tahun
setelah lesi kulit primer, sebagai akibat multiplikasi dan penyebaran organisme
secara limfogen dan hematogen. Stadium ini dapat diselingi erupsi lesi diseminata
disertai limfadenopati generalisata dan gejala konstitusi malese, demam, dan
anoreksia.1 Sebanyak 75% anak usia kurang dari 15 tahun di Papua New Guinea
dilaporkan mengalami gejala osteoperiostitis palangs proksimal jari tangan
(daktilitis) dan tulang panjang (tibia dan fibula).29 Lesi papul atau plak (doughter
yaws atau pianomas) pada stadium ini menyerupai lesi pada stadium primer
namun ukurannya lebih kecil (mencapai 2 cm), eritematosa, basah, verukosa,
vegetasi, krusta nonpruritik. Lesi akan menjadi erosif dan tertutup eksudat
fibrinosa yang sangat infeksius, mengering menjadi krusta. Kelainan kuku
paronikia (pianic onychia) dapat ditemukan pada stadium ini. Gejala klinis lain
yang juga dapat ditemukan pada stadium ini yakni plak hiperkeratotik pada
telapak tangan dan kaki, dapat terjadi fisura dan ulserasi (worm-eaten soles), dan
infeksi sekunder yang nyeri sehingga penderita biasanya menunjukkan tanda khas
yaitu ‘crab-like gait’. Gejala klinis pada stadium sekunder ini masih bersifat
reversibel dan akan sembuh dengan atau tanpa jaringan parut dalam beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah terapi.1,28,30

2.1.5.3 Stadium tersier

Sekitar 10% kasus frambusia yang tidak diterapi akan berkembang menjadi
penyakit kronik, relaps, dan menimbulkan kecacatan dimana terjadi deformitas
pada tulang. Stadium ketiga ini muncul ± 5 tahun setelah stadium primer atau
sekunder. Lesi pada stadium ini ditandai secara khas dengan adanya nodul
gumatosa disertai nekrosis masif dan kerusakan jaringan yang akan diikuti
pembentukan jaringan parut dan kontraktur. Osteitis destruktif menyebabkan
ulserasi palatum dan nasofaring (gangosa) dan kerusakan tulang tibia (sabre
shins). Dapat pula terjadi hipertrofik periostitis periartikular yang menyebabkan
eksostosis paranasal atau dikenal dengan istilah “guandou”. Secara umum
diterima bahwa frambusia stadium tersier ini tidak menyebabkan gangguan
kardiovaskular dan susunan saraf.1,30

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


14

2.1.6 Faktor risiko

Penularan frambusia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:31,32


 Kebersihan perorangan yang buruk
 Jarang berganti pakaian
 Lingkungan tempat tinggal kumuh
 Penyakit kulit yakni kudis atau bisul
 Luka berulang karena trauma

Hasil penelitian Boedisusanto32 tahun 2007, di kota Jayapura menunjukkan bahwa


faktor kondisi rumah (kepadatan hunian, ketersediaan air bersih), social ekonomi
(pengetahuan) dan perilaku (kebiasaan mandi) beresiko terhadap kejadian
frambusia.
Lesi kulit frambusia muncul terutama pada musim hujan. Kelembaban udara
yang tinggi meningkatkan ketahanan hidup kuman dalam lesi kulit
papilomatosa.1

2.2 Diagnosis

Diagnosis frambusia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan


penunjang. Data epidemiologi, gejala klinis dan pemeriksaan serologis untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman treponema sangat diperlukan dalam
penegakan diagnosis.

2.2.1 Anamnesis

Riwayat kontak dengan orang yang memiliki lesi kulit seperti borok, koreng,
benjolan merah yang kotor atau bentuk lesi frambusia lainnya. Lamanya kontak
hingga munculnya lesi kulit antara 3 minggu sampai 90 hari. Data pendukung lain
yakni faktor lingkungan (ketersediaan air bersih, higiene, kepadatan hunian dan
sanitasi), tempat tinggal, usia kurang dari 15 tahun dapat membantu dalam
menegakan diagnosis.3,32,33

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


15

2.2.2 Pemeriksaan fisis

Diagnosis frambusia secara klinis oleh tenaga kesehatan yang kurang


berpengalaman menangani kasus frambusia sangat sulit sehingga penyakit ini
sering tidak terdiagnosis.

Klasifikasi lesi frambusia menurut WHO sebagai berikut:


Tabel 2.1. Klasifikasi lesi klinis frambusia*
frambusia aktif
Infeksius Lesi awal (mother yaws)
Papiloma multipel
Papilomata plantar dan palmar
Ulkus
Lesi kulit lain: makula, papul, mikropapul, nodul, plak

Non-infeksius Hiperkeratosis
Lesi pada tulang dan sendi
Frambusia non-aktif Frambusia laten: gummata, ulkus, gangosa, sabre shin

2.2.3 Diferensial diagnosis

Berbagai lesi kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit dapat
menyerupai frambusia berbagai stadium. Diagnosis banding yang sering pada
kelompok usia anak antara lain impetigo, ektima dan veruka.27

2.2.3.1 Impetigo

Impetigo adalah infeksi piogenik pada lapisan superfisial epidermis (dibawah


startum korneum atau folikel rambut). Terdapat dua bentuk klinis yaitu impetigo
nonbulosa dan impetigo bulosa. Kuman penyebab tersering adalah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus grup A. Lesi awal berupa vesikel atau
pustul di daerah wajah yang berkembang menjadi plak tertutup krusta
kekuningan, diameter mencapai 2 cm. Kulit sekitarnya tampak kemerahan, namu
tidak terdapat gejala konstitusional. Tanpa terapi, lesi akan meluas ke kulit

*Dikutip sesuai aslinya dengan perubahan dari kepustakaan no.6

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


16

sekitarnya atau lapisan bawah kulit menjadi ulkus dalam beberapa minggu.
Vesikel pada impetigo bulosa dapat berkembang menjadi bula berdinding kendur,
berisi cairan kekuningan hingga kecoklatan. Bula akan pecah dalam beberapa hari
dan terbentuk krusta kuning kecoklatan. Komplikasi yang dapat muncul pada
kasus yang tidak diterapi antara lain selulitis, limfangitis dan bakteremia.34,35

2.2.3.2 Ektima

Lesi impetigo nonbulosa yang tidak mengalami resolusi secara spontan maupun
setelah terapi dapat berkembang menjadi ektima yaitu lesi erosi atau ulserasi,
tertutup krusta tebal, kuning keabuan disertai materi purulen. Jika krusta ini
diangkat, maka tampak ulkus dengan tepi indurasi (punched-out). Diameter ulkus
dapat mencapai >3 cm. Lokasi tersering adalah ektremitas inferior. Dapat terjadi
autoinokulasi atau peneyebaran infeksi oleh vekstor serangga. Penyembuhan luka
berlangsung lambat (beberapa minggu) dalam terapi antibiotik sistemik.34,35

2.2.3.3 Veruka plantaris

Veruka vulgaris (common warts) disebabkan oleh infeksi kuman HPV (Human
Papiloma Virus) pada kulit dan mukosa. Perjalanan infeksi lambat, dan tidak
memberikan gejala sistemik. Terdapat lebih dari 100 jenis HPV namun HPV
penyebab veruka plantaris termasuk dalam subtipe yang tidak berpotensi menjadi
ganas yaitu tipe 1. Gejala klinis berupa papul hiperkeratotik, endofitik, dapat
berkonfluens membentuk plak hiperkeratotik pada plantar pedis (mosaic warts).
Terapi secara umum adalah destruksi fisik terhadap lesi yang akan membunuh
kuman penyebab dengan berbagai metode diantaranya bedah beku.36

2.2.4 Pemeriksaan penunjang

2.2.4.1 Pemeriksaan serologis

Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap T. pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


17

serologi nonspesifik (rapid plasma reagin-RPR dan venereal disease research


laboratory-VDRL) dan spesifik (treponema pallidum immobilization-TPI,
treponema pallidum hemagglutination assay-TPHA, treponema pallidum particle
agglutination-TPPA, fluorescent treponemal antibody absorbtion assay-FTA-
ABS).14,15

2.2.4.1.1 Uji treponemal

Uji treponemal menggunakan antigen yang berasal dari Treponema pallidum


memungkinkan deteksi antibodi anti-treponemal yang bersifat spesifik dan
kemungkinan hasil positif palsu lebih rendah. Termasuk uji treponemal antara
lain: TPHA, treponema pallidum particle agglutination (TPPA), fluorescent
treponemal antibody-absorbed test (FTA-abs), microhemagglutination assay
(MHA-TP), enzyme immunoassay (EIA), 15,37 dan RST.38

Uji TPHA dan MHA-TP disebut juga indirect hemagglutination assay (IHA),
keduanya serupa namun MHA-TP adalah generasi terdahulu dari TPHA. Uji ini
dapat mendeteksi infeksi Treponema sp pada hampir seluruh stadium infeksi
kecuali stadium awal (3-4 minggu pertama) saat kadar antibodi masih rendah.12,33
Pelaksanaan uji TPHA menggunakan eritrosit unggas sedangkan MHA-TP
menggunakan eritrosit domba33 yang dilapisi antigen TP. pallidum dimana hasil
positif dinyatakan dengan adanya agregasi membentuk pola khas pada permukaan
sumur alat uji. Reaksi nonspesifik dapat terlihat pada sel kontrol yang terisi
eritrosit tanpa lapisan antigen. Hasil berupa titer dimulai dari 1/80, 1/160, 1/320,
dan seterusnya. Keseluruhan proses uji berlangsung dalam 1-12 jam (dapat
diinkubasi sepanjang malam). Uji ini dapat digunakan sebagai uji konfirmasi
maupun prosedur penapisan.12,38

Uji treponemal dapat reaktif seumur hidup sehingga uji ini tidak dapat digunakan
dalam menilai efektivitas terapi, relaps dan reinfeksi. Uji ini juga tidak dapat
membedakan infeksi berbagai treponematosis lainnya yakni sifilis, pinta dan
bejel. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


18

mononukleosis infeksiosa, kusta tipe lepromatosa, leptospirosis, penyakit Lyme,


malaria dan lupus eritematosis sistemik.12,39

Kelebihan uji treponemal TPHA dan TPPA diantaranya:15,39


 Cepat dan mudah dilakukan
 Murah.
 Tidak memerlukan tenaga ahli dan peralatan khusus.
 Mendeteksi IgM dan IgG anti-treponemal antibodi.
 Dapat digunakan dengan jumlah spesimen sedikit maupun pada penapisan
massal.
 Waktu pengerjaan tes cukup singkat.

Antigen yang digunakan pada uji TPPA sama dengan antigen pada TPHA,
bedanya ialah antigen tersebut terikat pada partikel gelatin. Modifikasi ini
menyingkirkan reaksi nonspesifik dari spesimen pasien. Pelaksanaan uji
berlangsung 3-4 jam dan dapat diinkubasi sepanjang malam. Sensitivitas uji ini
lebih tinggi dari TPHA. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien HIV, kusta,
infeksi toksoplasma, infeksi Helicobacter pylori, pengguna narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) serta infeksi treponemal nonvereal
lainnya. Hasil positif juga didapatkan pada individu sehat dan normal namun
dalam persentase yang rendah (< 1%).12,37,38

Uji FTA-abs disebut juga immunofluorescent assay (IFA), dapat mendeteksi


antibodi treponemal IgM dan IgG. Sensitivitas uji ini mencapai 100% pada infeksi
Treponema stadium sekunder, namun jenis uji ini relatif mahal dan teknik
pengerjaannya sangat sulit. Spesimen uji menggunakan darah atau cairan
serebrospinal. Waktu pengerjaan tes antara 1-2 jam dan pembacaan hasil
memerlukan mikroskop fluoresensi dan tenaga ahli. Hasil uji berupa skor 1+
hingga 4+. Hasil positif palsu dilaporkan pada pasien lupus eritematosus sistemik
dan penyakit autoimun lainnya.12,37,38

RST merupakan jenis uji treponemal yang banyak dikembangkan saat ini. Prinsip
uji ini adalah sederhana, mudah dan dapat langsung dikerjakan dilokasi yang jauh

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


19

dari fasilitas kesehatan (POC) serta hasilnya dapat langsung diperoleh sehingga
13,20,37,40
memungkinkan pemberian terapi tanpa menunda.

RST treponemal memiliki kelebihan yaitu metode ini mudah dilakukan, dapat
menggunakan spesimen darah whole blood, serum maupun plasma serta tidak
memberikan fenomena prozone. Kekurangan metode ini yakni tidak dapat
membedakan antara kasus infeksi fase aktif dengan infeksi lama yang telah
diobati.17

2.2.4.1.2 Uji nontreponemal

Uji nontreponemal mendeteksi antibodi IgM dan IgG nonspesifik yang terdapat
pada permukaan sel treponema. Uji ini terdiri atas rapid plasma reagin (RPR) dan
venereal disease research laboratory (VDRL), digunakan untuk penapisan dan
menilai hasil terapi. Kompleks antigen-antibodi berbentuk suspensi, sehingga
terjadi reaksi flokulasi. Antigen yang digunakan adalah kardiolipin, lesitin, dan
kolesterol sehingga sering memberikan hasil positif palsu dan perlu dilanjutkan
dengan uji treponemal sebagai konfirmasi. Hasil uji negatif palsu dapat ditemui
pada keadaan infeksi treponema stadium primer-awal dan stadium sekunder.
Salah satu penyebabnya adalah terjadi fenomena prozone akibat tingginya kadar
antibodi treponemal sehingga menutupi pembentukkan kompleks antigen-
antibodi. Reaksi positif palsu dihubungkan dengan keadaan infeksi (malaria,
tuberkulosis, demam akibat virus, tripanosomiasis, kusta, infeksi treponema
lainnya) dan keadaan non-infeksi (adiksi obat, penyakit jaringan ikat, kehamilan,
usia lanjut).12,37

2.2.4.1.3 Rapid-test Hexagon Syphilis®

Rapid-test Hexagon Syphilis® merupakan uji imunokromatografik berdasarkan


teknologi double antigen sandwich yang termasuk dalam uji generasi ketiga. Uji
ini ditujukan untuk deteksi kualitatif antibodi IgG, IgM, dan IgA terhadap T.
pallidum dari serum, plasma, atau whole blood manusia sebagai pendukung
diagnosis sifilis. Antigen yang digunakan ialah antigen T. pallidum rekombinan
dengan berat molekul 15, 17, 47 kDa. Antigen tersebut difiksasi pada garis uji dan
juga dikonjugasikan ke emas koloid pada mobile phase. Garis kontrol

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


20

mengandung antibodi anti-T. pallidum yang berasal dari kambing. Ketika sampel
uji mengalir melalui lempeng penyerap, antibodi anti-T. pallidum akan berikatan
dengan konjugat T.P pallidum rekombinan yang sudah diberi pewarna untuk
membentuk kompleks imun. Ikatan antigen-antibodi pada garis uji akan
menghasilkan perubahan warna menjadi merah ungu. Konjugat berlebihan akan
bereaksi dengan garis kontrol dan membentuk garis merah ungu kedua yang
menunjukkan bahwa reagen berfungsi dengan benar.41

2.2.4.2 Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi spesimen biopsi kulit pasien frambusia stadium dini


menyerupai penyakit sifilis venereal yaitu hiperplasia epidermis dan
papilomatosis pada lesi stadium awal, sering disertai dengan spongiosis dan
kumpulan neutrofil intraepidermal, limfosit, histiosit, neutrifil dan eosinofil. Lesi
frambusia stadium lanjut menyerupai sifilis tersier yakni ditemukan banyak
epiteloid, limfosit dan fibroblas. Sel plasma dan histiosit serta sel T maupun B
ditemukan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan stadium awal. Perubahan
pembuluh darah sangat minimal bahkan tidak ditemukan pada kasus frambusia
dibandingkan dengan sifilis venereal. TP. pertenue bersifat epidermotrofik27 yakni
lebih banyak ditemukan pada lapisan atas epidermis sedangkan TP. pallidum
umumnya ditemukan pada lapisan dermis dan taut dermo-epidermal.27,30

2.3 Tatalaksana

Tahun 2012, WHO membuat rekomendasi terapi baru frambusia yakni


penggunaan azitromisin oral dosis tunggal. Rekomendasi ini didasarkan pada hasil
studi klinik acak di Papua New Guinea oleh Mitja dkk. Studi ini membandingkan
terapi azitromisin oral dosis tunggal (30 mg/KgBB) dengan benzatin
benzilpenisilin (50.000 IU/KgBB) terhadap 250 anak usia 6 bulan-15 tahun yang
didiagnosis frambusia (berdasarkan klinis dan serologis). Hasil penelitian
didapatkan angka kesembuhan azitromisin oral dosis tunggal setara dengan
benzatin benzilpenisilin injeksi IM (masing-masing 96% dan 93%). Kasus yang
gagal dengan terapi azitromisin oral, diberikan terapi benzatin benzilpenisilin
secara intramuskular.6,42

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


21

Kebijakan baru terapi frambusia ini dikenal dengan “The Morges strategy” yang
bertujuan untuk mencapai target eradikasi frambusia tahun 2020. Strategi ini
terdiri atas:,43,44
 Total Community Treatment (TCT)
Seluruh populasi daerah endemis diberikan terapi tanpa
mempertimbangkan jumlah kasus yang aktif secara klinis.
 Total Targeted Treatment (TTT)
Terapi kasus aktif secara klinis beserta narakontak (anggota keluarga,
teman sekolah dan teman bermain) berdasarkan temuan dalam survei.
Terapi ini juga berlaku pada keadaan “localized outbreak” maupun
terhadap penduduk baru di komunitas bersangkutan.

Tabel 2.2 Dosis azitromisin berdasarkan usia#


Umur (tahun) Dosis total Jumlah tablet Syrup (ml)
<6 500 1 12,5
6-9 1000 2
10-15 1500 3
>15 2000 4
Keterangan: Zithromax syrup botol 30 ml. Tiap 5 ml mengandung 200 mg
azitromisin. Azitromisin tidak dianjurkan untuk usia <6 bulan.

#
Dikutip sesuai aslinya dengan perubahan dari kepustakaan no. 6

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


22

2.4 Kerangka teori

TP. pertenue
Faktor predisposisi:
 Kebersihan perorangan yang
buruk
 Jarang mengganti baju Anak usia 1-14 tahun
 Lingkungan tempat tinggal
kumuh
 Penyakit kulit seperti kudis
atau bisul
Diagnosis klinis frambusia berdasarkan
 Luka berulang karena trauma
klasisifikasi WHO

Frambusia aktif
menular: papilloma, ulkus, macula, papul,
mikropapul, nodus, plak.

tidak menular: hiperkeratosis, lesi pada


tulang dan sendi

frambusia inaktif: gumata, ulkus, gangosa,


sabre tibia.

Uji serologis

Treponemal/spesifik

Nontreponemal/nonspesifik
(VDRL/RPR)
Sering terjadi positif palsu
Rapid Syphilis Konvensional
dan negatif palsu
Test (TPHA,TPPA, FTA-
Abs

Membutuhkan tenaga
Mudah, cepat, tidak perlu
profesional, fasilitas
laboratorium/tenaga terlatih,
laboratorium, dan penyimpanan
dapat disimpan dalam suhu
khusus
ruangan

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


23

2.5 Kerangka konsep

Anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga


frambusia

Serologis treponemal

spesimen serum spesimen whole blood

RST serum TPHA RST whole blood

Frambusia (+) Frambusia (-) Frambusia (+) Frambusia (-)


(+) (_)
(_) frambusia

frambusia usia
usia

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


24

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan studi potong lintang
untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, NDP dan, NDN rapid-test Hexagon
Syphilis® dengan cara membandingkan spesimen fingerprick whole blood dan
serum terhadap TPHA pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga
frambusia di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di dua distrik yakni Dili dan Manatuto, Timor Leste.
Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan observasi pendahuluan oleh peneliti pada
bulan Mei 2013. Uji Rapid- test Hexagon Syphilis® dilakukan pada anak usia 10
dan 14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia masing-masing di distrik Dili
(Desa Manleuana) dan Manantuto (Desa Cribas) didapatkan hasil positif. Lokasi
penelitian di pilih 5 subdistrik secara purposive. Pengolahan spesimen untuk
pemeriksaan TPHA dilakukan di Laboratorium Nasional Bidau Toko Baru, Dili.

3.2.2 Waktu penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014.

3.3 Populasi penelitian

3.3.1 Populasi target


Populasi target adalah semua anak berusia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga
frambusia di Timor Leste.

3.3.2 Populasi terjangkau


Populasi terjangkau adalah semua anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit yang
dihimbau untuk datang ke pelayanan kesehatan massal di lokasi penelitian (akan

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


25

ditentukan kemudian melalui koordinasi dengan pejabat kesehatan setempat: pusat


pelayanan kesehatan atau lokasi Sekolah Dasar) di masing-masing distrik.

3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian

Subyek penelitian (SP) adalah sebagian populasi terjangkau yang diseleksi


melalui kriteria penerimaan dan kriteria penolakan. Cara pemilihan SP dilakukan
dengan cara berurutan (consecutive sampling).

3.5 Kriteria pemilihan subyek penelitian

3.5.1 Kriteria penerimaan

 Anak laki-laki dan perempuan usia 1-14 tahun


 Terdapat lesi kulit terduga frambusia.
 Bersedia mengikuti penelitian atas persetujuan orang tua/wali, dan orang
tua/wali telah menandatangani surat persetujuan penelitian.

3.5.2 Kriteria penolakan

 Pernah terdiagnosis sifilis kongenital, atau ibu terdiagnosis sifilis saat hamil
 Riwayat gangguan perdarahan/mudah mengalami lebam berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis.
 Riwayat kontak seksual dan atau kekerasan seksual.

3.6 Estimasi besar sampel

Rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan keluaran sensitivitas adalah
sebagai berikut:

N = Zα2sen(1-sen)
d2
Keterangan:
N = besar sampel
Sen = sensitivitas alat yang diinginkan, ditetapkan sebesar 90%
d = presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%
Zα = tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


26

N = (1,96)2.0,9 (1-0,9)
(0,1)2
N = 34,57 ≈ 35

Belum terdapat data prevalensi frambusia di Timor Leste yang dipublikasi hingga
saat ini, sehingga digunakan prevalensi kasus daerah endemis sedang sebesar
10%. Berdasarkan hal di atas, maka perhitungan besar sampel keseluruhan adalah
sebagai berikut:

n = 35
P
= 35 = 350
10%

Keterangan:
n = besar sampel keseluruhan
P = prevalensi penyakit
Jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 350 orang.

3.7 Cara kerja

3.7.1 Tahap seleksi dan pengisian formulir persetujuan

Pasien yang datang ke lokasi penelitian, dilakukan seleksi sesuai dengan kriteria
penerimaan dan penolakan. Setiap calon SP/orang/wali memperoleh penjelasan
mengenai tujuan, manfaat, dan cara penelitian, serta kemungkinan
ketidaknyamanan selama proses penelitian. Bila calon SP yang diwakili oleh
orang tua/wali telah memahami dan setuju untuk mengikuti penelitian, maka
orang tua SP menandatangani formulir persetujuan secara sukarela.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


27

3.7.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan oleh peneliti terhadap SP yang telah
menandatangani formulir persetujuan.

3.7.3 Pengisian status penelitian

Data anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil uji RST fingerprick whole blood dan
serum dicatat dalam status penelitian oleh peneliti. Data hasil pemeriksaan
serologis TPHA setiap SP akan ditambahkan oleh peneliti pada akhir penelitian.

3.7.4 Dokumentasi

Dilakukan dokumentasi terhadap semua lesi kulit dan hasil pemeriksaan uji
serologis sifilis menggunakan kamera digital Canon PowerShot A2600.

3.7.5 Pengambilan spesimen

Pengambilan spesimen serum pungsi ujung jari dilakukan oleh peneliti, sedangkan
pengambilan spesimen serum dibantu oleh tenaga paramedis setempat. Setiap
spesimen yang terkumpul, akan dikirimkan secara kolektif ke laboratorium
Nasional Dili pada hari yang sama untuk lokasi penelitian di distrik Dili dan untuk
lokasi penelitian di distrik Manatuto, spesimen dikumpulkan selama maksimal 2
hari kemudian dibawa ke Laboratorium Nasional Dili.

3.7.5.1 Alat dan Bahan

 Sarung tangan
 Swab alkohol
 Torniquet
 Jarum suntik steril
 Tabung vakum sekali pakai
 Tabung sentrifugasi
 Lancet steril
 Plester micropore
 Screw top plastic tube 3 cc

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


28

 Alat sentrifugasi
 Label untuk penomoronan SP
 Kotak pendingin dan ice pack
 Alat uji RST
 Pipet mikro sekali pakai
 Buffer pelarut uji RST
 Plat mikrotitrasi
 Pelarut uji TPHA
 Sel kontrol TPHA (eritrosit avian)
 Sel uji TPHA (eritrosit avian yang telah disensitisasi dengan T. pallidum)

3.7.5.2 Cara pengambilan spesimen

3.7.5.2.1 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi vena

1. Peneliti menggunakan sarung tangan dan mencari lokasi pungsi vena


2. Lokasi pungsi vena dibersihkan dengan swab alkohol
3. Darah vena dari lengan SP diambil sebanyak 5 ml menggunakan jarum
suntik steril dan tabung vakum sekali pakai
4. Darah yang diperoleh dituang ke dalam tabung yang telah diberi nomor
sesuai dengan nomor urut SP.
5. Dilakukan sentrifugasi selama ± 10 menit di lokasi penelitian untuk
memisahkan komponen sel darah dengan serum.
6. Diambil 10 μL serum menggunakan pipet sekali pakai untuk pemeriksaan
rapid-tests Hexagon Syphilis®. Hasil uji di catat dalam status penelitian.
7. Sisa serum dimasukan dalam screw top plastic tube 3 cc yang telah diberi
nomor sesuai nomor urut SP.
8. Tabung disimpan pada suhu 2-8oC maksimal selama 3 hari, kemudian di
bawa ke laboratorium Nasional Dili untuk dilakukan pemeriksaan TPHA.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


29

3.7.5.2.2 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi ujung jari

1. Peneliti menggunakan sarung tangan dan mencari lokasi pungsi ujung


jari.
2. Lokasi pungsi ujung jari dibersihkan dengan swab alkohol.
3. Lancet steril ditusukan pada ujung jari SP.
4. Satu tets atau 20 μL whole blood yang keluar diambil menggunakan pipet
sekali pakai untuk pemeriksaan rapid-test Hexagon Syphilis®. Hasil uji
dicatat dalam status penelitian.

3.7.6 Pemeriksaan rapid Syphilis test41

Rapid test syphilis menggunakan rapid-test Hexagon Syphilis® dengan prosedur


sebagai berikut:
1. Spesimen, alat uji, dan pelarut dalam kondisi temperatur ruangan sebelum
dilakukan uji.
2. Alat uji dikeluarkan dari pembungkus dan diberi label untuk identifikasi
sampel.
3. 10 μL serum atau 20 μL ( 1 tetes) fingerprick whole blood ditambahkan ke
dalam lubang sampel pada bagian bawah alat uji.
4. 3 tetes penuh pelarut ditambahkan pada lubang sampel. Hindari terjadinya
gelembung.
5. Hasil akan dibaca setelah 5-20 menit uji dimulai (gambar 1). Hasil tidak boleh
dibaca setelah lewat 20 menit untuk menghindari kesalahan pembacaan atau
hasil invalid.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


30

Gambar 1. Pembacaan hasil rapid


syphilis test:
 Negatif: hanya 1 garis di bawah C
 Positif: garis di bawah C dan T
 Indeterminate: tidak ada garis di
bawah C atau T
C (control line/garis kontrol); T (test
line/garis uji);
S (sample well/sumur sampel

3.7.7 Pemeriksaan TPHA45


Pemeriksaan baku emas penelitian ini menggunakan Biotec TPHA Test Kit®
(BIOTEC Laboratories, Suffolk, UK). Setiap sampel memerlukan 3 lubang sumur
pada plat mikrotitrasi.
1. Sebanyak 190 μL pelarut ditambahkan ke dalam sumur 1.
2. 10 μL serum ditambahkan ke dalam sumur 1.
3. Dengan menggunakan pipet mikro, serum dan pelarut dicampur dengan merata,
lalu campuran serum dan pelarut dipindahkan masing-masing 25 μL ke dalam
sumur 2 dan 3.
4. Memastikan sel uji dan sel kontrol tercampur dengan merata.
Sebanyak 75 μL sel kontrol (eritrosit avian) ditambahkan ke dalam sumur 2.
Sebanyak 75 μL sel uji (eritrosit avian yang telah disensitisasi dengan T.
pallidum) ditambahkan ke dalam sumur 3.
5. Plat digoyangkan secara perlahan agar serum dan pelarut tercampur merata.
6. Spesimen diinkubasi selama 45 - 60 menit pada suhu ruangan.
7. Pembacaan hasil.
 Hasil dinyatakan positif, bila pada sel uji (sumur 3) terjadi aglutinasi
(terbentuk cincin), dan pada sel kontrol tidak terjadi aglutinasi.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


31

 Hasil negatif bila pada sel uji (sumur 3) tidak terjadi reaksi aglutinasi (tidak
terbentuk cincin).

 Hasil tersebut akan stabil hingga 24 jam, jika plat terlindungi dari panas,
sinar matahari langsung, serta getaran.

3.7.8 Pengelolaan limbah medis

Cairan tubuh SP serta semua alat yang kontak dengan cairan tubuh, kulit, dan
mukosa SP dikumpulkan dalam kantong plastik kuning. Jarum suntik dan lancet
bekas pakai dikumpulkan dalam kotak kuning. Selanjutnya, limbah medis tersebut
akan diolah sesuai prosedur pengolahan limbah di tempat penelitian.

3.7.9 Penatalaksanaan

Hasil pemeriksaan konfirmasi TPHA yang positif akan di rujuk ke dokter di


pelayanan kesehatan setempat untuk mendapatkan terapi sesuai pedoman dari
KeMenKes Timor Leste.

3.8 Batasan operasional

1. Usia
Usia SP dalam tahun pada saat dilakukan pengambilan sampel.
2. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh orang tua SP.
3. Status gizi
Dihitung menggunakan rumus indeks massa tubuh (IMT) skor z sebagai
berikut:46
Usia 2-5 tahun:
1. Overweight (OW) dan obes: skor z > 2
2. Risiko OW: 1 < skor z ≤ 2
3. Normal: -2 < skor z ≤ 1
4. Kurus dan sangat kurus: skor z < -2

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


32

Usia 6-14 tahun:


1. Obese: skor z > 2
2. Overweight: skor z > 1
3. Normal: -2 ≤ skor z ≤ 1
4. Kurus dan sangat kurus: skor z < -2
4. Diagnosis klinis frambusia berdasarkan klasifikasi WHO:6
 Papiloma47
Merupakan lesi inisial frambusia berupa papul dengan permukaan berjonjot,
sering tertutup cairan dan krusta kekuningan yang mudah berdarah jika krusta
terangkat.
 Papilomata48
Kumpulan papiloma, ukuran diameter antara 5 mm – 25 mm atau lebih;
permukaannya dapat kering atau lembab.
 Ulkus48
Hilangnya jaringan kulit lebih dalam dari pars papilare (dermis) dan
mempunyai tepi, dinding, dasar dan isi.
 Makula48,49
Perubahan warna kulit semata yang tampak lebih putih (hipo) atau lebih
coklat/hitam (hiper) dibandingkan dengan kulit sekitarnya.

Papul48,49
Penonjolan diatas permukaan kulit dengan konsistensi padat, berbatas tegas,
berukuran kurang dari 0,5 cm
 Mikropapul47
Papul dengan diameter ≤ 2 mm
 Nodus48
Massa padat sirkumskrip, diketahui dengan perabaan, teletak di kutan atau
subkutis, diameter 0,5-1 cm
 Plak49
Penonjolan datar di atas permukaan kulit dengan diameter > 1 cm.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


33

 Hiperkeratosis48
Penebalan stratum korneum

Guma50
Infiltrat berbatas tegas, bersifat menahun, destruktif, dan biasanya melunak.
 Gangosa51
Destruksi pada hidung, maksila, bibir atas, dan bagian sentral wajah, yang dapat
disertai perforasi pada tulang hidung dan palatum.
 Sabre tibia51,52
Terbentuknya kurvatura pada tulang tibia yang berupa penebalan tulang,
disebabkan oleh osteitis kronik.
 Seropositif frambusia53,54
Data diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium antibodi yang
menunjukkan hasil positif dengan menggunakan pemeriksaan TPHA sebagai
baku emas, dilakukan di laboratorium Nasional Dili, Timor Leste.
 Sensitivitas53,54
Proporsi subyek sakit yang memberikan hasil uji diagnostik positif (positif
benar) dibandingkan dengan seluruh subyek sakit (positif benar + negatif
semu).
 Spesifisitas53,54
Proporsi subyek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif
benar) dibandingkan dengan seluruh subyek tidak sakit (negatif benar +
positif semu).
 Nilai duga positif (NDP)53,54
Probabilitas seseorang menderita penyakit, apabila uji diagnostiknya positif.
 Nilai duga negatif (NDN)53,54
Probabilitas seseorang tidak menderita penyakit, apabila hasil uji
diagnostiknya negatif.
 Akurasi54
Proporsi dari hasil benar (positif dan negatif) dari sebuah pemeriksaan pada
satu populasi.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


34

3.8 Pencatatan dan analisis data

Data subjek penelitian dicatat dalam status penelitian.


Data diolah secara statistic menggunakan Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 16 dan disajikan dalam bentuk teks dan tabel. Tingkat ketepatan diagnosis
dinilai dengan membuat tabel 2 x 2 untuk menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas,
NDP, NDN, dan akurasi.54

Tabel 3. Tabel 2 x 2 untuk uji diagnostik.53,54

Tabel 2 x 2 TPHA
Jumlah
Positif Negatif

Positif A b a+b
Rapid test Hexagon
Syphilis
Negatif C d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d


Keterangan: TPHA = Treponema pallidum hemaagglutination assays

 Sensitivitas = a : (a+c)
Proporsi subyek sakit yang memberikan hasil uji diagnostik positif (positif benar)
dibandingkan dengan seluruh subyek yang sakit (positif benar + negatif semu).
 Spesifisitas = d : ( b + d )
Proporsi subyek sehat yang memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif
benar) dibandingkan dnegan seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar +
positif semu).
 Nilai duga positif = a : ( a + b )
Probabilitas seseorang menderita penyakit, apabila uji diagnostiknya positif.
 Nilai duga negatif = d : (c+d)
Probabilitas seseorang tidak menderita penyakit, apabila hasil uji diagnostiknya
negatif.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


35

 Akurasi = (a + d) : N
Proporsi dari hasil benar (positif dan negatif) dari sebuah pemeriksaan pada satu
populasi.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


36

3.9 Kerangka operasional

Anak usia 1-14 tahun dengan


lesi kulit terduga frambusia

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Memenuhi kriteria inklusi

Pengambilan spesimen serum dengan


Pengambilan spesimen whole blood
pungsi vena
dengan pungsi ujung jari

sentrifugasi RST dari whole blood

RST serum TPHA


+ -
+ +

+ - + -
+
+
+
+

+ + +
+
+ + +
+ +
+

Analisa statistik

Dirujuk ke dokter puskesmas setempat untuk terapi sesuai


pedoman KeMenKes Timor Leste

Keterangan: dikerjakan oleh peneliti dikerjakan oleh KeMenKes Timor Les

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


37

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengambilan sampel penelitian dilakukan selama 9 hari sejak tanggal 24 Juni 2014
hingga tanggal 2 Juli 2014 di distrik Dili dan Manatuto. Lokasi penelitian Manatuto
berjarak ± 90 KM dari Dili. Pengambilan sampel di kedua distrik ini terdiri atas 5
lokasi yakni Manleuana, Tasi Tolu dan Hera di distrik Dili serta Cribas, dan Laclubar
untuk distrik Manatuto. Sebagian besar pengambilan spesimen dilakukan di gedung
sekolah dasar (Hera, Cribas, Laclubar) sedangkan dua lokasi lainnya yakni
Manleuana dan Tasi Tolu, pengambilan sampel dilakukan di posto saude (posyandu).
Pemeriksaan TPHA untuk lokasi penelitian di distrik Dili dikerjakan pada hari yang
sama di laboratorium Nasional Dili, namun untuk lokasi penelitian di distrik
Manatuto, pemeriksaan TPHA dikerjakan 1-2 hari setelah pengambilan spesimen
yang spesimennya disimpan dalam kotak pendingin dengan suhu 2 - 80C.

Penelitian ini dilakukan bersama dengan peneliti lain yang meneliti tentang klinis
frambusia dan melibatkan 513 orang berusia 1-14 tahun dengan lesi kulit. Kemudian
diambil sebanyak 382 sesuai besar sampel yang dibutuhkan (350 ± 10%) yang
memenuhi kriteria inklusi berdasarkan metode consecutive sampling untuk dilakukan
pemeriksaan darah.

4.1 Karakteristik subyek penelitian

4.1.1 Sebaran karakteristik demografik subyek penelitian

Dari total SP 382 orang, sebanyak 104 orang (27,2%) berasal dari distrik Dili dan
278 orang (72,8%) berasal dari distrik Manatuto. Rerata usia SP adalah 9 tahun
dengan usia termuda 2 tahun.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


38

Jenis pekerjaan ayah dan ibu SP terbanyak adalah petani sejumlah masing-masing
234 orang (61,35% ) dan 259 orang (67,8%). Pekerjaan ini sesuai dengan kondisi
geografis Dili dan Manatuto yang berupa daerah pegunungan dan lembah yang cocok
untuk lahan pertanian. Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh Ministry of
Finance Timor Leste tahun 2010, yaitu 61%-67% penduduk bekerja di sektor
pertanian.7

Pendidikan orang tua SP sebagian besar hanya mencapai tingkat SD (ayah 133;34,8%
dan ibu 121;31,7%). Angka orang tua SP yang tidak pernah mengenyam pendidikan
formal cukup tinggi yakni ayah sebanyak 120 orang (31,4%) dan ibu sebanyak 202
orang (52,9%). Rendahnya tingkat pendidikan orang tua tentunya dapat menjadi
hambatan dalam program pemberantasan penyakit infeksi yang menuntut peran aktif
orang tua.

Status gizi SP dalam penelitian ini dihitung berdasarkan IMT menurut usia. Sebagian
besar SP berusia 1 – 5 tahun berada dalam kelompok gizi normal 38,5%, kurus dan
sangat kurus 27%, dan kelompok gizi berlebih (overweight dan obese) sebesar 23%.
Data ini sedikit berbeda dengan hasil survei demografik dan kesehatan Timor Leste
mengenai status nutrisi anak, yang menyebutkan anak usia dibawah 5 tahun berada
dalam gizi normal sebesar 35%, kurus dan sangat kurus 60% dan yang dengan gizi
berlebih 5%.20 Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh sebaran usia SP pada
penelitian ini yang tidak normal, sehingga hanya sedikit SP yang berada dalam
rentang usia 1 – 5 tahun (hanya 26 dari total SP). Selain itu penelitian ini
menggunakan perhitungan IMT menurut usia sedangkan survei demografik dan
kesehatan Timor Leste menggunakan perhitungan berat badan menurut usia.
Status gizi SP usia 6 – 14 tahun berada dalam kisaran gizi normal 72,2%, kurus dan
sangat kurus 23,6%, dan status gizi berlebih sebesar 1,6%.51. Tidak diperoleh data
status gizi anak usia 6-14 tahun dalam survei demografik dan kesehatan Timor Leste.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


39

Table 4.1 Sebaran karakteristik demografik subyek penelitian pada populasi


anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit di distrik Dili dan Manatuto,
Timor Leste periode bulan Juni tahun 2014 (N = 382)
Karakteristik demografik N %
Distrik
Dili 104 27,2
Manatuto 278 72,8
Jenis kelamin
Laki-laki 199 52,1
Perempuan 183 47,9
Pekerjaan ayah
Petani 234 61,3
Nelayan 1 0,3
Buruh 31 81
Pekerja kantor 22 5,8
Lain-lain 87 22,8
Tidak bekerja 7 1,8
Pekerjaan ibu
Petani 259 67,8
Nelayan 0 0
Buruh 0 0
Pekerja kantor 2 0,5
Lain-lain 54 22,8
Tidak bekerja 67 17,5
Pendidikan ayah
SD 133 34,8
SMP 75 19,6
SMA 48 12.6
Perguruan tinggi 6 1,6
Tidak sekolah 120 31,4
Pendidikan ibu
SD 121 31,7
SMP 37 9,7
SMA 20 5,2
Perguruan tinggi 2 0,5
Tidak sekolah 202 52,9
Status gizi
Usia 1 – 5 tahun
Overweight dan obes 6 23
Risiko overweight 3 11,5
Normal 10 38,5
Kurus dan sangat kurus 7 27
Usia 6 – 14 tahun
Overweight dan obes 6 1,68
Risiko overweight 9 2,52
Normal 257 72,2
Kurus dan sangat kurus 84 23,6
Keterangan: N = jumlah

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


40

4.2 Hasil pemeriksaan serologi

Pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi atau baku emas dalam penelitian
ini menggunakan reagen Biotec TPHA Test Kit® (BIOTEC Laboratories, Suffolk,
UK) yang merupakan reagen standar di Laboratorium Nasional Dili. Menurut
produsen pembuat, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sebesar 99,7% (95% IK
97,74 – 100%) dan spesifisitas sebesar 100% (95% IK 98,04 – 100%) terhadap
Treponema.55

4.2.1 Uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen


fingerprick whole blood

Uji diagnostik frambusia menggunakan rapid test Hexagon Syphilis® belum pernah
dikerjakan baik di Indonesia maupun Timor Leste. Prosedur pengambilan spesimen
fingerprick whole blood lebih mudah, hanya memerlukan fasilitas minimal
dibandingkan dengan spesimen serum sehingga sesuai untuk dilakukan di pusat
pelayanan kesehatan primer dan lapangan. Semua SP sangat kooperatif sehingga
memudahkan prosedur pengambilan spesimen.

Tabel 4.2. Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis menggunakan


spesimen fingerprick whole blood terhadap TPHA pada anak usia 1-
14 tahun di distrik Dili dan Manatuto Timor Leste tahun 2014 (N =
382)
TPHA

Positif Negatif Total

Positif 19 3 22
Rapid test
Whole blood
Negatif 1 359 360

Total 20 362 382


Keterangan: N=jumlah SP

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


41

Sensitivitas = 19 : ( 19 + 1 ) x 100% = 95% (IK95% 75,05% ; 99,17%)


Spesivisitas = 359 : ( 3 + 359 ) x100% = 99,17% (IK95% 97,59% ; 99,82%)
NDP = 19 : ( 19 + 3 ) x 100% = 86,36% (IK95% 65,06% ;96,94%)
NDN = 359 : ( 1 + 359 ) x 100% = 99,72%(IK95%98,46% ; 99,95%)
Akurasi = (19 + 359) : 382 = 98,95%

Sensitivitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole


blood penelitian ini (table 4.1) memberikan hasil yang baik yakni sensitivitas sebesar
95% (IK95% 75,05 ; 99,17). Nilai ini memberi gambaran kepekaan alat uji dalam
mendeteksi antibodi treponema pada individu yang sedang atau pernah terinfeksi
sebelumnya sebesar 95%. Spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan
spesimen fingerprick whole blood sebesar 99,17% (IK95% 97,59 ; 99,82). Angka ini
menggambarkan kepekaan rapid test Hexagon Syphilis® dalam mendeteksi individu
yang tidak menderita penyakit frambusia sebesar 99,17%.

Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas yang diperoleh dalam penelitian ini kurang lebih
sama dengan penelitian uji diagnostik sifilis oleh Mutmainah tahun 2011
menggunakan rapid test Hexagon Syphilis® pada populasi resiko tinggi di
poliklinik PKBI dan PSKW Mulya jaya Jakarta dengan hasil sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing sebesar 97,4% dan 100%.12

Nilai sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® penelitian ini setara
dibandingkan dengan hasil review dan meta-analisis Yalda dkk tahun 2013 terhadap
penggunaan rapid and POC Treponemal tests 4 RST ( Determine, SD Bioline,
Syphicheck, Visitect) sebagai metode penapisan sifilis di lokasi dengan keterbatasan
sarana dan prasarana, menggunakan spesimen whole blood. Hasil yang didapatkan
yakni sensitivitas sebesar 75%-86% dan spesifisitas sebesar 96%-99,58%.18

Data sensitivitas dan spesifisitas merupakan nilai yang tidak dipengaruhi oleh
prevalensi penyakit.54 Nilai sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis®

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


42

penelitian ini sebesar masing-masing 95% dan 99,17% menunjukkan bahwa alat uji
ini baik digunakan untuk penapisan dan penegakkan diagnosis frambusia pada anak.

Hasil NDP rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole
blood sebesar 86,36% (IK95% 65,06 ; 96,94). Angka ini menggambarkan besarnya
kemungkinan SP memiliki antibodi treponema sebesar 86,36% apabila alat uji
diagnostik memberikan hasil positif. Nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen fingerprick whole blood penelitian ini sebesar 99,72%
(IK95% 98,46 ; 99,95). Angka ini menggambarkan kemungkinan SP tidak memiliki
antibodi treponema sebesar 99,27% apabila alat uji diagnostik memberikan hasil
negatif.

Prima dkk,56 tahun 2010 melakukan penelitian frambusia pada anak usia 1-5 tahun di
distrik Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, menggunakan rapid test SD
Bioline Syphilis 3.0 dibandingkan dengan TPHA. Prevalensi frambusia diketahui
sebesar 19%. Spesimen yang digunakan adalah darah vena dan angka sensitivitas dan
spesifisitas SD Bioline Syphilis 3.0 yang diperoleh sebesar 97,8% dan spesifisitas
100% adalah setara dengan sensitivitas dan spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis®
penelitian ini yakni 95% dan 99,17% menggunakan spesimen fingrprick whole blood.
Penggunaan spesimen darah vena menggunakan volume darah yang lebih banyak
dan, pengambilan spesimen membutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih
dibandingkan dengan penggunaan spesimen fingerprick whole blood yang diperoleh
hanya dengan melakukan pungsi ujung jari, sehingga dapat digunakan untuk
keperluan penapisan penyakit frambusia di daerah terpencil dengan keterbatasan
sarana dan tenaga laboratorium.

Nilai duga positif dan NDN sangat dipengaruhi oleh prevalensi penyakit di tempat uji
dilakukan.54 Prevalensi penyakit frambusia di Timor Leste tidak diketahui, sehingga
penelitian ini menggunakan prevalensi 10% yang tergolong endemis sedang, namun
NDP rapid test Hexagon Syphilis® sebesar 86,36% sedikit lebih tinggi dibandingkan

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


43

NDP rapid test SD Bioline Syphilis 3.0 sebesar 80%. Data ini menggambarkan
kemampuan rapid test Hexagon Syphilis® yang lebih baik sebagai pemeriksaan
penunjang diagnosis penyakit frambusia pada anak.

4.2.2 Uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen


serum
Serum merupakan spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan TPHA sebagai uji
konfirmasi. Penggunaannya membutuhkan fasilitas laboratorium (listrik untuk
menjalankan alat senstrifugasi dan lemari pendingin untuk penyimpanan) serta tenaga
laboratorium terlatih. Hasil uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen serum terangkum dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan


spesimen serum terhadap TPHA pada pasien anak usia 1-14 tahun di
distrik Dili dan Manatuto Timor Leste tahun 2014 (N = 382)

TPHA
Positif Negatif Total

Positif 18 1 19
Rapid test
Serum
Negatif 2 361 363

Total 20 362 382


Keterangan: N = Jumlah SP

Sensitivitas = 18 : ( 18 + 2 ) x 100% = 90% (IK 95% 68,26% ; 98,47%)


Spesivisitas = 361 : ( 1 + 361 ) x 100% = 99,72% (IK 95% 98,46% ; 99,95%)
NDP = 18 : ( 18 + 1 ) x 100% = 94,74% (IK 95% 73,90% ; 99,12%)
NDN = 361 : ( 2 + 361 ) x 100% = 99,45% (IK 95% 98,02% ; 99,92%)
Akurasi = (18 + 361) : 382 = 99,21%

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


44

Sensitivitas, spesifisitas, NDP, dan NDN uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis®
menggunakan spesimen serum dalam penelitian ini memberikan angka yang tidak
jauh berbeda dengan hasil uji menggunakan spesimen fingerprick whole blood. Hasil
yang didapatkan yakni sensitivitas sebesar 90% (IK95% 68,26 ; 98,47). Angka ini
menggambarkan kepekaan alat uji rapid test Hexagon Syphilis® dalam mendeteksi
antibodi treponema individu yang sedang atau pernah terinfeksi sebelumnya sebesar
90%. Spesifisitas rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum
sebesar 99,72% (IK95% 98,46 ; 99,95). Angka ini menggambarkan kepekaan alat uji
dalam mendeteksi individu yang tidak menderita penyakit frambusia sebesar 99,72%.

Angka sensitivitas dan spesifisitas penelitian ini berada dalam rentang nilai hasil uji
WHO tahun 2003, terhadap 6 RST yakni: Determine Syphilis TP, Syphilis fast,
Espline TP, Syphicheck-WB, SD BIOLINE Syphilis 3.0, dan VISITECT Syphilis,
menggunakan spesimen serum yang dibandingkan terhadap Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan Treponema pallidum particle agglutination
(TPPA) sebagai baku emas. Hasil yang didapatkan yakni sensitivitas berkisar 85-98%
dan spesifisitas 93-98%.19

Hasil NDP rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum sebesar
94,74% (IK95% 73,90 ; 99,12). Angka ini menggambarkan kemungkinan SP
memiliki antibodi treponema sebesar 94,74% apabila alat uji diagnostik memberikan
hasil positif. Nilai duga negatif rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen
serum penelitian ini sebesar 99,45% (IK95% 98,02 ; 99,92). Angka ini
menggambarkan kemungkinan SP tidak memiliki antibodi treponema sebesar 99,45%
apabila alat uji diagnostik memberikan hasil negatif.

Nilai Duga Positif dan NDN diperoleh setelah suatu uji dilakukan. Nilai ini memiliki
arti yang lebih penting bagi seorang klinisi terkait dengan interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan. Nilai ini dipengaruhi oleh prevalensi penyakit di

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


45

lokasi penelitian, namun hasil NDP dan NDN penelitian ini sebesar masing-masing
94,74% dan 99,45% menunjukkan bahwa alat uji ini baik digunakan di lokasi dengan
keterbatasan sarana kesehatan dan tenaga laboratorium serta angka prevalensi belum
diketahui secara pasti.

4.3 Akurasi hasil rapid test Hexagon Syphilis® spesimen fingerprick whole blood
dan serum

Nilai akurasi merupakan perbandingan total hasil benar (positif benar dan negatif
benar) terhadap jumlah seluruh pemeriksaan yang dilakukan. Nilai akurasi yang
tinggi merupakan salah satu indikator tambahan dalam menilai hasil uji diagnostik.52
Dalam penelitian ini, akurasi rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen
fingerprick whole blood dan serum masing-masing sebesar 98,95% dan 99,21%.
Nilai ini menggambarkan ketepatan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan
kedua jenis spesimen dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun
adalah sebesar masing-masing 98,95% dan 99,21%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick
whole blood dan serum memiliki nilai akurasi yang setara sebagai alat bantu
diagnosis frambusia.

4.4 Hasil tambahan

Diperoleh data proporsi kasus frambusia dalam penelitian ini sebesar 5,24%.
Informasi ini, dapat digunakan sebagai data awal bagi Kementerian Kesehatan Timor
Leste dalam mengambil kebijakan terkait program eradikasi penyakit frambusia di
Timor Leste.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


46

4.5 Keterbatasan penelitian

Hasil uji negatif palsu sebanyak 3 spesimen (1 spesimen whole blood dan 2 spesimen
serum). Hasil negatif palsu ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya titer antibodi
yang terbentuk sehingga tidak mudah terdeteksi. Pengenceran lebih lanjut untuk
mengetahui hasil titer sebenarnya tidak dilakukan karena keterbatasan waktu.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


47

BAB 5

IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN

5.1 Ikhtisar

Yaws atau frambusia adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal pada manusia
yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral (spirochaeta), famili
Treponemacetae, genus Treponema pallidum subspesies pertenu (TP. pertenue).1
Penyakit ini dapat mengenai semua usia, namun terutama ditemukan pada usia
dibawah 15 tahun. Penyakit ini dikenal sebagai poverty-related disease2 karena
penyakit ini mengenai penduduk rural di negara tropis beriklim panas (>270C), curah
hujan dan kelembaban tinggi, keterbatasan sarana air bersih, sanitasi kurang baik dan
penduduk umumnya miskin. Anak-anak adalah sumber infeksi primer dan infeksi
ditularkan ke individu lain terutama melalui kontak kulit.

Status epidemiologi penyakit frambusia secara global sampai saat ini belum
diketahui pasti. Tahun 2011, WHO menyatakan bahwa negara endemis frambusia di
Asia Tenggara dan pasifik adalah Indonesia, Papua New Guinea, Negara Kepulauan
Solomon, Timor Leste dan Vanuatu. Data pasti mengenai jumlah kasus frambusia di
Timor leste tidak diketahui.

Hingga saat ini, belum pernah dilakukan suatu uji diagnostik terhadap frambusia
menggunakan RST di Timor Leste. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data sensitivitas, spesifisitas, dan NDP, NDN dan akurasi RST Hexagon
Syphilis® dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun yang terduga
frambusia di Timor Leste. Penggunaan rapid treponemal test ini menjadi salah satu
rekomendasi WHO untuk survei serologis6 yang dapat menjangkau populasi daerah
endemis frambusia yang umumnya bermukim di daerah rural dengan keterbatasan

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


48

sarana, prasarana dan tenaga kesehatan terlatih dalam menegakkan diagnosis


frambusia menggunakan metode pemeriksaan laboratorium konvensional.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan selama 9 hari pada tanggal 24 Juni 2014
hingga tanggal 2 Juli 2014 di distrik Dili dan Manatuto. Pemeriksaan TPHA untuk
lokasi penelitian distrik Dili dikerjakan pada hari yang sama di laboratorium
Nasional Dili, namun untuk lokasi penelitian distrik Manatuto, pemeriksan TPHA
dikerjakan 1-2 hari setelah pengambilan spesimen.

Hasil penelitian sebagai berikut:


1. Karakteristik demografik SP
a. Jumlah total SP 382 orang. Sebanyak 278 orang (72,8%) berasal dari
distrik Manatuto dan 104 orang (27,2%) berasal dari distrik Dili. Rerata
usia SP adalah 9 tahun dengan usia termuda 2 tahun.
b. Jenis pekerjaan ayah dan ibu SP terbanyak petani sejumlah masing-
masing 234 orang (61,35% ) dan 259% (67,8%) dengan tingkat
pendidikan sebagian besar hanya mencapai tingkat Sekolah Dasar.
c. Status gizi SP kelompok usia 1-5 tahun terbanyak berada dalam kelompok
gizi normal sebesar 38,5%, kurus dan sangat kurus sebesar 27%, dan
kelompok gizi berlebih sebesar 23%. Status gizi SP usia 6-14 tahun
sebagian besar berada dalam kelompok gizi normal sebesar 72,2%, kurus
dan sangat kurus sebesar 23,3% dan status gizi berlebih sebesar 1,6%.

2. Hasil pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen


fingerprick whole blood:
a. Sensitivitas = 95% (IK95% 75,05% ; 99,17%)
b. Spesivisitas = 99,17% (IK95% 97,59% ; 99,82%)
c.Nilai duga positif = 86,36% (IK95% 65,06% ;96,94%)
d.Nilai duga negatif = 99,72% (IK95% 98,46% ; 99,95%)
e. Akurasi = 98,95%

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


49

3. Hasil pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen


serum:
a.Sensitivitas = 90% (IK 95% 68,26% ; 98,47%)
b. Spesivisitas = 99,72% (IK 95% 98,46% ; 99,95%)
c. Nilai duga positif = 94,74% (IK 95% 73,90% ; 99,12%)
d. Nilai duga negatif = 99,45% (IK 95% 98,02% ; 99,92%)
e. Akurasi = 99,21%

4. Hasil tambahan
Proporsi kasus positif di kedua lokasi penelitian didapatkan sebesar 5,24%.

5.2 Kesimpulan

Uji diagnostik rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick


whole blood memberikan hasil yang setara dengan spesimen serum sehingga uji
diagnostik ini dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis frambusia
pada anak usia 1-14 tahun yang umumnya berdomisili di daerah terpencil dengan
sarana dan prasaran serta tenaga kesehatan terbatas. Dengan demikian, hipotesis
penelitian diterima.

5.3 Saran

 Rapid test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai alternatif uji treponemal
dalam menunjang diagnosis frambusia terutama untuk keperluan penapisan.
 Diperlukan analisis efektifitas biaya penggunaan rapid test Hexagon Syphilis®
bila akan digunakan untuk penapisan massal.
 Dengan diperolehnya hasil tambahan, untuk memperoleh data prevalensi
frambusia di Timor Leste yang sebenarnya, diperlukan penelitian lanjutan
meliputi lokasi yang lebih luas dengan jumlah SP lebih besar.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


50

DAFTAR PUSTAKA
1. Mitja O, Asyedu K, Mabey D. Yaws. The Lancet. 2013.
2. WHO. Yaws Eradication in South-East Asia Region. India: World Health
Organization; 2006.
3. Marrouche N, Ghosn SH. Endemic (nonvenereal) Treponematoses. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New
York: Mc Graw Hill Companies; 2012.h.2493-500.
4. Narain JP, Dash AP, Pamell B, Bhattacharya SK, Barua S, Bhatia R,dkk.
Elimination of Neglected Tropical Diseases in the South-East Asia Region of
the World Health Organization. Bull WHO. 2010.
5. Fegan D, Glennon MJ, Thami Y, Pakoa G. Resurgence of yaws in Tanna,
Vanuatu: Time for a new approach? Tropical doctor. 2010.
6. WHO. Summary Report of a Consultation on the Eradication of yaws.
Geneva, Switzerland. WHO.2012.
7. National Statistic Directorate Ministry of Finance. Dalam: Timor Leste
Demographic and Health Survey 2009-10. Dili-Timor Leste.
8. MoH, Timor Leste. Division of communicable Diseases National strategy for
Elimination of Lymphatic filariasis, yaws and control of Intestinal Parasytic
Infections. Dili, Timor Leste; 2004.
9. Satter EK, Tokarz VA. Secondary yaws: an Endemic Treponemal Infection.
Pediatric Dermatology. 2010;27(4).
10. Dos Santos ML, Amaral S, Harmen SP, Joseph HM, Fernandes JL, Counahan
ML. The prevalence of common skin infections in four districts in Timor
Leste: a cross sectional survey. BioMed Central-Infectious diseases. 2010.
11. WHO. Weekly Epidemiological Record. Geneva: World Health Organization;
2012.h.189-200
12. Mutmainnah E. Sensitivitas dan Spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis
menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood dibandingkan
terhadap Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)-Studi pada
populasi resiko tinggi. Universitas Indonesia; Jakarta: 2012.
13. Rosanna W, Peeling DM. Point-of-Care Tests for Diagnosing Infections in the
Developing World. European Society of Microbiology and Infectious
Diseases. 2010;16.
14. Hutapea NO. Sifilis. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, penyunting.
Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4, cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. h. 84-6.
15. Cole M, Dean L, Perry KR. Five syphilis agglutination assays.
Microbiological diagnostics assessment service. 2004.h.1-43.
16. Natahusada EC. Frambusia. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4, cetakan ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.h.127-8.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


51

17. WHO. The use of Syphilis test. Switzerland: WHO; 2006.


18. Jafari Y, Peeling RW, Shivkumar S, Claessens C, Joseph L, Pant PN. Are the
Treponema pallidum spesific rapid and point-of-care tests for Syphilis
accurate enough for screening in resource limited settings? evidence from a
meta-analysis. PLOS ONE. 2013.
19. WHO. Diagnostic evaluation Series. The sexually transmitted diseases
diagnostics initiative. 2003.1.
20. Benzaken AS, Sabido M, Galban E, Pedroza V, Araujo AJG, Peeling
RW,dkk. Field performance of a rapid point-of-care diagnostic test for
antenatal syphilis screening in the Amazon region, Brazil. International
Journal of STD and AIDS. 2011.
21. Dlamini NR, Phili R, Connolly C. Evaluation of Rapid Syphilis tests in
KwaZulu-Natal. Journal of Clinical Laboratory Analysis. 2014.
22. Kemenkes Timor Leste. Laporan Statistik kesehatan tahunan. Dili, Timor
Leste: Dirjen Kesehatan, sistem informasi kesehatan 2012.
23. Katz KA. Syphilis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K. Penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw Hill Companies; 2012.
24. Antal GM, Lukehartr SA, Meheus AZ. The Endemic Treponematoses.
Microbes and infection: er. 2002.
25. Cejkova D, Zobanikova M, Chen L, Pospisilova P, Strouhal M, Qin X, dkk.
Whole genome sequences of three Treponema pallidum ssp. pertenue strains:
yaws and syphilis Treponemes differ in less than 0,2% of the genome
sequence. Neglected tropical diseases. 2012;6(1).
26. Smajs D, Norris SJ, Weinstock GM. Genetic diversity in Treponema
pallidum: Implication for pathogenesis, evolution and molecular diagnostics
of Syphilis and yaws. Infection, Genetics and Evolution. 2012;12.h.191-202.
27. Galadari HI. Yaws. American Academy of Dermatology and Society for
Investigative Dermatology. 2013.
28. Engelkens HJH, Vuzevski VD, Stolz E. Nonvenereal Treponematoses in
Tropical Countries. Clin in Dermatol. 1999;17.
29. Mitja O, Hays R, Ipai Ai, Wau B, Bassat Q. Osteoperiostitis in early yaws :
case series and literature review. Clin inf dis.2011.
30. Crowson AS, Magro C, Mihm M.Jr. Treponemal disease. Dalam: Elder DE,
Elenitsas R, Johnson BL.Jr, MurphyGF, Xu X. Penyunting. Histopathology of
the skin 10th ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2010.h.583-4.
31. MoH. National Guidelines on Sero-survailance in yaws eradication
programme in Indonesia. Dalam: Sub-Directorate, Directorate-General,
Disease Control and Enviromental health. Jakarta: Ministry of Health,
Indonesia; 2010..
32. Boedisusanto RI, Waskito F, Kushadiwijaya H. Analisis kondisi rumah da
perilaku sebagai faktor resiko kejadian frambusia di kota Jayapura tahun
2007. Berita kedokteran masyarakat;2009.
33. Aruan RR. Uji sensitifitas dan spesifisitas rapid plasma reagin (RPR)
dibandingkan dengan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


52

sebagai baku emas diagnosis serologis frambusia pada anak usia 1-5 tahun di
kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Universitas Indonesia;
2013.
34. Craft N. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. Dalam: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw
Hill Companies; 2012.h.2128-34.
35. Paller AS, Mancini AJ. Bacterial, Mycobacterial, and Protozoal Infections of
the Skin. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. Chicago, Illiois: Elsevier-
Saunders; 2011.h.321-4.
36. Androphy EJ. Human Papiloma Virus Infections. Dalam: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Penyunting. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw Hill
Companies; 2012.h.2421-33.
37. Nesteroff SI.Serology:Syphilis. Institute of Clinical Pathology and Medical
Reseach, Centre for Infectious Diseases and Microbiology Laboratory
Services. New South Wales, Sydney: 2004.
38. Anonimus. Leaflet Rapid diagnostic test info. USAID.2008.
39. Gianino MM, Conte ID, Sciole K, Galzerano L, Castelli L, .Zerbi R, Arnaudo
I.dkk. Performance and Costs of a Rapid Syphilis test in an Urban Population
at High Risk for Sexually Transmitted Infections. J Prev Med Hyg. 2007.
40. West B, Walraven G, Morison L, Brouwers J, Bailey R. Performance of the
rapid plasma reagin and the rapid syphilis screening tests in the diagnosis of
Syphilis in field condition in rural Africa. Sexually transmitted diseases.
Diagnostics initiative. 2002.
41. Anonimus. Leaflet Hexagon Syphilis. Germany:Human GmbH.2008. 2008.
42. Mitja O, Hays R, Ipai A, Penias M, Paru R, Fagaho D, dkk. Single-dose
Azithromycin versus Benzathine Benzylpenicillin for Treatment of yaws in
Children in Papua New Guinea: an open-label, non-inferiority, randomised
trial. Lancet. 2012.
43. Mitja O, Hays R, Rinaldi AC, Mcdermot R, Bassat Q. New Treatment
Schemes for yaws: the path toward eradication. 2012. Clinical Infectious
Diseases. 2012.
44. WHO. Weekly Epidemiological Record. Eradication of yaws-the Morges
strategy. Geneva: World Health Organization; 2012.h.189-200.
45. Anonimus. Leaflet of Microsyph TPHA 200. USA. Axis -Shield Diagnostics
Ltd.2008.
46. WHO. WHO child growth standards. Length/height-for-age, weight-for-age,
weight-for-lenght, weight for height and body mass index-for age. WHO,
2006.
47. Hacket CJ. An International nomenclatur of yaws lesions. Geneva,
Switzerland: World Hlth Org 1957. h. 7-17.
48. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. Dalam: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


53

4, cetakan ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia; 2006. h. 34-8.
49. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals
of clinical diagnosis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K. Penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. Edisi 8. New York: Mc Graw Hill Companies; 2012.h.30-6.
50. Boediardja SA. Berbagai morfologi dan terminologi. Dalam: Panduan Praktis
morfologi dan terminologi penyakit kulit. Edidi pertama, cetakan ke-2.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2013.h.37
51. Hill K, Kodijat R, Sardadi M. Atlas of framboesia. Geneva, Switzerland:
World Health Org 1951. h. 7-17.
52. Mafart B. Goundou: a historical form of yaws. www.thelancet.com [situs ].
2002. Dapat diunduh di http://www. journals/lancet/article/PIIS0140-
6736(02)11205-0.
53 Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Sagung Seto;2011.
h. 219-32
54. Dahlan MS. Penelitian Diagnostik. Dalam: Dahlan MS. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika;2009. h. 20-1.
55. Anonimus. Leaflet Biotec TPHA Test Kit® (BIOTEC Laboratories, Suffolk,
UK)
56. Esti PK, Sihombing B, Suprijatin AE, Indriatmi W, Wiryadi BE.
Perbandingan Proporsi Kepositifan rapid test SD Bioline Syphilis dan
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA Plasmatec)untuk
frambusia pada anak usia 1-5 tahun di kabupaten Sumba Barat Daya, NTT,
Indonesia. 2010.

Universitas Indonesia

Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014


54

Lampiran 1
INFORMASI PENELITIAN
UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST HEXAGON
SYPHILIS® DARI SPESIMEN SERUM DAN FINGERPRICK WHOLE BLOOD
DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION
ASSAY (TPHA)
Penelitian pada anak usia 1-14 tahun di Distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.

Saudara yang terhormat,


Penyakit frambusia atau patek adalah penyakit infeksi kulit yang menular melalui
kontak dengan penderita. Penyakit bersifat menahun dan dapat menyebabkan
kecacatan. Penderita terbanyak adalah anak usia kurang dari 15 tahun. Bila dikenali
pada stadium awal, maka penyakit ini dapat diobati menggunakan obat suntik
maupun obat tablet dosis tunggal sehingga timbulnya kecacatan dan penularan
penyakit dapat dicegah.

Anak anda di duga menderita penyakit frambusia. Saat ini kami sedang melakukan
penelitian mengenai pemeriksaan laboratorium yang dapat mendeteksi penyakit
frambusia. Jika saudara bersedia maka anak saudara akan diperiksa oleh dokter dan
dilakukan pengambilan darah dari ujung jari dan lengan sebanyak 3 ml menggunakan
jarum suntik steril sekali pakai. Pada saat pengambilan darah akan terasa sedikit nyeri
dan, walaupun jarang, dapat timbul bengkak dan warna kebiruan pada kulit yang akan
hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa anak saudara menderita sakit frambusia maka akan kami rujuk untuk
mendapatkan pengobatan.

Semua data yang berhubungan dengan Saudara dan anak Saudara akan dijaga
kerahasiaannya. Kami sangat menghargai keikutsertaan saudara dalam penelitian ini,
yang akan sangat berguna baik bagi anak saudara maupun masyarakat sekitar. Setelah
mendapat penjelasan ini, sauadara bebas menentukan apakah ingin ikut penelitian ini
atau mengundurkan diri dan hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan kepada saudara dan anak Saudara baik saat ini maupun di masa mendatang.
Bila terdapat hal yang belum jelas, saudara dapat bertanya kepada saya, dr. Terlinda
Barros di nomor telepon +67077267122, atau bertanya kepada dokter di pusat
pelayanan kesehatan setempat.

Atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami haturkan limpah terima kasih.
Peneliti,

(dr Terlinda da Conceição Barros)

Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
55

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan dibawah ini, orang tua/wali
dari:

Nama/Umur : ..............................................................................................
Jenis Kelamin : ..............................................................................................
Alamat : ..............................................................................................
No Identitas : ..............................................................................................
No telp . : ..............................................................................................

menyatakan telah mengerti dan secara sukarela setuju mengikutkan anak saya dalam
penelitian sesuai prosedur yang telah ditentukan. Saya sudah diberi kesempatan untuk
bertanya dan waktu yang cukup untuk mempertimbangkan keikutsertaan dalam
penelitian ini.
Demikian surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.

Dili,.......................................2014

Saksi Orangtua/wali subyek penelitian

(.........................................) (.....................................)

Peneliti,

(dr Terlinda da Conceição Barros)

Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
56

Lampiran 3

PENYARINGAN SUBYEK PENELITIAN

Kriteria penerimaan
Beri tanda “√” pada kolom “ya” atau “tidak”
Ya Tidak
Anak (laki-laki dan perempuan) usia 1-14 tahun
( ) ( )
Terdapat lesi kulit
( ) ( )
Bersedia mengikuti penelitian atas persetujuan orang tua/wali.
( ) ( )
Jika ada jawaban “tidak” maka pasien tidak diikutsertakan dalam penelitian.

Kriteria penolakan
Beri tanda “√” pada kolom “ya” atau “tidak”
Ya Tidak
Pernah terdiagnosis sifilis ( ) ( )
Ibu terdiagnosis sifilis saat hamil ( ) ( )
Riwayat gangguan perdarahan/mudah mengalami lebam ( ) ( )
Riwayat kontak seksual dan atau kekerasan seksual ( ) ( )

Jika terdapat jawaban “ya” maka pasien tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian.

Kesimpulan Ya Tidak
Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. ( ) ( )

Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
57

Lampiran 4

STATUS PENELITIAN

Data dasar

1. Nomor penelitian :

2. Tanggal : ……/……/2014

3. Distrik 1. Dili 2. Manatuto

4. Nama :

5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

6. Umur/tanggal lahir : ......./hari/bulan/tahun

7. Berat badan (Kg) :

8. Tinggi badan (cm):

9. Indeks Massa Tubuh (IMT)

10. Status gizi berdasarkan IMT menggunakan skor z :

A. Usia 2-5 tahun:


1. Overweight (OW) dan obes: skor z > 2
2. Risiko OW: 1 < skor z ≤ 2
3. Normal: -2 < skor z ≤ 1
4. Kurus dan sangat kurus: skor z < -2
B. Usia 6-14 tahun:
1. Obese: skor z > 2
2. Overweight: skor z > 1
3. Normal: -2 ≤ skor z ≤ 1
4. Kurus dan sangat kurus: skor z < -2

Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014
58

11. Pekerjaan orang tua Ayah Ibu


1. Petani
2. Nelayan
3. Buruh
4. Pekerja kantor
5. Lain-lain
6.Tidak bekerja

12. Pendidikan orang tua : Ayah Ibu

1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan tinggi/sederajat
5. Tidak sekolah

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

13. Riwayat keluarga dengan kelainan serupa :


1. Ya 0. Tidak ada

14. Durasi lesi: 1. < 2 minggu 0. ≥ 2 minggu

15. Riwayat pengobatan injeksi Penisillin atau tablet dosis tunggal dalam 4 minggu
Terakhir 1. Ya
0. Tidak ada

Pemeriksaan serologis
Hasil positif = 1, negatif = 0
18. TPHA……………………………...............................................................
19. Rapid Hexagon Syphilis® serum……………………………………………….
20. Rapid Hexagon Syphilis® Fingerprick.........................................................
21. Dokumentasi

Universitas Indonesia
Uji diagnostik..., Terlinda Da C Barros, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai