Anda di halaman 1dari 35

EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR

“PENYUSUNAN TES HASIL DAN PROSES PEMBELAJARAN”

OLEH:

KELOMPOK 3/ VI C

Kadek Ayu Meisa Dewi NIM. 1413011033

I Made Juniantara NIM. 1413011067

Ni Ketut Vina Wahyuni NIM. 1413011014

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah evaluasi proses dan
hasil belajar yang berjudul “Penyusunan Tes Hasil dan Proses Pembelajaran”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra.
Ni MadeSri Mertasari, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Evalusi Proses
dan Hasil Belajar yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah, serta teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Singaraja, Februari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

2.1...................................................................................................................Ci
ri- ciri Tes Hasil Belajar................................................................................. 3
2.2...................................................................................................................Pri
nsip- Prinsip Penyusunan Tes Hasil Belajar.................................................. 4
2.3...................................................................................................................La
ngkah- Langkah Penyusunan Tes Hasil Belajar............................................. 5

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ......................................................................................................... 29
3.2 Saran ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN

3
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Format Kisi-kisi Penulisan Soal......................................................... 9

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang memiliki peranan penting


dalam menentukan kemajuan bangsa hingga negara. Untuk mencapai keberhasilan
pada bidang pendidikan maka ada hal- hal yang perlu diperhatikan objek- objek
dalam pendidikan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan seharusnya
terdapat suatu pedoman dalam penyelenggaraannya terutama dalam pembelajaran
dikelas.
Didalam pendidikan terdapat bermacam- macam alat penilaian yang
dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan
terhadap peserta didik khususnya. Untuk menopang objek yang bermutu, perlu
adanya evaluasi pendidikan. Menurut I Wayan Koyan (2012:5), evaluasi
pendidikan dapat dilakukan terhadap hasil belajar, proses belajar, dan program
pendidikan.
Evaluasi dalam bidang pendidikan khususnya evaluasi terhadap prestasi belajar
siswa sebagian besar bersumber dari hasil-hasil pengukuran. Pengukuran
merupakan tindakan awal yang perlu diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi,
karena tidak mungkin evaluasi berjalan dengan baik tanpa didasarkan atas data
yang bersifat kuantitatif. Hasil pengukuran yang kurang cermat atau tidak teliti
juga dapat menimbulkan akibat terhadap hasil evaluasi. Pengukuran pada
umumnya termuat dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Selain itu, dalam
praktiknya terdapat teknik non-tes. Kedua teknik tersebut memiliki perbedaan dari
segi aspeknya. Teknik tes memegang peranan evaluasi hasil belajar siswa dari segi
ranah kognitif, sedangkan teknik non-tes pada umumnya memegang peranan
evaluasi hasil belajar siswa dari segi ranah afektif dan ranah psikomotor. Teknik
non-tes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil
belajar, sebab evaluasi juga berhubungan dengan kondisi psikologis siswa, seperti
minat bakat, tingkah laku dan sikap, dan sebagainya.

1
Evaluasi hasil belajar yang paling sering digunakan di sekolah adalah
dengan menggunakan tes hasil belajar. Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas
mengenai “ Penyusunan Tes Hasil dan Proses Pembelajaran” yang mana sebelum
mengarah pada penyusunan perlu diketahui pula mengenai pengertian tes hasil
belajar, ciri- ciri tes hasil belajar yang baik, prinsip-prinsip dasar penyusunan tes
hasil belajar, bentuk- bentuk tes hasil belajar, dan langkah- langkah penyusunan
tes hasil dan proses pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas


pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana ciri- ciri tes hasil belajar ?


1.2.2 Bagaimana prinsip- prinsip penyusunan tes hasil belajar ?
1.2.3 Bagimana langkah- langkah dalam penyusunan tes hasil
dan proses belajar ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan


makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui ciri- ciri tes hasil belajar.
1.3.2. Untuk mengetahui prinsip- prinsip penyusunan tes hasil
belajar.
1.3.3. Untuk mengetahui cara menyusun tes hasil belajar dan
proses belajar.

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.


a. Manfaat Bagi Penulis
Penulis dapat manambah wawasannya atau pengetahuannya dan
memberikan pengalaman dalam membuat sebuah karya tulis, serta lebih
memahami mengenai penyusunan tes hasil belajar.
b. Manfaat untuk Pembaca
Pembaca dapat memahami dan mengerti penyusunan tes hasil belajar,
maupun dapat dijadikan sebagai bekal untuk dapat menjadi seorang guru
yang profesionl nantinya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ciri- Ciri Tes Hasil Belajar

Menurut Anas (2007) tes hasil belajar agar dapat diterima dengan baik
oleh testee maka, secara garis besarnya harus memiliki empat ciri atau
karakteristik berikut yaitu:
(1) Valid/Shahih
Tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur yang
seharusnya diukur secara tepat, benar, shahih, dan absah.
(2) Reliabel
Tes hasil belajar dikatan reliabel apabila tes tersebut telah memiliki
reliabilitas atau bersifat reliabel atau keajegan (=stability) atau kemantapan
(=consistency).
(3) Obyektif
Apabila suatu tes hasil belajar telah dibuat atau disusun dan dilaksanakan
“menurut apa adanya” yang berarti bahwa materi tes diambil atau bersumber dari
materi ataupun bahan pelajaran yang telah diajarkan atau sesuai den sejalan
dengan indikator yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan bahwa tes tersebut
telah memiliki ciri obyektif.
(4) Praktis dan Ekonomis
Hal ini berarti bahwa tes tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah
karena tes hasil belajar tersebut telah bersifat sederhana (dalam arti bahwa dalam
pelaksanaannya tidak memerlukan peralatan yang banyak atau sulit dalam
pengadaannya), lengkap (yang berarti dalam lembar tes telah dilengkapi petunjuk
mengenai cara pengerjaan tes, kunci jawaban, atau pedoman scoring serta
penentuan dalam penilaiannya. Sedangkan, sifat ekonomis yang dimaksud dalam
hal ini yaitu dalam pelaksanaan tes tidak memakan banyak waktu dan tidak
memerlukan tenaga maupun biaya yang banyak.

3
2.2 Prinsip- Prinsip Penyusunan Tes Hasil Belajar

Beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil
belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khususnya dalam
mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan
peserta didik yang diharapkan, antara lain sebagai berikut.
a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur atau meneliti secara jelas
hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan instruksional. Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang
dikehendaki akan memudahkan guru dalam menyusun butir-butr soal tes
hasil belajar.
b. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang
representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga
dapat dianggap mewakili keseluruhan materi ajar yang telah diajarkan.
c. Bentuk soal yang terdapat pada tes hasil belajar harus dibuat
bervariasi, sehingga kesesuaian untuk mengukur hasil belajar yang
diinginkan selaras dengan tujuan tes itu sendiri. Untuk mengukur hasil
belajar yang berupa keterampilan misalnya, tidak tepat kalau hanya
menggunakan soal-soal essay saja yang mana jawaban yang diperolah
hanya dalam bentuk uraian saja, dan bukan melakukan atau
mempraktekkan sesuatu.
d. Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya.
Dimana, desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan
yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Misalnya : Desain dari
placement test (tes yang digunakan sebagai penentuan penempatan siswa
dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu), tentunya
dalam hal ini akan berbeda dengan summatif test (tes yang digunakan
untuk mengukur atau menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap
bahan pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk menentukan
kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan).
e. Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan,
hal ini berarti setelah tes tersebut dilaksanakan berkali- kali terhadap
subyek yang sama maka hasilkan selalu sama atau relatif sama.

4
f. Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat untuk
mencari informasi yang berguna, juga diharapkan mampu mereflesikan
atau memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

2.3 Langkah- Langkah Penyusunan Tes Hasil Belajar

2.3.1. Langkah- Langkah Penyusunan Tes Hasil Belajar Berupa Tes

Tes hasil belajar yang baik adalah tes yang menguji tujuan penting dan
mewakili aspek kognitif, afektif, dan aspek psikomotor. Oleh sebab, dalam
penyusunan tes hasil belajar harus memperhatikan langkah – langkah
penyusunannya. Adapun langkah-langkah didalam menyusun tes hasil belajar
dapat diurutkan seperti berikut ini (Djaali dalam Sudaryono, 2005:104);

1. Menentukan tujuan melaksanakan tes hasil belajar


Menentukan tujuan melaksanakan tes hasil belajar merupakan hal yang
pertama kali harus diperhatikan, karena tes hasil belajar dibuat untuk
bermacam- macam tujuan. Hal – hal mengenai acuan yang digunakan,
latar belakang penyusunan tes hasil belajar, dan mengenai bagaimana tes
tersebut harus disusun, sangatlah bergantung pada tujuan tes tersebut.
Adapun macam- macam tes berdasarkan tujuannya, antara lainformatif,
sumatif, selektif, placement, diagnostik, motivatif, komprehensif. Tes hasil
belajar dapat di buat untuk bermacam-macam tujuan. Tujuan tes hasil
belajar adalah untuk mendapatkan informasi tentang seberapa jauh siswa
sudah menyerap isi bahan pengajaran yang disajiakan oleh guru dalam
pembelajaran.

2. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum merupakan penetapan isi bahan yang akan ditanyakan
melalui tes dengan berpedoman pada tujun kurikulum, standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator kompetensi serta pokok bahasan dan
subpokok bahasan. Adanya analisis kurikulum dengan tujuan untuk
menentukan bobot setiap pokok bahasan yang akan dijadikan sebagai
dasar dalam menentukan jumlah item/butir soal untuk setiap pokok
bahasan pada soal objektif atau bobot soal pada soal bentuk uraian, dalam

5
membuat kisi-kisi tes. Bobot untuk setiap pokok bahasan ditentkan
berdasarkan jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam kurikulum atau
dalam Rencana (RPP). Cara menganalisis kurikulum sebagai cara yang
mudah dengan menelusuri seluruh silabus dan menilai esensial tidaknya
suatu pokok bahasan atau subpokok bahasan.

3. Analisis Buku Pelajaran dan Sumber Dari Materi Belajar Lainnya.


Analisis buku pelajaran dan sumber dari materi belajar lainnya bertujuan
untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan berdasarkan jumlah
halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber materi
belajar lainnya. Penyusunan tes diharapkan dapat mencakup seluruh
materi yang diajarkan secara merata sehingga tidak terjadi penyusunan
soal yang terlalu banyak pada tiap bidang studi untuk mewakili populasi
materi yang pernah diajarkan.

4. Menyusun Kisi- Kisi Tes


a. Pengertian Kisi-Kisi
Terkadang guru mengalami kesulitan dalam penyusunan soal-soal
tes, karena dalam penyusunan soal diperlukan berbagai pertimbangan
agar soal yang dibuat tidak terlalu sulit, tidak terlalu mudah dan tidak
membingungkan peserta didik ketika akan menjawab soal-soal
tersebut. Dalam penyusunan tes prestasi hal yang paling penting yang
harus dimiliki yaitu validitas soal-soal yang akan diujikan kepada
peserta didik. Untuk memudahkan guru dalam penyusunan tes maka
diperlukan pembuatan kisi-kisi (tabel spesifikasi)

Kisi-kisi adalah suatu format yang berbentuk tabel yang


memuat informasi tentang kriteria mengenai pokok bahasan atau bahan
pelajaran yang dijadikan pedoman menyusun soal untuk dijadikan tes.
Kisi-kisi juga dapat diartikan test blue-print atau table of specification
merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Kisi-
kisi berupa sebuah tabel yang memuat tentang rincian materi dan
tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki oleh penilai. Tiap
kotak diisi dengan bilangan yang menunjukkan jumlah soal (Suhasimi,
2007:185). Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan

6
ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Manfaat kisi-
kisi adalah untuk memperoleh sampel soal yang mencakup semua
pokok bahasan secara proporsional, serta memudahkan dalam
pembuatan tes.

Kisi- kisi yang baik harus mewakili isi silabus atau kurikulum
atau materi yang telah diajarkan sebelumnya secara proporsional,
mewakili isi kurikulum yang akan diujikan, komponen-komponennya
rinci, jelas, dan mudah dipahami, dan soal dapat disusun sesuai dengan
indikator yang ditetapkan. Adapun fungsi kisi- kisi menurut Arikunto
(2009: 185), yaitu untuk menjaga agar tes yang disusun tidak
menyimpang dari bahan materi serta aspek kejiwaan (tingkah laku)
yang akan dicakup dalam tes. Oleh karena itu, kisi-kisi dapat
membantu guru untuk menghasilkan soal-soal yang tidak menyimpang
dari bahan materi yang telah diajarkan sebelumya, dan dapat
menyusun tes dengan mudah sesuai dengan tujuan dari pembuatan tes
itu sendiri. Selain itu, penulisan kisi-kisi berfungsi untuk
menselaraskan perangkat soal, sehingga hal ini juga akan
mempermudah dalam proses evaluasi

b. Komposisi Kisi- Kisi


Dengan penulisan kisi-kisi soal maka tidak akan terjadi penyimpangan
tujuan dan sasaran dari penulisan soal untuk evaluasi penulisan soal.
Dalam penulisan kisi-kisi soal, guru harus memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Nama sekolah, menunjukkan tempat penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran yang akan dievaluasi proses
pembelajarannya.
2. Satuan pendidikan, menunjukkan tingkatan pendidikan
yang menyelenggarakan proses pendidikan dan akan dievaluasi.
Satuan pendidikan ini misalnya SD, SMP, SMA/SMK.
3. Mata Pelajaran, merupakan mata pelajaran yang akan
dibuatkan kisi-kisi soal dan dievaluasi hasil belajar peserta didik..
seperti Matematika.

7
4. Kelas/semester, menunjukkan tingkatan yang akan
dievaluasi dengan mencantumkan kelas atau semester, maka kita
semakin tahu batasan materi yang akan kita jadikan soal evaluasi
proses.
5. Kurikulum acuan, kurikulum yang dijadikan acuan dalam
penyusunan kisi-kisi soal
6. Alokasi waktu, dicantumkan untuk mengetahui waktu yang
disediakan untuk menjawab soal. Dengan adanya alokasi waktu,
maka kita dapa memperkirakan kesulitan soal dan jumlah soal
yang harus dibuat supaya peserta didik tidak kehabisan waktu
ketika mengerjakan soal.
7. Jumlah soal, menunjukkan banyak soal yang harus dibuat
dan dikerjakan peserta didik sesuai dengan alokasi waktu yang
tersedia. Dalam hal ini guru sudah memperkirakan penggunaan
waktu untuk masing-masing soal.
8. Standar kompetensi, menunjukan keadaan standar yang
akan dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti proses
pendidikan dan pembelajaran. Dengan standar kompetensi ini
maka guru dan anak didik dapat mempersiapakan segala yang
harus dilakukan.
9. Kompetensi dasar, menunjukkan hal yang seharusnya
dimiliki oleh anak didik setelah mengikuti proses pendidikan dan
pembelajaran. Dalam penulisan kisi-kisi soal aspek ini kita
munculkan untuk mengevaluasi tingkat pencapaiannya.
10. Materi pelajaran, menunjukkan semua materi yang
diberkan untuk proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam
penulisan kisi-kisi soal, aspek ini merupakan batasan isi dari materi
pelajaran yang kita jadikan soal.
11. Indikator soal, menunjukan perkiraan kondisi yang diambil
dalam soal ujian. Indikasi yang bagaimana dari materi pelajaran
yang diterapkan disekolah.
12. Bentuk soal, yang dimaksudkan adalah subjektif tes atau
objektif tes. Untuk memudahkan kita dalam menyusun soal, maka
kita harus menentukan bentuk yes dalam setiap materi pelajaran
yang kita ujikan dalam proses evaluasi.

8
13. Nomor soal, menunjukkan urutan soal untuk materi atau
soal yang guru buat. Dalam hal ini, setiap standar kompetensi dan
kompetensi dasar, penulisan nomor soal dikisi-kisi penulisan soal
tidak selalu berurutan.guru dapat menulis secara acak. Misalnya,
standar kompetensi A dan komptensi dasar A1 dapat saja
diletakkan pada nomor 3 dan seterusnya sehingga tidak selalu
standar kompetensi pertama dan kompetensir dasar pertama harus
diurutkan di nomor satu.

Format Penulisan Kisi- Kisi Test :

FORMAT KISI- KISI PENULISAN SOAL


Jenis Sekolah : .....................
Program/Jurusan : .....................
Mata Pelajaran : ....................
Kurikulum : .....................
Alokasi Waktu : .....................
Jumlah Soal : .....................
Kompetensi inti:
Tabel 1 Format Kisi-kisi Penulisan Soal
Kompetensi Indikator Bentuk Ranah Kognitif No
No.
Dasar Soal Soal C1 C2 C3 C... Soal

Keterangan:

C1 : Pengetahuan C4 : Analisis
C2 : Pemahaman C5 : Sintesis
C3 : Penerapan C6 : Evaluasi

9
c. Penulisan Indikator
Menulis indikator pada kisi- kisi adalah menetapkan kemampuan
yang ingin dicapai dalam tes berdasarkan pada tanda-tanda
kemampuan dasar siswa yang diharapkan materi pembalajaran.
Indikator pada kisi-kisi merupakan suatu pedoman dalam
merumuskan soal yang akan dibuat. Dalam merumuskan indikator
dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan
diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar
kompetensi. Syarat indikator yang baik, adalah:
1. Menggunakan kata kerja operasional yang tepat,
2. Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal
objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal
uraian/tes perbuatan,
3. Untuk soal pilihan ganda, bisa dibuatkan soal atau
pengecohnya.

Sedangkan untuk penyusunan pada prinsipnya prosedur


penulisan kisi- kisi non tes tidak jauh berbeda dengan penulisan kisi-
kisi tes. Pada kisi-kisi tes hasil belajar, validitas isinya diperoleh dari
kurikulum dan buku pelajaran sedangkan validitas pada non- tes
diperoleh dari teori/ pendapat. Dalam penyusunan non-tes untuk
mengisi kolom dimensi dan indikator, penulis soal harus terlebih
dahulu mengetahui validitas konstruknya yang dirumuskan melalui
teori. Teori diperoleh dari membaca beberapa buku, hasil penelitian,
atau mencari informasi lain yang berhubungan dengan variabel atau
tujuan tes yang dikehendaki. Teori yang telah diperoleh disimpulkan
berdasarkan pendapat para ahli yang diperoleh dari beberapa buku
yang telah dibaca. Definisi tentang teori yang dirumuskan inilah yang
dinamakan konstruk. Setelah menentukan konstruk tersebut,
selanjutnya menentukan dimensi, indikator , dan penulisan butir soal
berdasarkan indikatornya.

5. Penulisan Tujuan Instruksional


Perumusan suatu tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus
diperoleh siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan
pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa.
Adanya tujuan tertentu memberikan arah pada usaha para pengelola
pendidikan dalam berbagai taraf pelaksanaan. Dengan demikian usaha
mereka menjadi tidak sia sia karena bekerja secara profesional dengan
berpedoman pada patokan yang jelas. David E. Kavel (1981) yang
mendefinisikan tujuan instruksional adalah suatu pernyataan spefisik yang
dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan
yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Dalam proses belajar mengajar tujuan instruksional dapat di bagi
menjadi 2 yaitu tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional
khusus (TIK) menurut Grounlund dalam Harjanto (2008).
a. Tujuan instruksional umum (TIU) atau Standar
Kompetensi
Tujuan instruksional umum (TIU) adalah hasil belajar yang
diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada
perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan Instruksional Umum
(TIU) ini disebut juga dengan Standar Kompetensi. TIU ini
dimaksudkan sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap
minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa
siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) atau Kompetensi
Dasar
Tujuan instruksional khusus (TIK) merupakan hasil belajar yang
dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah laku khusus yang dapat
diamati dan diukur. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ini
dikembangkan dari kompetensi dasar. Penulisan TIK harus
mencerminkan tingkah laku peserta didik yang harus dirumuskan
secara operasional dan secara teknis menggunakan kata-kata
operasional (KKO). KKO adalah suatu kata kerja yang menunjuk
pada perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur. Berikut ini ada
beberapa contoh kata kerja operasional yang berkaitan dengan
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk merumuskan TIK.
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan dengan
kegiatan mental. KKO yang dapat digunakan untuk menyusun
TIK pada ranah kognitif pada tingkatan sebagai berikut:
a) Pengetahuan (C1)
Rumusan indikator yang akan mengukur jenjang kognitif ini
biasanya menggunakan KKO diantaranya menyebutkan,
menunjukkan, menjelaskan, menyatakan, mempelajari,
mengulang, menulis, dan memilih. Pengetahuan (knowledge)
adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali
(recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunakannya. Secara rinci, Daryanto
(2005) menyatakan jenjang kognitif C.1 (Pengetahuan) ini
mencakup hal-hal seperti berikut ini.
C.1.1 Pengetahuan tentang fakta yang spesifik
Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali
materi yang mirip sama dengan materi yang telah
dipelajarinya dalam kegiatan proses pembelajaran. Contoh:
diberikan sebuah bilangan riil, siswa dapat menentukan
invers kalinya
C.1.2 Pengetahuan tentang terminologi
Peserta didik dituntut untuk mengingat kembali istilah-
istilah atau simbol-simbol yang berkenaan dengan konsep
matematika.
Contoh: siswa dapat mengingat kembali pengertian
garis berat.
C.1.3 Kemampuan untuk mengerjakan algoritma (manipulasi)
rutin
Soal yang termasuk kategori ini jika siswa terbiasa
mengerjakan soal tersebut sehingga tidak memerlukan pola
berpikir yang baru. Soal tersebut telah banyak dilatihkan
oleh guru, baik berupa soal pekerjaan rumah atau latihan di
sekolah. Bisa berupa soal yang persis sama dengan soal
yang telah dijelaskan atau dilatihkan atau mirip.
Contoh: siswa dapat mengerjakan operasi pembagian
pada bilangan pecahan desimal

b) Pemahaman (C2)
Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang
setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Rumusan indikator
yang dapat mengukur jenjang kognitif ini biasanya
menggunakan KKO antara lain menjelaskan, membedakan,
menerangkan, memperkirakan, dan menyimpulkan. Secara
terinci, jenjang kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-
hal berikut ini (Bloom, 1971 dalam Suherman, 1994:38).
C.2.1 Pemahaman konsep
Perbedaan antara pengetahuan mengenai konsep dengan
pengetahuan mengenai fakta spesifik tidak terdefinisi secara
tegas. Suatu konsep terbentuk dari komponen konsep, dan
komponen ini merupakan suatu fakta yang spesifik. Dengan
demikian suatu konsep dapat dipandang sebagai kumpulan
fakta spesifik yang saling terkait secara fungsional.
Contoh: siswa dapat mengurutkan bilangan riil, dari yang
terkecil ke yang terbesar.
C.2.2 Pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi
Soal-soal yang berkaitan dengan aspek ini berkenaan dengan
hubungan antara konsep dengan elemennya.
Contoh: siswa dapat menentukan sifat yang berlaku pada
persegi.
C.2.3 Pemahaman terhadap struktur matematika
Soal yang berkenaan dengan aspek kognitif ini untuk
memahami tentang sifat-sifat dasar dalam struktur
matematika.
Contoh: Diberikan suatu persamaan berbentuk hasil kali dua
unsur yang sama dengan nol (0), siswa dapat menentukan
kemungkinan-kemungkinan yang bisa berlaku untuk unsur-
unsur itu.
C.2.4 Kemampuan untuk membuat transformasi
Kemampuan bertujuan sebagai kemampuan siswa untuk dapat
mengubah suatu bentuk matematika tertentu menjadi bentuk
lainnya.
Contoh: siswa dapat mengubah bentuk pecahan biasa menjadi
bentuk pecahan campuran.

c) Aplikasi (C3)
Aplikasi atau penerapan adalah proses berpikir yang setingkat lebih
tinggi dari pemahaman. Dalam jenjang kognitif aplikasi seorang siswa
diharapkan telah memiliki kemampuan untuk memilih, menggunakan,
dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara pada situasi baru.
Tahap aplikasi ini melibatkan sejumlah respon. Respon tersebut
ditransfer ke dalam situasi baru yang berarti konteksnya berlainan.
Tahap aplikasi ini melibatkan sejumlah respon. KKO yang berkenaan
dengan aspek kognitif ini di antaranya adalah mengubah, menghitung,
menggunakan rumus-rumus, memodifikasi, membuktikan,
memecahkan masalah, dan mengoperasikan. Secara rinci, pada
jenjang ini mencakup hal-hal berikut:
C.3.1 Kemampuan untuk menyelesaikan masalah rutin
Masalah rutin adalah masalah atau soal yang materinya sejenis
dengan bahan pelajaran begitupun cara penyelesaiannya.
Contoh: siswa dapat menerapkan konsep persen pada
masalah jual beli.
C.3.2 Kemampuan untuk membandingkan
Soal yang termasuk ke dalam tahap ini menuntut siswa untuk
dapat menentukan hubungan antara dua kelompok informasi atau
lebih kemudian memberikan penilaian berupa keputusan.
Perhitungan bisa digunakan dan pengetahuan yang relevan
biasanya diperlukan. Kemampuan penalaran dan berpikir logika
sangat diperlukan.
Contoh: diberikan beberapa buah data kemudian siswa
dapat menentukan data terbesar dan terkecil
C.3.3 Kemampuan mengenai pola, isomorfisme, dan simetri
Pada kemampuan ini melibatkan kemampuan mengingat kembali
informasi yang relevan, mentransformasi komponen-komponen
masalah, memanipulasi data, dan mengenal hubungan.
Contoh: ditentukan sebuah kesamaan dengan beberapa variabel,
siswa dapat mencari nilai salah satu variabelnya dinyatakan dengan
variabel lain.

d) Analisis (C4),
Analisis adalah suatu kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu
masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta
mampu untuk memahami hubungan di antara bagian-bagian tersebut.
Analisis merupakan jenjang kognitif yang setingkat lebih tinggi dari
aplikasi adalah analisis. KKO yang digunakan antara lain merinci,
mengidentifikasikan, memisahkan, menunjukkan hubungan antara,
mempertentangkan, membuat diagram, dan menghubungkan. Tahap
analisis ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
C.4.1 Analisis terhadap elemen
Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi unsur-
unsur yang terkandung dalam suatu hubungan.
Contoh: : Diberikan beberapa buah persamaan kurva dan koordinat
dua buah titik, siswa dapat menentukan kurva yang melalui titik
tersebut.
C.4.2 Analisis Hubungan
Dalam hal ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk
mengecek ketepatan hubungan dan interaksi antara unsur-unsur
dalam soal, kemudian membuat keputusan sebagai penyelesaiannya.
Contoh: diberikan dua buah kesamaan yang memuat dua variabel,
siswa dapat menentukan kesamaan lain yang memuat dua variabel
tersebut.
C.4.3 Analisis terhadap aturan
Hal ini dimaksudkan sebagai analisis tentang pengorganisasian,
sistematika, dan struktur yang ada hubungannya satu sama lain, baik
secara eksplisit maupun implisit. Misalnya kemampuan
mengorganisasi kembali bentuk dan aturan-aturan tertentu yang ada
hubungannnya dengan teknik yang digunakan dalam penyelesaian
soal.
Contoh: diberikan suatu formula untuk suatu bilangan prima, siswa
dapat menentukan salah satu unsur dari formula tersebut.

e) Sintesis (C5)
Suatu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses analisis
adalah sintesis. Sintesis merupakan kemampuan berfikir yang merupakan
kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis adalah suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga menjadi
suatu pola struktur atau bentuk baru. Soal-soal yang berkaitan dengan
tahap ini adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk menyusun
kembali elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam
penyelesaiannya. KKO untuk tahap sintesis ini diantaranya
mengkategorikan, mengarang, merancang, menyusun kembali, membuat
rencana, merevisi, mereorgaisasi, dan merekonstruksi. Ada dua bagian
yang termasuk dalam tahap ini, yaitu:
C.5.1 Kemampuan untuk menemukan hubungan
Soal-soal yang berkenaan dengan tahap ini berupa kemampuan siswa
untuk menyusun kembali elemen-elemen masalah dan merumuskan
suatu hubungan dalam penyelesaiannya.
Contoh: siswa dapat menentukan letak suatu tempat dari tempat
tertentu dengan menggunakan perbandingan.
C.5.2 Kemampuan untuk menyusun pembuktian
Suatu pembuktian haruslah disusun secara logik dan sistemik
berdasarkan teorema-teorema, konsep-konsep, atau definisi-definisi
yang telah dipahami. Biasanya pembuktian disusun dari hal yang
diketahui menuju kepada hal yang harus dibuktikan, tetapi bisa pula
dengan mengerjakan salah satu ruasnya hingga sama dengan ruas
yang lainnya. Membuktikan tidak boleh melalui contoh, pembuktian
matematika sifatnya harus berlaku umum (deduktif-formal) setelah
itu untuk memperjelas bisa diberikan contoh.
Contoh: Siswa dapat membuktikan bahwa setiap bilangan real
dikalikan dengan identitas tambah menghasilkan identitas tambah.
f) Evaluasi (C6)
Evaluasi adalah jenjang kognitif yang tertinggi di antara kemampuan
kognitif siswa. Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk dapat
memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, ide, metode berdasarkan
suatu acuan tertentu, misalkan jika seseorang mampu memilih satu pilihan
yang terbaik dari beberapa pilihan yang tersedia sesuai dengan
acuan/kriteria yang ada. Setelah melakukan pertimbangan dengan matang,
maka kesimpulanpun diambil dan pada akhirnya berupa suatu keputusan.
KKO untuk mengukur tahap ini antara lain: menilai, mengkritik,
mendeskripsikan, menolak, mendukung, memberi argumentasi, dan
memutuskan. Adapun rinciannya antara lain:
C.6.1 Kemampuan untuk mengkritik pembuktian
Ini berupa kemampuan siswa untuk memberi komentar, mengupas,
menambah, mengurangi, atau menyusun kembali suatu pembuktian
matematika yang telah dipelajarinya.
Contoh: Siswa dapat menentukan langkah pembuktian yang keliru.
C.6.2 Kemampuan untuk merumuskan dan memvalidasi generalisasi
Tahap ini selaras dengan tahap analisis, namun tahap ini lebih
kompleks. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk merumuskan dan
memvalidasi suatu hubungan. Dalam hal ini, siswa bisa diminta
untuk menemukan dan membuktikan pernyataan (statement)
matematika atau menentukan suatu algoritma (formula) dan
membuktikannya.
Contoh: siswa dapat menentukan langkah-langkah untuk
menentukan suatu bilangan prima

2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi dan nilai. Indikator pada ranah afektif merupakan sikap yang
diharapkan saat dan setelah siswa melakukan serangkaian kegiatan
pembelajaran. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Ranah afektif oleh Krathwohl (1974) terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu:
 Receiving (Penerimaan)
Receiving merupakan kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan/stimulus dari luar yang datang pada dirinya dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dll. Contohnya adalah siswa mendengarkan
dengan seksama penjelasan guru mengenai pecahan.

 Responding (Tanggapan)
Tanggapan berkenaan dengan jawaban dan kesenangan
menanggapi atau merealisasikan sesuatu hal yang sesuai dengan nilai-
nilai yang dianut oleh masyarakat. Contoh kata kerja operasional yang
biasa digunakan untuk mengukur aspek tanggapan adalah mengajukan,
melaporkan, menampilkan, mendukung, dan sebagainya.
Contoh : Siswa menyerahkan laporan praktikum/tugas yang diberikan
dengan tepat pada waktunya.

 Valuing (Acuan nilai)


Valuing/ menilai berarti memberikan nilai atau penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek. Selain menerima nilai yang
diajarkan, peserta didik telah berkemampuan untuk menilai konsep
baik atau buruk. Contohnya adalah Siswa bersikap jujur dalam
kegiatan pembelajaran, siswa mengambil alat untuk membersihkan
kelas yang kotor.
 Organization (Organisasi)
Meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai.
Contoh kata kerja operasional yang biasa digunakan untuk mengukur
aspek pengelolaan adalah mempertahankan, mengubah, memadukan,
membentuk pendapat, dan sebagainya.
Organization dapat diartikan sebagai mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih umum. Contohnya adalah
peserta didik mau mematuhi tata tertib yang baru, peserta didik mau
melengkapi perbaikan tugas yang diberikan.

 Characterization by a value or value complex


Adalah penyatuan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Contoh kata kerja operasional yang biasa digunakan untuk mengukur
aspek penghayatan adalah mendengarkan, memecahkan,
mempengaruhi, dan sebagainya. Characterization by a value or value
complex adalah tingkatan afektif yang tertinggi. Pada taraf ini individu
yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya
sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya. Contoh: Siswa bersedia
mengubah pendapat jika ditunjukkan bukti-bukti yang tidak
mendukung pendapatnya.

3. Ranah Psikomotorik
Indikator psikomotorik merupakan perilaku siswa yang diharapkan
tampak setelah siswa mengikuti pembelajaran untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan. Menurut Simpson (1956) hasil belajar psikomotor ini
tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Hasil belajar psikomotor sebenarnya adalah kelanjutan dari hasil belajar
kognitif dan hasil belajar afektif. Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif
akan menjadi hasil belajar psikomotor jika siswa telah menunjukkan perilaku
tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam aspek kognitif dan
afektifnya. Sedangkan menurut J.Harrow (dalam Koyan, 2012:71) secara garis
besar ranah psikomotorik dibedakan menjadi 4, diantaranya; gerakan refleks,
gerakan fundamental, kemampuan perceptual, kemampuan fisik, gerakan-
gerakan keterampilan, dan komunikasi tanpa kata. Contoh: siswa dapat
mempraktekan alat peraga dengan tepat setelah melihat buku petunjuk.

 Penulisan Soal
Apabila kisi-kisi telah tersedia, dilanjutkan dengan membuat butir-butir soal.
Banyaknya butir – butir soal yang dibuat untuk setiap bentuk soal, pokok
bahasan, dan untuk setiap aspek kemampuan yang akan diukur harus
disesuaikan dengan apa yang termuat dalam kisi – kisi.
Menurut Arikunto (2009: 200) ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menuliskan soal-soal tes, yaitu.
a) Bahasa yang digunakan harus sederhana dan mudah dipahami.
Kesalahan dalam memilih kalimat dapat berakibat tidak validnya sebuah
tes. Untuk mengukur pencapaian atau prestasi belajar, faktor bahasa tidak
boleh menjadi hambatan penyelesaian soal.
b) Soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/ membingungkan.
c) Cara memenggal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu
diperhatikan agar tidak dikira salah. Misalkan penempatan kindeks dalam
soal matematika harus pada tempatnya
d) Petunjuk mengerjakan soal tes. Petunjuk ini harus dituliskan
sedemikian rupa sehingga jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dari
yang dikehendaki oleh guru.

 Uji Coba Tes


Tes yang telah dibuat dan diperbanyak akan diujicobakan kepada sampel.
Sampel uji coba harus memiliki karakteristik yang relatif sama dengan
karakteristik peserta tes sesungguhnya. Sampel yang dipakai bergantung
pada tujuan uji coba. Uji coba soal tetap diperlukan untuk pengkajian
mutu soal-soal. Sehingga untuk memperoleh tes yang terstandar harus
dilakukan uji coba berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik.
Manfaat uji coba tes, diantaranya; Pengalaman menggunakan tes tersebut,
mengetahui kesukaran bahasa, mengetahui variasi jawaban siswa,
mengetahui waktu yang dibutuhkan

 Analisis Hasil Tes Uji-Coba


Adapun analisis hasil tes uji coba ini meliputi: analisis validitas, tingkat
kesukaran, daya pembeda, dan analisis pengecoh. Soal yang tidak valid
diperbaiki. Selanjutnya, dihitung realibilitasnya agar memperoleh
gambaran tentang kualitas tes tersebut secara empirik

 Revisi Soal
Apabila soal-soal tersebut sudah memenuhi syarat atau sudah
mencerminkan secara proporsional seluruh materi yang akan diujikan,
soal-soal tersebut selanjutnya disusun menjadi seperangkat tes. Jika
belum memenuhi syarat, dapat dilakukan perbaikan atau dikenal dengan
sebutan revisi soal

 Menyusun Soal menjadi Tes


Apabila butir-butir soal yang secara keseluruhan telah memenuhi syarat-
syarat validitas isi, kemudian disusun menjadi sebuah tes yang final.

2.3.2. Langkah- Langkah Penyusunan Tes Hasil Belajar Berupa Non Tes

Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar tidak dapat diukur


dengan alat tes, sebab masih banyak aspek- aspek kemampuan siswa yang
sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas misalnya pada
aspek afektif dan psikomotor. Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang
berkaitan dengan minat dan sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
tersebut serta kemauan untuk menerima dan mengamalkan suatu nilai-nilai
tertentu. Penilaian untuk ranah afektif dapat dilakukan dengan teknik nontes,
seperti teknik proyektif, skala sikap, skala minat, pengamatan, laporan diri,
wawancara, kuesioner/angket, anecdotal record dan biografi. Penyusunan
instrument non tes sebaiknya mengikuti kaidah atau langkah – langkah yang
telah ditentukan, diantaranya:

1. Menentukan spesifikasi instrumen


Untuk menentukan spesifikasi instrumen dimulai dengan menentukan
tujuan yang jelas. Misalkan ingin mengukur aspek afektif siswa yaitu
mengenai “Minat Belajar Matematika Siswa” yang akan dilakukan
melalui angket. Setelah menetapkan tujuan, selanjutnya hal yang perlu
dilakukan adalah:
a. Menentukan definisi konseptual
Definisi konseptual merupakan definisi yang berkaitan dengan aspek
yang akan diukur. Definisi konseptual ini berlandaskan pada literature
atau menurut hasil kajian teoritik berbagai ahli/referensi.
Misalkan:
Sesuai dengan contoh pada tujuan instrument yang akan dibuat yaitu
“Minat Belajar Matematika Siswa”, maka terlebih dahulu kita
mencari definisi konseptualnya, adapun definisi konseptualnya yaitu:

Menurut (Djamarah, 2008), minat belajar adalah suatu penerimaan akan


suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Seseorang
memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu. Sedangkan menurut
(Syah, 2006) minat belajar merupakan kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu yang ingin dicapai. Menurut Sudarsono (2003)
menyatakan bahwa minat merupakan sikap ketertarikan atau sepenuhnya
terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau
bernilainya kepentingan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa minat belajar matematika merupakan suatu keadaan dimana siswa
merasa senang dan memberi perhatian pada mata pelajaran matematika
serta kemauan dalam belajar yang menimbulkan sikap keterlibatan setiap
orang yang ingin belajar.

b. Merumuskan definisi operasional


Definisi operasional adalah definisi yang akan dibuat mengenai aspek
yang akan diukur setelah mencermati definisi konseptual.
Misalnya:
Adapun definisi operasional dari “minat belajar matematika siswa”
antara lain:
Aspek yang akan diukur yaitu perasaan senang, perhatian siswa,
kemauan dalam belajar, keterlibatan siswa, dan motif belajar siswa.
c. Menentukan indikator
Indikator diperoleh berdasarkan definisi operasional yang telah
ditentukan.
Misalnya:
Adapun indikator dari “minat belajar matematika siswa” adalah :
1. Siswa memiliki perasaan senang dalam mengikuti proses
belajar matematika
2. Siswa memiliki perhatian dalam mengikuti proses belajar
matematika
3. Siswa memiliki kemauan belajar dalam mengikuti proses
belajar matematika
4. Siswa mau terlibat dalam mengikuti proses belajar
matematika
5. Siswa memiliki motif yang mendasari atau yang
memotivasi dalam mengikuti proses belajar matematika
d. Menyusun kisi- kisi
Dari indikator yang telah ditentukan itu disusun kedalam kisi-kisi
instrument.
Misalnya:
Adapun kisi-kisi dari “minat belajar matematika siswa”:

Tabel 2.2. Kisi- kisi instrument non tes

Aspek Indikator
Minat belajar matematika siswa Memiliki perasaan senang dalam mengikuti
proses belajar matematika
Siswa memiliki perhatian dalam mengikuti
proses belajar matematika
Siswa memiliki kemauan belajar dalam
mengikuti proses belajar matematika
Siswa mau terlibat dalam mengikuti proses
belajar matematika
Siswa memiliki motif yang mendasari atau
yang memotivasi dalam mengikuti proses
belajar matematika
e. Menentukan bentuk dan panjang tes
Langkah selanjutnya adalah menentukan bentuk instrument yang
digunakan dan panjang instrument. Panjang instrument merupakan
banyaknya butir pernyataan atau pertanyaan. Misalkan dalam
instrument “minat belajar matematika siswa”, panjang instrument
yang digunakan terdiri dari 20 butir pernyataan. Sedangkan bentuk
instrument misalnya angket(observasi) dan yang lainnya.
2. Menentukan skala penilaian
Skala yang sering digunakan dalam penilaian instrument non tes antara
lain adalah: Skala Thurstone, Skala Likert, dan lainnya. Skala thurstone
merupakan penilaian yang menggunakan skala berbentuk angka.
Tabel 2.3. Skala thurstone

No Pernyataan 7 6 5 4 3 2 1
1 Saya senang belajar matematika
2 Saya selalu memperhatikan
penjelasan guru ketika kegiatan
belajar mengajar berlangsung
3 Saya selalu bertanya kepada guru
apabila ada materi yang kurang
saya mengerti
4 Saya selalu ikut aktif dalam kerja
kelompok
5 Saya belajar matematika karena
atas kemauan sendiri tanpa
dorongan dari orang lain
6 Saya sering terlambat masuk kelas
ketika pelajara sudah mulai
Dst.

Tabel 2.3. Skala Likkert

No Pernyataan SS S KS TS STS
1 Saya senang belajar matematika
2 Saya selalu memperhatikan
penjelasan guru ketika kegiatan
belajar mengajar berlangsung
3 Saya selalu bertanya kepada guru
apabila ada materi yang kurang
saya mengerti
4 Saya selalu ikut aktif dalam kerja
kelompok
5 Saya belajar matematika karena
atas kemauan sendiri tanpa
dorongan dari orang lain
6 Saya sering terlambat masuk kelas
ketika pelajara sudah mulai
Dst.

Keterangan :

SS= sangat setuju

S = Setuju

KS = Kurang setuju

TS = Tidak setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

3. Menulis Butir Instrumen


Pada langkah ini merumuskan butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi
yang telah dibuat. Pernyataan dapat berupa pernyataan positif dan negatif.
Pernyataan positif merupakan pernyataan yang mengandung makna selaras
dengan indikator, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang
berisi kontra kondisi dengan indikator. Perlu diperhatikan dalam menulis
pernyataan, yaitu tidak boleh menulis pernyataan dalam satu indikator
dengan menggunakan negasi dari pernyataannya, karena pernyataan yang
seperti ini memiliki arti yang sama. Misalkan indikatornya yaitu memiliki
rasa ingin tahu, pernyataannya adalah: “Saya selalu bertanya kepada guru
apabila ada materi yang kurang dimengerti” , negasinya adalah “Saya tidak
pernah bertanya kepada guru apabila ada materi yang kurang dimengerti”.
Pernyataan yang seperti ini tidak diperbolehkan.
Contoh pernyataan positif:
Saya sangat senang belajar matematika
Contoh pernyataan negatif:
Saya sering terlambat datang kekelas
4. Menentukan Penyekoran
Sistem penyekoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran
yang digunakan. Pada skala Thurstone, skor tertinggi tiap butir 7 dan skor
terendah 1. Pada skala Likert, awal skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah
1, karena sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban
katergori tengah, maka dimodifikasi hanya menggunakan empat pilihan.
Skor siswa ditafsirkan dengan kriteria berikut;
Tabel 2.4. Kriteria penafsiran

Interval nilai Interpretasi


X  M i  Sbi Baik
M i  Sbi  X  M i  Sbi Sedang
X  M i  Sbi kurang

Keterangan:
: skor responden
X
: mean ideal (1/2 (skor tertinggi + skor terendah))
Mi
: simpangan baku ideal (1/6(skor tertinggi – skor terendah))
Sb i
5. Menelaah instrument
Pada langkah telaah instrumen ini, hal yang perlu dilakukan adalah
menelaah apakah instrument yang disusun sudah memenuhi keriteria
berikut:
a. butir pertanyaan/pernyataan sesuai dengan indikator,
b. bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa
yang benar,
c. butir pertanyaan/pernyataan tidak bias,
d. format instrumen menarik untuk dibaca,
e. pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas,
f. jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/ pernyataan
sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.

Hasil telaah instrument ini digunakan untuk memperbaiki instrumen.

6. Menyusun instrumen
Langkah ini merupakan tahap menyusun butir-butir instrumen setelah
dilakukan penelaahan menjadi seperangkat instrumen yang siap untuk
diuji cobakan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu
panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya.
7. Uji coba instrumen
Apabila instrumen tersusun dengan utuh, selanjutnya melakukan uji coba
instrumen. Dalam uji coba instrument ini dipilih sampel yang
karakteristiknya mewakili populasi. Uji coba dilakukan untuk memperoleh
informasi empirik tentang kualitas instrumen yang dikembangkan.
8. Menganalisis hasil uji coba
Analisis hasil uji coba dilakukan untuk menganalisis kualitas instrumen
berdasarkan data uji coba. Dari analisis ini diharapkan diketahui mana
yang sudah baik, mana yang kurang baik dan perlu diperbaiki, dan mana
yang tidak bisa digunakan. Selain itu, analisis hasil uji coba ini juga dapat
digunakan untuk memperoleh informasi tentang validitas dan reliabilitas
instrumen.
9. Memperbaiki instrumen
Perbaikan dilakukan berdasarkan analisis hasil uji coba. Bisa saja hasil
telaah instrumen baik, namun hasil uji coba empirik tidak baik. Perbaikan
termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden uji coba.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Menurut Anas (2007) tes hasil belajar agar dapat diterima dengan baik
oleh testee maka, secara garis besarnya harus memiliki empat ciri atau
karakteristik berikut. (1) valid/shahih, (2) reliabel, (3) obyektif , (4) praktis dan
ekonomis. Prinsip- prinsip dalam menyusun tes hasil belajar diperlukan agar tes
tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khususnya dalam mata pelajaran
yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik
yang diharapkan. Ada beberapa bentuk dari tes hasil belajar, diantaranya : bentuk
uraian, dan bentuk obyektif. Langkah- langkah yang harus dilakukan saat
menyusun suatu tes hasil belajar adalah : (1) menentukan tujuan, melaksanakan
tes hasil belajar, (2) analisis kurikulum, (3) analisis buku pelajaran dan sumber
dari materi ajar lainnya, (4) menyusun kisi- kisi tes, (5) penulisan tujuan
instruksional, (6) penulisan soal, (7) uji coba tes, (8) analisis tes hasil uji coba, (9)
revisi soal, (10) menyusun soal menjadi tes. Sedangkan, langkah- langkah
penyusunan tes hasil belajar berupa non tes yaitu: (1) menentukan spesifikasi
instrumen, (2) menentukan istrumen penilaian , (3) menulis butir instrumen, (4)
menentukan penyeoran, (5) menelaah instrumen, (6) menyusun instrumen, (7) uji
coba instrumen, (8) menganalisis hasil uji coba, (9) memperbaiki instrumen.

3.2 Saran

Sebagai seorang tenaga pendidik hendaklah mampu menanamkan konsep


penyusunan tes hasil dan proses pembelajaran sebagai alat evaluasi proses dan
hasil belajar dalam kegiatan proses pembelajaran dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2009. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi


Aksara
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sri-wening-dra-mpd-
dr/evaluasi-belajar.pdf (diakses pada tanggal 15 Februari 2017)

http://digilib.uinsby.ac.id/8056/5/bab2/pengertian tes.pdf (diakses pada tanggal 15


Februari 2017)

Koyan, I Wayan. 2012. Evaluasi Program Pendidikan. Singaraja: Universitas


Pendidikan Gnaesha
Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Raja Grafindo
Persada
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu
Uno, Hamzah B. dan Satria Koni. 2012. Assessment Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Lampiran. Contoh instrument non tes (angket/ kuisioner)

Kuisioner Minat Belajar Mata Pelajaran Matematika

Keterangan pilihan jawaban:

 SS = Sangat Setuju
 S = Setuju
 TS = Tidak Setuju
 STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan Pilihan
1 Saya sudah belajar matematika pada malam hari SS S TS STS
sebelum pelajaran esok hari
2 Saya sampai disekolah sebelum pukul 07.00
3 Saya sudah mempersiapkan buku pelajaran
matematika ketika guru memasuki kelas
4 Matematika adalah pelajaran yang menarik dan
menantang
5 Saya sering melamun ketika pelajaran
berlangsung
6 Saya cenderung pasif ketika diskusi kelompok
7 Saya suka bercanda ketika jam pelajaran
8 Saya akan pindah kebangku yang jauh dari
keributan diluar kelas ketika pelajaran
9 Saya tetap memperhatikan penjelasan guru
meskipun saya di bangku paling belakang
10 Saya tidak peduli pada kesulitan pelajaran
matematika
11 Saya belajar matematika jika disuruh orang tua
12 Saya menggunakan alat peraga yang bisa
membantu saya belajar matematika dengan
mudah
13 Saya sering melihat tayangan pembelajaran
matematika ditelevisi
14 Saya sering mencari informasi diinternet tentang
sejarah matematika
15 Saya kebingungan ketika belajar matematika
16 Matematika merupakan pelajaran yang sulit
dipahami
17 Saya memperhatikan penjelasan gurutentang
matematika
18 Saya suka duduk dibelakang jarena jauh dari
antauan guru
19 Saya tidak malu bertanya kepada guru apabila
saya mengalami kesulitan
20 Saya mengikuti bimbingan /les matematika
secara rutin
Jumlah
Skor total

Anda mungkin juga menyukai