Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KARBOHIDRAT SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Disusun oleh :

Fidela Novitasari (652016013)

Bereka Meidelivia R (652016020)

Dwi Novianti (652016024)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018
Laporan Praktikum Analisis Karbohidrat

Nama : 1. Fidela Novitasari (652016013)

2. Bereka Meidelivia R (652016020)

3. Dwi Novianti (652016024)

Kelompok : Pagi

Tanggal : 15 Februari 2018 dan 22 Februari 2018

Judul : Analisis Karbohidrat secara Kualitatif dan Kuantitatif

TUJUAN
1. Kualitatif Karbohidrat
a. Menentukan sampel yang positif karbohidrat dengan adanya gugus aldehid dalam
sampel
b. Menentukan sampel yang positif karbohidrat dengan adanya gugus pereduksi dalam
sampel
c. Menentukan sampel yang positif karbohidrat dengan adanya kandungan amilum
pada sampel
2. Kalkulasi Kandungan Gula Reduksi
Menentukan persentase kadar gula reduksi dalam sampel bekatul pangan dan glukosa
3. Kalkulasi Amilum
Menentukan persentase kadar gula dalam sampel bekatul pangan.
4. Serat Kasar
Menentukan presentase serat kasar pada sampel bekatul pangan

PENDAHULUAN
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat
poimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat dipergunakan pada senyawa-senyawa
tersebut, meningat rumus empirisnya yang berupa CnH2nOn atau mendekati Cn(H2O)n yaitu
karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian nama ini sebenarnya kurang tepat karena
hidrat (H2O) yang melekat pada gugus karbon bukanlah sebagai hidrat yang sebenarnya ,
misalnya tak dapat dipisahkan atau dikristalkan tersendiri yang terlepas dari gugusnya.
Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar
matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil fotosintesis ini kemudian mengalami
polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul besar lain yang menjadi
cadangan makanan pada tanaman. Secara alami, ada tiga bentuk karbohidrat yang terpenting
yaitu:

1. Monosakarida
2. Oligosakarida
3. Polisakarida

Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam.


Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan
(unit) monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo
maupun monosakarida.

Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang tak dapat larut misalnya
selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi membentuk senyawa cadangan pangan berbentuk
pati dalam tanaman atau glikogen pada sel-sel hewan. Karbohidrat cadangan pangan tersebut
dapat larut dalam air hangat. Kelompok polisakarida lain berbentuk gum, pektin dan derivat-
derivatnya. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua
unit monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida ini adalah sukrosa.

Gula reduksi merupakan monosakarida yang mempunyai kemampuan untuk


mereduksi suatu senyawa. Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh gugus hidroksil
bebsa yang reaktif. Prinsip analisa berdasarkan monosakarida yang memiliki kemampuan
untuk mereduksi suatu senyawa dan polimerisasi monosakarida yang dapat mempengaruhi
sifat mereduksinya (Baedhowie, 1982).
Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat dialam, yaitu sebagian besar
tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian (Poedjiadi, A. 2009). Amilum
terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu
amilosa (kira-kira 20 – 28 %) dan sisanya amilopektin.

Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan dengan ikatan α 1,4
glikosidik. Jadi molekulnya menyerupai rantai terbuka. Sedangkan amilopektin terdiri atas
molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian
ikatan 1,6- glikosidik. adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terjadinya cabang, sehingga
molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih
besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih 1000 unit glukosa (Poedjiadi, A.
2009).
Pada pengujian / analisa karbohidrat terdapat beberapa uji seperti:
a. Uji Fehling

Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-traktat dan natrium
hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan yang berwarna
hijau, kuning-orange atau merah bergantung dari macam gula reduksiya.

b. Uji Benedict

Gula reduksi dengan larutan benedict (campuran garam kupri sulfat, natrium sitrat,
natrium karbonat) akan terjadi reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan endapan berwarna
merah dari kupro oksida.

c. Uji Lugol

Karbohidrat golongan polisakarisa akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan
memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin
akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen
maupun dextrin dengan iodin akan menghasilkan merah coklat.

Prinsip dari metode analisis karbohidrat metode luff schrooll sendiri adalah menentukan
kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan
sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).

Komponen serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan


kelarutannya. Serat makanan berdasarkan kelarutan terdiri atas serat larut dan serat tidak larut,
tergantung kelarutan komponen serat tersebut di dalam air atau larutan bufer. Contoh serat tak
larut, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, serat larut, yaitu pektin, gum, musilase, glukan
dan alga (Almatsier,2001). Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode
analisis serat kasar (crude fiber). Metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan
metode Englyst (Ferguson dan Philip, 1999).
1. Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)
Serat kasar dari lignin dan selulosa, merupakan bahan yang tertinggal setelah bahan
makanan mengalami proses pemanasan dengan asam dan basa kuat selama 30 menit
berturutturut dalam prosedur yang dilakukan dalam prosedur yang dilakukan
dilaboratorium (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).
2. Metode Deterjen
Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral
Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar total serat yang
tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz, 1987).

ALAT,BAHAN, METODE
Uji Kualitatif :
 Uji Fehling
Alat : Bahan :
- Tabung reaksi
- Bekatul
- Pipet Tetes
- Glukosa
- Pipet Ukur
- Gula Pasir
- Pilius
- Pati
- Gelas Beaker
- Reagen Fehling
- Bunsen
- Akuades
- Kaki Tiga
- Kasa
- Korek Api

 Uji Benedict

Alat : Bahan :
- Tabung reaksi
- Bekatul
- Pipet Tetes
- Glukosa
- Pipet Ukur
- Gula Pasir
- Pilius
- Pati
- Gelas Beaker
- Reagen Benedict
- Bunsen
- Akuades
- Kaki Tiga
- Kasa
 Uji Lugol

Alat : Bahan :
- Tabung reaksi - Bekatul
- Pipet Tetes - Pati
- Glukosa - Natrium Tiosulfat
- Gula Pasir - Reagen Lugol
- Akuades

Uji Kuantitatif :
 Metode Luff Schoorll
Alat : Bahan :
- Beaker Glass - Bekatul
- Pipet Tetes - Glukosa
- Corong - HCL 3%
- LabuUkur - NaOH 30%
- Pipet Volume - CH3COOH
- Erlenmeyer - Reagen Luff Schrool
- Alat Ekstraksi - KI 20%
- Buret dan Statif - Na2S2O3 0,1 N
- Klem

- pH Meter
 Analisis Amilum
Alat :
⁻ Beaker glass ⁻ Buret
⁻ Pipet tetes ⁻ Statif
⁻ Corong ⁻ Klem
⁻ Labu ukur ⁻ Kertas saring
⁻ Pipet volum ⁻ Ph meter, ph universal
⁻ Erlenmeyer ⁻ Kaki tiga
⁻ Gelas ukur ⁻ Kassa alat refluks
⁻ Korek api gas
Bahan
⁻ Bekatul hasil soxhlet
⁻ Akuades
⁻ HCl 3%
⁻ NaOH 30%
⁻ Larutan luff schrooll
⁻ KI 20%
⁻ H2SO4 4N
⁻ Na2S2O3 0,1 N

 Analisis Serat Kasar


Alat : Bahan :

- Rangkaian Alat Reflux - Sampel hasil soxhlet


- Kolf - H2SO4 0,25 N
- Kaki Tiga dan Kasa - Akuades
- Pipet Ukur 10 ml - NaOH 0,3 N
- Corong - Kertas Saring
- Oven - K2SO4 10%
- Desikator - Etanol 96 %
- Kaca Arloji
- Erlenmeyer
- Beaker Glass

Metode:
Uji Kualitatif
a. Uji Benedict
1. Disiapkan 4 tabung reaksi yang telah berisi label masing-masing sampel.
2. Dimasukkan 5 mL larutan Benedict ke masing-masing tabung reaksi yang telah berisi
sampel.
3. Ditambahkan 1 mL sampel ke masing-masing tabung reaksi tersebut.
4. Dipanaskan selama 3 sampai 5 menit dalam air mendidih, kemudian diangkat.
5. Diamati perubahan yang terjadi, gula reduksi akan bereaksi dengan reagen benedict
menghasilkan endapan merah.
b. Uji Lugol
1. Ditambahkan 1 tetes larutan iodine ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 mL larutan
karbohidrat 1%
2. Diamati dan dicatat hasilnya
3. Ditambahkan beberapa tetes larutan natrium tiosulfat
4. Diamati dan dicatat hasilnya.
 Amilum dengan iodine dapat membentuk kompleks biru
 Amilopektin dengan iodin akan memberi warna merah ungu, sedangkan dengan
glikogen dan dekstrin akan membentuk warna merah coklat
c. Uji Fehling
1. Disiapkan pada tabung reaksi masing-masing sampel (glukosa, gula pasir, bekatul,
dan pati)
2. Disiapkan larutan fehling 8 mL,mencampurkan antara Fehling A (4 mL) dan Fehling
B (4 mL) dengan volume yang sama.
3. Dimasukkan 2 mL larutan Fehling kedalam masing-masing tabung reaksi,
dihomogenkan dan dipanaskan dengan air mendidih.
4. Diamati perubahan (warna) yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi. Uji
positif ditandai dengan warna merah bata.
Uji Kuantitatif
a. Metode Luff Schoorl
a. Blanko

1. Dipipet larutan Luff Schoorll sebanyak 10 mL, kemudian dimasukkan kedalam kolf
2. Dilakukan refluks selama 10 menit
3. Dinginkan hingga suhu ruang, kemudian dipindahkan kedalam erlenmeyer
4. Ditambahkan larutan KI 20% 6 mL dan ditambahkan 15 mL H2SO 4 4N.
5. Ditambahkan amilum sebanyak 3 tetes sebagai indikator.
6. Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N
7. Dihentikan titrasi setelah laruan berubah warna menjadi putih susu, dan saat ditetesi
amilum tidak terjadi perubahan warna menjadi biru.
b. Titrasi Penetapan Kadar Glukosa Metode Luff Schoorll
1. Dimasukkan ke dalam erlemeyer sampel bekatul sebanyak 2 gram
2. Ditambahkan HCl 3% sebanyak 40 mL
3. Dirangkai alat refluks
4. Dipindahkan larutan kedalam kolf dan dilakukan perefluksan selama 30 menit
5. Didinginkan hingga suhu ruang
6. Ditambahkan NaOH hingga pH mencapai ± 7
7. Dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian degenapkan dengan akuades
hingga garis tera.
8. Dilakukan penyaringan untuk sampel bekatul.
9. Dilakukan pengenceran 10 kali (diambil 5 ml larutan sampel dimasukkan kedalam
labu ukur 50 ml dan digenapkan dengan akuades hingga garis tera)
10. Dimasukkan 10 mL filtrat kedalam kolf
11. Ditambahkan 10 mL larutan luff schrooll
12. Direfluks selama 10 menit
13. Didinginkan hingga mencapai suhu ruang, dipindahkan kedalam erlenmeyer
14. Ditambahkan 6 mL KI 20% selanjutnya ditambahkan 15 mL H2SO4 4N
15. Ditambahkan amilum sebanyak 3 tetes sebagai indikator.
16. Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N
17. Dihentikan titrasi setelah laruan berubah warna menjadi putih susu, dan saat ditetesi
amilum tidak terjadi perubahan warna menjadi biru.
18. Diulangi untuk sampel glukosa dengan massa 1 gram.
19. Penentuan kadar karbohidrat :
w₁ × fp
% karbohidrat = × 100%
w
Dimana :
w1 = gkulosa (mg)
fp = faktor percobaan
w = bobot contoh (mg)
b. Metode Analisis Amilum
1. Ditimbang 1 gram sampel hasil soxhlet
2. Dicuci dengan 100 mL akuades
3. Ditambahkan 10 mL HCl 30%
4. Direfluks selama 30 menit
5. Didinginkan hingga suhu ruang dan dinetralkan NaOH 30% (pH ± 7)
6. Ditambahkan akuades hingga 100 mL
7. Diencerkan 10 kali ( 5 ml dalam labu ukur 50 ml)
8. Dimasukkan 10 mL filtrat kedalam kolf
9. Ditambahkan 10 mL larutan luff schrooll
10. Direfluks selama 10 menit
11. Didinginkan hingga mencapai suhu ruang, dipindahkan kedalam erlenmeyer
12. Ditambahkan 6 mL KI 20% selanjutnya ditambahkan 15 mL H2SO4 4N
13. Ditambahkan amilum sebanyak 3 tetes sebagai indikator.
14. Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N
15. Dihentikan titrasi setelah laruan berubah warna menjadi putih susu, dan saat ditetesi
amilum tidak terjadi perubahan warna menjadi biru.
c. Metode Serat Kasar
1. Ditimbang 1 gram sampel hasil soxhlet, kemudian ditambahkan50 ml H2SO4 0,25 N
2. Dirangkai alat refluks, dan kemudian di refluks selama 30 menit, kemudian
didinginkan
3. Disaring hasil refluks dengan kertas saring
4. Dibilas dengan menggunakan 100 ml akuades
5. Endapan yang yang didapat dipindahkan pada kolf, kemudian ditambahkan 50 ml
NaOH 0,3 N
6. Direfluks selama 30 menit, dan didinginkan
7. Disaring dengan kertas saring (digunakan kertas saring yang sudah di tara
sebelumnya)
8. Dibilas dengan menggunakan 15 ml K2SO4 10%
9. Dilanjutkan dibilas dengan menggunakan 15 ml akuades
10. Dilanjutkan dibilas dengan menggunakan 15 ml etanol 96%
11. Dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 1100 semalam
12. Dimasukkan dalam desikator selama ±15 menit kemudian di timbang

HASIL PENGAMATAN
Uji Kualitatif
a. Uji Fehling
Sampel Warna awal Warna setelah dipanaskan
Bekatul Biru Tua Biru kehitaman

Glukosa Biru tua Coklat, endapan merah bata

Biru keunguan, endapan


Gula Pasir Biru tua
kuning
Pati Biru tua Biru

b. Uji Benedict

Sampel Warna awal Warna setelah dipanaskan

Biru ++, endapan hijau


Bekatul Biru
++

Glukosa Biru Merah bata

Hijau kebiruan, endapan


Gula Pasir Biru
hijau

Pati Biru Biru, endapan hijau

c. Uji Lugol
Sampel Warna setelah dipanaskan
Bekatul Ungu +++
Glukosa Orange +++
Gula Pasir Orange ++
Pati Ungu ++
Uji Kuantitatif
a. Metode Luff Schoorl
Blanko Bekatul 1 Bekatul 2 Glukosa
Volume awal (mL) 0 0,8 7,6 15,4
Volume akhir (mL) 12,9 7,6 15,4 19,1
Volume ditambah 12,9 6,8 7,8 3,7
(mL)
Angka tabel = (volume blanko – volume glukosa)
= (12,9 mL – 3,7mL)
= 9,2 mL
Angka tabel = 9,2 >> antara 9 dan 10
Angka Tabel
9 22,4
10 25,0
Selisih = 2,6
Angka tabel 9,2 = 22,4 + (0,2 x 2,6)
= 22,92
𝐴𝑇 𝑋 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
% Glukosa = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

22,92 𝑥 10
= 1000 x 100%
= 22,92 %
6,8 mL+7,8 mL
Volume rata – rata bekatul = = 7,3 mL
2

Angka tabel = (Vol. Blanko – vol. Bekatul )


= (12,9 mL – 7,3 mL)
= 5,6
Angka tabel = 5,6 >> antara 5 dan 6
Angka Tabel
5 12,2
6 14,7
Selisih = 2,5
Angka tabel 5,6 = 12,2 + (0,6 x 2,5) = 13,7
𝐴𝑇 𝑋 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
% Glukosa = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
13,7𝑥 10
= 2000 x 100%
= 6,85 %

b. Analisis Amilum
Blanko Pati 1 Pati 2
Volume awal (mL) 0 0 11
Volume akhir (mL) 12,9 11 22,1
Volume ditambah (mL) 12,9 11 11,1
Kalkulasi Amilum
Angka tabel = (vol blanko – vol glukosa)
= (12,9 mL – 11,05 mL)
= 1,85 mL
Angka tabel = 1,85 >> antara 1 dan 2
mL Na2S2O3 Angka Tabel
1 2,4
2 4,8
Selisih = 2,4
Angka tabel 1,85 = 1,85 + (0,85 x 2,4) = 3,89
𝐴𝑇 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
% Amilum = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

3,89 𝑥 10
= x 100%
1000

= 3,89 %

c. Analisi Kadar Serat

Percobaan 1
Massa cawan + kertas saring : 50,17
Massa cawan + kertas saring + serat : 50,21
Massa Serat : 0,04
Kadar Serat:
massa hasil 0,04 gram
% kadar serat = massa awal x 100% = x 100%
1 gram
=4%

Percobaan 2

Massa cawan + kertas saring : 48,05


Massa cawan + kertas saring + serat : 48,07
Massa Serat : 0,02
Kadar Serat:
massa hasil 0,02 gram
% kadar serat = massa awal x 100% = x 100%
1 gram

=2%

PEMBAHASAN
Uji Kualitatif

a. Uji Fehling

Salah satu uji kualitatif adalah uji Fehling terhadap beberapa sampel (gula, glukosa, pati
dan bekatul) dengan cara mencampurkan larutan fehling A dan fehling B dengan perbandingan
1:1 kemudian dipanskan pada air mendidih. Pada uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya
gugus aldehid dengan menggunakan fehling A (CuSO4) dan Fehling B (NaOH dan KNa tartarat).
Diama reaksi yang terjadi adalah :

Kemudian dilakukan pemanasan yang bertujuan agar gugus aldehida pada sampel
terputus ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat dan
menghasilkan Cu2O (endapan merah bata) sebagai hasil sampingan dari reaksi pembentukan
asam karboksilat.
Dalam pereaksi fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks sehingga larutan fehling
dapat dianggap sebagai larutan CuO. Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+
yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O. Dengan hasil yang diperoleh sebagai
berikut:

Sampel Warna awal Warna setelah dipanaskan


Bekatul Biru Tua Biru kehitaman

Glukosa Biru tua Coklat, endapan merah bata

Biru keunguan, endapan


Gula Pasir Biru tua
kuning
Pati Biru tua Biru

Dari tabel diatas dapat dilihat apabila yang positif adalah glukosa dengan adanya endapan
merah bata. Namun pada gula pasir diperoleh hasil biru keunguan dengan endapan kuning ini
juga dinyatakan positif hal ini dapat terjadi karena pada saat pengambilan sampel dilakukan
secara kualitatif tidak lah tepat karbohidrat 1% sehingga sampel yang tidak tepat 1% yaitu
kurang dari 1% endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan. Sedangkan pada bekatul dan
pati dinyatakan negatif dimana seharusnya positif hal ini dapat terjadi karena pada uji
karbohidrat menggunakan uji fehling ini yang menjadikan positif atau dijadikan sebagai
indikator ositif adalah adanya endapan merah bata, namun sudah dijelaskan diatas apabila
endapan merah bata hanyalah hasil sampingan oleh karena itu tidak positif karena dimungkinkan
kandungan yang terlalu sedikit sehingga hasil sampingan yang terlalu sedikit dan hampir tidak
ada atau tidak terlihat.
b. Uji Benedict
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui gula pereduksi dalam sampel (bekatul, glokosa,
gula dan pati). Ditambahkan 5 ml larutan benedict kedalam masing-masing sampel lalu
dipanaskan. Gugus aldehid atau keton akan bebas pada gula reduksi yang terkandung dalam
sampel mereduksi ion Cu2+ dari CuSO2.5H2O dalam suasana alkalis menjadi Cu+ yang
mengendap menjadi Cu2O. Dari hasil pada tabel diatas semua dinyatakan positif walaupun
endapan yang terjadi berwarna hijau, hal ini dikarenakan warna endapan yang terbentuk
berdasarkan pada konsentrasi gula reduksinya, dari warna endapan hijau, kuning hingga merah
bata apabila semakin merah maka gula reduksinya semakin banyak.
c. Uji Lugol
Pada analis kualitatif yang ketiga uji lugol dengan cara menambahkan satu tetes iodin,
dengan tujuan untuk medeteksi adanya pati (polisakarida). Pada percobaan ini dengan masing –
masing sampel yang menghasilkan hasilnya masing-masing

Sampel Warna setelah dipanaskan


Bekatul Ungu +++
Glukosa Orange +++
Gula Pasir Orange ++
Pati Ungu ++
Iodin yang ditambahkan berfungsi sebagai indikator suatu senyawa polisakarida. Dimana
hasil yang positif mengandung amilum adalah bekatul dan pati dengan warna setelah dipanaskan
menjadi berwarna ungu dimana warna ungu merupakan idikasi adanya amilum.
Uji Kuantitatif
a. Metode Luff Schoorl
Pada praktikum analisi karbohidrat ini dilakukan dengan metode Luff schrool yang
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar karbohidrat secara
kimiawi. Sample yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah bekatul pangan dan glukosa.
Pertama ditimbang sampel bekatul pangan sebesar 2 gram sedangkan untuk glukosa sebesar 1
gram. Sample yang ditimbang dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 40 mL HCl 3% dan
direfluks selama 30 menit. Penambahan HCl dan perefluksan selama 30 menit ini bertujuan
untuk menghidrolisis karbohidrat dalam sampel selain itu karena polimer karbohidrat sulit untuk
bereaksi, sehingga ditambahkan asam agar polimer terpecah menjadi monomer-monomer yang
lebih kecil sehingga lebih mudah untuk bereaksi. Dalam proses hidrolisis dengan refluks agar
komponen tidak berkurang karena air dan asam dari HCl dalam sampel tidak menguap.
Selanjutnya sampel dalam kolf yang telah direfluks dan dalam suhu ruang dipindahkan
kedalam beaker glass untuk selanjutnya dilakukan penyesuaian pH dengan menambahkan NaOH
30% hingga pH mencapai ± 7. Hal ini dilakukan karena dalam pengujian karbohidrat dengan
metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu
rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya,
karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I– + 4H→2I2 + 2H2O
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih
rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu
terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).

I2 + H2O → HOI + I– + H+

Setelah itu larutan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL. Dan dilakukan
penyaringan untuk sampel bekatul. Dilakukan pengenceran 10 kali untuk masing-masing sampel.
Pengenceran ini bertujuan agar saat dilakukan perefluksan untuk yang kedua kali masih adanya
kandungan karbohidrat. Diambil 10 mL sampel hasil pengenceran dimasukkan kedalam kolf dan
ditambahkan 10 mL larutan luff schroll kemudian direfluks selama 10 menit, hal ini
dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu
kurang lebih 10 menit. Larutan luff schrool akan bereaksi dengan sample yang mengandung gula
pereduksi.

R – COH + CuO → Cu2O + R – COOH

Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada
kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam
waktu 3 menit.

Kemudian didinginkan hingga larutan mencapai suhu ruang, dengan dialiri air maka proses
pendinginan akan semakin cepat. Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan KI 20%
sebanyak 6 mL dan H2SO4 4N melalui dinding secara perlahan-lahan. Penambahan larutan-
larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan
CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna
larutan menjadi putih susu. Ditambahkan juga indikator amilum untuk mengetahui perubahan
yang terjadi dan titik akhir titrasi. Penambahan indikator amilum juga dilakukan setelah
campuran mendekati titik akhir, agar terlihat jelas apakah titrasi sudah mencapai titik akhir.
Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na2S2O3) 0,1
N titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.

Tahapan reaksi yang terjadi adalah :


R – COH + CuO → CuO2 + R – COOH

H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2KI → CuI2 + K2SO4

2CuI2 → Cu2I2 + I2

I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI

Reaksi yang terjadi adalah kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod
dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida.
Setelah dilakukannya titrasi dan memperoleh hasil seperti pada tabel diatas maka dilakukannya
perhitungan dengan rumus :

Angka tabel = (volume blanko – volume glukosa)

w₁×fp
= %karbohidrat = × 100%
w

Oleh karena itu dilakukan juga titrasi terhadap blanko karena selisih blanko dengan
sampel akan ekuivalen dengan kuprioksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah
gula reduksi yang ada dalam sampel. Sehingga diperoleh 22,92% untuk sampel glukosa dan
6,85% untuk sampel bekatul pangan.

b. Analisis Amilum

Pada praktikum kalkulasi kandungan amilum ini pada dasarnya sama dengan kalkulasi
kandungan gula reduksi yang bertujuan untuk menghitung kadar glukosa yang ada pada sampel
bekatul pangan manusia. Satu gram sampel yang akan diuji pertama-tama dicuci dengan 100 mL
akuades dengan tujuan agar sampel hasil soxlet bersih dari larutan hexsan yang mungkin
tertinggal selain itu juga agar larutan nantinya tidak terlalu pekat, selanjutnya direaksikan dengan
HCl 10 % dan direfluks selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menghidrolisis pati dalam
sampel, ditambahkan asam agar polimer terpecah menjadi monomer-monomer yang lebih kecil
yaitu monosakarida penyusunnya (glukosa) sehingga lebih mudah untuk bereaksi. Dalam proses
hidrolisis dengan refluks agar komponen tidak berkurang karena air dan asam dari HCl dalam
sampel tidak menguap dan mempercepat terjadinya reaksi. Didinginkan dan dilakukan
pengaturan pH dengan NaOH 30% hingga pH mencapai ± 7 dengan tujuan hasil titrasi nantinya
tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah.

Setelah itu larutan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL. Dilakukan
pengenceran 10 kali dengan tujuan agar saat dilakukan perefluksan untuk yang kedua kali masih
adanya kandungan gula reduksi. Diambil 10 mL sampel hasil pengenceran dimasukkan kedalam
kolf dan ditambahkan 10 mL larutan luff schroll kemudian direfluks selama 10 menit, hal ini
dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu
kurang lebih 10 menit. Larutan luff schrool akan bereaksi dengan sample yang mengandung gula
pereduksi.

Kemudian didinginkan hingga larutan mencapai suhu ruang, dengan dialiri air maka
proses pendinginan akan semakin cepat. Setelah campuran dingin kemudian ditambahkan KI
20% sebanyak 6 mL dan H2SO4 4N melalui dinding secara perlahan-lahan. Penambahan larutan-
larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan
CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna
larutan menjadi putih susu. Ditambahkan juga indikator amilum untuk mengetahui perubahan
yang terjadi dan titik akhir titrasi. Penambahan indikator amilum juga dilakukan setelah
campuran mendekati titik akhir, agar terlihat jelas apakah titrasi sudah mencapai titik akhir.
Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na2S2O3) 0,1
N titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.

c. Analisa Serat Kasar

Dalam penentuan kandungan kadar serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas
bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dalam menentukan nilai gizi makanan
tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan makanan. Dengan demikian presentasi serat dapat dipakai untuk menentukan
kemurnian bahan/efisiensi suatu proses.

Pada percobaan serat kasar ini awalnya sampel yang sudah dipakai dalam metode lemak
dimasukkan dalam Beaker Glass. Tahap pertama dilakukan penambahan H2SO4 0,25 N sebanyak
50 ml, penambahan H2SO4 ini dimaksudkan untuk menghidrolisis karbohidrat sehingga menjadi
monomer-monomernya dengan kata lain dari yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana.
Proses hidrolisis ini dilakukan dalam keadaan panas selama 30 menit (di refluks) proses refluks
ini bertujuan untuk mecegah hilang senyawa dalam larutan dengan mengembunkan uap yang
dihasilkan dari hasil pendidihan larutan selain itu juga untuk mempercepat proses hidrolisis itu
sendiri . Pada proses ini digunakan asam kuat encer dimana dengan ke normalitas-an yang
rendah karena jika yang ditambahkannya adalah asam yang sangat kuat maka protein yang
terkandung dalam sampel akan terdenaturasi sehingga mengganggu pada penetapan kadar serat.
Setelah didapatkan hasil hidrolisis kemudian disaring dan dibilas dengan 100 ml akuades,
pembilasan ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor yang masih ada dalam kertas
saring.

Tahap kedua selanjutnya ditambahkan NaOH 0,3 N sebanyak 50ml kemudian di refluks
selama 30 menit. Penambahan NaOH ini bertujuan untuk menghidrolisis sampel menggunakan
basa. Setelah selesai kemudian dilakukan hal yang sama seperti diatas yaitu disaring
menggunakan kertas saring. Pada saat disaring dilakukan juga pembilasan sesaat sebelum
dikeringkan di oven. Pembilasan ini harus dilakukan dengan urutan K2SO4 10% sebanyak 15 ml,
akuades sebanyak 15 ml, dan yang terakhir etanol 96% sebanyak 15 ml guna mendapatkan serat
kasar yang lebih murni. Dilakukan pencucian pada residu ini bertujuan untuk melarutkan
senyawa-senyawa (serat larut air) yang masih tersisa dalam residu. Selanjutnya dicuci dengan
etanol untuk melarutkan senyawa-senyawa yang polar yang masih tertinggal dalam residu,.

Setelah proses pencucian, residu dimasukkan ke dalam cawan petri dan kemudian di oven
untuk menghilangkan kadar air yang ada dalam sampel. Suhu pengovenan yaitu 1100C semalam
dan kemudian didinginkan dengan dimasukkan ke dalam desikator, desikator digunakan untuk
mengeringkan sampel dengan menyerap uap air. Lalu cawan petri, kertas saring, dan residu tadi
ditimbang (cawan petri dan kertas saring sudah ditara sebelumnya). Pada percobaan dihasilkan
kadar serat kasar sebesar 4% dan 2%.

KESIMPULAN

1. Kualitatif Karbohidrat
Pada deteksi gula reduksi (kualitatif) diketahui bahwa dari empat sampel yaitu gula,
glukosa, pati, dan bekatul pangan pada uji fehling yang memberikan hasil positif adalah gula
dan glukosa, uji benedict yang memberikan hasil positif adalah gula, glukosa, pati dan
bekatul pangan sedangkan pada uji lugol yang memberikan hasil positif adalah bekatul dan
pati.
2. Kalkulasi Kandungan Gula Reduksi
Persentase kadar gula reduksi dalam sampel bekatul pangan adalah 6,85% dan glukosa
22,92%
3. Kalkulasi Amilum
Persentase kadar amilum dalam sampel bekatul pangan adalah 3,89%
4. Serat Kasar
Presentase serat kasar pada sampel bekatul pangan adalah 4%

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Baedhowie, M. 1982. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ.

Ferguson dan Philip. (1999). Wheat Bran and Cancer The Role of Dietary Fiber. Journal Asia
Pasific J Clin Nurt.4-3

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm

Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB
Press, Bogor.

Poedjiadi. 2009. Dasar-dasarBiokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Pomeranz, Y. & C.E. Meloan. 1987. Food Anlysis Theory and Practise. Van Nostrand Reinhold
Company. New York. 778 hal.

Sudarmadji, S dan Haryono, B. 2000. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.

Anda mungkin juga menyukai