Anda di halaman 1dari 23

Tugas kelompok ke-1

MAKALAH
MANAJEMEN SISTEM KEPELATIHAN

(Konsep Dasar Pelatihan)

Dosen:
Evy Segarawati Ampry, S. Pd., M. Pd

Oleh:
KELOMPOK VI

NAMA NIM KELAS NO.URUT

SULFIKAR 10531215214 TP VI.B 27


M. TAUFIQ MULYADI 10531214714 TP VI.B 23
SUMIATI 10531213814 TP VI.B 15
SUHERMAN 10531213114 TP VI.B 09

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1)


JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASAR
NOVEMBER, 2017
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum. Wr.Wb

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat iman, kesehatan dan nikmat islam sehingga kami

dapat menyusun makalah ini dengan judul “Konsep Dasar Pelatihan”

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Dibalik penyusunan makalah ini, terdapat cara pengupasan yang

mungkin kurang ilmiah, disebabkan karena keterbatasan penulis dalam

memperoleh bahan-bahan rujukan serta kemampuan menginteprestasi

informasi dari buku-buku referensi yang menjadi bahan rujukan. Dalam

menyusun buku ini kami mendapatkan bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan

baik.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan penulisan makalah ini

masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya

membangun agar dalam penyusunan makalah berikutnya akan dapat

lebih baik.

Akhir kata dan harapan penulis semoga penyusunan makalah ini

semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Makassar, 6 Mei 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................. i

KATA PENGANTAR .............................................. ii

DAFTAR ISI ..................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................... 4

1. Pengertian Pelatihan .................................. 4

2. Tujuan Pelatihan ....................................... 6

3. Prinsip – prinsip Pelatihan ............................. 7

4. Landasan – landasan Pelaatihan ....................... 9

a. Landasan Filosofis .............................. 9

b. Landasan Humanistik ........................... 9

c. Landasan Psikologis ............................. 10

d. Landasan Sosio – Demografis .................. 10

e. Landasan Kultural ............................... 10

5. Jenis – Jenis Pelatihan ................................ 11

6. Manajemen Pelaatihan ................................. 12

7. Pendekatan Sistem Untuk Pelatihan .................. 15

BAB III PENUTUP............................................... 18

A. Kesimpulan ................................................. 18

B. Saran ...................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................. 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan peningkatan penguasaan ilmu dan teknologi pada masa

sekarang semakin dirasakan seiring dengan semakin luasnya dan

semakin rasionalnya hubungan-hubungan manusia ddalam tatanan global

masyarakat modern. Fenomena ini paling tidak dapat didekati dan

kecendrungan tiga elemen penting, yaitu bahwa: (1) individu-individu

semakin membutuhkan wawasan -wawasan dan penguasaan

keterampilan-keterampilan baru atau tambahan bagi penyesuaian

dengan tuntunan dunia kerja, peningkatan karier, atau aktualisai diri di

masyarakat; (2) organisasi-organisasi usaha maupun organisasi sosial

memandang perlu dan mendesak untuk memiliki sumber daya-sumber

daya manusia yang mampu mengembangkan strategi-strategi operasi

yang dapat diandalkan dalam iklim usaha yang semakin kompetetif; dan

(3) pemerintah sangat berkepentingan dengan upaya-upaya memajukan

kesejahtraan sosial lewat pengembangan potensi insani pada lingkup

mikro organisasi maupun lingkup makro masyarakat. Kecendrungan

ketiga elemen penting tersebut terpacu oleh iklim dan tatanan global

yang menuntut penyesuaian-penyesuaian yang cepat, tepat, dan rasional

pada mekanisme hubungan-hubungan yang terbuka dan kompetitif, baik

pada sektor-sektor domestik maupun dalam konteks hubungan antar

bangsa. Dalam kaitan dengan hal tersebut, kebutuhan-kebutuhan akan

penguasaan ilmu teknologi selama ini memang secara konvensional telah

banyak dipenuhi lewat pendidikan, khususnya pendidikan formal atau

sekolah. Pendidikan pada masa sekarang telah menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari kehidupan setiap masyarakat dan bangsa. Pada

umumnya diakui bahwa pendidikan berkontribusi signifikan terhadap

1
2

kesejahtraan masyarakat dan kemajuan bangsa. Hanya saja diakui

bahwa terdapat perbedaan antar masyarakat dan bangsa dalam hal

pemberian prioritas atau kadar perhatian terhadap pendidikan, yang

sampai batas-batas tertentu mencerminkan tingkat konsistensi para

pembuat kebijakan. Namun mengatasi variasi-variasi yang ada, secara

umum dapat dikatakan bahwa pendidikan telah menjadi sektor yang

menentukan. Namun secara subtansial, aktivitas pendidikan pada

dasarnya tidak hanya berupa pendidikan sekolah, atau cukup dengan

dan berhendi pada, pendidikan formal. Mengingat sifat-sifatnya,

terutama yang lebih bercorak akademik dan membutuhkan waktu yang

cukup lama, maka pendiddikan sekolah (saja) tidak dapat memenuhi

tuntutan-tuntutan yang bersifat praktis dan mendesak. Sekolah

memiliki persistensinya tersendiri yang bsering lambat merespon

perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dan dunia yang

lebih luas. Pada hal sebagaimana dapat disaksikan, perubahan-

perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknilogi sering berlangsung sangat cepat. Perubahan-perubahan

tersebut jelas perlu diimbangi secara tepat. Oleh karena itu, dalam

masyarakat modern, atau masyarakat yang dalam orientasi ke arah

masyarakat yang lebih maju, pendidikan dalam artiyang konvensional itu

pada dasarnya telah menjadi sesuatu yang standar saja. Pendidikan

formal lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan akan penguasaan

pengetahuan dan kemampuan dasar yang memang sangat diperlukan.

Sementra untuk memenuhi kebutuhan akan wawasan-wawasan aktual

dan kecakapan-kecakapan praktis, terutama yang bersifat segera,

masyarakat demikian lebih mengandalkan pada mekanisme-mekanisme

pelatihan yang dilaksanakan diluar sekolah.


3

Berbagai pelatihan memang lebih banyak dilaksanakan dalam

masyarakat atau dalam dunia kerja untuk mengisi kebutuhan-kebutuhan

fungsional. Kegiatan-kegiatan pelatihan ini sangat populer dan mudah

dilakukan karena menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode

pendidikan dan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah. Meskipun

demikian dalam banyak kasus pula pelaksanaan pelatihan ini tidak

jarang dipadukan atau saling melengkapi dengan pendidikan formal.


4

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pelatihan

Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata “training” dalam

bahasa inggris. Secara harfiah akar kata “training” adalah “train” yang

berarti : 1. memberikan pelajaran dan praktek ( give teaching and

practice), 2. menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki


(cause to grow in a required direction), 3. persiapan (preparation), dan

4. Praktek (practice).

Banyak pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh para ahli,

antara lain sebagai berikut.

Edwin B.Flippo (1971) mengemukakan bahwa: “training is the act of

increasing the knoeledge and skill of an employee for doing a particular


job” (pelatiah adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan

tertentu).

Menurut Michael J. Jucius (1972) dalam Mustafa kamil

mengemukakan “training is the act here to indicate any process by

which the aptitudes, skill” ( istilah latihan yang dugunakan disini adalah
untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat,

keterampilan).

Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan pelatihan adalah suatu

proses untuk mengembangkan suatu bakat dan keterampilan melalui

pemberian materi pelajaran dan praktek yang sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai.

Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai:

“proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur


5

yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan

mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk

tujuan tertentu”. Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991

: 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk

mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya

adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai

keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya

dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk

meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan

cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang.

Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk

menyimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah

proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran

dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan

kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi

sehingga tujuan organisasi dapat tercapai baik di masa yang sekarang

ini maupun yang akan datang.

Istilah pelatihan biasa dihubungkan dengan pendidikan. Ini

terutama karena secara konsepsional pelatihan tidak dapat dipisahkan

dari pendidikan. Meskipun demikian secara khusus pelatihan dapat

dibedakan dari pendidikan.untuk memahami istilah pendidikan, kriteria

yang dikemukakan oleh peters (1996, hal 45) berikut ini mungkin dapat

menjadi acuan. Kriteria tersebut antara lain sebagai berikut :


6

 Pendidikan meliputi penyebaran hal yang bermanfaat bagi

mereka yang terlibat di dalamnya.

 Pendidikan harus melibatkan pengetahuan dan pemahaman serta

sejumlah perspfektif kognitif.

Pendidikan setidaknya memiliki sejumlah prosedur, dengan asumsi

bahwa peserta didik belum memiliki pengetahuan dan kesiapan belajar

secara sukarela

2. Tujuan Pelatihan

Moekijat (1991) mengatakan bahwa tujuan umum pelatihan adalah:

a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif

b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan secara rasional

c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga dapat menimbulkan kemauan

untuk bekerja sama.

Secara khusus dalam kaitan dengan pekerjaan, Simamora (1995)

mengelompokkan tujuan pelatihan kedalam lima bidang, yaitu:

a. Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan

teknologi. Melalui pelatihan, pelatihan memastikan bahwa karyawan

dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru.

b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten

dalam pekerjaan.

c. Membantu memecahkan permasalahan operasional.

d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan

e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.


7

Sedangkan menurut Marzuki (1992:12), ada tiga tujuan pokok yang

harus dicapai dengan pelatihan, yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan organisasi.

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang

pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan

dalam keadaan yang normal serta aman.

c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari suatu pelatihan adalah untuk

mengembangkan sikap, pengetahuan dan keahlian seseorang.

3. Prinsip-Prinsip Pelatihan

Karena pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran, maka

prinsip-prinsip pelatihan pun dikembangkan dari prinsip-prinsup

pembelajaran. Prinsip umum agar pelatihan berhasil adalah sebagai

berikut:

a) prinsip perbedaan individu

Perbedaan-perbedaan individu dalam latar belakang sosial,

pendidikan, pengalaman, minat, bakat, dan kepribadian harus

diperlihatkan dalam menyelenggarakan pelatihan.

b) Prinsip motivasi

Agar peserta pelatihan belajar dengan giat perlu ada motivasi.

Motivasi dapat berupa pekerjaan atau kesempatan kerja atau usaha,

penghasilan, kenaikan pangkat atau jabatan, dan peningkatan

kesejahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu, pelatihan dirasakan

bermakna oleh peserta pelatihan.

c) Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih

Efektivitas program pelatihan antara lain bergantung pada para


8

pelatih yang mempunyai minat dan kemampuan melatih, anggapan bahwa

seseorang yang dapat mengerjakan sesuatu dengan baik akan dapat

melatihnya dengan baik pula tidak sepenuhnya benar, karena itu perlu

ada pelatihan bagi para pelatih. Selain itu pemilihan dan pelatihan para

pelatih dapat menjadi motivasi tambahan bagi peserta pelatihan.

d) Prinsip Belajar

Belajar harus dimulai yang mudah menuju yang sulit, atau yang

sudah diketahui kepada yang belum diketahui.

e) Prinsip Partisifasi Aktif

Partisifasi aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan

minat dan motivasi peserta pelatihan

f) Prinsip Fokus Pada Batasan Materi

Pelatihan dilakukan hanya untuk mengusai materi tertentu, yaitu

melatih keterampilan dan tidak dilakukan terhadap pengertian,

pemahaman, sikap dan penghargaan

g) Prinsip Diagnosis Dan Koreksi

Pelatihan berfungsi sebagai diognosis melalui usaha yang berulang-

ulang mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.

h) Prinsif Pembagian Waktu

Pelatihan dibagi menjadi kurun waktu yang singkat.

i) Prinsip Keseriusan

Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan yang bisa

dilakukan seenaknya.

j) Prinsip Kerjasama

Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui kerja sama yang apik

antar semua komponen yang terlibat dalam pelatihan.


9

k) Prinsip Metode Pelatihan

Terdapat berbagai metode pelatihan, dan tidak ada satu pun

metode pelatihan yang dapat digunakan untuk semua jenis pelatihan.

Untuk itu perlu dicarikan metode pelatihan yang cocok untuk suatu

pelatihan.

l) Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan dan kehidupan nyata

Pekerjaan, jabatan, atau kehidupan nyata dalam organisasi atau

dalam masyarakat dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan,

keterampilan, dan sikap apa yang dibutuhkan, sehingga perlu

diselenggarakan pelatihan.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pelatihan pada

dasarnya memiliki duabelas prinsip yang saling berkaitan dan

berpengaruh terhadap Pelatihan itu sendiri, baik itu dari segi

input,proses, output maupun outcome.

4. Landasan-Landasan Pelatihan

Terdapat beberapa landasan yang mengukuhkan eksistensi

pelatihan. Landasan-landasan yang dimaksud adalah :

a. Landasan Filosofis

Pelatihan merupakanwahana formal yang berperan sebagai

instrument yang menunjang pembangunan dalam mencapai masyarakat

yang maju, tangguh, mandiri, dan sejahtera berdasarkan nilai-nilai yang

berlaku.

b. Landasan Humanistik

Pelatihan ini didasarkan pada pandangan yang menitik beratkan

pada kebebasan, nilai-nilai, kebaikan, harga diri, dan kepribadian yang


10

utuh. Diatas landasan ini maka proses pembelajaran pelatihan dicirikan

oleh hal-hal berikut.

- Adanya pemberian tanggung jawab dan kebebasan bekerja kepada

peserta.

- Pelatih lebih banyak berperan sebagai narasumber, tidak

mendominasi peserta.

- Belajar dilakukan oleh dan untuk diri sendiri

- Ada keseimbangan antara tugas umum dan tugas khusus.

- Motivasi belajar tinggi.

- Evaluasi bersifat komprehensif.

c. Landasan Psikologis

Psikologis pelatihan menitikberatkan pada analisis tugas dan

rancangan penelitian yang mencakup berbagai komponen yang kompleks.

d. Landasan Sosio-Demografis

Permasalahan peningkatan kesejateraan ekonomi dan sosialterkait

dengan upaya penyediaan dan peningkatan kualitas tenaga kerja.

Pelatihan yang terintegrasi diperlukan guna mempersiapkan tenaga-

tenaga yang handal yang relevan dengan tuntutan lapangan kerja dan

pembangunan.

e. Landasan Kultural

Pelatihan yang terintegrasi yang berfungsi mengembangkan sumber

daya manusia merupakan bagian penting dari upaya membudayakan

manusia.
11

Dari referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjaga

dan mengukuhkan eksistensi pelatihan maka dibutuhkan sekurang-

kurangnya lima landasan pelatihan, dan hal tersebut satu landasan

dengan landasan yang lainnya saling berhubungan dan berkaitan,

semuanya memiliki peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau

tidaknya pelatihan tersebut.

5. Jenis-Jenis Pelatihan

Menurut Dale Yoder (1958) mengemukakan jenis-jenis pelatihan

dengan memandang ke dalam lima sudut yaitu :

a. Siapa yang dilatih (who geets trained), artinya pelatihan diberikan

kepada siapa. Dari sudut ini maka pelatihan dapat diberikan kepada

calon pegawai, pegawai remaja, pemuda orang lanjut usia dan lain-

lain.

b. Bagaimana ia dilatih ( how gets trained), artinya dengan metode

apa ia dilatih. Dapat dilaksanakan dengan pemagangan, permainan

peran, pelatihan sensitivitas dan sebagainya.

c. Dimana ia dilatih (where he gets trained), artinya dimana pelatihan

mengambil tempat, misalnya tempat kerja, sekolah, tempat khusus

atau tempat kursus.

d. Bilamana ia dilatih (when he gets trained), artinya kapan pelatihan

itu diberikan. Dapat dilaksanakan sebelum seseorang mendapat

pekerjaan, setelah mendapat pekerjaan dan lain-lain.

e. Apa yang dibelajarkan kepadanya (what he is taught), artinya

materi pelatihan apa yang diberikan. Dapat berupa pelatihan kerja

atau keterampilan, pelatihan hubungan manusia, pelatihan keamanan

dan lain-lain.
12

f. Dari uraian terori diatas dapat disimpulkan bahwa dalam

membedakan jenis-jenis pelatihan ada lima kriteria yang harus

diperhatikan yaitu seperti tertera di atas.

Sementara itu J.C Denyer (1973) yang melihat dari sudut siapa

yang dilatih dalam konteks suatu organisasi, membedakan pelatihan

atas empat macam, yaitu:

1) Pelatihan induksi (induction training), yaitu pelatihan perkenalan

yang biasa deberikan kepada pegawai baru dengan tidak

memandang tingkatannya. Pelatihan induksi dapat diberikan kepada

calon pegawai lulusan SD, SLTP, SMA, SMK, kesetaraan, dan

lulusan perguruan tinggi.

2) Pelatihan kerja (job training), yaitu pelatihan yang diberikan

kepada semua pegawai dengan maksud untuk memberikan petunjuk

khusus guna melaksanakan tugas-tugas tertentu.

3) Pelatihan supervisor (supervisory training), yaitu pelatihan yang

diberikan kepada supervisor atau pimpinan tingkat bawah.

4) Pelatihan manajemen (management training), yaitu pelatihan yang

diberikan kepada manajemen atau pemegang jabatan manajemen.

5) Pengembangan eksekutif (executive development), yaitu pelatihan

untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pejabat-

pejabat pimpinan.

6. Manajemen Pelatihan

Pelatihan memang perlu diorganisasikan biasanya lebih dikenal dengan

panitia pelatihan. Badan-badan pendidikan dan pelatihan, lembaga-

lembaga kursus dan panitia-panitia yang dibentuk secara insidental,

pada dasarnya adalah organizer pelatihan. Secara manajerial, fungsi-


13

fungsi pelatihan adalah merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi

pelatihan. Sementara secara operasional, tugas-tugas pokok organizer

pelatihan meliputi hal-hal berikut :

o mengurusi kebutuhan pelatihan pada umumnya

o mengembangkan kebijakan dan prosedur pelatihan

o mengelola anggaran pelatihan

o mengembangkan dan menerapkan administrasi pelatihan

o meneliti metode-metode pelatihan yang sesuai untuk diterapkan

o mempersiapkan materi, peralatan dan fasilitas pelatihan

o menganalisis dan memperbaiki sistem pelatihan

Sudjana (1996) mengembangkan sepuluh langkah pengelolaan pelatihan

sebagai berikut :

a) Rekrutmen peserta pelatihan

Dalam rekritmen biasanya penyelenggara memiliki syarat-syarat

yang telah ditetapkandan harus dipenuhi oleh peserta pelatihan.

Biasanya dapat berupa faktor internal (kebutuhan, minat, pengalaman

dan pendidikan) dan faktor eksternal (keluarga, status sosial,

pergaulan dan status ekonomi)

b) Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan kemungkinan

hambatan

Identifikasi kebutuhan belajar adalah keiatan mencari,

menemukan, mencatat dan mengelola data tentang kebutuhan belajar

yang ingin atau diharapkan oleh peserta pelatihan.

c) Menentukan dan merumuskan tujuan pelatihan

Tujuan pelatihan yang dirumuskan akan menentukan

penyelenggaraan pelatihan dari awal sampai akhir kegiatan, dari

pembuatan rencana pembelajaran samapai evaluasi hasil belajar.


14

d. Menyusun alat evaluasi awal dan evaluasi akhir

Evaluasi awal dimaksudkan untuk mengetahui ”entry behavioral

level” peserta pelatihan. Evaluasi akhir dimaksudkan untuk mengukur

tingkat penerimaan materi oleh peserta pelatihan

e. Menyusun urutan kegiatan pelatihan

Pada tahap ini penyelenggara pelatihan menentukan bahan belajar,

memilih dan menentukan metode dan teknik pembelajaran, serta

menentukan media yang akan digunakan. Dalam menyusun urutan

kegiatan ini faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain :

 Peserta pelatihan

 Sumber belajar (instruktur)

 Waktu

 Fasilitas yang tersedia

 Bentuk pelatihan

 Bahan pelatihan

f. Pelatihan untuk pelatih

Pelatih harus mengalami program pelatihan secara menyeluruh.

Urutan kegiatan, ruang lingkup, materi pelatihan, metode yang

digunakan dan media yang hendak dipakai.

g. Melaksanakan evaluasi bagi peserta

Evaluasi awal biasanya melakukan pre test secara lisan maupun

tulisan

h. Mengimplementasikan pelatihan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pelatihan, yaitu proses

interaksi edukatif antara sumber belajar dan warga belajar dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

i. Evaluasi akhir
15

Tahap ini dulakukan untuk mengetahui keberhasilan belajar

j. Evaluasi program pelatihan

Evalusi program pelatihan merupakan kegiatan untuk menilai

seluruh kegiatan pelatihan dari awal sampai akhir dan hasilnya menjadi

masukan bagi pengembangan pelatihan selanjutnya.

Dari teori dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

manajemen pelatihan merupakan sebagai organizer dalam pengelolaan

dan pelaksanaan pelatihan, dalam pengelolaan pelatihan ada sepuluh hal

yang harus diperhatikan, sesuai dengan yang dijelaskan diatas.

7. Pendekatan Sistem Untuk Pelatihan

Aktivitas pelatihan tidak berlangsung dalam ruang hampa,

melainkan senantiasa terkait dengan keinginan-keinginan atau rencana-

rencana individu, organisasi atau masyarakat. Dalam kaitan ini, para ahli

melihat pelatihan sebagai suatu sistem yang paling tidak mencakup tiga

tahapan pokok, penilaian kebutuhan pelatihan, pelaksanaan pelatihan

dan evaluasi.

Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan tahap

yanng paling penting dalam penyelenggaraan pelatihan. Tahap ini

berguna sebagai dasar bagi keseluruhan upaya pelatihan. Dari tahap

inilah seluruh proses pelatihan akan mengalir.baik tahap pelaksanaan

maupun tahap evalusi sangat bergantung pada tahap ini jika penentuan

kebutuhan pelatihan tidak akurat, maka arah pelatihan akan

menyimpang.

Kebutuhan - kebutuhan bagi pelatihan harus diperiksa, demikian

pula sumber daya yang tersedia untuk pelatihan baik yang dari

lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Pertimbangan


16

mengenai siapa yang harus dilatih, jenis pelatihan apa, dan bagaimana

pelatihan seperti itu akan menguntungkan harus menjadi masukan

dalam penilaian. Sasaran-sasaran pelatihan berasal dari penilaian.

Selanjutnya sasaran-sasaran tersebut sangat menentukan

pengembangan program melalui evaluasi pelatihan.

Pelaksanaan pelatihan adalah berupa implementasi program

pelatihan untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Pada tahap ini,

program pelatihan dirancang dan disajikan. Program pelatihan ini harus

berisi aktivitas-aktivitas dan pengalaman belajar yang dapat memenuhi

sasaran-sasaran pelatihan yang telah ditetapkan pada tahap penilaian

kebutuhan pelatihan.

Akhirnya evaluasi pelatihan dilakukan untuk mengetahui dampak

program pelatihan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang telah

ditentukan. Langkah pertama dalam evaluasi ini adalah menetapkan

kriteria keberhasilan. Setelah kriteria itu dibuat, evaluasi dapat

dilakukan baik terhadap peserta maupun terhadap keseluruhan

komponen program pelatihan. Lebih dari itu evaluasi juga harus menilai

apakah proses dan hasil belajar dapat ditransfer ke situasi kerja atau

kedunia kehidupan nyata.

Secara lebih komprehensif, dengan melihat pelatiihan sebagai

suatu sistem, Sudjana mengemukakan komponen-komponen pelatihan

sebagi berikut :

a. Masukan sarana (instrument input), yang meliputi keseluruhan

sumber danfasilitas yang menunjang kegiatan belajar. Masukan

sarana dalam pelatihan ini mencakup kurikulum, tujuan pelatihan,

sumber belajar, fasilitas belajar, biaya yang dibutuhkan, dan

pengelola pelatihan.
17

b. Masukan mentah (raw input), yaitu peserta pelatihan dengan

berbagai karakteristiknya, seperti pengetahuan, keterampilan,

dan keahlian, jenis kelamin, pendidikan, kebutuhan belajar, latar

belakang sosial budaya, latar belakang ekonomi, dan kebiasaan

belajar.

c. Masukan lingkungan (environment input), yaitu faktor lingkungan

yang menunjang pelaksanaan kegiatan pelatihan, seperti lokasi

pelatihan.

d. Proses (process), merupakan kegiatan interaksi edukatif yang

terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan antara sumber

belajar dengan warga belajar peserta pelatihan.

e. Keluaran (out put)yaitu lulusan yang telah mengalami proses

pembelajaran pelatihan.

f. Masukan lain (other input), yaitu daya dukung pelaksanaan

pelatihan, seperti pemasaran, lapangan kerja, informasi, dan

situasi sosial-budaya yang berkembang.

g. Pengaruh (impact), yaitu yang berhubungan dengan hasil belajar

yang dicapai oleh peserta pelatihan, yang meliputi peningkatan

taraf hidup, kegiatan membelajarkan orang lain lebih lanjut, dan

peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan

masyarakat.
18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di

dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka

pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu

untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan

organisasi dapat tercapai baik di masa yang sekarang ini maupun

yang akan datang.

 Tujuan dari suatu pelatihan adalah untuk mengembangkan sikap,

pengetahuan dan keahlian seseorang.

 Pelatihan pada dasarnya memiliki duabelas prinsip yang saling

berkaitan dan berpengaruh terhadap Pelatihan itu sendiri, baik

itu dari segi input,proses, output maupun outcome.

 Untuk menjaga dan mengukuhkan eksistensi pelatihan maka

dibutuhkan sekurang-kurangnya lima landasan pelatihan, dan hal

tersebut satu landasan dengan landasan yang lainnya saling

berhubungan dan berkaitan, semuanya memiliki peranan yang

sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya pelatihan

tersebut.

 Manajemen pelatihan merupakan sebagai organizer dalam

pengelolaan dan pelaksanaan pelatihan, dalam pengelolaan

pelatihan ada sepuluh hal yang harus diperhatikan.


19

B. Saran

Makalah ini diharapkan dapat menjadikan kita menjadi calon guru

yang baik dan juga diharapkan bagi teman-teman terutama calon

guru untuk memberikan kritik maupun saran yang sifatnya

membangum terhadap isi makalah yang kami buat ini guna untuk

perbaikan makalah kedepannya.


20

DAFTAR PUSTAKA

http://denawanto.blogspot.co.id/2016/11/konsep-dasar-

pelatihan.html#ixzz4fzWlM68C

Kamil, Mustafa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan

Aplikasi). Bandung : Alfabeta


Moekijat. 1990. Pengembangan dan Motivasi, Bandung : Pionir Jaya.

Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,

Gajah Mada Universitas Press.

Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Bandung, Fakultas Psikologi Unpad.

Anda mungkin juga menyukai