Disusun oleh:
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan kuasa yang
dilimpahkan-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hubungan Zat Gizi Mikro (Mineral)
dengan Sistem Imun” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Wiwik Wijaningsih, STP, M.Si selaku ketua Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
2. Ibu Susi Tursilowati, SKM, M.Sc selaku ketua Program Studi DIV Gizi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Ibu Meirina Dwi Larasati, SST, M.Gizi selaku dosen mata kuliah Imunologi
Lanjut
4. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca
dengan senang hati. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Sistem pertahanan tubuh merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan
yang berperan dalam resistensi terhadap bahan atau zat yang masuk kedalam
tubuh. Jika bakteri patogen berhasil menembus garis pertahanan pertama, tubuh
melawan dengan reaksi radang (inflamasi) atau reaksi imun yang spesifik.
Reaksi yang dikoordinasikan sel-sel dan molekul terhadap banda asing yang
masuk kedalam tubuh disebut respon imun. Untuk melawan benda asing, tubuh
memiliki sistem pertahanan yang kuat dengan menjaga keoptimalan kerjanya
melalui asupan gizi yang seimbang.
Salah satu zat gizi yang berperan dalam sistem imun adalah mineral.
Mineral adalah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk mendukung
proses tumbuh dan berkembang dalam jumlah yang sedikit. Mineral dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu makro mineral dan mikro mineral. Dalam sistem
imunitas, kelompok mikro mineral yang paling mempunyai efek terhadap sistem
imun.
Dengan demikian, penulisan makalah ini untuk menguraikan hubungan
mineral dengan sistem imun. Tidak semua mineral berhubungan dengan
imunitas tubuh.Penulis membuat makalah dengan judul “Hubungan Zat Gizi
Mikro (Mineral) dengan Sistem Imun”. Penulis berharap pembaca dapat
mengambil manfaat dari makalah ini.
1
2
3
4
dan faktor necrosis tumor oleh sel mononuklear. Fungsi sistem imun yang
terganggu dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi mikroba
dan endotoksin. Kelainan genetik dalam metabolisme Cu dapat memicu
defisiensi Cu. Dalam model murine untuk sindrom Menkes, gangguan genetik
manusia menunjukkan atrofi jaringan limfoid kecuali jika diobati dengan Cu.
Meskipun defisiensi Cu yang parah jarang terjadi, namun defisiensi Cu
marginal mungkin lazim pada manusia. Lingkungan atau fisiologis kondisi yang
mengganggu metabolisme tembaga dapat memicu defisiensi Cu subklinis.
Misalnya olahraga, infeksi, peradangan, diabetes, hipertensi, konsumsi
suplemen zinc dan diet tinggi fruktosa dapat mengubah metabolisme Cu.
Tingkat asupan zinc yang tinggi (100–300 mg/hari) dapat menginduksi
defisiensi Cu yang mengakibatkan neutropenia, anemia, dan gangguan fungsi
kekebalan tubuh.
Pemenuhan Cu dengan cepat mengembalikan imunokompetensi dan
merangsang pertumbuhan thymus yang menunjukkan peran imunomodulator
daru Cu. Peningkatan serum tembaga dan ceruloplasmin juga dapat menurunkan
respon in vitro limfosit terhadap mitogen, menunjukkan bahwa Cu mungkin
imunosupresif dalam jumlah tinggi.
Indikator Status Cu
Indikator status Cu termasuk serum, plasma, dan konsentrasi Cu di urin,
aktivitas ceruloplasmin plasma, tembaga eritrosit, aktivitas Seng Superoxide
Dismutase (CuZnSOD), dan aktivitas sitokrom coxidase leukosit atau platele.
Stresor fisiologis seperti peradangan, infeksi, dan penyakit dapat menghasilkan
respons fase akut dengan produksi seruloplasmin berikutnya. Jadi,
ceruloplasmin dan kadar Cu plasma mungkin tidak akurat mencerminkan status
Cu dan disarankan untuk menggunaan lebih dari satu indikator status tembaga.
Fluor adalah salah satu zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh
terutama pada tulang dan gigi. karena merupakan zat gizi mikro maka kebutuhan
akan zat ini juga hanyalah sedikit, adapun peningkatan dan penurunan
kebutuhan dapat dipengaruhi oleh kondisi tertentu, seperti pada saat hamil, bayi
dan menyusui kebutuhan tubuh akan fluor akan meningkat dibandingkan pada
orang dewasa normal.
Manfaat Fluor
Fluor merupakan mikromineral atau elemen sisa yang dibutuhkan tubuh
manusia. terutama terdapat dan dibutuhkan oleh tulang dan gigi. Fluor
diperlukan gigi unluk melindungi email dan dentin terhadap serangan karies,
kemampuan gigi mencegah karies terutama berhubungan dengan banyaknya
kadar fluor terkandung dalam suatu gigi. penggunaan fluor dalam rangka
pencegahan karies sebaiknya perlu mempertimbangkan adanya fluor dialam
bebas, metabolisme, dan dosis optimal yang dianjurkan.
rendah. Dengan demikian, kelainan imun yang diamati pada populasi ini dapat
memiliki banyak asal-usul. Asupan iodium yang berlebihan dapat menyebabkan
hipotiroidisme, serta hipertiroidisme akut, yang dapat ditandai dengan gangguan
aktivitas sel pembunuh alami. Intake iodium berlebih dikaitkan dengan
peningkatan risiko tiroiditis autoimun. Iodium dapat menyebabkan perubahan
stereokimia dalam konformasi tiroglobulin yang meningkatkan antigenisitasnya.
Meskipun konsentrasi serum antibodi tiroid telah dilaporkan dalam beberapa
penelitian lebih rendah pada individu dengan defisiensi iodium ringan
dibandingkan pada individu dengan defisiensi sedang, tetapi ini bukan temuan
yang konsisten. Indikator status iodin iodium urin adalah metode standar untuk
menilai status iodium dan kecukupan asupan. Tingkat di bawah 20 μg / L
menunjukkan defisiensi berat, defisiensi 20-49 μg / L sedang, dan defisiensi
ringan 50-99 μg / L. Nilai antara 100 dan 200 μg / L dianggap memuaskan. Tes
fungsi tiroid harus dilakukan saat konsentrasi iodium urin rendah.
2.5. HubunganMangandenganSistemImun
Mangan (Mn) adalah mineral yang ditemukan dalam tubuh, meskipun
jumlahnya memang sangat sedikit semua orang memiliki kandungan mangan
setidaknya 20 mg dalam beberapa bagian tubuh termasuk prankeas, tulang, hati
dan ginjal. Mangan bisa mengendalikan fungsi system saraf dan berpusat pada
otak dan membantu semua bagian tubuh melakukan fungsi dengan tepat.
Laki-laki dewasa sehat yang diberi diet rendah mangan untuk 39 d yang
ditandai dengan kadar mangan darah rendah dan tingginya insiden dermatitis
sekilas. Meskipun frekuensi kekurangan mangan parah pada manusia mungkin
langka, kondisi kekurangan marjinal mangan mungkin umum karena
penggunaan suplemen zat besi yang dapat mengganggu penyerapan mangan.
Limfosit MnSOD aktivitas dilaporkan rendah pada wanita dewasa yang
menerima suplemen gabungan ironmanganese 124 d, dibandingkan dengan
wanita yang menerima suplemen mangan sendirian. Demikian pula, diet tinggi
asupan besi telah dikaitkan dengan kadar mangan darah rendah dan limfosit
rendah MnSOD kegiatan di wanita sehat.
Mangan juga memainkan peran dalam proses kekebalan tubuh melalui
aktivitas antioksidan dalam MnSOD. MnSOD diberikan sebagai terapi gen di
plasmid atau vektor adenoviral atau administrasi berat molekul rendah MnSOD
mimetis (suatu senyawa logam redoks-aktif pusat superoksida dismutases itu
dan dapat dengan mudah melewati membran sel dan nonimmunogenic), telah
ditunjukkan untuk mempengaruhi proses kekebalan dan autoimun dalam
berbagai studi, termasuk mengurangi peradangan jaringan karena iradiasi,
memperpanjang waktu untuk penolakan dalam pankreas islet sel allografts dan
menghambat peradangan paru-paru akibat tembakau asap.
Kebutuhan mangan terutama dibutuhkan untuk beberapa fungsi tubuh.
Berikut ini adalah beberapa manfaat mangan terhadap imunitas tubuh:
10
2.6. HubunganZatBesidenganSistemImun
Zat besi dalam tubuh berperan dalam sintesa hemoglobin yang berkaitan
dengan penyakit anemia. Sebagian besar zat besi terdapat pada hemoglobin yang
berfungsi membawa oksigen dari paru – paru ke seluruh tubuh dan membawa
karbon dioksida dari seluruh sel ke paru – paru untuk kemudian di keluarkan.
Zat besi juga berperan dalam sistem imunitas dan pembentukan sel – sel
11
limfosit. Terdapat dua protein pengikat besi yaitu transferrin dan laktofirin.
Keduanya mampu mencegah terjadinya infeksi dengan memisahkan antara besi
dan mikroorganisme karena mikroorganisme memerlukan zat besi untuk
berkembang biak.
Defisiensi zat besi menyebabkan terganggunya kemampuan untuk
membunuh bakteri intraseluler secara nyata. Hal ini disebabkan karena ketika
tubuh kekurangan zat besi reaksi imunitas berupa aktivitas neutrophil akan
menurun. Akibat lain dari defisiensi zat besi adalah menurunnya sistem
kekebalan tubuh karena kemampuan sel NK untuk membunuh bakteri menjadi
rendah. Apabila kebutuhan zat besi tidak terpenuhi maka fungsi tubuh akan
menurun. Kekurangan zat besi dapat disebabkan karena berbagai faktor, antara
lain penuruna tingkat penyerapan, kurang mengonsumsi sumber makanan berzat
besi, peningkatan kebutuhan zat besi, dan perdarahan.
Asupan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti kehilangan zat
besi yang dikeluarkan melalui tinja, air kencing, kulit, dan darah haid. Volume
darah haid seorang wanita relatif konstan dari bulan ke bulan namun bervariasi
dari satu wanita ke wanita lain. Asupan zat besi dapat diperoleh dari makanan
yang mengandung zat besi seperti hati, tiram, daging merah, daging unggas,
telur, sereal tumbuk, kacang – kacangan, sayuran hijau seperti bayam, kedelai,
dan umbi umbian.
3.1. Simpulan
Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting
dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan
memberantas benda asing tersebut agar bisa dikeluarkan dari tubuh. Dalam
melangsungkan fungsi tersebut, tubuh melibatkan berbagai jenis sel, yang satu
sama lain berinteraksi dalam upaya untuk melenyapkan benda asing tersebut.
Mineral merupakan salah satu zat gizi yang berperan dalam sistem imunitas
tubuh. Mineral tersebut antara lain Cu, F, I, Mg, Mn, Fe, Zn, dan Se.
3.2. Saran
Dengan penulisan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengonsumsi
makanan yang mengandung mineral-mineral tersebut untuk meningkatkan
sistem imunitas tubuh.Selain itu, diharapkan pembaca dapat mensosialisasikan
pengetahuan dari makalah ini kepada pihak lain.
14
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, Magdarina Destri. 2005. “Fluor dan Kesehatan Gigi”. Media Litbang Kesehatan.
Volume XV Nomor 2.
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Arthur, J.R., McKenzie, R.C., and Beckett, G.J. 2003.“Selenium in the Immune
System”. J. Nutr. 133, 1457S–1459S.
DeLong, G.R., Leslie, P.W., Wang, S.H., et al. 1997.“Effect on Infant Mortality of
Iodination of Irrigation Water in a Severely IodineDeficient Area of China”.
Lancet350, 771–773.
Djamil, Melanie S. 2000. “Mekanisme Fluor Menghambat Kerja Enzim Air Liur”. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.7 (Edisi khusus): 1-6
Djamil, Melanie.S. 2000. “Mekanisme Fluor Menghambat Kerja Enzim Air Liur”. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jilid 7 (Edisi Khusus) 1-6.
Loviselli, A., Velluzzi, F., Mossa, P., et al. 2001. “The Sardinian Autoimmunity Study:
3.Studies on Circulating Antithyroid Antibodies in Sardinian Schoolchildren:
Relationship to Goiter Prevalence and Thyroid Function”. Thyroid 11, 849–857.
Marani, L. and Venturi, S. 1986.“Iodine and Delayed Immunity”. Minerva. Med. 77,
805–809.
Pedersen, I.B., Knudsen, N., Jorgensen, T., Perrild, H., Ovesen, L., and Laurberg, P.
2003.“Thyroid Peroxidase and Thyroglobulin Autoantibodies an A Large Survey
ofPopulations With Mild and Moderate Iodine Deficiency”. Clin. Endocrinol.
(Oxf.) 58, 36–42.
Setyatwan, Hendi. 2005. “Pengaruh Suplementasi Fitase, Seng Oksida (ZnO) dan
Tembaga Sulfat (CuSO4) Terhadap Performans Ayam Broiler”. Jurnal Ilmu
Ternak. Vol. 5, Nomor 2, Desember.
Siswanto, dkk. 2013. “Peran Beberapa Zat Gizi Mikro Dalam Sistem Imunitas”. Jurnal
Gizi Indonesia, Volume 1, Nomor 36.
Venturi, S., Donati, F.M., Venturi, A., Venturi, M., Grossi, L., and Guidi, A.2000. “Role
of Iodine in Evolution and Carcinogenesis of Thyroid, Breast and Stomach”.Adv. Clin.
Path. 4, 11–17.
Weetman, A.P., McGregor, A.M., Campbell, H., Lazarus, J.H., Ibbertson, H.K., and
Hall, R. 1983.“Iodide Enhances Igg Synthesis by Human Peripheral Blood
Lymphocytes in Vitro”. Acta. Endocrinol. (Copenh.) 103, 210–215.
Wenzel, B.E., Chow, A., Baur, R., Schleusener, H., and Wall, J.R. 1998.“Natural Killer
CellActivity in Patients with Graves’ Disease and Hashimoto’s
Thyroiditis”.Thyroid 8, 1019–1022.