Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom) yang menganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer. L., Hurley, A.C., Mahoney,
E.1998). Dimensia lebih merupakan gejala dan bukannya suatu kondisi penyakit yang jelas.
Biasanya bersifat progresif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses
penuaan (Brunner & Suddarth, 2002).
Di Amerika pada orang berumur lebih dari 85 tahun sekitar 4,2% atau 2,2 juta
orang hidup dengan dimensia, ada sekitar 500.000 orang yang usianya dibawah 65 tahun
hidup dengan Alzheimer atau dimensia lain (Alzheimer Assosiation, 2007). Pada tahun 2005
penderita dimensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta jiwa, beberapa Negara di
Asia Tenggara kejadian dimensia tahun 2005 diantaranya Malaysia 63.000 orang, Filipina
169.800 orang, Singapura 22.000 orang dan Thailand 228.000 orang, sedangkan Indonesia
kejadian dimensia pada tahun 2005 sebesar 606.100 orang (Alzheimer Asia Pasifik, 2010).
Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-2025,
tergolong tercepat di dunia sebesar 414%, suatu angka paling tinggi diseluruh dunia
(Darmojo, 2009). Sekarang ini Indonesia menempati peringkat keempat dengan penduduk
berusia lanjut terbanyak dibawah Cina, India, dan Jepang. Pada tahun 2007, jumlah penduduk
lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S.
Census Bureau, International Data Base, 2009). Pada tahun 2010 jumlah orang lanjut usia
meningkat menjadi 9,58%. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34%
atau tercatat 28,8 juta orang, yang menyebabkan Indonesia dengan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) pada tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 273
juta jiwa dan hampir seperempat dari jumlah penduduk tersebut, atau sekitar 62,4 juta jiwa
tergolong kelompok manusia lanjut usia (lansia).

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi demensia ?
2. Apa etiologi demensia ?
3. Bagaimana patofisiologi demensia ?
4. Apa manifestasi klinis demensia ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik demensia ?
6. Apa saja penatalaksanaan demensia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan demensia ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi Demensia.
2. Mengetahui etiologi Demensia.
3. Mengetahui patofisiologi Demensia.
4. Mengetahui tentang manifestasi klinis Demensia.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Demensia.
6. Mengetahui penatalaksanaan Demensia.
7. Mengetahui asuhan keperawatan Demensia.

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan
daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom) yang menganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer. L., Hurley, A.C., Mahoney,
E.1998).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat
dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan.
Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk
menangani gejala boleh dilakukan.

3
B. ETIOLOGI
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang penyebabnya
sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan
karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit
alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel
dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak.
Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal
yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang
timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan
otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang
disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia
multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu
: terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada
metabolisme.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati, penyebab
utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun

4
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

5
D. KLASIFIKASI DEMENSIA
1. Demensia karena kerusakan struktur otak (Alzheimer)
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,
C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia
disebabkan karena penyakit Alzheimer.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
a. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi
eksekutif,
c. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
e. Kehilangan inisiatif.
2. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga
depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.
Tanda-tanda neurologis fokal seperti :
a. Peningkatan reflek tendon dalam
b. Kelainan gaya berjalan
c. Kelemahan anggota gerak
3. Menurut Umur:
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)
b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)
4. Menurut perjalanan penyakit :
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B, Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb).
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan
serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
6
3) Demensia.
5. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami
gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya
akan menghilang

E. PATOFISIOLOGI
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat
yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai
70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neuro transmiter di otak yang diperlukanuntuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang.Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (da
ya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran),persepsi,
isipikir,
emosidan mood.Fungsi yang mengalami gangguan tergantunglokasi area yang terkena (kort
ikal atau subkortikal) atau penyebabnya,karena manifestasinya dapat berbeda.Keadaan pato
logis dari hal tersebut akan memicu keadaankonfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo,
2009).

7
F. Pathaway Demensia

Clinical Pathway Dementia

Cedera berat, intoksikasi zat beracun, factor usia, dll.

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pendek

Perubahan
Kemampuan belajar menurun Proses pikir

Dementia

D. Alzheimer D. Vaskular

Peningkatan reflek tendon


Kematian sel otak yg massif kelemahan anggota gerak

Mudah lupa gangguan kognitif kelainan gaya berjalan

Tremor, Ketidakmampuan muncul gejala kurang koordinasi gerakan


Menggunakan benda neuropsikiatrik

Risiko cedera
Penurunan kemampuan perubahan nafsu agitasi
Melakukan aktifitas makan
Halusinasi kesulitan tidur

Kurang
perawatan diri Cepat marah, Perubahan
Perubahan
persepsi Curiga, mudah pola tidur
Risiko perubahan
sensori Tersinggung
nutrisi lebih dari
kebutusan
Sindrom
stress
relokasi

8
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan
untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible,
walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian
besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi
atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk
APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif
APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /
fungsional dan aspek kognitif lainnya.

9
H. Pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

No. Tes Nilai


ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), ( tanggal), hariapa? 5
2. Kita beradadimana (Negara, propinsi, kota, rumah sakit, lantaikamar) 5

REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buahnamabenda (apel, meja, ataukoin), setiapbenda 1 detik, 3
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama benda
yang benar.Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan.
ATENSI DAN KAKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 tiapjawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. 5
Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai di berikan huruf yang
benar sebelum kesalahan: minsalnya uyahw – 2 nilai

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)


5. Pasien di suruh menyebutkan kembali 3 benda diatas 3
BAHASA
6. Pasien di suruh menyebut nama benda yang di tunjukkan (pensil, buku) 2

7. Pasien di suruh mengulang kata-kata “namun”, “tanpa”, “bila” 1


8. Pasien di suruh melakukan perintah “ambil kertas itu dengan tangan anda, 3
lipatlah menjadi dua dan letaklah dilantai”

9. Pasien di suruh melakukan perintah “pejamkanlah mata anda” 1


10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
11. Pasien disuruh menggambarkan bentu dibawah ini 1
TOTAL 30

10
I. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti
Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol ,
Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek
samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang
mengalami halusinasi atau paranoid.

2. Non-Farmakoterapi :Dukungan atau Peran Keluarga


a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-
angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu
mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan
sangat membantu.

11
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

J. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN DEMENSIA


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif seperti kegiatan
rohani & memperdalam ilmu agama.
4. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
5. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

12
BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan
3. Status kesehatan
4. Status kesehatan mental
5. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
6. Perubahan sistem tubuh :
 Perubahan kardiovaskuler
 Perubahan sistem pernafasan
 Perubahan integlumen
 Perubahan sistem reproduksi
 Perubahan genitourinaria
 Perubahan gastrointestinal
 Perubahan kebutuhan nutrisi
 Perubahan muskuloskeletal
 Perubahan sensorik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Sindrom stress relokasi
2. Perubahan proses pikir
3. Perubahan persepsi sensori
4. Perubahan pola tidur
5. Defisit perawatan diri
6. Resiko terhadap cedera
7. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

13
C.INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Sindrom stress relokasi Setelah diberikan tindakan keperawat 1. Jalin hubungan saling mendukung 1. Untuk membangan kepercayaan dan
an selama 3 x 24 jam diharapkan dengan klien. rasa nyaman.
klien dapat beradaptasi dengan 2. Orientasikan pada lingkungan dan 2. Menurunkan kecemasan dan
perubahan aktivitas sehari- hari dan rutinitas baru. perasaan terganggu.
lingkungan dengan kriteria hasil : 3. Kaji tingkat stressor (penyesuaian 3. Untuk menentukan persepsi klien
1. mengidentifikasi perubahan diri, perkembangan, peran keluarga, tentang kejadian dan tingkat
2. mampu beradaptasi pada akibat perubahan status kesehatan) serangan.
perubahan lingkungan dan 4. Tentukan jadwal aktivitas yang 4. Konsistensi mengurangi
aktivitas kehidupan sehari-hari wajar dan masukkan dalam kegiatan kebingungan dan meningkatkan rasa
3. cemas dan takut berkurang rutin. kebersamaan.
4. membuat pernyataan yang 5. Berikan penjelasan dan informasi 5. Menurunkan ketegangan,
positif tentang lingkungan yang yang menyenangkan mengenai mempertahankan rasa saling
baru. kegiatan/ peristiwa. percaya, dan orientasi.

14
2. Perubahan proses pikir Setelah diberikan tindakan Mandiri :
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Kembangkan lingkungan yang 1. Mengurangi kecemasan dan
diharapkan klien mampu mengenali mendukung dan hubungan klien- emosional.
perubahan dalam berpikir dengan perawat yang terapeutik. 2. Kebisingan merupakan sensori
kriteria hasil : 2. Pertahankan lingkungan yang berlebihan yang meningkatkan
1. Mampu memperlihatkan menyenangkan dan tenang. gangguan neuron.
kemampuan kognitif untuk 3. Tatap wajah ketika berbicara dengan 3. Menimbulkan perhatian, terutama
menjalani konsekuensi kejadian klien. pada klien dengan gangguan
yang menegangkan terhadap perceptual.
emosi dan pikiran tentang diri. 4. Panggil klien dengan namanya. 4. Nama adalah bentuk identitas diri
2. Mampu mengembangkan strategi dan menimbulkan pengenalan
untuk mengatasi anggapan diri terhadap realita dan klien.
yang negatif. 5. Gunakan suara yang agak rendah 5. Meningkatkan pemahaman.
3. Mampu mengenali tingkah laku dan berbicara dengan perlahan pada Ucapan tinggi dan keras
dan faktor penyebab. klien. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.
6. Ciptakan aktivitas sederhana, 6. Memotivasi klien dalam cara yang
bermanfaat dan tidak bersifat menguatkan kegunaannya dan
kompetitif sesuai kemampuan klien. kesenangan diri serta merangsang
realita.
7. Evaluasi pola tidur. 7. Kurang tidur dapat mengganggu

15
proses pikir dan kemampuan
koping klien.
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi 1. Untuk mengurangi rasa depresi
pada klien

3. Perubahan persepsi Setelah diberikan tindakan 1. Kembangkan lingkungan yang 1. Meningkatkan kenyamanan dan
sensori keperawatan selama 3 x 24 jam suportif dan hubungan perawat-klien menurunkan kecemasan pada
diharapkan perubahan persepsi yang terapeutik. klien.
sensori klien dapat berkurang atau 2. Bantu klien untuk memahami 2. Meningkatkan koping dan
terkontrol dengan kriteria hasil : halusinasi. menurunkan halusinasi.
1. Mengalami penurunan halusinasi. 3. Kaji derajat sensori atau gangguan 3. Keterlibatan otak memperlihatkan
2. Mengembangkan strategi persepsi dan bagaiman hal tersebut masalah yang bersifat asimetris
psikososial untuk mengurangi mempengaruhi klien termasuk menyebabkan klien kehilangan
stress. penurunan penglihatan atau kemampuan pada salah satu sisi
3. Mendemonstrasikan respons yang pendengaran. tubuh.
sesuai stimulasi. 4. Ajarkan strategi untuk mengurangi 4. Untuk menurunkan kebutuhan
stress. akan halusinasi.
5. Ajak piknik sederhana, jalan-jalan 5. Piknik menunjukkan realita dan
keliling rumah sakit. Pantau memberikan stimulasi sensori
aktivitas. yang menurunkan perasaan curiga
f) dan halusinasi yang disebabkan
perasaan terkekang.

16
4. Perubahan pola tidur Setelah dilakukan tindakan 1. Jangan menganjurkan klien tidur 1. Irama sirkadian (irama tidur-bangun)
keperawatan selama 3 x 24 jam siang apabila berakibat efek negative yang tersinkronisasi disebabkan oleh
diharapkan tidak terjadi gangguan terhadap tidur pada malam hari. tidur siang yang singkat.
pola tidur pada klien dengan kriteria 2. Evaluasi efek obat klien (steroid, 2. Deragement psikis terjadi bila
hasil : diuretik) yang mengganggu tidur. terdapat panggunaan kortikosteroid,
1. Memahami faktor penyebab termasuk perubahan mood,
gangguan pola tidur. insomnia.
2. Mampu menentukan penyebab 3. Tentukan kebiasaan dan rutinitas 3. Mengubah pola yang sudah terbiasa
tidur inadekuat. waktu tidur malam dengan kebiasaan dari asupan makan klien pada malam
3. Melaporkan dapat beristirahat klien(memberi susu hangat). hari terbukti mengganggu tidur.
yang cukup. 4. Berikan lingkungan yang nyaman 4. Hambatan kortikal pada formasi
4. Mampu menciptakan pola tidur untuk meningkatkan reticular akan berkurang selama
yang adekuat. tidur(mematikan lampu, ventilasi tidur, meningkatkan respon
ruang adekuat, suhu yang sesuai, otomatik, karenanya respon
menghindari kebisingan). kardiovakular terhadap suara
meningkat selama tidur.
5. Buat jadwal tidur secara teratur. 5. Penguatan bahwa saatnya tidur dan
Katakan pada klien bahwa saat ini mempertahankan kesetabilan
adalah waktu untuk tidur. lingkungan.

17
5 Defisit perawatan diri Setelah diberikan tindakan 1. Identifikasi kesulitan dalam 1. Memahami penyebab yang
keperawatan selama 3 x 24 jam berpakaian/ perawatan diri, seperti: mempengaruhi intervensi. Masalah
diharapkan klien dapat merawat keterbatasan gerak fisik, apatis/ dapat diminimalkan dengan
dirinya sesuai dengan depresi, penurunan kognitif seperti menyesuaikan atau memerlukan
kemampuannya dengan kriteria hasil apraksia. konsultasi dari ahli lain.
: 2. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri 2. Seiring perkembangan penyakit,
1. Mampu melakukan aktivitas dan berikan bantuan sesuai kebutuhan kebutuhan kebersihan dasar
perawatan diri sesuai dengan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, mungkin dilupakan.
tingkat kemampuan. bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.
2. Mampu mengidentifikasi dan 3. Perhatikan adanya tanda-tanda 3. Kehilangan sensori dan penurunan
menggunakan sumber pribadi/ nonverbal yang fisiologis. fungsi bahasa menyebabkan klien
komunitas yang dapat mengungkapkan kebutuhan
memberikan bantuan. perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengah-engah,
ingin berkemih dengan memegang
dirinya.
4. Beri banyak waktu untuk melakukan 4. Pekerjaan yang tadinya mudah
tugas. sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan
kognitif.
5. Bantu mengenakan pakaian yang rapi 5. Meningkatkan kepercayaan untuk
dan indah. hidup.

18
6. Resiko terhadap cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji derajat gangguan kemampuan, 1. Mengidentifikasi risiko di
keperawatan selama 3 x 24 jam tingkah laku impulsive dan lingkungan dan mempertinggi
diharapkan Risiko cedera tidak penurunan persepsi visual. Bantu kesadaran perawat akan bahaya.
terjadi dengan kriteria hasil : keluarga mengidentifikasi risiko Klien dengan tingkah laku impulsi
1. Meningkatkan tingkat aktivitas. terjadinya bahaya yang mungkin berisiko trauma karena kurang
2. Dapat beradaptasi dengan timbul. mampu mengendalikan perilaku.
lingkungan untuk mengurangi Penurunan persepsi visual berisiko
risiko trauma/ cedera. terjatuh.
3. Tidak mengalami cedera. 2. Hilangkan sumber bahaya 2. Klien dengan gangguan kognitif,
lingkungan. gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak
bertanggung jawab terhadap
kebutuhan keamanan dasar.
3. Alihkan perhatian saat perilaku 3. Mempertahankan keamanan dengan
teragitasi/ berbahaya, memenjat menghindari konfrontasi yang
pagar tempat tidur. meningkatkan risiko terjadinya
trauma.
4. Kaji efek samping obat, tanda 4. Klien yang tidak dapat melaporkan
keracunan (tanda ekstrapiramidal, tanda/gejala obat dapat
hipotensi ortostatik, gangguan menimbulkan kadar toksisitas pada
penglihatan, gangguan lansia. Ukuran dosis/ penggantian
gastrointestinal). obat diperlukan untuk mengurangi

19
gangguan.
5. Hindari penggunaan restrain terus- 5. Membahayakan klien,
menerus. Berikan kesempatan meningkatkan agitasi dan timbul
keluarga tinggal bersama klien risiko fraktur pada klien lansia
selama periode agitasi akut. (berhubungan dengan penurunan
kalsium tulang).
7. Resiko terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Beri dukungan untuk penurunan 1. Motivasi terjadi saat klien
perubahan nutrisi lebih keperawatan selama 3 x 24 jam berat badan. mengidentifikasi kebutuhan berarti.
dari kebutuhan tubuh diharapkan klien mendapat nutrisi 2. Awasi berat badan setiap minggu. 2. Memberikan umpan balik/
yang seimbang dengan kriteria hasil : penghargaan.
1. Mengubah pola asuhan yang 3. Kaji pengetahuan keluarga/ klien 3. Identifikasi kebutuhan membantu
benar mengenai kebutuhan makanan. perencanaan pendidikan.
2. Mendapat diet nutrisi yang 4. Usahakan/ beri bantuan dalam 4. Klien tidak mampu menentukan
seimbang. memilih menu. pilihan kebutuhan nutrisi.
3. Mendapat kembali berat badan 5. Beri Privasi saat kebiasaan makan 5. Ketidakmampuan menerima dan
yang sesuai. menjadi masalah. hambatan sosial dari kebiasaan
makan berkembang seiring
berkembangnya penyakit.

20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2007. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 2009. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2014
Stanley,Mickey. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai