Tgs Grand Teori Roy Ok
Tgs Grand Teori Roy Ok
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya,
dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory
sebagai yang lebih konkrit. Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand
Theory yang menegaskan fokus global dengan board perspective dari praktik
keperawatan dan pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena
keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi
Keperawatan. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar
disiplin keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis
dan respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada
respons mereka terhadap suatu situasi. Filosofi belum dapat diaplikasikan
langsung dalam praktik keperawatan, sehingga perlu dijabarkan dan dibuat
dalam bentuk yang lebih konkrit (less abstrac) yang dikembangkan lebih
lanjut dalam bentuk paradigma keperawatan. Contohnya: Nightingale dalam
mendefinisikan “Modern Nursing”.
Sedangkan Grand theory keperawatan (Alligood, 2002), menyatakan teori
pada level ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi
keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi
keluarga, kondisi kesehatan, dan peran perawat. Pandangan lain oleh Fawcett
(1995) dalam Sell dan Kalofissudis (2004) mendefinisikan grand theory sebagai
teori yang memiliki cakupan yang luas, kurang abstrak dibanding model
konseptual tetapi tersusun atas konsep-konsep umum yang relatif abstrak dan
hubungannya tidak dapat di uji secara empiris. Contohnya yaitu “Teori Roy
(manusia sebagai sistem yang adaptif) berasal dari Roy Adaptation Mode”.
The Roy’s Adaptation Model”, menjelaskan 4 (empat) elemen essensial
dalam model adaptasi keperawatan yaitu: Manusia, lingkungan, Kesehatan dan
Keperawatan. (Roys menjelaskan bahwa manusia memiliki sistem adaptasi
terhadap berbagai stimulus atau stressor yang masuk. Mekanisme koping
3
merupakan proses penterjemahan stimulus dengan dua sub system yaitu sub
system kognator dan sub system regulator. Hasil dari proses adaptasi akan
menghasilkan respon adaptive atau maladaptive. Secara spesifik Roys
menyebutkan dengan istilah Manusia sebagai system Adaptive. Asuhan
keperawatan dengan penerapan teori Roy melalui metode Prosses Keperawatan
merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari. Makalah ini akan menjelaskan
Aplikasi The Roys Adaptation Model dalam pelayanan asuhan keperawatan
dengan metode Proses Keperawatan.
2. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1) Memahami secara mendalam tinjauan teoritis model konsep keperawatan
menurut Roy ( The Roy’s Adaptation Model)
2) Mamahami Aplikasi Teori Roy dalam penerapan Proses Keperawatan.
3) Mengidentifikasi penerapan teori Roys pada pelayanan Asuhan Keperawatan.
4) Menyusun rencana perawatan teori Roy.
4
2. Betty Neuman
Systems Model merupakan pendekatan sistem pada asuhan keperawatan
pasien yang dinamis dan terbuka, difokuskan pada definisi masalah keperawatan
dan pemahaman pada interaksi pasien dengan lingkungan. Pasien sebagai sistem
adalah individu, keluarga, grup, komunitas, atau isu. Penekanan pada penurunan
stres dengan memperkuat garis-garis pertahanan fleksibel, normal, maupun
resisten, dengan intervensi diarahkan pada ketiga garis pertahanan tersebut yang
terkait dengan 3 level prevensi : primer, sekunder, tersier.
3. Dorothy Orem
Self Care menurut Orem’s adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai
dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan,
baik sehat maupun sakit (Orem’s 1980). Pada dasarnya diyakini bahwa semua
manusia itu mempunyai kebutuhan- kebutuhan self care dan mereka mempunyai
hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu. Menurut
Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu
memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan, teori ini
dikenal dengan teori self care (perawatan diri).
1) Input (Stimulus)
Pada manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri: yaitu dengan
menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu
sendiri (Faz Patrick & Wall; 1989). Input atau stimulus yang masuk, dimana
feedbacknya dapat berlawanan atau responnya yang berubah ubah dari suatu
stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi
yang berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh
manusia.
2) Mekanisme Koping.
Adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri (stuart, sundeen; 1995). Manusia sebagai suatu sistim
yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping, yang dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki,
umumnya dipandang sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa
dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping yang
dipelajari, dikembangkan melalui strategi seperti melaui pembelajaran atau
pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan
6
berkontribusi terhadap respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus
yang dihadapi.
Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam batasan
yang sesuai dengan tujuan “human system”.
Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi
yang sesuai dengan tujuan “human system.
Dua Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistim
Regulator dan Susbsistim Kognator. Regulator dan Kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat effektor atau
cara penyesuaian diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
Interdependensi. (Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan Kognator)
3) Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistim adaptive adalah espon
adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon maldaptive (tidak dapat
menyesuaikan diri). Respon-respon yang adaptive itu mempertahankan atau
meningkatkan intergritas, sedangkan respon maladaptive dapat mengganggu
integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi
Input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistim.
Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan
dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif
berdampak terhadap respon sakit (maladaptife). Jika pasien masuk pada zona
maladaptive maka pasien mempunyai masalah keperawatan adaptasi
(Nursalam; 2003).
7
termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat
alasan dan emosional.
8
9
Dapat dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang masuk diproses oleh
subsistim Regulator dan Cognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua
diperlihatkan pada empat perubahan yang ada pada manusia sebagai sistim
adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan Interdependensi
(Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:
a. Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk
mempertahankan keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar
adrenal bagian korteks mensekresikan kortisol atau
glukokortikoid, bagian medulla mengeluarkan epenefrin dan
non epinefrin), sirkulasi dan oksigen.
d. Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing
komponen menjadi satu kesatuan yang utuh.
Contoh : kecemasan berpisah.
10
Kebutuhan dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas Fisik,
Psikhologis dan Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim
regulator maupun dalam subsistem kognator dan digambarkan sebagai proses
yang menghubungkan dua subsistem tersebut. Input-input untuk regulator
diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah proses dari kognator dan respon-
respon yang mengikuti sebuah persepsi adalah Feedback baik untuk kognator
maupun Regulator. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistim
Adaptive dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 1 dibawah ini.
Umpan Balik
Sumber : Tomey and Alligood. 2006. Nursing theoriest, utilization and application.
Mosby : Elsevier.
2. Stimulus.
Roy menjelaskan bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus (stressor)
lingkungan sebagai stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan diluar
(external) manusia.(Faz Patrick & Wall,1989). “Stimuluis Internal adalah keadaan
proses mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman, kemampuan emosional,
kepribadian dan Proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari
dalam tubuh individu. Stimulus External dapat berupa fisik, kimiawi, maupun
psikologis yang diterima individu sebagai ancaman”(dikutip oleh Nursalam;2003).
3. Tingkat Adaptasi
11
Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3
(tiga kategori), yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat
adaptasi seseorang adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus.
Stimulus merupakan masukan ( Input ) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif.
Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis stimulus, antara
lain: 1) stimulus fokal, 2) stimulus kontektual, dan 3) stimulus residual.
1) Stimulus Fokal
yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan
ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab
terjadinya infeksi
2) Stimulus Kontektual.
yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi)
seperti keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini,
misalnya penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat.
3) Stimulus Residual
yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi
terjadinya keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi,
sehingga terjadi kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien tentang penyakit,
gaya hidup, dan fungsi peran.
5. Keperawatan.
Roy menggambarkan keperwatan sebagai disiplin ilmu dan praktek . Sebagai
ilmu, keperawatan “mengobservasi,mengklasifikasi dan menghubungkan “
proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan (1983) Sebagai
disiplin praktek keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan secara
ilmiah untuk menyediakan pelayanan pada orang-orang (1983) Lebih spesifik dia
mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan praktek dari peningkatan adaptasi
untuk tujuan mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan meningkatkan
adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik perkembangan
ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan
13
tersebut. Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan
aktivitas keperawatan.
Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh kehidupan manusia yang
berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban terhadap stimulus
internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak
biasa (focal stimulus) atau koping mekanisme yang lemah membuat upaya
manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif manusia memerlukan
seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasi untuk memberi arti
bahwa aktivitas tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit . Roy menyetujui
pendekatan holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan
keadaan baik dan tingkat fungsi yang tinggi . Keperawatan terdiri dari dua yaitu
tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan . Tujuan keperawatan adalah
mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi
dalam tiap 4 cara menyesuaikan diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep diri , fungsi
peran dan interdependensi. Harapan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan
berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian yang
bermanfaat. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada didalam suatu
area tingkatan adapatasi manusia, dan ketika stimulus fokal tersebut tidak ada
dalam area , manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif .
Adaptasi tidak memerlukan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan
memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain . Kondisi tersebut
dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan kesehatan . Jadi , peranan penting
adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini. Tujuan dari adaptasi adalah
membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang digunakan pada proses
keperawatan meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan evaluasi.
Adaptasi model keperawatan ditetapkan “ data apa yang dikumpulkan,bagaimana
mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai dan
bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan. Unit unit analisis dari
pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan . Proses
pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian . Tingkat pertama
mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian
diri . Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon dan
komunikasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat alas an
14
sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif.
Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang focal,
kontekstual, dan residual stimuli. Sebelum tingkat pengkajian ini perawat
mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada
pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini penting untuk menetapkan factor-
faktor utama yang mempengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam
konteks proses keperawatan dan meliputi pengelolaan atau manipulasi stimulus
focal,kontekstual dan residual. Manipulasi atau pengaturan stimulus ( baik
internal dan eksternal) bisa termasuk didalam penghilangan, peningkatan,
pengurangan , pemeliharaan atau merubah stimulus. Melalui pengelolaan factor-
faktor stimulus , pencetus tidak efektifnya perilaku diubah atau meningkatkan
kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar
penyesuaian diri. Jadi stimulus akan jatuh ke area yang dibangun oleh tingkat
penyesuaian diri manusia dan perilaku adaptif akan terjadi . Intervensi
keperawatan berikutnya , mengevaluasi hasil akhir perilaku dan memodifikasi
pendekatan-pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus dicatat bahwa
dalam model manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi aktif dalam
perawatan dirinya. Tujuan disusun berdasarkan tujuan yang saling
menguntungkan.
Menurut Roy, kapan Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya adalah: Manusia
sebagai Sistem Adaptive (dapat menyesuaikan diri), sakit atau memilki potensi
sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau kelemahan/kekurangan mekanisme
Coping, biasanya manusia berusaha untuk menanggulangi yang tidak efektif.
Menusia berusaha meminimalkan kondisi yang tidak efektif yang memelihara yang
adaptive. Dengan peningkatan adaptasi menusia terbebas dari pemakaian energi
dan enegi tersebut dapat digunakan untuk stimulus yang lain.
Keperawatan
Input Respon
Interaksi
inefektif
Lingkungan
Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptive dilaksanakan dengan pendekatan
sistimatis dan holistic. Pengkajian itu diklarifikasikan, difocuskan oleh perawat
atau Team keperawatan sebagai data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Secara ideal keseluruhan data pasien tersebut saling berhubungan dan
17
pengkajian keperawatan dicatat dalam format empat model adaptive keperawatan.
Dan dapat dimengerti sebagai masukan data bagi tem asuhan keperawatan yang
terlibat pada pasien. Dibutuhkan Keahlian dalam praktek keperawatan kaitannya
dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan membandingkan criteria
evaluasi spesific respon perilaku manusia bahwa adaptive atau inefefektive
(maladaptive). Data dikelompokkan dalam: data subjective, objective dan data
pengukuran/peneriksaan fisik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa
yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektive maupun maladaptive. Roy
sudah menidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas
Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak efektive, seperti pada table
berikut :
2. Pengkajian Stimulus.
Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul ke
dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk menfidentifikasi
respon-respon inefektive atau respon-respon adaptive yang perlu didukung oleh
perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku inefektive atau perilaku adaptive
yang memerlukan dukungan perawat, perawat membuat pengkajian tentang
stimulus internal dan ekternal yang mungkin mempengaruhi perilaku. Dalam fase
pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan
residual yang dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah
dan mengidentifikasi factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual
(factor Predisposisi) yang berhubungan erat dengan penyebab. Berikut ini stimulus
yang berpengaruh yang telah diidentifikasi (dikutip dari Julia B.George; 1995)
18
Budaya : Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim
kepercayaan.
Keluarga : Struktur keluarga, tugas keluarga.
3. Diagnosa Keperawatan.
Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E),
Sinthom/kharakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode merumuskan
diagnosa keperawatan. (dikutip dari Julia B.George; 1995. Nursalam;2003) adalah
sebagai berikut:
1) Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4
(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan
cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang
ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi (lihat tabel 2). Respon
tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya:
inadekuat pertukuran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau
beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis.
Konstipasi (masalah fisiplogis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu
defikasi, perubahan pola BAB. Kehilangan (masalah konsep diri) datanya:
diam, kadan-kadang menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).
2) Metode Kedua
Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon
dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat
berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari satu cara
penyesuaian diri, respom perilaku tersebut dinyatakan sebagai statemen
masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang stimulus.
19
Stimulus tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada
yang disebabkan oleh kurannyag suplay oksigen ke otot jantung
3) Metode Ketiga
Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive)
berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh
nyeri dada sangat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah atlit senam.
Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan ini disimpulkan
diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan
keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.
20
Pandangan terhadap fisik. Pandangan terhadap personal.
Penurunan konsep seksual. Cemas tidak berdaya.
Agresi. Harga diri rendah.
Kehilangan. Merasa bersalah.
Seksual disfungtion.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional
Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut.
4. Merumuskan Tujuan
Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat
merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi masalah pasien.
Pernyataan masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan meliputi: perilaku,
perubahan yang diharapkan dan waktu. Tujuan jangka panjang menggambarkan
perkembangan individu, dan proses adaptasi terhadap masalah danm tersedianya
energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup, tumbuh, dan reproduksi). Tujuan
jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku pasien setelah managemen stimulus
fokal dan kontektual. Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub
sistim regulator dan kognator.
5. Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk
mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga
difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi,
begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk
beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan keperawatan spesifik terhadap
gangguan atau stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori
adaptasi roy adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan
menggunakan koping yang konstruktif (Julia B.George; 1995). Intervensi
ditujukan pada peningktan kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan
21
pada subsistim regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir.
Misalnya: perspesi, pengetahuan, pembelajaran).
1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi
keluarga dan msayarakat.
2. mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3. melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.
4. Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.
5. bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
22
6. mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
7. perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara
benar dalam perawatan.
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif dari
klein.
6. Evaluasi:
Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi. PerilakuTujuan
dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan bagaimana
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang
ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi
ditetapkan.
Selama lebih dari 30 tahun Model Adaptasi Roy telah digunakan untuk
memahami dan menuntun praktik keperawatan dalam perawatan pasien. Para perawat
menggunakan model ini sebagai framework untuk mengkonseptualisasi dan
merencanakan intervensi keperawatan pada pasien atau menggunakan model ini untuk
menciptakan intervensi untuk pemisahan populasi klinik.
Peran perawat yang diharapkan berdasarkan teori Roy. Perawat harus mampu
meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit. Perawat dapat
mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, kontextual maupun residual
stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi.
Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi
perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain.
Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu
mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya
melalui tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan
respon adaptif.
KASUS
Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah
yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat
melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan
konsultasi dengan dokter A, Ibu L dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra
(HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian
diskus yang mengalami herniasi). Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan
membawa surat pengantar dari dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan persiapan-
persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi ditetapkan. Hasil
pengkajian didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi 24x/menit
dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
24
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita
disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa
melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Sebelum
masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan aktifitas 12 jam perhari. Pola tidur 8 jam di
waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah raga yang biasa dlakukan adalah
jalan pagi setiap hari Ahad. Setelah persiapannya dianggap cukup, maka disepakati
akan dilakukan operasi pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi. Hasil kesepakan
tersebut diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda tangani oleh bpk A selaku
suami Ibu L.
1. Pengkajian.
1) Bio data:
Nama : Ibu L
Tempat lahir : Makassar
Umur : 48 tahun.
Agama : Islam.
Suku : Makassar.
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta.
Alamat : Makassar
Sumber Data : Pasien dan Keluarga (suami)
No medical record : 36 51 01.
Masuk Rumah sakit : Tanggal 21 Maret 2011
2) Pengkajian Perilaku
a. Pengkajian Tahap Pertama
Pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu L
sebagai sistim adaptasi dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi
fisiologis, konsep diri, peran dan interdependen.
Pengkajian tahap pertama pada Ibu N didapatkan data :
Mode fisiologis
S : Menyatakan gerakan- nya terbatas
O : Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu
untuk bergerak, serta tampak gelisah
Mode Konsep diri
S : Menyatakan cemas akan terjadi perubahan penampilan
O : Tampak gelisah
Mode Fungsi peran
S : Menyatakan takut terjadi kecacatan
O : Rendah diri terhadap penampilanya
Mode Interdependen
Tidak berdaya
25
b. Pengkajian Tahap Kedua
Setelah mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya
melakukan pengkajian tahap kedua yang meliputi fokal, kontekstual dan
residual stimuli.
Pengkajian tahap dua pada Ibu N didapatkan data :
1) Pengkajian stimulus
a) Stimulus fokal (etiologi)
b) Stimulus konstekstual (presipitasi)
c) Stimulus residual (predisposisi)
- Identifikasi stimulus yang berpengaruh: Budaya, keluarga, fase
perkembangan
- Istirahat dan aktifitas
Tidur sering terbangun dan keterbatasan beraktifitas
Kekurangan istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan
menghambat proses recovery sedangkan keterbatasan aktifitas dapat
menyebabkan ketergantungan ADL
- Rasa nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur
sedangkan post operasi discectomi membutuhkan sedikit pengaturan
aktifitas
Self Konsep : Penurunan konsep diri body image takut terjadi kecacatan
Phisical self : Rendah diri tehadap penampilannya
Personal self : Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian fungsi normal
dari kaki
Fungsi peran : Takut keberadaannya menjadi beban orang lain
Peran primer : Kehilangan hoby bermain tenis setiap minggu
Peran tersier : Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk berobat
Interdependence :
Keterbatasan kebebasan di rumah sakit
Kesepian, terbatasnya interaksi dengan keluarga dan kolega
Adanya jadwal berkunjung dari rumah sakit
2. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh
Roy melalui tiga cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode,
mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan
dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode dengan stimulus yang sama maka
disusunlah diagnosa sbb:
a. Gangguan aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
b. Cemas berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga
diri
26
3. Intervensi
Tanggal :
Problem aktual/resiko :
Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
Dengan keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan
yang dimiliki secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai
dengan program perawatan
Tindakan keperawatan :
Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan
kemampuan
Tanggal :
Problem aktual/resiko :
Cemas dan ketakutan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image
dan harga diri
Tindakan keperawatan :
Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk
membantu memecahkan permasalahan klien
Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila
dilakukan perawatan dengan benar
Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien
27
PEMBAHASAN
1. Konsep Teori
Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan
RS pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan
permasalahan fisiologis dan psikologis, sesuai dengan karakteristik teori oleh
George (1995) bahwa teori harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah
klien dari yang sederhana sampai yang komplek. Pada intervensi, model adaptasi
Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan perencanaan tindakan
dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai respon yang
sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.
2. Aplikasi teori
Pendekatan adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada
klien dengan gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan
karena observasi terhadap respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak
efektif dapat dilakukan dengan lebih teliti dan dalam waktu yang cukup. Aplikasi
model asuhan pada contoh kasus agak sulit untuk dilakukan karena selama ini
kurangnya pengalaman dalam aplikasi model asuhan dari Roy, akan tetapi setelah
mencoba untuk mengaplikasikan pada contoh kasus sangat membantu untuk
merumuskan diagnosa dan intervensi, pada perumusan diagnosa kita dapat
melakukan dengan berbagai macam pendekatan. Hal ini karena Roy menawarkan
berbagai alternatif yang memudahkan sesuai kasus. Pada intervensi dapat
dihindarkan terjadinya duplikasi rencana tindakan karena rencana tindakan dapat
dipadukan dari berbagai sumber pengkajian yang sangat lengkap sehingga rencana
28
dapat dibuat ringkas, terarah dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan
klien.
SKENARIO
Narator : Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah
yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat
pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk.
Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter A, Ibu L dinyatakan mengalami
herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan
discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi).
Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan membawa surat pengantar dari
dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan persiapan-persiapan termasuk
pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi ditetapkan. Hasil pengkajian
Ns. Ima didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi
24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan
wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang
terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan koleksi
jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan aktifitas 12 jam
29
perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah
raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad.
Setelah persiapannya dianggap cukup, maka disepakati akan dilakukan operasi
pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi. Hasil kesepakan tersebut diperkuat
surat persetujuan operasi yang di tanda tangani oleh bpk A selaku suami Ibu L.
Pada hari ke tiga pasca operasi Ns. Ima perawat shift malam melakukan
evaluasi pasien Ibu L (jam 06.00), dimana pasien terbaring di tempat tidurnya
dan nampak ragu-ragu untuk bergerak, serta ekspresi tampak gelisah. Bpk A
juga tampak murung dan hanya diam sambil menopang dagunya. Melihat
kondisi demikian, Ns. Ima berusaha mengeksplorasi perasaan Ibu L dan
suaminya. Dari hasil evaluasi tersebut Ns. Ima mendapatkan data berupa
keluhan sebagai berikut :
Ibu L mengatakan pernah mendapat informasi kalau penyakitnya itu
bisa menyebabkan kelumpuhan, atau membuatnya tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya.
Ibu L menyatakan takut bergerak.
Bapak A menanyakan apakah istrinya bisa sembuh dan tidak akan cacat?
Dari data-data tersebut diatas, maka oleh Ns. Ima menetapkan masalah
keperawatannya adalah “Cemas”. Selanjutnya jam 07.30 proses timbang
terima antara Ns. Ima dan Ns. Uni bersama kepala ruangannya Ns. Indri. Pada
timbang terima tersebut Ns. Ima menyampaikan masalah pasien Ibu L dan
keluarganya. Ns. Indri menginstruksikan kepada Ns. Uni untuk
menindaklanjuti masalah keperawatan Ibu L. Setelah timbang terima selesai,
Ns. Ima dan Ns. Uni ke kamar Ibu L. Sementara itu Ns. Indri berkolaborasi
dengan dokter mengenai pasien-pasien di ruangan tersebut.
Narator : Dari cerita kasus diatas, kelompok menarik kesimpulan bahwa, dengan
masalah keperawatan yang ditetapkan oleh Ns. Ima tersebut tepat, dan bila
tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada respons “maladaptive” pada
pasien dan keluarganya. Dengan demikian, tugas Ns.Uni adalah membantu
terciptanya respons adaptif pada pasien dan keluarganya dengan menggunakan
pendekatan Komunikasi Terapeutik. Untuk itu, mari kita saksikan pertunjukkan
kelompok satu dalam “Role Play” berikut ini.
30
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
2. Proses Keperawatan
1) Kondisi Klien
Data Subjektif :
Ibu L mengatakan pernah mendapat informasi kalau
penyakitnya itu bisa menyebabkan kelumpuhan, atau membuatnya tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya
Data Objektif :
Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya dan nampak
ragu-ragu untuk bergerak, serta tampak gelisah
2) Masalah Keperawatan
3) Tujuan
4) Tindakan keperawatan :
Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk
membantu memecahkan permasalahan klien
Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan
perawatan dengan benar
3. Strategi Pelaksanaan
31
1) Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
P : “Assalamualaikum Bu Lina, saya Ns. Uni, temannya Ns. Ima, pagi ini saya
yang akan merawat bu Lina”
K : Oh… iya, dengan senang hati kalau suster mau merawat saya”
b. Evaluasi / Validasi
P : “Bagaimana perasaan bu Lina hari ini?”
K : ”Alhamdulillah suster, sakitnya sudah berkurang, tapi..saya takut
bergerak” (dengan raut muka cemas)
c. Kontrak
P : “Katanya bu Lina dan suami ibu sering merasa cemas dan takut dengan
proses penyembuhan penyakit ibu, bagaimana kalau kita diskusi/bercerita
tentang hal ini”
K : “Baiklah kalau begitu, iya saya juga mau suster” (sahut suami pasien)
P : “Kira-kira dalam waktu 15 menit, kita berdiskusi masalah ini? bagaimana
menurut bu Lina?”
K : “Iya .., biar lebih sedikit waktunya juga saya setuju”
P : “Kita diskusi di sini di tempat tidur bu Lina saja ya, sambil ibu istirahat”
K : “Iya suster, karena saya masih takut kalau bangun duduk”
2) Fase Kerja
P : “Bu, kira-kira apa yang membuat ibu takut dengan kondisi saat ini?”
K : “Suster, kata orang penyakit saya ini bisa bikin lumpuh, saya takut kalau
nanti saya tidak bisa berjalan normal lagi, terus takut bergerak. Sambung
Bpk A “ betul tidak cacat suster?, saya juga takut kalau itu terjadi”
P : ”Oh itu masalahnya, ”Ibu tidak usah takut bergerak karena bergerak akan
membantu proses penyembuhan Ibu, yang penting tidak terlalu aktif, tidak
apa- apa, Ibu bisa bangun dan jalan ke kamar mandi, dan Insya Allah
sembuh”
K : ”Oh iya, begitu suster..tapi bagaimana dengan jahitan luka operasi saya, nanti
tidak terlepas suster?”
P : ”Oh, Insya Allah tidak bu..Justru kalau Ibu tidak mau bergerak nanti kaku,
selain itu berbaring lama bikin aliran darahnya tidak lancar, sehingga lama
sembuhnya”
K : ”Terima kasih Suster, saya sudah mengerti sekarang. Tapi suster, saya juga
susah tidur”, iya suster kadang menjelang subuh baru tertidur istri saya (kata
Bpk A)
P : ”Kenapa Bu?” ada yang mengganjal pikiran ibu, coba kemukakan, mungkin
saya bisa membantunya”
32
K : ”Itu tadi masalahnya suster, saya kepikiran karena takut nanti saya tidak
bisa berjalan normal lagi (timpang) suster, saya juga takut begitu suster”
(tambah suaminya)
P : ”Insya Allah Ibu bisa berjalan dan beraktifitas seperti biasa, tentu ibu harus
yakin, bersyukur dan selalu berdoa, karena dokter berhasil melakukan
”Operasi” Ibu, jadi ibu tidak usah khawatir, bapak juga, yach...!
K : Alhamdulillah kalau begitu, sekarang hati saya sudah terasa lega (sambil
saling menatap dan senyum gembira ibu Lina dan suaminya).
3) Fase Terminasi
Dokter :
Iya benar kata Ns. Uni, penyakit ibu memang terjadi di tulang belakang
tepatnya di tulang belakang bagian bawah (L ke 3-4), tapi Alhamdulillah kami
telah berhasil mengoperasinya, insya Allah ibu dapat sembuh dan beraktivitas
seperti biasanya. Jadi ibu dan bapak sekarang banyak berdoa yach...!
33
DAFTAR PUSTAKA
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.
Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott:
Raven Publisher
Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London,
William Heinemann Medical Books
Tomey and Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby :
Elsevier.
Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
Ed. USA : Mosby Inc.
34