Anda di halaman 1dari 83

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program studi S1 Teknologi Hasil Pertanian (THP) merupakan salah satu program

studi di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang telah berdiri sejak tahun

1990 berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No.

62/DIKTI/Kep/1990 tanggal 23 Agustus 1990. Program studi THP merupakan

program studi yang menerapkan ilmu- ilmu dasar seperti kimia, fisika, dan

mikrobiologi, serta prinsip-prinsip teknik, ekonomi, dan manajemen. Penerapan

keilmuan Teknologi Hasil Pertanian ini meliputi penerapan ilmu pengetahuan dan

teknologi pasca panen dalam mengolah bahan hasil pertanian menjadi suatu produk

yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen serta pemecahan masalah di bidang pasca

panen dan agroindustri. Saat ini program studi THP Universitas Lampung telah

menyandang peringkat akreditasi “A” sesuai surat keputusan BAN PT No.

447/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014.

Program studi THP Universitas Lampung dirancang untuk menghasilkan sumber

daya manusia yang mampu berperan dalam bidang pendidikan, pengembangan dan

penerapan ilmu, teknologi, dan manajemen industri pertanian. Tujuan tersebut akan

tercapai dengan mengarahkan mahasiswa menguasai dasar-dasari ilmunya berupa

pengetahuan mengenai teknologi penanganan bahan hasil pertanian, teknologi

pengolahannya, pengawasan mutu proses dan produk, teknologi pengawetan


2

produk, teknik pengembangan produk, manajemen industri, sampai kepada

teknologi pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh proses. Dengan cara tersebut

diharapkan mahasiswa mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan

merumuskan cara-cara pemecahan masalah di sekitar disiplin ilmunya. Dalam

mencapai tujuan tersebut, selain memberikan materi perkuliahan di dalam kelas,

program studi THP juga memberikan praktikum ataupun responsi untuk lebih

memperdalam materi perkuliahan yang telah diberikan.

Dalam rangka pengembangan mahasiswa lebih lanjut mengenai bidang keilmuan

THP maka diperlukan sebuah program turun lapang. Kegiatan praktik umum ini

dimaksudkan untuk menginterprestasikan teori yang telah diperoleh mahasiswa

dalam kuliah dan praktikum di laboratorium dengan keadaan nyata di lapangan

dalam rangka penyeimbangan bekal penalaran dan pembekalan keprofesian.

Sehingga diharapkan mahasiswa dapat menerapkan ilu yang didapat dengan kondisi

yang nyata di lapangan. Oleh karena itulah, berdasarkan Surat Keputusan Dekan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung No. 305/UN26/4/DT/2015, maka

mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya di Fakultas Pertanian Universitas

Lampung wajib menjalani program turun lapang, yaitu praktik umum.

Kegiatan praktik umum ditekankan pada kegiatan magang sekaligus menganalisis

praktik kerja yang dilakukan. Sebagai mahasiswa program studi THP, maka

mahasiswa berkesempatan untuk melakukan kegiatan praktik umumnya di

perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri. Salah satu perusahaan yang

bergerak di bidang agroindustri adalah PT Great Giant Food (GGF). PT GGF

merupakan agroindustri yang kegiatan utamanya berupa pengolahan nanas menjadi

berbagai macam produk.


3

Nanas memiliki nama latin Ananas comusus L. Merr. Tanaman buah berupa semak

ini awalnya berasal dari daerah Amerika Selatan terutama Brasil. Pada abad ke-15,

tepatnya pada tahun 1599, tanaman nanas mulai masuk ke wilayah Indonesia.

Penyebaran nanas pada awalnya sebagai pengisi lahan di pekarangan. Akan tetapi

lambat laun meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah

Indonesia. Nanas sebagai tanaman hortikultura memiliki beberapa kelebihan.

Tanaman nanas dapat ditanam pada keadaan iklim basah maupun kering, baik tipe

iklim A (amat basah), B (basah), C (agak basah), D (sedang), E (agak kering), dan

F (kering). Bahkan, pada umumnya tanaman nanas ini toleran terhadap kekeringan

serta memiliki kisaran curah hujan yang luas sekitar 1000-1500 mm/tahun.

Tanaman nanas juga cocok ditanam pada hampir semua jenis tanah pertanian.

Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis tanah yang mengandung pasir, subur,

gembur, banyak mengandung bahan organik, kandungan kapur rendah, serta

kandungan air yang cukup. Kelebihan lain yang menguntungkan dari budidaya

tanaman nanas adalah tanaman nanas termasuk tanaman hortikultura yang dapat

dipanen sepanjang tahun (Rukmana, 1996).

Bagi pemenuhan gizi masyarakat, buah nanas memiliki arti penting diantara jenis

buah-buahan lain. Buah nanas mengandung gizi yang cukup lengkap. Karena

kandungan gizi tersebut nanas sangat bermanfaat kesehatan bagi tubuh dan

memiliki khasiat untuk penyembuhan. Kandungan kalium dan serat berkhasiat

sebagai obat sembelit dan gangguan pada saluran kemih. Disamping itu, buah nanas

juga mengandung enzim bromelin yang dapat menghidrolisa protein, protease atau

peptida sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Dalam bidang farmasi

enzim ini digunakan juga sebagai bahan kontrasepsi (Rukmana, 1996).


4

Selain beberapa kelebihan tersebut, tanaman nanas juga memiliki kelemahan yaitu

dalam keadaan segar buah nanas tidak dapat bertahan lama. Nanas hanya mampu

bertahan selama 7 hari pada suhu kamar (28o-30o C). Kandungan air yang

terkandung dalam nanas juga tinggi yaitu 85,3% (Muchtadi, 2000). Hal ini

menyebabkan nanas segar peka terhadap kelayuan, pengkeriputan dan kerusakan

mekanik, serta rentan terhadap serangan cendawan dan bakteri. Tanaman nanas

juga merupakan produk hortikultura yang memiliki struktur hidup yang masih

mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi yang disebabkan oleh aktivitas

metabolisme bahkan setelah pemanenan.

Oleh karena itu, PT GGF selaku pelaku industri pengolahan nanas membuat poduk

nanas dalam solid pack berupa nanas kaleng, cocktail kaleng, dan cocktail in plastic

cup. Pengolahan nanas menjadi produk merupakan upaya untuk memperpanjang

masa simpan bahan, meningkatkan mutu, daya saing, dan perluasan pasar. Salah

satu produk olahan nanas PT GGF adalah Pineapple Juice Concentrate (PJC).

Menurut Cruess (1958), konsentrat adalah produk hasil pengentalan sari buah nanas

hingga mencapai konsistensi sirup kental. Teknik yang digunakan dalam

pengentalan sari buah tersebut adalah dengan menggunakan teknik evaporasi

(penguapan). Dengan teknik evaporasi ini, kandungan air dalam bahan akan

menguap sehingga konsentrasi padatan terlarut dan kekentalan bahan akan

meningkat. Produk konsentrat yang dihasilkan oleh PT GGF terbuat dari bagian

buah nanas yang tidak dikalengkan pada cannery department berupa eradicated

meat core, over ripped meat, resizing meat, nanas slice berukuran terlalu tipis, dan

nanas memar.
5

Kualitas produk merupakan dimensi yang sangat penting bagi suatu produk agar

dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Menurut Yunitasari dan Yuniawan

(2006), kualitas adalah total dari seluruh fitur dan karakteristik yang membuat

produk dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak

dinyatakan. Apabila bicara mengenai kualitas, maka terdapat respon subjektif

menurut konsumen. Kualitas dalam pandangan konsumen, adalah yang mempunyai

ruang lingkup tersendiri yang berbeda dengan kualitas dalam pandangan produsen

saat mengeluarkan suatu produk yang biasa dikenal dengan kualitas sebenarnya.

Kualitas dalam pandangan konsumen lebih merupakan respon subjektif konsumen

terhadap fenomena produk sehingga cenderung relatif. Secara umum persepsi

kualitas dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut : (1) alasan untuk membeli;

(2) diferensiasi; (3) perluasan saluran distribusi; dan (4) perluasan merek

Sebagai perusahaan dengan motto “Dengan Kualitas, Kami Sajikan Kualitas” ,

tidaklah mengherankan jika PT GGF selalu memperhatikan kualitas produknya

demi memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan oleh pelanggan. Untuk

memastikan tercapainya kualitas produk PJC sesuai dengan spesifikasi, maka

terdapat laboratorium quality control di juice concentrate department PT GGF yang

dilengkapi dengan analis-analis berkompeten serta peralatan analisis yang lengkap

dalam menganalisis kualitas produk. Proses pengendalian mutu produk PJC oleh

bagian quality control concentrate dilakukan mulai dari tahapan raw juice, holding,

evaporasi, blending, filling, hingga tahap stuffing produk PJC ke dalam peti kemas.

Berdasarkan hal tersebut, pada kesempatan praktik umum kali ini, penulis akan

mempelajari proses quality control secara fisik dan kimia pada proses produksi
6

Pineapple Juice Concentrate di PT Great Giant Food, Terbanggi Besar, Lampung

Tengah.

1.2 Tujuan Praktik Umum

Tujuan yang ingin dicapai melalui praktik umum ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan

beragam pengetahuan yang didapat selama kuliah sesuai dengan bidang

keahliannya, sehingga mahasiswa memperoleh bekal kemampuan operasional

yang berguna.

2. Melaksanakan salah satu mata kuliah wajib sebagai syarat untuk menjadi Sarjana

Teknologi Pertanian.

3. Mempelajari proses quality control secara fisik dan kimia pada proses produksi

Pineapple Juice Concentrate di PT Great Giant Food, Terbanggi Besar,

Lampung Tengah meliputi ruang lingkup pengujian, parameter yang dianalisis,

peralatan, dan prosedur pengujian.

1.3 Tempat, Waktu, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum

1.3.1 Tempat dan Waktu Praktik Umum

Praktik umum ini dilaksanakan di PT. Great Giant Food bagian Juice Concentrate

Department, Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, Lampung,

pada tanggal 18 Juli sampai dengan 20 Agustus 2016 dengan hari kerja dari Senin

– Sabtu dengan rincian jam kerja hari Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB dan

pada hari Sabtu pukul 08.00-12.00 WIB.


7

1.3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum

Metode pelaksanaan kegiatan praktik umum ini antara lain :

1. Wawancara

Dilakukan terhadap pihak yang berwenang sesuai dengan petunjuk lapangan

atau berupa penjelasan langsung dari pembimbing lapangan.

2. Pengamatan langsung di lapangan

Mengamati secara langsung proses produksi Pineapple Juice Concentrate serta

proses quality control secara fisik dan kimia pada produksi Pineapple Juice

Concentrate.

3. Pembahasan dan Pelaporan

Menginterpretasikan data yang diperoleh dari praktik umum sehingga didapat

gambaran dan keterangan sekaligus laporan pada perusahaan.


II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT Great Giant Food (PT GGF) merupakan sebuah perusahaan terintegrasi

berbasiskan pertanian yang kegiatan utamanya berupa perkebunan nanas dan pabrik

pengalengan nanas. Sebelum berubah nama menjadi PT Great Giant Food,

perusahaan ini memiliki nama PT Great Giant Pineapple. Perubahan nama ini

dilakukan pada bulan Januari 2016. PT GGF secara yuridis formal berdiri pada

tanggal 14 Mei 1979 dengan Akte Notaris No. 48. Perusahaan yang terletak di

Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah ini awalnya dipelopori

oleh PT Umas Jaya Farm (PT UJF) yang secara hukum berdiri pada tahun 1973. PT

UJF bergerak di bidang perkebunan singkong dan pengolahan tapioka yang diberi

merek dagang Tepung Tapioka Cap Kodok. Pada tahun 1975 dilakukan penelitian

untuk mencari tanaman penyelang yang cocok bagi tanaman singkong. Pilihan pun

jatuh pada tanaman nanas yang berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim

dan dapat mencegah erosi pada tanah.

Penanaman secara komersial pada areal perkebunan telah dimulai sejak tahun 1979,

dimulai dengan penanaman tanaman singkong sebagai bahan baku produksi tepung

tapioka di PT UJF. Kemudian pada tahun 1980, mulai dilakukan penanaman nanas

sebagai tanaman utama. Pada tahun 1979-1983 dilakukan penelitian terhadap

tanaman nanas dan pengembangan bibit. Hasil penelitian menunjukkan varietas


9

tanaman nanas terbaik yang cocok ditanam di areal perkebunan PT GGF adalah

varietas Smooth Cayenne yang berasal dari daerah Subang, provinsi Jawa Barat

dengan ciri khas daunnya yang tidak berduri.

Pembangunan pabrik pengalengan nanas dimulai pada tahun 1983-1994 dan

produksi percobaan nanas kaleng dimulai pada bulan Oktober 1984. Ekspor

perdana nanas kaleng dilakukan pada bulan Januari 1985 dengan negara Jerman

Barat sebagai negara tujuan. Jumlah ekspor perdana nanas kaleng pada saat itu

adalah empat kontainer. Sampai tahun 2014, PT GGF telah mengekspor produknya

ke 63 negara dan 5 benua dengan benua Amerika dan Benua Eropa sebagai tujuan

utama ekspor dengan persentase 40,8% dan 44,0%, kemudian diikuti oleh daerah

Timur Tengah dan Afrika sebesar 4,2% serta Asia Pasifik 11,1%. Negara-negara

tujuan ekspor di benua Amerika meliputi Amerika Serikat, Kanada, Meksiko,

Brazil dan Puertoriko. Negara-negara di wilayah Eropa yang menjadi tujuan ekspor,

yakni Jerman, Perancis, Spanyol, Inggris, Italia, Austria, Belgia, Skandinavia,

Belanda, Swedia, dan sejumlah negara Eropa Barat lainnya Selanjutnya, negara-

negara Asia dan Afrika, yakni Jepang, Australia, Israel, Saudi Arabia, Uni Emirat

Arab, Tiongkok, Hongkong, Korea, Lebanon, dan Libya.

Proses produksi nanas kaleng di PT GGF menggunakan satuan standard case untuk

menentukan target dan budget dari manajemen. Satu standard case mempunyai

nilai yang setara dengan 90 kaleng untuk jenis kaleng A-1; 45 kaleng untuk jenis

kaleng A-1,5; 36 kaleng untuk jenis kaleng A-2; 24 kaleng untuk jenis kaleng A-

2,5; 12 kaleng untuk jenis kaleng A-3; dan 6 kaleng untuk jenis kaleng A-10.

Sampai tahun 2014, PT GGF telah mampu memproduksi 8,5 juta standard case per

tahunnya. Dengan jumlah produksi tersebut, PT GGF mampu menyuplai 20%


10

kebutuhan nanas kaleng internasional sehingga menjadikan PT GGF sebagai

produsen nanas kaleng terbesar ketiga di dunia.

Pada tahun 1989, PT GGF mengembangkan usahanya dengan dibangunnya unit

produksi juice concentrate. Ekspor perdana juice concentrate dilakukan pada tahun

1990 dengan menggunakan kemasan aseptis sebanyak 17 kontainer. Perkembangan

selanjutnya adalah diinstalasinya unit mill juice pada tahun 1995. Produk

concentrate sendiri merupakan produk olahan yang menggunakan bagian nanas

yang tidak diolah di bagian cannery. Bagian nanas berupa core buah, kerokan buah,

buah memar, over ripped, undersize meat yang tidak dikalengkan diolah menjadi

produk Pineapple Juice Concentrate (PJC) dan kulit buah serta buah Pine o matte

(POM) diolah menjadi Clarified Pineapple Concentrate (CPC) dan Deionized

Clarrified Pineapple Concentrate (DCPC).

PT. GGF mengembangkan pabrik yang modern dan terintegrasi di mana antara unit

satu dan lainnya saling sinergis sehingga menjadi suatu kesatuan operasi yang

terpadu/terintegrasi dengan kegiatan utama perkebunan nanas dan pabrik

pengalengan nanas. mulai dari pembuatan kaleng, pengolahan produk, pengemasan

dan penyimpanan, serta laboratorium pengontrolan produk. PT GGF menghasilkan

berbagai jenis produk nanas kaleng seperti slice, chunk, tidbit, crushed dan cocktail

dalam sari buah atau sirup dan produk sampingnya yang meliputi pineapple juice

concentrate, clarrified pineapple concentrate, deionized clarrified pineapple

concentrate, dan not from concentrate, serta dalam beberapa tahun ini telah

diproduksi fruits in plastic cup (pineapple dan tropical fruit salad) dalam potongan

tidbit. Produk yang dikirim oleh PT GGF mengacu pada standar USFDA (United

States Food & Drug Administration) dan regulasi EC (Europen Community).


11

2.2 Visi , Motto, dan Nilai Perusahaan

Visi yang dimiliki PT Great Giant Food adalah “Mejadi Mitra Pilihan dan

Terpercaya dalam Buah Olahan yang Bermutu di Seluruh Dunia”. Motto yang

dimiliki oleh PT GGF adalah “Dengan Kualitas, Kami Sajikan Kualitas”.

Nilai- nilai perusahaan yang dianut oleh PT GGF adalah sebagai berikut :

 Bertindak sebagai satu perusahaan

 Kolaborasi tanpa batas

 Anggota tim yang efektif

 Menghargai ide dan kontribusi orang lain

 Menciptakan ketertarikan, mendorong keterlibatan, membangun loyalitas dan

komitmen

 Transparan dan berbagi informasi

 Berpacu dengan waktu sesuai kepentingan

 Bertindak cepat dan tegas

 Memprioritaskan dan fokus pada beberapa hal yang paling berarti

 Fokus pada proses dan hasil bukan hanya pada upaya

 Kreativitas dan keberanian

 Menghasilkan ide baru dan kreatif

 Mengambil resiko baik pada orang maupun ide

 Menunjukan keberanian dan mencapai target yang menantang

 Berorientasi pada kesempurnaan dan bertoleransi terhadap kegagalan

 Perbaikan yangberkelanjutan
12

 Tidak ada cara terbaik, tetapi selalu ada cara yang lebih baik

 Fokus pada konsumen

 Menjadi rekanan pilihan bagi pelanggan

 Memberikan nilai tambah kepada pelanggan melalui inovasi produk

 Terus mengikuti dinamika pasar atau industri

 Jeli dalam melihat peluang pasar dimasa yang akan datang

2.3 Lokasi dan Luas Perusahaan

PT Great Giant Food berlokasi di Jalan Raya Lintas Timur KM 77, Kecamatan

Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Secara geografis PT GGF terletak

pada lintang 040 49’07” LS dan 1050 13’ 13” BT pada ketinggian 46 meter di atas

permukaan laut (mdpl). Di lokasi ini terdapat areal perkebunan, pabrik pengolahan,

serta unit pendukung operasional lainnya.

Kota-kota lain yang terdekat dari PT GGF adalah Bandar Jaya yang berjarak 18 km,

Kota Bumi yang berjarak 50 km, dan Bandar Lampung yang berjarak 78 km.

Industri-industri lain yang terdekat adalah industri asam sitrat PT Budi Acid Jaya

yang berjarak 3 km, industri gula putih PT Gunung Madu Plantation yang berjarak

4 km, dan industri gula putih PT Gula Putih Mataram yang berjarak 34 km.

Luas areal PT GGF saat ini mencapai 80.000 hektare yang mencakup areal

plantation, pabrik, kantor, perumahan, jalan, tanah kritis, dan kolam

alami/konvensional yang berfungsi untuk menampung air limbah dan disekitas

kolam alami/konvensional terdapat biokonservasi pohon bambu untuk mencegah

terjadinya erosi, areal penggemukan sapi, dan lain-lain. Areal perkebunan PT GGF
13

mencapai 32.200 Ha dengan luas efektif penanaman 25.595 Ha. Dari areal

perkebunan tersebut dihasilkan buah nanas lebih dari 500.000 ton/tahun yang

selanjutnya diolah menjadi berbagai produk olahan di PT GGF.

2.4 Struktur Organisasi dan Kepemimpinan

Struktur organisasi dalam suatu perusahaan akan menjadi kerangka yang

menunjukkan hubungan antara pejabat maupun bidang kerja satu dengan yang lain,

sehingga akan jelas kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.

Kejelasan tugas ini dapat memberikan suatu rangkaian yang teratur. PT. GGF

terdiri atas bagian-bagian yang mengatur jalannya perusahaan. Struktur organisasi

PT GGF disajikan pada Gambar 1.


14

Board of Comissioners

President Director &


Managing Director
Tax & Legal Internal Audit
Manager Manager

Production Marketing Corp. Development Finance General Adm.


Director (CEQS) Director Director Director & Director &
Associate Associate
Factory Mgr PJC Mgr B & D Mgr Finance & Purchasing
F.M Plan I Asia Mgr Tapioka Dev. Acct Mgr Logistic Mgr
F.M Plan II Europe Mgr Project Treassury Mgr HRD. Mgr
F.M Plan III Traffic Mgr MIS Mgr Gen. Service
Forc. & Spr Mgr TFI P.R Mgr
Tech. Eng Mgr SSN
Research Mgr
PP & C. Plan Mgr
QA & NPD Mgr *

PIR Manager
Tapioka Production
Livestock
Banana Production

Keterangan :
= Coordination Function Acc = Accounting
= Authority B&D = Business & Development
* = Staff Function TFI = Transpacifik Incorporation
CEQS = Chief Executive Quality System SSN = Sewu Segar Nusantara
Mgr = Manager HRD = Human Resources &
Development
PP & C = Production Planning & Control TechEng= Technical Engineering
PIR = Perusahaan Inti Rakyat MIS = Management Information System
QA & NPD = Quality Assurance &
New Development Product

Gambar 1. Struktur organisasi PT Great Giant Food


Sumber : PT Great Giant Food (2016)
15

Kekuasaan tertinggi dari PT. GGF dipegang oleh Board of Commissioners, yang

berkantor pusat di Plaza Chase Podium 5, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta. Board of

Comissioners dibantu oleh beberapa manager. Board of Commissioners ini

membawahi President Director dan Managing Director. President Director

membawahi Production Development Director, Finance Director & Associate, dan

General Administration Director & Associate, sedangkan Managing Director

membawahi Tax & Legal Manager dan Internal Audit Manager.

Production Director (CEQS) membawahi Factory Manager, Field Maintenance

Plant I Manager, Field Maintenance Plant II Manager, Field Maintenance Plant

III Manager, Harvesting Manager, Forcing & Spraying Manager, Form

Establishment Manager, Technical Engineering Manager dan QA & NPD

Manager, PPC Plant Manager, Riset Manager dan PIR Manager merupakan staff

function dalam struktur Production Manager, memegang Coordination Function

pada Tapioca Production, Livestock dan Banana Production.

Marketing Director membawahi PJC Manager, Asia Manager, Europe Manager,

Traffic Manager, TFI (Transpacific Incorporation) & SSN (Sewu Segar

Nusantara). Coorporation Development Director membawahi Business &

Development Manager. Finance Director & Associate membawahi Finance

Accounting Manager, Treasury Manager dan Management Information System

Manager. General Administration Director & Associate membawahi Purchasing

& Logistic Manager, Human Resources & Development Manager, General Service

Manager dan Public Relation Manager.


16

Departemen-departemen yang terdapat dalam struktur organisasi perusahaan

dipimpin oleh manager. Fungsi dari departemen-departemen tersebut adalah :

1. Business Development Department yang berperan dalam penelitian dan

pengembangan perusahaan.

2. Treasury Department yang bertugas dibidang administrasi dan kasir.

3. Accounting Department yang bertugas mengelola data dan keuangan.

4. Traffic Department yang bertanggung jawab terhadap pengiriman dan

pengapalan.

5. Human Resources Development Department yang bertugas meningkatkan

pengembangan sumber daya manusia.

6. Finance Department yang bertugas mengurusi masalah keuangan perusahaan

secara menyeluruh.

7. Relation Department yang bertanggung jawab terhadap hubungan perusahaan

dengan lingkungan luas.

8. Marketing bertanggung jawab untuk memasarkan produk perusahaan.

9. Logistic bertanggung jawab terhadap pembelanjaan kebutuhan perusahaan

dan penggudangan.

10. Production Department yang berperan dalam produksi, mulai dari bahan

mentah sampai menjadi produk yang siap dipasarkan.

11. Plantation Department yang menangani masalah perkebunan mulai dari

pembibitan, penanaman, pemeliharaan, sampai pemanenan.

12. Sustainability Department yang berperan dalam pertanian berkelanjutan.

PT GGF khususnya Factory Department dibagi menjadi beberapa departemen yang

letaknya berdampingan untuk memudahkan dalam proses produksi. Departemen-


17

departemen tersebut antara lain: Departemen Konsentrat, Departemen Cannery,

Departemen Can Making, Depertemen Quality Control, Departemen Quality

Assurance and New Product Development, Departemen Pelabelan, Kantor

Personalia dan Administrasi.

2.5 Ketenagakerjaan

2.5.1 Jumlah dan Pembagian Tenaga Kerja

Tenaga kerja di PT GGF terdiri atas karyawan tetap dan tidak tetap. Karyawan tidak

tetap terdiri dari tenaga kerja harian tetap dan tenaga kerja harian lepas. Tenaga

kerja harian tetap merupakan tenaga kerja yang dibayar atau diupah dengan

perhitungan per hari, sifat pekerjaan terus menerus (continous) dan jenis

pekerjaannya meliputi administrasi umum, plant, factory, dan lain-lain. Tenaga

kerja harian lepas merupakan tenaga kerja yang sifatnya insidentil, absensi tidak

berpengaruh karena sistemnya borongan. Tenaga kerja ini banyak terdapat di

Plantation, misalnya feeding, harvesting, pemupukan dan lain-lain. Jumlah

karyawan di PT GGF saat ini berkisar ±20.000 karyawan.

2.5.2 Jam Kerja Karyawan

Penetapan jam kerja sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama PT GGF, pasal 8 ayat

2 adalah 7 (tujuh) jam kerja sehari, 40 (empat puluh) jam seminggu dan 6 (enam)

hari kerja seminggu untuk kerja siang, kerja malam 37 (tiga puluh tujuh) jam

seminggu dan 6 (enam) hari kerja seminggu. Kelebihan jam kerja akan

diperhitungkan sebagai lembur.


18

Tenaga kerja harian pabrik terbagi dalam dua kelompok kerja berdasarkan jam

kerjanya yaitu kelompok (shift) A dan B, dimana jika shift A bekerja di pagi hari

maka shift B akan bekerja di malam hari, begitupun sebaliknya. Pergantian jam

kerja shift A dan B ini dilakukan secara mingguan. Shift pagi bekerja dari pukul

07.45 sampai pukul 16.00 WIB, sedangkan shift malam bekerja dari pukul 19.30

sampai pukul 03.00 WIB.

2.5.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Suatu industri, sudah menjadi ketentuan diwajibkan untuk memperhatikan

kesehatan dan keselamatan tenaga kerjanya. Kewajiban ini diatur oleh UU No. 1

tahun 1970 yang menyatakan bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

atas kesehatan dan keselamatan selama berada di tempat kerja. Hal itu dikarenakan

dalam suatu industri biasanya menggunakan alat-alat dan bahan yang berbahaya

sehingga mempunyai resiko yang tinggi terhadap kecelakaan kerja. Sebagai bukti

kepedulian terhadap K3, PT GGF menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Social Accountability (SA 8000) bagi tenaga

kerjanya.

2.5.4 Fasilitas Perusahaan untuk Karyawan

Untuk mensejahterakan karyawan PT. GGF memberikan fasilitas-fasilitas seperti:

perumahan/tempat tinggal, balai pengobatan, tempat ibadah, lapangan olahraga,

fasilitas kesenian, koperasi karyawan “Dwi Karya”, jatah pakaian kerja, kantin,

kegiatan rekreasi, investasi kendaraan bermotor, transportasi bagi karyawan dan

transportasi siswa sekolah.


19

2.5.5 Kegiatan Perusahaan untuk Karyawan

Selain melakukan kegiatan produksi rutinnya, PT GGF memiliki kegiatan-kegiatan

yang diadakan di lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan.

Jenis-jenis kegiatan tersebut antara lain:

1. Training

Tujuannya untuk meningkatkan dan menambah wawasan karyawan. Sasaran

training adalah seluruh karyawan baik harian maupun karyawan tetap. Kegiatan ini

dilaksanakan tergantung kebutuhan, tetapi terencana dan jenis trainingnya

bermacam-macam. Pengadaan kegiatan ini diatur oleh Training Safety dan System

Officer.

2. Peringatan hari-hari besar keagamaan dan nasional

Biasanya diadakan hiburan dan perlombaan dengan ditangani oleh panitia yang

dibentuk bersama.

3. Kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat di luar lingkungan perusahaan,

misalnya pembagian sembako, pemberian air bersih ketika kemarau, penyuluhan

tentang budidaya tanaman singkong, dan seminar-seminar.

4. Perlombaan yang diperuntukkan untuk karyawan bagian factory seperti lomba

Sumbang Saran Kreatif (SSK), lomba poster tentang lingkungan hidup, dan lain-

lain.
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Produk Pineapple Juice Concentrate

Pineapple Juice Concentrate (PJC) merupakan salah satu produk yang diproduksi

oleh Juice Concentrate Department PT Great Giant Food (PT GGF). PJC

merupakan produk konsentrat yang diolah dari bagian nanas yang tidak ikut

digunakan pada proses produksi produk solid pack (nanas kaleng, cocktail kaleng,

dan cocktail in plastic cup) di cannery department. Bagian nanas yang tidak ikut

terolah tersebut kemudian dipres sehingga diperoleh raw juice nanas. Kemudian,

raw juice nanas dievaporasi sehingga terbentuk produk konsentrat.

Produk PJC di PT GGF berdasarkan level brix nya dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu :

1. Pineapple Juice Concentrate Level 1 : 60-62,5 o Bx

2. Pineapple Juice Concentrate Level 2 : 64-66,5 o Bx

3. Pineapple Juice Concentrate Level 3 : 71-73,5 o Bx

Selain menawarkan produk berdasarkan level brix, PT GGF juga menawarkan

produk PJC dalam dua jenis kemasan yang dapat dipilih oleh konsumen.

Berdasarkan jenis kemasan, produk PJC dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk

aseptic PJC dan produk non-aspetic PJC. Nama lain dari produk non-aseptic PJC

adalah produk frozen PJC. Perbedaan dari produk aseptic dan non-aseptic PJC
21

sebenarnya bukan hanya terletak pada jenis kemasan saja, tetapi ada perbedaan

lainnya yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan produk aseptic PJC dan produk non-aspetic PJC

Perbedaan Aseptic PJC Non-aseptic PJC


Waktu Blending Holding Time sebelum proses Holding Time sebelum
Filling Max 24 jam proses Filling Max 6 jam
Tahap Filling Sebelumnya dipasteurisasi Tidak melewati tahap
dengan menggunakan mesin pasteurisasi terlebih
UHT dengan suhu tertentu dahulu
sesuai Q-filling
Pengemasan Menggunakan aseptic bag dan Menggunakan 2 lembar
plastik partisi plastik partisi
Kondisi Menggunakan sistem dry Menggunakan sistem
Container container (bisa saja memakai refrigrated container
sistem pendingin di dalam (didalamnya terdapat
container tergantung kondisi refeer system/ sistem
pengiriman dan negara tujuan) pendingin)

Sumber: PT Great Giant Food (2016).

3.2 Proses Produksi Pineapple Juice Concentrate

Proses produksi dari Pineapple Juice Concentrate dapat digambarkan dalam


diagram aliran yang disajikan pada Gambar 2 dan 3.
22

Bahan Baku Pineapple


Juice Concentrate
(PJC)

Seleksi bahan baku

Pembuatan slurry

Pemanasan awal (pre-heating) slurry

Pengepresan slurry untuk mendapatkan raw juice nanas

Pemisahan (separasi) raw juice nanas dari kotoran serta


pulp
Holding process raw juice nanas

Evaporasi raw juice menjadi konsentrat

Pengadukan (blending) konsentrat

Pasteurisasi konsentrat

Pineapple Juice
Concentrate
(PJC)

Pengemasan (Filling)
PJC
Penyimpanan produk PJC di dalam frozen room

Stuffing PJC ke dalam container dan pengiriman produk PJC ke konsumen

Gambar 2. Diagram Alir Proses Produksi Aseptic Pineapple Juice Concentrate


Sumber: PT Great Giant Food (2016).
23

Bahan Baku Pineapple


Juice Concentrate
(PJC)

Seleksi bahan baku

Pembuatan slurry

Pemanasan awal (pre-heating) slurry

Pengepresan slurry untuk mendapatkan raw juice nanas

Pemisahan (separasi) raw juice nanas dari kotoran serta pulp

Holding process raw juice nanas

Evaporasi raw juice menjadi konsentrat

Pengadukan (blending) konsentrat

Pineapple Juice
Concentrate

Pengemasan (Filling)
PJC
Penyimpanan produk PJC di dalam frozen room

Stuffing PJC ke dalam container dan pengiriman produk PJC ke konsumen

Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Non-Aseptic Pineapple Juice


Concentrate
Sumber: PT Great Giant Food (2016).
24

3.2.1 Unit Raw Material Pineapple Juice Concentrate

Bahan baku yang digunakan untuk produksi Pineapple Juice Concentrate (PJC)

adalah bagian nanas yang tidak ikut diolah menjadi produk solid pack (nanas

kaleng, cocktail kaleng, dan cocktail in plastic cup) pada cannery department.

Bagian nanas yang digunakan untuk proses pengolahan PJC berupa eradicated

meat yang berasal dari bagian ginaca dan bagian core nanas, over ripped meat,

resizing meat, nanas slice berukuran terlalu tipis, dan nanas memar yang berasal

dari bagian line processing. Sekitar 30% dari total bagian nanas yang tidak

dikalengkan pada cannery department digunakan sebagai bahan baku untuk

pembuatan PJC, dan sisanya masuk ke bagian juice mill. Recovery PJC yang

dihasilkan sebesar 188 L/ton bahan baku.

Bahan baku tersebut diangkut dari cannery department menuju unit raw material

concentrate menggunakan juice meat conveyor. Terdapat empat operator dengan

masing-masing dua orang duduk di samping kanan dan kiri mesin juice meat

conveyor . Operator tersebut bertugas untuk memisahkan kulit nanas maupun

bagian top/bottom nanas yang ikut terangkut oleh juice meat conveyor. Pemisahan

tersebut dilakukan karena bagian kulit dan top/bottom nanas merupakan bahan baku

dari mill juice, sehingga jika ikut tercampur dalam bahan baku PJC, maka dapat

mengurangi jumlah bahan baku untuk pembuatan mill juice. Selain itu, kulit dan

bagian top/bottom nanas tersebut dapat menimbulkan penyimpangan berupa warna

kehijauan pada raw juice yang dihasilkan.

Bahaya yang dikendalikan di unit raw material concentrate ini adalah adanya benda

asing seperti potongan metal berupa baut ,pisau, potongan screen. Oleh karena itu
25

perlu dilakukan pengawasan terhadap operator sortasi yang bertugas supaya bahaya

tidak terjadi.

3.2.2 Tahap Pembuatan Slurry

Bahan baku pembuatan PJC yang masih berbentuk padatan kemudian dihancurkan

menjadi berbentuk bubur atau slurry. Proses penghancuran bahan baku menjadi

slurry dilakukan dengan menggunakan mesin Rietz Disintegrator (RDI). Prinsip

kerja RDI adalah menghancurkan bahan baku PJC yang masih berbentuk padatan

menjadi slurry menggunakan dua rangkaian keping pisau yang dipasang pada

motor kemudian motor diputar dengan listrik sehingga bahan baku hancur dan

keluar lewat lubang screen berukuran 8 mm. Fungsi penghancuran bahan baku

menjadi slurry ini adalah untuk menghomogenkan ukuran bahan serta pengecilan

ukuran. Pengecilan ukuran ini akan memperluas permukaan bahan baku sehingga

mempermudah proses pengepresan dan meningkatkan perolehan raw juice

nantinya.

Slurry yang telah dihasilkan tersebut kemudian ditampung di dalam sumtank.

Sumtank ini memiliki sistem continue, artinya slurry yang masuk ke dalam sumtank

hanya ditampung sementara di dalam tangki tersebut dan akan langsung dialirkan

oleh pompa zulzer menuju preheater. Pompa zulzer ini memiliki prinsip kerja yaitu

mengekspansi volume ruang pompa sehingga terjadi penurunan tekanan vakum

parsial. Selanjutnya pompa melakukan gerakan buang dan mengalirkan slurry. Jika

dilakukan secara siklis dan berkali-kali, maka kondisi vakum akan terbentuk di

dalam ruangan pompa. Untuk mencegah adanya gas masuk ke ruangan maka

digunakan sistem sealing pada pompa.


26

Bahaya yang dikendalikan adalah mold yang dapat tumbuh di dalam sumtank

mengingat kondisi sumtank yang lembab dan tertutup merupakan media yang cocok

bagi pertumbuhan mold. Untuk mencegah bahaya tersebut muncul maka perlu

dilakukan pembersihan alat secara berkala dengan menggunakan metode CIP

(Clean In Place) dan flushing.

3.2.3 Tahap Preheating

Slurry yang telah dialirkan oleh pompa zulzer, kemudian diberi perlakuan

pemanasan awal dengan menggunakan preheater tipe tubuler. Perlakuan

pemanasan awal ini berfungsi untuk mencegah adanya kontaminasi mikrobiologi

pada bahan dan meningkatkan suhu pada slurry agar stabilitas juice yang dihasilkan

meningkat. Selain itu, pemanasan pada slurry dapat membuka pori-pori bahan

sehingga slurry tersebut akan mudah untuk dipres nantinya, yang berujung pada

dihasilkannya recovery juice yang lebih tinggi. Prinsip kerja dari preheater tipe

tubuler ini adalah memanaskan slurry dengan menggunakan steam. Di dalam

preheater tubuler terdapat 2 jalur pipa, yaitu pipa untuk aliran slurry dan pipa untuk

aliran steam yang jaraknya berdampingan. Perpindahan panas kemudian akan

terjadi dari steam menuju slurry akibat adanya kontak tidak langsung tersebut

antara steam dan slurry. Suhu pemanasan yang digunakan bervariasi, mulai dari 70o

hingga 100o C, tergantung dari permintaan konsumen ataupun pengaturan dari

bagian operator produksi.

Bahaya yang dikendalikan di tahap preheating adalah kontaminasi mikrobiologi

pada slurry. Seperti yang diketahui slurry dari buah nanas memiliki pH asam karena

kandungan asam organiknya. Kandungan asam organik inilah yang membuat slurry
27

dari buah nanas merupakan substrat yang baik bagi mikroba tipe asidofilik ataupun

mold yang sangat tahan terhadap asam. Oleh karena itulah dengan adanya

pemanasan awal (preheating) diharapkan dapat membunuh mikroba kontaminan

tersebut.

3.2.4 Tahap Pengepresan

Tahap pengepresan dilakukan dengan tujuan untuk mengekstraksi juice dari dalam

slurry. Proses pengepresan slurry dilakukan secara bertingkat sebanyak empat

tahap supaya juice yang belum sempat diekstraksi pada tahap pertama , maka dapat

diekstraksi pada tahap pengepresan selanjutnya. Pada saat proses pengepresan

terjadi proses pengerasan permukaan ampas yang menyebabkan juice semakin sulit

untuk diekstraksi. Oleh karena itu, dengan adanya pengepresan bertingkat, maka

juice yang belum sempat terekstraksi karena permukaan ampas yang telah

mengeras terlebih dahulu sebelum juice dapat keluar dari permukaan ampas, dapat

terekstraksi pada tahap selanjutya.

Tekanan yang digunakan mesin press meningkat seiring meningkatnya tahapan

pressing. Tahapan press pertama memiliki tekanan yang paling kecil. Menurut

Novianti (1999), ekstraksi juice dari slurry lebih efisien dengan menggunakan

metode pengepresan dengan tekanan yang diberikan secara bertahap. Penggunaan

tekanan yang terlalu besar pada awal proses pengepresan akan mengakibatkan

pengerasan permukaan ampas yang akan menyebabkan terperangkapnya juice di

dalam ampas karena sulitnya juice untuk menembus ampas. Penggunaan tekanan

secara bertahap disesuaikan dengan laju difusi juice dari bagian dalam menuju ke

permukaan bahan.
28

Waktu yang digunakan selama proses pengepresan harus diperhitungkan agar

jumlah juice yang dikeluarkan dari dalam ampas maksimal. Waktu tersebut dapat

dilihat dari waktu pengepresan yang digunakan sampai tidak ada lagi juice yang

dapat diekstraksi oleh mesin press. Efisiensi proses pengepresan secara kualitas

dapat dilihat dari kadar air ampas pada akhir tahap pengepresan dan secara kuantitas

dapat dilihat dari jumlah raw juice nanas yang diperoleh.

Proses pengepresan dimulai dengan mengalirkan slurry menuju mesin press tahap

pertama, yaitu brown finisher. Slurry dialirkan dari sumtank menuju mesin brown

finisher dengan menggunakan poma seepex. Terdapat empat buah mesin brown

finisher yaitu brown finisher 01, brown finisher 02, brown finisher 03, dan brown

finisher 04 dengan spesifikasi mesin yang sama. Tekanan yang digunakan pada

mesin press brown finisher ini antara 40-60 Psi. Pompa seepex berfungsi untuk

mengatur agar aliran masuk slurry ke mesin brown finisher 01,02,03, dan 04

seimbang. Prinsip kerja brown finisher adalah mengalirkan slurry masuk melewati

screw press yang gerakannya berlawanan arah dengan screw dari bowl sehingga

terjadi gerakan memeras yang mengeluarkan raw juice. Screw press tersebut

dikelilingi oleh screen strainer dengan lubang-lubang berdiamater 0,033 inch

sebagai penyaring kotoran atau ampas yang mungkin terbawa oleh raw juice. Raw

juice yang telah dihasilkan kemudian akan keluar melalui outlet sari buah.

Sedangkan ampas akan terus didorong menuju outlet ampas dan menuju mesin

press tahap selanjutnya.

Ampas dari brown finisiher kemudian didorong oleh pompa brown menuju mesin

rietz press. Prinsip kerja dari mesin rietz press ini sama dengan prinsip kerja brown

finisher. Total mesin rietz press yang digunakan sebanyak 12 buah, yaitu rietz press
29

01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 11, dan 12. Mesin rietz press 01, 02, 03,dan

04 merupakan mesin press tahap kedua dengan tekanan yang digunakan sebesar 80

Psi. Ampas yang dikeluarkan oleh mesin press tahap kedua kemudian masuk ke

mesin press tahap ketiga yaitu mesin rietz press 05,06,07, dan 08 dengan tekanan

yang diberikan pada ampas sebesar 100 Psi. Ampas yang dikeluarkan oleh tahap

pengepresan keempat atau tahap pengepresan akhir dipress oleh mesin rietz press

09,10,11,dan 12 dengan tekanan yang diberikan pada ampas sebesar 110-120 Psi.

Raw juice yang dihasilkan oleh masing-masing mesin press akan ditampung di

outlet juice yang terletak di bagian bawah mesin. Raw juice tersebut kemudian akan

dialirkan melalui pipa menuju collecting tank. Collecting tank yang dimiliki

berjumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 1000 L. Terdapat pula balanced

tank dengan kapasitas 5000 L yang berfungsi sebagai tempat menampung raw juice

jika terjadi overload pada collecting tank. Sedangkan ampas yang dikeluarkan oleh

mesin press tahap keempat diangkut menggunakan screw conveyor menuju sillow.

Ampas tersebut nantinya akan dibawa menuju cattle feed yang akan digunakan

sebagai salah satu bahan baku pakan ternak sapi.

3.2.5 Tahap Separasi

Proses pemisahan atau separasi pada raw juice di juice concentrate department PT

GGF adalah proses pemisahan raw juice dari kotoran dan pengurangan jumlah pulp

yang dikandung agar sesuai dengan spesifikasi. Proses separasi dilakukan sebanyak

dua kali. Tahap pertama dilakukan untuk memisahkan raw juice dari benda asing

berupa kotoran, parikel hitam, kerak, pasir, pulp kasar, dan lainnya. Proses separasi

tahap pertama dilakukan dengan menggunakan sand cyclone. Separasi tahap kedua
30

dilakukan untuk mengurangi jumlah pulp yang terkandung di dalam raw juice

sehingga sesuai dengan spesifikasi. Proses separasi tahap kedua dilakukan dengan

menggunakan disk bowl centrifuge.

Sand cyclone adalah alat yang digunakan untuk memisahkan raw juice dari benda

asing berupa kotoran, partikel hitam, kerak, pasir, pulp kasar dan lainnya. Prinsip

kerja dari sand cyclone ini adalah memisahkan benda asing dari raw juice

menggunakan gaya gravitasi. Raw juice dialirkan melewati pipa menuju sand

cyclone, partikel kotoran yang memiliki berat jenis yang lebih besar daripada raw

juice kemudian akan turun ke bagian bawah sand cyclone dan mengendap.

Sedangkan raw juice yang berat jenisnya lebih rendah akan terus mengalir melewati

sand cyclone dan menuju mesin centrifuge. Kotoran-kotoran dari sand cyclone akan

dikeluarkan setiap jam dengan cara membuka keran yang terdapat di alat.

Mesin disk bowl centrifuge digunakan untuk mengatur kadar pulp raw juice dengan

cara membuang pulp yang terkandung dalam raw juice. Prinsip kerja disk bowl

centrifuge adalah umpan yang berupa raw juice dialirkan masuk ke kompartemen

bagian dasar, lalu bergerak ke atas dan memenuhi ruang antar piringan-piringan

disk. Umpan mengalir ke atas melalui lubang-lubang yang sekaligus membagi

kompartemen menjadi bagian dalam yang ditempati terutama oleh fase cair yang

lebih ringan dan bagian luar sebagai tempat fase cair yang lebih berat. Padatan

berupa pulp yang telah mengendap dikeluarkan secara otomatis berdasarkan

pengaturan waktu pengeluaran atau dorongan yang disebut sludging time (waktu

dorongan). Kecapatan centrifuge yang digunakan adalah 4800 rpm.


31

Bahaya yang dikendalikan dalam tahap separasi ini adalah adanya benda asing

seperti potongan metal berupa baut ,pisau, potongan screen. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengawasan oleh operator produksi untuk mencegah adanya bahaya yang

terjadi dan segera melakukan perbaikan apabila ditemukan penyimpangan.

3.2.6 Tahap Holding

Raw Juice yang berasal dari centrifuge kemudian dialirkan menuju holding tank

sebagai tangki penampungan sementara sebelum menuju mesin evaporasi. Juice

concentrate department PT GGF memiliki tiga buah holding tank, yaitu holding

tank 01, holding tank 02, dan holding tank 03 dengan kapasitas tangki masing-

masing sebesar 50.000 L dengan suhu 55o-75o C. Akan tetapi, tangki yang

digunakan sebagai tempat menampung raw juice hanya holding tank 01 dan 02 saja,

sedangkan holding tank 03 digunakan untuk menampung air kondensat yang

berasal dari tahap evaporasi yang dapat digunakan sebagai air pencucian alat. Pada

holding tank terdapat agitator yang berfungsi agar raw juice tetap homogen dan

tidak ada padatan yang mengendap. Kecepatan agitator diatur oleh operator

produksi sedemikian rupa sehingga tidak ada padatan yang mengendap di bagian

dasar holding tank.

Penampungan raw juice pada holding tank ini berfungsi untuk menjaga kestabilan

raw juice. Selain itu, penampungan raw juice pada holding tank ini juga berfungsi

agar raw juice secara terus-menerus tersedia selama proses evaporasi berlangsung

sehingga proses evaporasi tidak terputus dan proses evaporasi dapat berlangsung

lebih efisien. Jika proses evaporasi terputus akan mengakibatkan banyak juice yang
32

terbuang bersama air pada saat pencucian dan adanya sirkulasi air dan udara yang

berulang-ulang akan menurunkan mutu produk PJC.

3.2.7 Tahap Penguapan (Evaporasi)

Proses evaporasi adalah proses memekatkan larutan dengan cara menguapkan

sebagaian pelarutnya. Pelarut yang ditemui dalam sebagian besar sistem larutan

adalah air. Umumnya, dalam evaporasi, larutan pekat merupakan produk yang

diinginkan, sedangkan uapnya diembunkan dan dibuang. Dengan diuapkannya

sebagian besar kandungan air bahan maka dapat membuat masa simpan produk

menjadi lebih lama. Hal ini dikarenakan, air merupakan media yang dibutuhkan

oleh mikroorganisme untuk melakukan aktivitas biologinya, sehingga dengan tidak

adanya air, maka mikroba tidak dapat tumbuh.

Raw juice yang ada di dalam holding tank kemudian dialirkan menuju balanced

tank APV. Raw juice dari balanced tank kemudian dialirkan melalui pipa untuk

melewati strainer sebelum masuk ke mesin evaporator APV. Strainer ini berfungsi

untuk menyaring kotoran berupa logam, pasir, dan lain-lain yang mungkin masih

terdapat pada raw juice. Raw juice yang telah melewati strainer kemudian masuk

ke dalam preheater dengan suhu 106o C yang berfungsi untuk pemanasan awal

bahan. Pemanasan awal bahan berfungsi untuk membunuh mikroba patogen dan

mikroba pembusuk, karena sebagian mikroba patogen dan mikroba pembusuk tidak

tahan terhadap suhu pemanasan tinggi. Selain itu proses pemanasan ini juga

berfungsi untuk menginaktivasi enzim polifenoloksidase yang dapat menimbulkan

reaksi pencoklatan pada raw juice nanas.


33

Sifat jus nanas yang sensitif terhadap pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan

harus dipilihnya jenis proses penguapan atau evaporasi yang paling efektif, yaitu

evaporasi vakum. Menurut Wirakartakusumah dkk. (1989), untuk produk makanan

yang sensitif terhadap suhu tinggi, titik didih cairan atau pelarut harus diturunkan

lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal. Menurunkan titik didih pelarut

atau cairan dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan

menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau yang disebut vakum. Penggunaan

evaporator ini selain untuk menghindari reaksi browning berlebih juga untuk

menghindari adanya kerusakan parah pada kandungan asam askorbat atau prekursor

vitamin C di dalam konsentrat. Karena asam askorbat merupakan senyawa yang

tidak tahan pada suhu tinggi. Selain itu, dengan penggunaan sistem vakuum pada

evaporator maka suhu pada tahap evaporasi dapat diturunkan sehingga jumlah

steam yang digunakan dapat diturunkan dan menurunkan biaya produksi.

Menurut Tressler dan Joslyn (1961), nilai pH sebagian besar sari buah berkisar

antara 3,0 dan 4,0. pH asam dari jus nenas ini diduga karena masih mengandung

asam askorbat yaitu prekursor vitamin C dan menurut Kusuma dkk. (2007),

pemanasan asam askorbat atau L-ascorbid acid pada suhu tinggi dapat

menyebabkan reaksi oksidasi asam askorbat. L-ascorbic acid akan teroksidasi

dengan kecepatan yang sebanding dengan kenaikan suhu. Larutan asam askorbat

yang telah mengalami proses browning dapat dilihat dari warna larutannya yang

semula berwarna kekuning-kuningan kemudian berangsur-angsur berubah warna

menjadi kecoklatan. Mekanisme oksidasi asam askorbat adalah asam askorbat

dengan adanya pemanasan mengalami ketonisasi menjadi keto-ascorbic acid yang

kemudian mengalami delaktonisasi menjadi diketogulonic acid. Senyawa


34

diketogulonic acid ini kemudian terdekomposisi membentuk furfural. Senyawa

furfural inilah yang membentuk pigmen berwarna coklat. Pembentukan warna

coklat juga disebabkan oleh reaksi Maillard yaitu reaksi antara gula reduksi (gugus

karbonil) dalam jus nanas dengan protein (gugus amino) yang membentuk

melanoidin yang merupakan pigmen berwarna coklat.

Terdapat 5 jenis evaporator yang digunakan di juice concentrate department, yaitu

effect 3, calandria 1, calandria 2, effect 4A dan 4B, dan effect 5A dan 5B. Pada saat

pengamatan di pabrik, suhu evaporasi yang digunakan pada effect 3 adalah 66,9oC

dengan tekanan yang digunakan sebesar 2-7 In.Hg , calandria 1 menggunakan suhu

88,2o C dengan tekanan sebesar 8-12 In.Hg, calandria 2 menggunakan suhu 89,4o

C dengan tekanan sebesar 14-16 In.Hg, effect 4A dan 4B menggunakan suhu

sebesar 71,9o C dengan tekanan sebesar 18-22 In.Hg, effect 5A dan 5B

menggunakan suhu sebesar 68o C dengan tekanan sebesar 20-25 In.Hg. Penggunaan

suhu evaporator tahap pertama, yaitu effect 3 lebih rendah dibandingkan dengan

suhu calandria 1 dikarenakan jika tahap evaporasi tahap pertama menggunakan

evaporator dengan suhu yang tinggi maka bisa dipastikan warna PJC yang terbetuk

akan coklat.

Effect 3 merupakan mesin evaporator tahap pertama. Effect 3 merupakan tipe

evaporator pelat datar. Prinsip kerja effect 3 ini adalah raw juice nanas dilewatkan

pada salah satu sisi dari pelat datar, sementara media pemanas melewati sisi yang

lainnya. Penguapan dapat terjadi pada bagian pelat datar atau pada ruangan pemisah

yang letaknya di bagian luar. Menurut Heldman et al. (1992), keuntungan tipe

evaporator pelat datar adalah operasinya mudah dan fleksibel, laju pindah panas

yang baik, waktu kontak yang singkat untuk produk yang sensitif terhadap panas
35

dan produk yang lengket berkurang dengan cara mempertahankan aliran fluida

yang tinggi.

Konsentrat yang keluar dari effect 3 kemudian masuk ke dalam unit separator. Di

dalam unit separator ini terjadi pemisahan konsentrat dengan uap air yang masih

mengandung konsentrat berdasarkan prinsip gaya gravitasi karena adanya

perbedaan berat jenis keduanya. Setelah melalui unit separator, konsentrat dialirkan

menuju mesin pasteurisasi yang pada saat melakukan pengamatan di pabrik

suhunya adalah 110o C. Fungsi pasteurisasi ini adalah untuk membunuh mikroba

patogen dan mikroba pembusuk.

Konsentrat tersebut kemudian masuk ke mesin evaporasi calandria 1. Menurut

Heldman et al. (1992), kalandria atau evaporator pipa pendek memiliki prinsip kerja

yaitu menggunakan uap air sebagai sumber panas. Uap air tersebut berada di rumah

penukar panas yang dilengkapi dengan pipa-pipa pendek yang disusun secara

paralel vertikal. Bagian keseluruhan ini dinamakan kalandria. Kalandria direndam

oleh fluida yang kemudian mendidih dan uap naik untuk selanjutnya dipisahkan.

Evaporator tipe ini dioperasikan dengan sistem aliran konveksi alami atau dengan

menggunakan pengaduk . Aliran konveksi alami ini terjadi karena adanya

perbedaan bobot jenis antara fluida panas yang bergerak ke atas dengan fluida yang

lebih dingin yang bergerak ke bawah. Konsentrat kemudian dialirkan menuju mesin

calandria 2 yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan calandria 1.

Konsentrat yang telah melewati mesin calandria 1 dan 2, kemudian mengalami

tahap evaporasi pada mesin effect 4A dan 4B dan tahap evaporasi terakhir terjadi

pada effect 5A dan 5B. Lalu produk konsentrat akan dialirkan menuju finisher
36

evaporator APVdan suhu output produk yang keluar adalah 51,1 o C. Air kondensat

dari proses evaporasi tidak dibuang melainkan ditampung di holding tank 3 untuk

kemudian digunakan sebagai air pada saat pencucian mesin produksi.

3.2.8 Tahap Blending

Tahap blending atau pengadukan merupakan proses mencampur konsentrat dari

finisher evaporator APV agar sesuai dengan spesifikasi produk. Terdapat 4 buah

blending tank untuk produk PJC, yaitu blending tank A, B, C, dan D. Kapasitas

blending tank A, B, dan C adalah 8500 L dan D 13500 L dengan suhu tangki yang

sedang dioperasikan adalah 25o C.

Blending tank memiliki agitator di dalamnya yang berfungsi sebagai alat pengaduk

konsentrat agar dapat tercampur merata. Kecepatan pengadukan agitator diatur

sedemikian rupa oleh operator agar produk konsentrat dapat tercampur merata

tanpa menimbulkan busa selama pengadukan. Action limit dari holding time

blending tank adalah 5 jam, sedangkan critical limit nya adalah 6 jam. Tahap

pengisian konsentrat pada blending tank dibagi menjadi 4 tahap, yaitu volume

tangki ¼ penuh, ½ penuh, ¾ penuh, dan tangki penuh. Rentang volume blending

tank berdasarkan tingkatan volumenya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume tangki blending tank

Volume tangki Blending tank A,B, C (L) Blending tank D (L)


¼ penuh 1800-3000 2800-5000
37

½ penuh 3800-5000 6800-8500


¾ penuh 6000-7000 11500-12500
Tangki penuh 7000-8000 13000
Sumber: PT Great Giant Food (2016).

3.2.9 Tahap Pasteurisasi

Tahap pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan yang menggunakan

suhu rendah di bawah 100oC. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme

tetapi hanya mematikan kuman yang patogen dan yang tidak membentuk spora.

Proses ini sering diikuti teknik lain seperti pendinginan untuk memperpanjang masa

simpan. Metode pendinginan pada suhu maksimal 10oC dapat memperpanjang daya

simpan karena mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu

3-10oC (Setya, 2012). Teknik pasteurisasi yang digunakan adalah metode High

Temperature Short Time (HTST), untuk menghindari terjadinya penyimpangan

warna dan aroma pada konsentrat.

Juice concentrete departement PT GGF memiliki 2 buah mesin UHT, yaitu UHT

01 dan UHT 02. Sebelum digunakan, mesin UHT disterilisasi terlebih dahulu

dengan menggunakan steam bersuhu 100-135o C selama 30 menit. Mesin UHT 01

memiliki kapasitas 4000 L/h dan mesin UHT 02 memiliki kapasitas 6000 L/h. Di

dalam mesin UHT dengan suhu pemanasan 98-104o C. Setelah dilakukan

pasteurisasi konsentrat dilewatkan ke cooling water. Suhu cooling water in adalah

31-38 o C. Setelah itu konsentrat akan mengalir melewati pipa untuk didinginkan
o
dengan menggunakan chilled water dengan suhu 4-5 C. Teknik pendinginan

setelah tahap pasteurisasi juga berfungsi untuk menurunkan suhu produk sebelum

dikemas. Karena jika produk PJC dikemas pada suhu tinggi maka akan
38

menyebabkan plastik pengemas mengkerut. Ringkasan thermal process pada tahap

pasteurisasi mesin UHT 01 dan 02 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ringkasan thermal process mesin UHT 01 dan 02

Q-filling Suhu proses mesin UHT 01 danUHT 02 (oC)


(L/menit)
Brix level I Brix level II Brix level III
140 Min 102 Min 102 Min 102
135 Min 102 Min 102 Min 102
130 Min 102 Min 102 Min 102
125 Min 102 Min 102 Min 102
120 Min 102 Min 102 Min 102
115 Min 102 Min 102 Min 102
110 Min 102 Min 102 Min 102
105 Min 101 Min 101 Min 101
100 Min 101 Min 101 Min 101
95 Min 101 Min 101 Min 101
90 Min 101 Min 101 Min 101
85 Min 101 Min 101 Min 101
80 Min 100 Min 100 Min 100
75 Min 100 Min 100 Min 100
70 Min 100 Min 100 Min 100
65 Min 99 Min 99 Min 99
60 Min 99 Min 99 Min 99
55 Min 99 Min 99 Min 99
50 Min 99 Min 99 Min 99
Sumber: PT Great Giant Food (2016).

Produk non-aseptic PJC tidak melewati tahap pasteurisasi, melainkan hanya

melewati mesin UHT melewati jalur pipa khusus tersendiri yang berbeda dari jalur

pipa produk aseptic PJC.

3.2.10 Tahap Filling

Pengemasan produk PJC dilakukan menggunakan mesin scholle filler ke dalam

drum ataupun bin sesuai dengan berat yang telah ditetapkan untuk masing-masing

level brix konsentrat setiap pembeli. Pada saat pengamatan di pabrik yang sedang

melakukan pengisian pada drum yang berkapasitas 55 US gallon. Berikut


39

spesifikasi berat bersih produk PJC berdasarkan level brix untuk setiap drum pada

saat dilakukan pengamatan :

1. Level 1 : 270 kgs

2. Level 2 : 275 kgs

3. Level 3 : 284 kgs

Perbedaan mesin scholle filler 1 dan 2 terletak pada kapasitas dan kemampuannya.

Kapasitas scholle filler 1 adalah 6 ton/h dan scholle filler 2 adalah 8 ton/h.

Kemudian, scholle filler 1 dapat digunakan untuk pengisian produk PJC pada

kemasan bin, sedangkan scholle filler 2 tidak dapat melakukan pengisian produk ke

kemasan bin. Sebelum dilakukan proses filling, pipa chamber pada mesin scholle

filler terlebih dahulu diflushing menggunakan steam pada suhu 250oF selama 30

menit. Laju alir pengisian produk pada mesin scholle filler (Q-filling) sebelumnya

telah disesuaikan dengan ringkasan thermal process sesuai keinginan konsumen

ataupun standar lainnya.

Pada pengisian produk aseptic PJC ke dalam aseptic bag, spout clamp dimasukkan

ke dalam filling chamber dan secara otomatis capper yang terdapat di dalam ruang

chamber terbuka dan mengarahkannya menuju filling head. Ruangan chamber set

filling harus berada pada kondisi panas yang diciptakan menggunakan steam

dengan suhu sekitar 150-275o F. Pada suhu 150 o F kondisi aseptik dan anaerobik

tidak dapat terjamin. Oleh karena itu dilakukan penyemprotan larutan klorin (untuk

memusnahkan mikroba dan menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada produk

yang dikemas) dan gas nitrogen (untuk mengusir udara/oksigen) pada saat produk

dikemas. Sedangkan pada suhu 275o F, kondisi aseptik dan anaerobik dapat
40

terjamin. Setelah proses filling selesai, aliran produk PJC dari filling head secara

otomatis berhenti, capper kemudian memasang kembali cap pada spout clamp dan

aseptic bag dilepaskan secara otomatis. Sisa-sisa uap air steam yang berada di

sekitar spout clamp dilap sampai kering dan dilakukan pelabelan pada tutup aseptic

bag dengan menggunakan plastik yang diangin-anginkan dengan hair dryer.

Sedangkan pada produk non-aseptic PJC tidak digunakan aseptic bag melainkan

hanya plastik partisi yang tidak menggunakan spout clamp. Plastik partisi yang

digunakan merupakan plastik berjenis HDPE. Produk konsentrat diisikan ke dalam

kemasan sesuai dengan laju alir yang diinginkan yang diatur dengan menggunakan

flowmeter. Selanjutnya plastik diikat dengan menggunakan clip sampai kemasan

rapat.

Kemudian plastik partisi yang melapisi aseptic bag pada produk aseptic PJC

ataupun plastik partisi pada produk non-aseptic PJC ditutup rapat. Sebelum drum

ditutup rapat, plastik dan aseptic bag disemprot menggunakan larutan benzoat

untuk mencegah tumbuhnya jamur. Kemudian dilakukan penutupan pada drum dan

drum tersebut diangkut menggunakan forklift untuk disusun di atas pallet yang telah

ditentukan, maksimum 1 susun terdiri dari 4 pallet.

3.2.11 Penggudangan

Produk-produk PJC yang telah dikemas kemudian disimpan pada frozen room.
o
Suhu yang digunakan pada frozen room adalah -15 sampai (-20)o C dengan
o
kapasitas ruangan 122 FCL. Suhu kritis dari frozen room adalah -5 C .

Penyimpanan produk pada suhu dingin bertujuan untuk memperpanjang masa

simpan produk dan menghambat pertumbuhan enzim serta mikroba perusak


41

sehingga produk konsentrat tidak akan mengalami perubahan yang menyimpang

dari spesifikasi mutu produk. Penyimpanan dalam gudang diatur berdasarkan brix

dari konsentrat tersebut dan mencacat letak produk pada saat disimpan di dalam

gudang sehingga memudahkan mengambil barang tersebut jika hendak produk

tersebut hendak dikirim. Proses penggudangan pada frozen room juga bertujuan

untuk menunggu analisa mikrobiologi dari produk keluar, karena seperti yang

diketahui analisa mikrobiologi memerlukan waktu untuk mendapatkan hasil

analisanya.

3.2.12 Stuffing

Persiapan pengiriman dimulai dengan mencocokkan barang yang akan dikirm

dengan instruksi pengapalan, data produksi harian, serta hasil analisa mikrobiologi

dari produk. Pengawas mutu melakukan pemeriksaan fisik barang yang akan

dikirim sehari sebelum pelaksanaan pengiriman dan mencocokkan dengan data

pada formulir persiapan dan monitor pengiriman konsentrat. Pada formulir

persiapan dan monitor pengiriman konsentrat diperiksa mengenai konsumen, jenis

produk, nomor invoice, nomor kontrak, tanggal produksi, nomor batch, kode drum,

nomor segel, spesifikasi brix, B/A ratio, pulp, dan warna. Sebelum diangkut ke

dalam kontainer, para pengawas memeriksa keadaan drum yang keluar dari frozen

room meliputi pengecekan keadaan aseptic bag ataupun plastik partisi, tag

dalam/luar,serta kondisi drum. Jika sudah dianggap baik, barulah drum disegel

dengan menggunakan segel berwarna kuning berbentuk screw, dan kemudian drum

PJC ditempeli barcode. Kemudian dilakukan juga inspeksi stuffing dan peti kemas

yang meliputi nomor sales order, buyer, jenis produk, jumlah drum/FCL, nomor
42

seal pelayaran, nomor kontainer, ukuran kontainer, pelayaran, kapten kapal,

kelengkapan dokumen, kondisi pallet, kondisi/kebersihan drum, dan kondisi

kontainer. Jika sudah memenuhi persyaratan untuk bisa dikirim, maka drum

produk-produk PJC disusun ke dalam kontainer menggunakan forklift. Pengirim

barang kemudian diberikan surat jalan serta segel dari kontainer yang dikirimkan,

karena setiap kontainer memiliki segel kuncinya sendiri.

3.3 Proses Quality Control pada Produksi Pineapple Juice Concentrate (PJC)

Menurut Yunitasari dan Yuniawan (2006), pengendalian mutu adalah serangkaian

tindakan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu dalam rangka memuaskan

konsumen dan melaksanakan produksi dengan cara seekonomis mungkin. Kegiatan

pengawasan/ pengendalian mutu dilakukan dengan cara menerapkan sistem

inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi dimulai dari penerimaan bahan,

proses pengolahan dan produk akhir. Dalam inspeksi pengendalian mutu selama

proses pengolahan, perusahaan harus melakukan beberapa hal, yaitu (1)

Menginspeksi, menguji, dan mengidentifikasi produk seperti yang disyaratkan oleh

rencana mutu; (2) Menetapkan kesesuaian produk terhadap persyaratan yang

ditentukan; (3) Menahan produk sampai inspeksi dan uji yang disyaratkan telah

selesai; (4) Mengidentifikasi produk yang tidak sesuai; dan (5) Mencatat dan

mendokumentasikan hasil inspeksi dalam suatu dokumen yang sesuai. Dalam

inspeksi dan pengujian produk akhir, rencana mutu atau prosedur yang

terdokumentasi untuk inspeksi dan pengujian produk akhir harus mensyaratkan

bahwa semua inspeksi dan pengujian yang ditentukan baik pada penerimaan bahan
43

maupun bahan selama proses harus telah dilaksanakan dan datanya memenuhi

persyaratan yang ditentukan.

Bagian quality control concentrate PT GGF memiliki perbedaan dengan bagian

quality control di departemen lain, yaitu tidak dapat menghentikan proses produksi

jika terdapat penyimpangan pada hasil analisis. Hal ini dikarenakan bahan baku PJC

yang berasal dari bagian nanas yang tidak digunakan oleh cannery department

membuat proses produksi PJC harus berjalan seefektif dan seefisien mungkin untuk

menghasilkan jumlah recovery produk yang tinggi tanpa ada bahan baku yang

terbuang. Oleh karena itu, jikapun ada penyimpangan terhadap spesifikasi produk,

maka bagian quality control hanya dapat melaporkannya kepada operator produksi

agar dapat segera dilakukan perbaikan tanpa bisa menghentikan proses produksi

yang sedang berjalan. Pengendalian mutu atau quality control yang dilakukan oleh

juice concentrate department PT GGF dilakukan pada beberapa tahap, meliputi

inspeksi raw juice, inspeksi evaporasi dan blending PJC, inspeksi filling, inspeksi

stuffing dan peti kemas, serta inspeksi penanganan produk hold apabila terjadi

penyimpangan spesifikasi pada produk.

3.3.1 Inspeksi Raw Juice

Inspeksi raw juice dilakukan pada tahap separasi dan pada tahap holding raw juice.

Inspeksi ini bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi raw juice sesuai dengan

spesifikasi sehingga dapat menghasilkan produk PJC yang memenuhi persyaratan

mutu dan hasil analisis dapat digunakan sebagai data untuk traceability produk
44

apabila terjadi penyimpangan pada produk akhir. Inspeksi raw juice dilakukan oleh

pelaksana quality control setiap jam.

Peralatan Inspeksi

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan inspeksi raw juice adalah beaker glass

500 mL, refraktometer abbe, centrifuge, dan kotak defect, pH meter, buret digital,

RQeasy nitrate, agtron spectrophotometer.

Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian raw juice di mesin separator dilakukan sebanyak dua kali yaitu

pada saat raw juice masuk ke mesin separator (raw juice in) dan pada saat raw juice

keluar dari mesin separator (raw juice out).

Pada proses inspeksi raw juice in, sampel diambil pada saat raw juice akan masuk

ke mesin separator. Sampel diambil dengan cara membuka keran yang sudah

tersedia di mesin separator untuk pengambilan sampel, kemudian sampel raw juice

sebanyak 500 mL dimasukkan ke dalam beaker glass. Sedangkan untuk inspeksi

raw juice out, sampel diambil pada saat di tengah waktu proses sludging. Jadi, jika

waktu sludging selama 200 detik, maka sampel diambil pada waktu sludging ke 100

detik. Sampel diambil dengan cara membuka keran yang terdapat pada mesin

separator

Pada proses inspeksi raw juice pada holding tank, sampel raw juice mulai diambil

1 jam setelah proses dimulainya pembuatan konsentrat setelah itu sampel diambil

secara berkala setiap jam ataupun bila dikehendaki dapat juga mengambil sampel

apabila terjadi kerusakan. Sampel raw juice diambil melalui keran yang terdapat di
45

bagian bawah holding tank sebanyak 500 mL. Sampel dimasukkan ke dalam beaker

glass.

Analisa fisik dan kimia yang dilakukan untuk sampel raw juice dari mesin separator

adalah analisa brix, pulp in dan out, defect mayor dan minor, serta suhu preheater.

Kemudian analisa fisik dan kimia yang dilakukan pada sampel raw juice holding

tank meliputi analisa brix, acidity, B/A ratio, pH, pulp, defect, warna, dan

kandungan nitrat.

-Analisa Brix

Analisa brix pada raw juice out dari mesin separator dan holding tank dilakukan

dengan menggunakan refraktometer abbe. Analisa brix dilakukan untuk

mengetahui jumlah padatan terlarut dalam sampel. Analisa harus dilakukan segera

setelah sampel diambil. Bagian prisma refraktometer tempat menaruh sampel harus

dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquades dan dilap menggunakan

tissue sampai bersih dan kering. Kemudian, sampel raw juice ditaruh di atas prisma

uji menggunakan spatula. Harus diperhatikan jangan sampai spatula mengenai kaca

prisma refraktometer karena dapat menimbulkan guratan-guratan dan merusak kaca

prisma. Nilai brix pada sampel dapat diketahui dengan cara melihat angka yang

ditunjukkan pada saat warna gelap dan warna terang berada pada titik tengah optical

field.

Nilai brix yang terbaca di alat refraktometer tersebut dicatat. Akan tetapi, nilai brix

yang ditulis di form inspeksi raw juice adalah nilai brix koreksi. Nilai brix diukur
46

sebagai derajat brix (oBx). Nilai brix koreksi raw juice dihitung menggunakan

rumus :

Brix koreksi=(Nilai acidity sampel×0,2)+Nilai brix terbaca pada alat

- Analisa Pulp

Analisa pulp pada sampel raw juice dari separator dilakukan dengan cara

memasukkan sampel raw juice in dan raw juice out sebanyak 10 mL ke dalam

tabung centrifuge. Masing-masing sampel baik sampel raw juice in maupun raw

juice out dimasukkan ke dalam dua buah tabung centrifuge. Begitupun dengan

sampel raw juice dari holding tank, sebanyak 10 mL sampel raw juice dari holding

tank dimasukkan ke dalam dua buah tabung centrifuge. Sampel disentrifugasi

selama tiga menit dengan kecepatan 1500 rpm. Setelah proses sentrifugasi selesai,

maka partikel pulp yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan mengendap di

bagian bawah tabung. Tinggi endapan tersebut kemudian diukur dalam bentuk mL.

Nilai pulp untuk sampel raw juice dihitung dengan menggunakan rumus:

Tinggi endapan (mL)


Pulp (%)= ×100%
100 mL

Selain digunakan untuk memastikan kandungan pulp telah memenuhi spesifikasi

raw juice, nilai pulp juga digunakan untuk mengetahui efesiensi kerja alat

centrifuge dan juga waktu proses sludging.

-Analisa Defect (Mayor dan Minor)

Analisa defect dilakukan untuk melihat adanya kotoran yang ada di dalam bahan,

berupa partikel hitam, kerak, pulp kasar, pasir, dan kotoran lainnya.Analisa defect
47

berfungsi untuk melihat efisiensi kerja sand cyclone dan juga mesin separator.

Sampel raw juice out dan raw juice dari holding tank sebanyak 500 mL dimasukkan

ke dalam beaker glass. Kemudian sampel tersebut diletakkan di dalam kotak defect

selama 15 menit. Kotak defect tersebut dilengkapi dengan lampu neon putih yang

terang untuk memudahkan pelaksana inspeksi melakukan perhitungan defect.

Setelah 15 menit maka partikel defect akan mengendap di permukaan bawah beaker

glass. Defect yang mengendap tersebut kemudian dihitung secara manual. Partikel

defect yang termasuk partikel defect minor adalah yang memiliki ukuran <1 mm,

sedangkan yang termasuk partikel defect mayor adalah partikel yang memiliki

ukuran ≥1 mm.

-Analisa Acidity

Analisa acidity digunakan unuk mengetahui nilai total asam organik di dalam

sampel raw juice. Sampel raw juice dari holding tank ditimbang menggunakan

neraca analitik. Sebelumnya, beaker glass 250 mL telah ditera pada neraca analitik,

sampel raw juice kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah ditera

ditimbang sebanyak 20 gram. Kemudian, sampel tersebut dititrasi menggunakan

buret digital. Selama sampel dititrasi, sampel diaduk menggunakan magnetic

stirrer. Sampel terus diaduk supaya sampel tetap homogen. Sampel dititrasi dengan

larutan NaOH 0,1 N sampai sampel memiliki pH 8,1-8,3. Volume larutan NaOH

0,1 N yang digunakan untuk titrasi kemudian dicatat dan dicari nilai total asam atau

acidity dari sampel tersebut dengan menggunakan rumus:

VNaOH ×0,64
Acidity (%)=
massasampel
48

-Analisa B/A Ratio

Analisa B/A ratio tidak memerlukan alat pengujian, melainkan hanya digunakan

metode menghitung dengan cara membagi nilai brix koreksi dengan nilai acidity

sampel. Nilai B/A ratio dihitung menggunakan rumus:

B Nilai brix koreksi


Ratio =
A Nilai acidity

-Analisa pH

pH sampel diukur menggunakan pH meter. Sampel yang akan diukur pH nya

dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. Sebelum digunakan, elektroda pH

meter harus terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan aquades lalu

dimasukkan ke dalam sampel. Setelah elektroda pH meter dimasukkan ke dalam

sampel, stirrer dimatikan. Kemudian ditunggu beberapa saat sampai indikator pH

meter menunjukkan nilai pH yang konstan. Dicatat nilai pH tersebut ke dalam form

inspeksi raw juice.

-Analisa Warna

Analisa warna pada sampel raw juice dari holding tank menggunakan dua macam

alat, yaitu agtron spectrophotometer dan hunterlab. Sebanyak 200 mL sampel

ditaruh di dalam wadah sampel. Wadah sampel tersebut kemudian ditaruh di atas

hunterlab untuk mengetahui nilai L,a,b sampel. Kemudian untuk mengetahui nilai
o
A (warna kuning / Yellow), maka digunakan Agtron spectrophotometer.
49

3.3.2 Inspeksi Selama Proses Evaporasi dan Blending PJC

Inspeksi selama proses evaporasi dan blending PJC bertujuan untuk menginspeksi

dan mengontrol kualitas juice concentrate selama proses evaporasi dan blending

dan hasil analisis dapat digunakan sebagai data untuk traceability produk apabila

terjadi penyimpangan pada produk akhir. Inspeksi dilakukan oleh pelaksana quality

control setiap jam.

Peralatan Inspeksi

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan inspeksi pada proses evaporasi dan

blending PJC adalah beaker glass 500 mL, refraktometer abbe, centrifuge, neraca

analitik, kotak defect, pH meter, buret digital, agtron spectrophotometer, dan

hunterlab.

Prosedur Pengujian

Pada prosedur pengujian konsentrat tahap evaporasi, sampel diambil dari finisher

evaporator APV sebanyak 400 mL. Pengambilan sampel pertama dilakukan 15

menit setelah juice masuk ke dalam mesin evaporator, setelah itu sampel diambil

secara berkala setiap jam sekali. Pengambilan sampel dari blending tank dilakukan

pada volume tangki ¼ penuh, ½ penuh, ¾ penuh, dan tangki penuh dengan

ketentuan volume disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Waktu pengadukan pada blending tank untuk inspeksi blending PJC

Rentang volume Waktu pengadukan


Blending tank
(L) (menit)
1/4 penuh 1800-3000 5
A, B, dan C
½ penuh 3800-5000 10
50

¾ penuh 6000-7000 15
Tangki penuh 7000-8000 15
¼ penuh 7800-5000 10
½ penuh 6800-8500 10
D
¾ penuh 11500-12500 10
Tangki penuh 13000 10
Sumber: PT Great Giant Food (2016).

Waktu pengadukan dihitung mulai dari berhentinya produk PJC yang masuk ke

tangki blending PJC dari finisher evaporator APV. Selama proses pengadukan

perlu diperhatikan agar tidak ada busa yang dihasilkan

Analisa fisik dan kimia yang dilakukan untuk sampel konsentrat dari finisher

evaporator APV dan sampel PJC dari blending tank meliputi brix, acidity, B/A

ratio, pH, pulp, defect (mayor/minor), serta warna (L,a,b,o A). Pada sampel PJC

dari blending tank terdapat analisa tambahan berupa analisa sensori meliputi aroma

dan rasa.

-Analisa Brix

Analisa brix sampel dari finisher evaporator APV dan blending tank dilakukan

dengan menggunakan refraktometer abbe. Analisa harus dilakukan segera setelah

sampel diambil dan dilakukan tanpa pengenceran. Prinsip kerja analisa brix yang

dilakukan sama dengan pada analisa brix sampel raw juice.

Nilai brix yang terbaca di alat refraktometer tersebut dicatat. Akan tetapi, nilai brix

yang ditulis di form inspeksi evaporator dan blending PJC adalah nilai brix koreksi.

Nilai brix dinyatakan dalam derajat brix (oBx) dan dihitung dengan menggunakan

rumus:
51

Brix Koreksi=Nilai brix terbaca pada alat +Faktor Koreksi

Faktor koreksi diperoleh dari konversi nilai acidity sampel yang sedang diuji. Di

laboratorium QC concentrate sudah terdapat tabel konversi nilai acidity sehingga

para pelaksana inspeksi tidak perlu lagi melakukan perhitungan konversi.

- Analisa Pulp

Sampel konsentrat dari finisher evaporator APV dan blending tank harus

mengalami pengenceran menjadi 12,8oBx terlebih dahulu sebelum dilakukan

analisa pulp. Proses pengencerannya adalah sebanyak 12,8 gram sampel ditimbang

di neraca analitik, kemudian ditambahkan aquades ke dalamnya sebanyak niai brix

yang terbaca pada refraktometer abbe. Jika terjadi kelebihan penimbangan, yaitu

massa sampel lebih dari 12,8 gram, jumlah aquades yang ditambahkan mengikuti

rumus:

Nilai brix yang terbaca pada alat


Volume aquades= × massa sampel yang tertimbang
12,8

Setelah dilakukan pengenceran pada sampel, sebanyak 10 mL sampel dimasukkan

ke dalam tabung centrifuge masing-masing sebanyak dua buah tabung centrifuge.

Sampel disentrifugasi selama tiga menit dengan kecepatan 1500 rpm. Setelah

proses sentrifugasi selesai, maka partikel pulp yang memiliki berat jenis yang lebih

besar akan mengendap di bagian bawah tabung. Tinggi endapan tersebut kemudian

diukur dalam bentuk mL. Nilai pulp sampel dihitung menggunakan rumus:

Tinggi endapan (mL)


Pulp (%)= ×100%
100 mL
52

-Analisa Defect (Mayor dan Minor)

Analisa defect dilakukan untuk melihat adanya kotoran yang ada di dalam sampel.

Sampel diletakkan di dalam kotak defect selama 15 menit. Kotak defect tersebut

dilengkapi dengan lampu neon putih yang terang untuk memudahkan pelaksana

inspeksi melakukan perhitungan defect. Setelah 15 menit, partikel defect akan

mengendap di permukaan bawah beaker glass. Jumlah defect yang mengendap

tersebut kemudian dihitung secara manual. Partikel defect yang termasuk partikel

defect minor adalah yang memiliki ukuran <1 mm, sedangkan yang termasuk

partikel defect mayor adalah partikel yang memiliki ukuran ≥1 mm.

Pada analisa sampel dari blending tank, jika terdapat defect mayor pada inspeksi

sampel di volume blending tank ¼ penuh, maka dilakukan analisa defect dengan

jumlah sampel lebih banyak sesuai aturan yang dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Jumlah sampel untuk perhitungan defect

Volume tangki Volume sampel (mL)


¼ penuh ± 200
½ penuh 400
¾ penuh 600
Tangki penuh 800
Sumber: PT Great Giant Food (2016).

-Analisa Acidity

Sampel konsentrat dari finisher evaporator APV dan blending tank harus

mengalami pengenceran terlebih dahulu sebelum dilakukan analisa acidity.

Pengenceran dilakukan dengan cara menimbang sejumlah 5 gram sampel


53

konsentrat, kemudian ditambahkan aquades hingga massa nya mencapai 80 gram.

Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai memiliki pH 8,1-8,3. Selama

sampel dititrasi, sampel diaduk menggunakan magnetic stirrer supaya sampel tetap

homogen. Volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi kemudian

dicatat dan dicari nilai total asam atau acidity dari sampel tersebut dengan

menggunakan rumus:

VNaOH ×0,64
Acidity (%)=
massasampel

-Analisa B/A Ratio

Analisa B/A ratio tidak memerlukan alat pengujian, melainkan hanya digunakan

metode menghitung dengan cara membagi nilai brix koreksi dengan nilai acidity

sampel. Nilai B/A ratio sampel dihitung menggunakan rumus:

B Nilai brix koreksi


Ratio =
A Nilai acidity

-Analisa pH

pH sampel diukur menggunakan pH meter. Sampel yang akan diukur pH nya

terlebih dahulu diencerkan pada pengenceran 12,8oBx, dengan cara pengenceran

yang sama yang dilakukan pada pengenceran sampel untuk analisa pulp. Sampel

kemudian dihomogenkan menggunakan stirrer. Sebelum digunakan, elektroda pH

meter harus terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan aquades lalu

dimasukkan ke dalam sampel. Setelah elektroda pH meter dimasukkan ke dalam

sampel, stirrer dimatikan. Kemudian ditunggu beberapa saat sampai indikator pH


54

meter menunjukkan nilai pH yang konstan. Dicatat nilai pH tersebut ke dalam form

inspeksi.

-Analisa warna

Analisa warna pada sampel dilakukan menggunakan dua macam alat, yaitu agtron

spectrophotometer dan hunterlab. Sebanyak 200 mL sampel ditaruh di dalam

wadah sampel. Wadah sampel tersebut kemudian ditaruh di atas hunterlab untuk
o
mengetahui nilai L,a,b sampel. Kemudian untuk mengetahui nilai A (warna

kuning / Yellow), maka digunakan agtron spectrophotometer.

-Analisa Sensori

Pengujian sensori dilakukan pada sampel PJC dari blending tank meliputi pengujian

aroma dan rasa. Pengujian dilakukan pada sampel yang telah diencerkan pada 12,5-

13,0oBx. Prosedur pengenceran sama seperti yang dilakukan pada pengenceran

untuk analisa pulp dan pH. Kemudian hasil pengujian sensori dicatat di dalam form

inspeksi dengan catatan sebagai berikut:

1. Dicatat “Normal” apabila aroma dan rasa khas nenas

2. Dicatat tidak “Normal” apabila aroma dan rasa menyimpang seperti alkoholik,

basi, pahit, gosong/sangit, bau oli, dan lainnya.

Bila terdapat penyimpangan pada hasil analisa terhadap spesifikasi dari konsumen,

maka segera diinformasikan ke operator produksi untuk dilakukan resetting pada

alat evaporator. Apabila ada penyimpangan pada produk akhir spesifikasi dari

konsumen, maka produk dapat dialihkan untuk pembeli lain atau dilakukan proses
55

reblending. Terutama untuk sampel PJC dari blending tank, apabila terdapat

penyimpangan serius meliputi defect, hasil pengujian sensori tidak normal, atau

hasil analisa mikrobiologinya menunjukkan terdapat kontaminasi maka segera

informasikan ke bagian produksi, bila perlu produk di hold/direject.

3.3.3 Inspeksi Filling

Inspeksi filling bertujuan untuk menginspeksi produk konsentrat selama proses

filling dan hasil analisa dapat digunakan sebagai data untuk traceability produk

apabila terjadi penyimpangan pada produk akhir.

Pada inspeksi filling, setelah ada kepastian bahwa hasil analisa blending telah sesuai

dengan spesifikasi dari konsumen, maka dilakukan inspeksi pada sampel yang telah

melewati mesin UHT untuk diperiksa brix, defect, dan warna. Apabila hasil analisa

ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi dari konsumen, maka segera informasikan

ke bagian produksi untuk melakukan reblending ataupun dihold. Pada pertengahan

batch, dilakukan inspeksi lagi terhadap sampel yang melewati mesin UHT,

terutama parameter brix dan warna. Bila terjadi penyimpangan melebihi 0,5 point,

maka beri keterangan di form inspeksi blending PJC bahwa telah terjadi perubahan

karakter produk. Bila penyimpangan melebihi point toleransi maka segera

informasikan ke bagian produksi untuk melakukan reblending ataupun dihold.

Pada saat filling diamati net weight (berat bersih) setiap drum/karton/bin dan di

catat kode drum atau bin yang digunakan untuk mengemas produk PJC tersebut.

Dicatat pula Q filling dan temperatur produk di holding tube setelah chilling dan

temperature chamber filler. Volume produk PJC yang difilling pun dicatat. volume

konsentrat yang difilling dihitung dengan menggunakan rumus:


56

Berat bersi (Kg)


Volume=
Kg
Berat Jenis ( USG )

Sedangkan untuk mencari total volume konsentrat yang difilling, maka dihitung

dengan menggunakan rumus:

Berat bersih (Kg)× ∑ drum


Volume=
Kg
Berat Jenis ( USG )

Berat jenis konsentrat diperoleh dari hasil konversi brix produk konsentrat menjadi

berat jenis. Pelaksana inspeksi tidak perlu melakukan perhitungan karena sudah

terdapat tabel hasil konversi brix produk konsentrat menjadi berat jenis di

laboratorium QC concentrate.

Pelaksana inspeksi juga melakukan pengamatan secara visual pada proses filling

yang meliputi kualitas penutupan cap pada bag hasil filling, kondisi drum yang

dipakai (tutup, lockring, dan body). Dilakukan pula analisis kebersihan, kerusakan

(sobek, berlubang, penyok), cat luar/dalam, dan berkarat/tidak.

3.3.4 Inspeksi Preparasi Media/ Sirup Nanas Kaleng

Inspeksi preparasi media/sirup nanas kaleng bertujuan untuk menginspeksi kualitas

bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan media nanas kaleng dan

menginspeksi preparasi media yang akan digunakan untuk media nanas kaleng agar

sesuai dengan spesifikasi. Inspeksi preparasi media dibagi menjadi dua,yaitu

inspeksi bahan baku dan preparasai media.


57

Pada prosedur inspeksi bahan baku media, data raw juice dapat dilihat dari laporan

inspeksi raw juice. Kemudian dilakukan pengujian organoleptik pada raw juice

yang akan digunakan sebagai bahan baku media meliputi pengujian aroma,

penampakan, dan rasa. Pada pergantian shift, periksa suhu dari stock media. Apabila

tidak sesuai, turunkan juice ke tangki preparasi untuk diproses sesuai dengan

spesifikasi yang ada. Apabila bahan baku berasal dari reprocess pineaplle

concentrate, dicatat data-datanya yang meliputi : nomor batch, tanggal produksi,

penyebab reprocess untuk memastikan bahwa bahan baku reprocess pineapple

concentrate masih dalam keadaan yang layak.

Pada inspeksi preparasi media, ambil sampel media dan lakukan analisa brix,

acidity, B/A ratio, defect dan penampakan warna media serta aromanya. Untuk

analisa brix dilakukan dengan menggunakan hand-refractometer. Untuk analisa

acidity menggunakan titrasi asam dan basa menggunakan buret. Titrasi dilakukan

pada 5 mL sampel media yang telah ditetesi 1 tetes indikator PP dengan larutan

NaOH 0,1 N. Volume NaOH tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai

acidity dari sampel. B/A ratio dihitung dengan membagi antara nilai brix dengan

nilai acidity sampel. Khusus pengujian aroma dan penampakan warna sampel

media dapat dilakukan secara visual. Akan tetapi, apabila jika ditemukan warna

yang tidak normal maka dapat dilakukan pengujian menggunakan colormeter.

Diperiksa apakah data hasil analisis telah sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan, apabila tidak dapat dilakukan dengan modifikasi berupa penambahan

asam sitratt, larutan gula, raw juice, atau mill juice. Periksa dan pastikan media

telah dipanaskan pada suhu 70-85oC, dan apabila terjadi penyimpangan segera

beritahu operator untuk diproses kembali dan dipanaskan kembali.


58

3.4 Perbandingan Sampel Uji

Foto sampel yang diuji serta hasil analisisnya pada tahap inspeksi raw juice,

inspeksi evaporasi dan blending PJC disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Foto sampel uji serta hasil analisisnya pada tahap inspeksi raw juice,
inspeksi evaporasi dan blending PJC

Sampel Raw Juice Sampel Holding Sampel Finisher Sampel Blending


Mesin Separator Tank Evaporator APV Tank

-Brix : 11,5 0Bx -Brix : 9,79 0Bx -Brix : 64,54 0Bx -Brix : 65,62 0Bx
-Pulp in : 22% -Pulp :10% -Pulp :12% -Pulp :10,5%
-Pulp out : 5% -pH : 3,84 -pH : 3,68 -pH : 3,77
-Defect : 0/19 -Acidity : 0,43% -Acidity : 2,84% -Acidity : 2,67%
Suhu Preheater : -Rasio B/A : 22,77 -Rasio B/A : -Rasio B/A :
90 0C -Defect : 0/18 22,73 24,58
-Colour : -Defect : 0/22 -Defect : 0/21
L : 50,62 -Colour : -Colour :
a : 4,65 L : 35,11 L : 36,65
b : 21,35 a : 4,97 a : 4,46
59

o
A : 85,7 b : 19,55 b : 20,77
o o
A : 54,0 A : 57,9
Sumber: PT Great Giant Food (2016).

3.4.1 Perbandingan Nilai Brix pada Sampel Uji

Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gram) setiap 100 gram larutan.

Brix adalah zat padat kering yang terlarut dalam suatu larutan yang dapat dihitung

sebagai sukrosa. Brix juga dapat didefinisikan sebagai prosentase massa sukrosa

yang terkandung di dalam massa larutan sukrosa. Sedangkan massa larutan sukrosa

adalah massa sukrosa yang ditambah dengan massa pelarutnya Karena dihitung

sebagai sukrosa yang merupakan jenis disakarida (gula) makanya dianggap sebagai

kandungan gula dalam sampel (Hidayanto, dkk., 2010).

Pengukuran nilai brix dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer abbe.

Prinsip kerja refraktometer ini adalah dengan menggunakan prinsip pembiasan

cahaya ketika melewati suatu larutan untuk mengetahui jumlah zat terlarut dalam

sampel. Pada saat pengujian sampel di alat refraktometer, sumber cahaya

ditransmisikan oleh serat optik ke salah satu sisi prisma dan secara internal akan

dipantulkan ke interface prisma dan sampel. Bagian cahaya ini akan dipantulkan

kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu, tergantung dari indeks bias

sampel. Indeks bias dari sampel bergantung pada kerapatan medium yang juga

merupakan fungsi dari konsentrasi (Shyam, 2002).

Nilai brix pada sampel raw juice out adalah 11,5oBx dan nilai brix raw juice di

holding tank adalah 9,79 0Bx. Penurunan nilai brix raw juice tersebut dikarenakan

raw juice di holding tank merupakan campuran raw juice out yang dihasilkan dari
60

mesin separator. Karena raw juice out yang dihasilkan oleh mesin separator

memiliki nilai brix yang berbeda-beda, sehingga dengan adanya pencampuran

maka raw juice pada holding tank bisa memiliki nilai brix yang lebih rendah atau

lebih tinggi dibandingkan dengan raw juice yang baru dikeluarkan dari mesin

separator.

Nilai brix pada sampel finisher evaporator APV adalah 64,54 0Bx dan pada sampel

blending tank sebesar 65,620Bx, jauh lebih besar dibandingkan nilai brix pada

sampel raw juice dari mesin separator dan holding tank. Peningkatan nilai brix ini

terjadi karena adanya proses pemekatan (evaporasi) yang menyebabkan hilangnya

jumlah kandungan air pada bahan, sehingga konsentrasi zat terlarut meningkat.

Menurut Hidayanto, dkk. (2010), semakin besar konsentrasi zat terlarut sampel,

maka semakin besar pula jumlah molekul dan atomnya yang berinteraksi dengan

gelombang cahaya, sehingga ketertinggalan fase yang dialami oleh gelombang

datang semakin besar. Hal ini berarti bahwa laju cahaya semakin kecil seiring

dengan bertambahnya konsentrasi larutan yang menyebabkan peningkatan pada

perolehan nilai brix.

Pada saat melakukan analisa brix, pelaksana inspeksi harus segera menganalisis

sampel supaya tidak terjadi penurunan suhu sampel. Hal ini dikarenakan semakin

tinggi suhu sampel maka nilai indeks biasnya akan semakin besar dan perolehan

nilai brix nya juga akan semakin tinggi. Apabila suhu meningkat, maka molekul-

molekul yang ada pada medium sampel menjadi lebih sering melakukan pergerakan

yang mengakibatkan medium akan semakin renggang dan kerapatanya berkurang.

Jadi, semakin lama sampel dianalisa maka suhunya dapat menurun dan perolehan

nilai brix akan menurun sehingga berakibat terjadinya kesalahan analisa.


61

Penyimpangan pada nilai brix dapat terjadi pada saat proses produksi PJC.

Penyimpangan nilai brix yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesifikasi pada

raw juice nanas dapat disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang terlalu

matang. Bahan baku yang terlalu matang mengandung gula yang yang lebih tinggi

yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai brix pada raw juice nanas. Nilai brix

raw juice nanas juga dapat lebih rendah dari spesifikasi disebabkan oleh adanya

kebocoran pada alat sehingga menyebabkan adanya air yang tercampur pada raw

juice nanas. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan

nilai brix pada raw juice nanas adalah dengan menginformasikan ke bagian raw

material cannery mengenai penggunaan bahan baku yang terlalu matang dan ke

bagian operator produksi untuk segera melakukan perbaikan terhada kebocoran

alat. Tindakan perbaikan penyimpangan nilai brix pada tahap blending PJC dapat

dilakukan dengan menginformasikan ke bagian operator untuk dapat mengatur

mesin evaporator. Tindakan perbaikan penyimpangan nilai brix pada produk akhir

konsentrat dapat dilakukan dengan menginformasikan ke bagian operator untuk

dapat melakukan tindakan hold ataupun reblending konsentrat.

3.4.2 Perbandingan Nilai Pulp pada Sampel Uji

Pulp merupakan padatan tersuspensi yang terdapat di dalam sari buah. Jus nanas

asli biasanya berwarna kuning pucat, keruh, dan ada endapan. Pulp tersebut yang

diduga mengakibatkan endapan. Kandungan pulp dapat dikurangi dengan

menggunakan teknik klarifikasi. Menurut Utami dkk. (2015), klarifikasi bertujuan

untuk menghilangkan sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan (filtrasi),

pengendapan, atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat
62

terjadinya pengendapan partikel-partikel pulp setelah sari buah dibotolkan, hal ini

tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen. Teknik

klarifikasi yang digunakan oleh juice concentrate department adalah sentrifugasi

dengan menggunakan disk bowl centrifuge.

Nilai pulp in dari raw juice adalah 22% sedangkan pulp out nya adalah 5%.

Penurunan nilai pulp ini disebabkan telah dilakukannya proses sentrifugasi pada

raw juice, dengan proses sentrifugasi maka pulp dari raw juice dibuang sehingga

kandungan pulp nya menurun sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Nilai pulp

dari holding tank mengalami peningkatan dari nilai pulp out raw juice yang keluar

dari mesin separator. Hal ini dikarenakan terjadi pencampuran raw juice di holding

tank agar raw juice yang akan masuk ke tahap evaporasi sesuai dengan spesifikasi

yang telah ditentukan, sehingga akan terjadi perubahan nilai pulp. Nilai pulp dari

sampel holding tank, finisher evaporator APV, dan blending tank tidak banyak

mengalami perubahan karena tidak ada proses klarifikasi lagi setelah melewati

mesin separator

Penyimpangan nilai pulp dapat diatasi dengan meyampaikan ke bagian operator

produksi agar dilakukan tindakan pengaturan waktu sludging pada mesin separator.

3.4.3 Perbandingan Nilai pH pada Sampel Uji

pH merupakan skala yang menunjukkan kadar hidrogen yang terlarut dalam larutan.

pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh

suatu zat, larutan atau benda. Menurut Tressler dan Joslyn (1961), nilai pH sebagian

besar sari buah berkisar antara 3,0 dan 4,0. Berdasarkan hasil analisa sampel dari
63

holding tank, finisher evaporator APV, dan blending tank diperoleh nilai pH secara

berturut-turut yaitu 3,84, 3,68, dan 3,77.

pH jus nanas yang dihasilkan seluruhnya menunjukkan pH asam. Hal ini diduga

bahwa jus yang berbahan baku nanas bersifat asam karena masih mengandung asam

askorbat yaitu prekursor vitamin C. Sari buah biasanya memiliki pH rendah karena

kaya akan asam organik. Kandungan asam organik inilah yang membuat sari buah

merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan jamur dan yeast yang sangat

tahan terhadap asam (Kusuma, dkk., 2007). Sehingga perlu dilakukan upaya untuk

mempertahankan nilai pH tidak keluar dari spesifikasi. Jika terjadi penyimpangan

pada nilai pH maka segera informasikan ke bagian operator produksi untuk dapat

melakukan tindakan perbaikan berupa penambahan Bahan Tambahan Pangan

(BTP) ke dalam produk konsentrat agar nilai pH sesuai dengan spesifikasi yang

tealh ditentukan.

3.4.4 Perbandingan Nilai Acidity pada Sampel Uji

Sari buah nanas kaya akan kandungan asam organik berupa asam askorbat yang

merupakan prekursor vitamin C. Nilai acidity dari sampel raw juice holding tank

adalah 0,43%, sedangkan nilai acidity sampel dari finisher evaporator APV dan

blending tank mengalami peningkatan menjadi 2,84% dan 2,67%. Menurut

Kadarisman dkk. (2003), berkurangnya volume bahan setelah proses evaporasi

menyebabkan meningkatnnya konsentrasi total asam per satuan volume konsentrat

sehingga nilai acidity nya naik. Tetapi sebenarnya jika kita membagi dengan

volume awal bahan maka telah terjadi penurunan total asam di dalam bahan akibat

turut menguapnya komponen komponen asam selama evaporasi berlangsung dalam


64

keadaan vakuum. Oleh sebab itulah, sampel yang telah mengalami proses evaporasi

memiliki nilai acidity yang lebih besar dibandingkan dengan sampel raw juice dari

holding tank. Jika terjadi penyimpangan nilai acidity sampel dari spesifikasi maka

segera informasikan ke bagian operator produksi untuk dapat melakukan tindakan

perbaikan berupa penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ke dalam produk

konsentrat agar nilai acidity sesuai dengan spesifikasi yang tealh ditentukan.

3.4.5 Perbandingan Defect pada Sampel Uji

Berdasarkan hasil analisa sampel dari raw juice out, holding tank, finisher

evaporator APV, dan blending tank diperoleh nilai defect secara berturut-turut yaitu

0/19, 0/18, 0/22, dan 0/21. Nilai defect pada sampel raw juice out, holding tank,

finisher evaporator APV, dan blending tank tidak memiliki perbedaan yang besar

sebab defect yang merupakan benda asing berupa kotoran, parikel hitam, kerak,

pasir, pulp kasar, dan lainnya, telah dihilangkan pada tahap separasi menggunakan

sand cyclone dan mesin disk bowl centrifuge. Tahap separasi ini merupakan tahap

penting untuk mengontrol nilai defect agar sesuai dengan spesifikasi. Nilai defect

yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan membuat produk menjadi tidak layak

secara kualitas sensori.

Bentuk penyimpangan berupa tingginya nilai defect pada sampel dapat disebabkan

oleh beberapa hal, yaitu banyak ditemukan mata nanas, banyak ditemukan partikel

hitam atau kerak, dan banyak ditemukan pasir atau kotoran lainnya. Penyimpangan

berupa banyaknya ditemukan mata nanas pada sampel mungkin diakibatkan adanya
65

kerusakan pada mesin pressing berupa strainer mesin pressing yang rusak.

Tindakan perbaikan apabila banyak ditemukan mata nanas adalah dengan

menginformasikan ke bagian operator produksi untuk melakukan perbaikan di

mesin pressing. Penyimpangan berupa banyaknya ditemukan partikel hitam atau

kerak pada sampel diakibatkan oleh penggunaan suhu preheating yang terlalu

tinggi sehingga menyebabkan kegosongan yang dapat menimbulkan kerak.

Tindakan perbaikan apabila banyak ditemukan partikel hitam atau kerak adalah

dengan menginformasikan ke bagian operator produksi untuk melakukan

pengontrolan suhu preheating dan volume slurry yang dipanaskan. Penyimpangan

berupa banyaknya ditemukan pasir, pulp, atau kotoran lainnya pada sampel

diakibatkan oleh adanya kerusakan pada mesin separator atau penggunaan waktu

sludging yang kurang tepat. Tindakan perbaikan apabila banyak ditemukan pasir,

pulp, atau kotoran lainnya adalah dengan menginformasikan ke bagian operator

produksi untuk melakukan perbaikan pada mesin separator dan pengontrolan

terhadap waktu sludging.

3.4.6 Perbandingan Warna pada Sampel Uji

Mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor,

antara lain cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktor-faktor

lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan menjadi

parameter kualitas penilaian konsumen. Sistem pengukuran yang akurat, dan rinci

merupakan cara dalam meningkatkan kontrol kualitas. Warna sampel uji

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya warna bahan baku serta proses
66

browning pada sampel. Pengujian warna sampel di bagian QC concentrate

menggunkan dua jenis alat yaitu agtron spectrophotometer dan hunterlab.

Alat hunterlab menggunakan sistem warna Hunter untuk menginterpretasikan

warna dari sampel yang diujikan. Menurut Sari dkk. (2012), sistem warna Hunter

memiliki tiga atribut yaitu nilai L, a, dan b. Lokasi warna pada sistem ini ditentukan

dengan koordinat L∗, a∗, dan b∗. L∗ menunjukkan perbedaan antara cerah atau

terang (L∗ = 100) dan gelap (L∗ = 0). a∗ menunjukkan perbedaan antara hijau (a*:

0 sampai -80 untuk warna hijau) dan merah (a*: 0 sampai 100 untuk warna merah).

b∗ menunjukkan perbedaan antara biru (b∗: 0 sampai -70 untuk warna biru) dan

kuning (b∗: 0 sampai 70 untuk warna kuning).

Berdasarkan hasil analisa menggunakan alat hunterlab, nilai L dari sampel raw

juice holding tank adalah 50,62, nilai L sampel konsentrat dari finisher evaporator

APV adalah 35,11 dan dari blending tank adalah 36,65. Sampel raw juice holding

tank memiliki nilai L yang lebih rendah dikarenakan secara visual memang

warnanya yang cenderung lebih cerah. Sedangkan pada sampel konsentrat dari

finisher evaporator APV dan dari blending tank memiliki nilai L yang lebih rendah

dikarenakan secara visual memang warnanya cenderung lebih gelap dibandingkan

dengan sampel raw juice. Proses evaporasi telah menyebabkan terjadi rekasi

oksidasi asam askorbat dan reaksi Maillard yang menyebabkan reaksi pencoklatan

pada juice nanas. Hal inilah yang menyebabkan sampel konsentrat dari finisher

evaporator APV dan dari blending tank memiliki warna yang lebih gelap dan nilai

L yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel raw juice dari holding tank.
67

Berdasarkan hasil analisa dengan alat hunterlab, nilai a untuk sampel raw juice dari

holding tank adalah 4,65, sampel konsentrat dari finisher evaporator APV sebesar

4,97, dan sampel konsentrat dari blending tank sebesar 4,46. Hal ini menunjukkan

kecenderungan warna merah pada sampel. Semakin tinggi nilai a yang ditunjukkan

maka semakin tinggi kecenderungan warna merah dari sampel yang diuji.

Berdasarkan hasil analisa dengan alat hunterlab, nilai b untuk sampel raw juice dari

holding tank adalah 21,35, sampel konsentrat dari finisher evaporator APV sebesar

19,55, dan sampel konsentrat dari blending tank sebesar 20,77. Hal ini dikarenakan

adanya proses pemanasan menggunakan suhu tinggi pada proses evaporasi

menyebabkan reaksi oksidasi asam askorbat dan reaksi Maillard pada bahan,

sehingga terjadi reaksi pencoklatan. Reaksi pencoklatan menyebabkan tingkat

kecenderungan warna kuning dari sampel finisher evaporator APV dan blending

tank lebih rendah dibandingkan dengan sampel raw juice. Dibandingkan dengan

nilai a, nilai b sampel lebih penting karena sari buah nanas memiliki kecenderungan

untuk berwarna kuning pucat dan keruh, sehingga nilai b berfungsi untuk

menunjukkan tingkat warna kuning pada sampel. Nilai b juga dapat dijadikan

referensi untuk melihat apakah telah terjadi proses pencoklatan yang berlebihan

pada produk atau tidak. Jika ternyata terdapat penyimpangan maka dapat segera

dilakukan perbaikan pada suhu proses yang digunakan.

Pengujian sampel menggunakan agtron spectrophotometer digunakan untuk

mengetahui derajat agtron dari sampel (0A). Derajat agtron digunakan untuk

mengetahui tingkat kejernihan atau clarity dari sampel. Berdasarkan hasil

pengujian, derajat agtron dari sampel raw juice adalah 85,7 0A, sampel konsentrat
68

dari finisher evaporator APV sebesar 54,0 0A, dan sampel konsentrat dari blending

tank sebesar 57,9 0A. Penurunan nilai derajat agtron pada sampel konsentrat

disebabkan karena adanya proses evaporasi. Proses evaporasi atau pemekatan

menyebabkan hilangnya sebagian pelarut yang menyebabkan peningkatan

konsentrasi zat terlarut. Hal ini menyebabkan penurunan tingkat kecerahan (clarity)

pada sampel. Oleh karena itulah derajat agtron sampel konsentrat dari finisher

evaporator APV dan blending tank lebih rendah dibandingkan dengan sampel raw

juice dari holding tank.

Penyimpangan warna sampel yang keluar dari spesifikasi dapat terjadi misalnya

warna sampel yang lebih coklat ataupun lebih gelap. Tindakan perbaikan yang

dapat dilakukan adalah dengan menginformasikan ke bagian operator produksi

untuk melakukan pengaturan suhu pada mesin evaporator.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada kegiatan praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Proses produksi Pineapple Juice Concentrate (PJC) di PT Great Giant Food

dimulai dari unit raw material, tahap pembuatan slurry, tahap pemanasan

awal slurry, tahap pengepresan slurry, tahap separasi, tahap holding raw

juice, tahap evaporasi raw juice, tahap blending PJC, tahap filling, tahap

penggudangan, dan tahap stuffing serta pengiriman produk.

2. Proses quality control secara fisik dan kimia pada produk Pineapple Juice

Concentrate meliputi inspeksi raw juice, inspeksi evaporasi dan blending

PJC, inspeksi filling, serta inspeksi stuffing dan peti kemas. Selain itu quality

control concentrate department juga menangani proses quality control dari

preparasi media/sirup nanas kaleng.

3. Inspeksi raw juice terdiri dari inspeksi raw juice pada mesin separator dan

raw juice pada holding tank. Inspeksi raw juice pada mesin separator meliputi

analisa brix, pulp in, pulp out, defect (mayor), dan suhu preheater. Inspeksi

raw juice pada holding tank meliputi analisa brix, acidity, rasio B/A, pH,

pulp, defect (mayor/minor), warna (L, a, b, 0A), dan kandungan nitrat.

4. Inspeksi tahap evaporasi dan blending PJC meliputi analisa brix, acidity, rasio

B/A, pH, pulp, defect (mayor/minor), serta warna (L, a, b, 0A).


70

5. Inspeksi filling meliputi analisa brix, defect, warna (L, a, b, 0A), kode drum,

kondisi drum, net weight, cup, aseptic bag, plastik partisi, vakum, tag luar,

tag dalam, dan kode.

6. Inspeksi stuffing dan peti kemas meliputi kelengkapan dokumen produk,

kondisi pallet, kondisi kebersihan drum, dan kondisi kontainer.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk penulisan laporan praktik umum

selanjutnya apabila terdapat mahasiswa yang melaksanakan praktik umum di

bagian quality control concentrate PT Great Giant Food adalah untuk dipelajari

juga proses quality control secara mikrobiologi pada produk Pineapple Juice

Concentrate (PJC), selain mempelajari proses quality control secara fisik dan

kimia-nya. Selain itu sebaiknya dipelajari juga tentang proses quality control

produk juice concentrate department yang lainnya, berupa produk Clarrified

Pineapple Concentrate (CPC), Deionized Clarrified Pineapple Concentrate

(DCPC), dan Not From Concentrate (NFC).


DAFTAR PUSTAKA

Cruess, W. V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Product. McGraw Hill Book
Co. New York.

Heldman, D.R. dan D.B. Lund. 1992. Handbook of Engineering. Marcel dekker
Inc. New York.

Hidayanto, E, A. Rofiq, dan H. Sugito. Aplikasi Portable Brix Meter untuk


Pengukuran Indeks Bias. J. Berkala Fisika 13 (4) : 113-118.

Kadarisman, D., Sunarmani, dan M. Arintawati. 2003. Mempelajari Perubahan


Fisika dan Kimia Sari Buahjeruk Siam (C. Nobilis Var Microcarpa) dan
Proses Penguranganrasa Pahit Dalam Pembuatan Konsentrat. Bul. Pen. Ilmu
dan Tek. Pangan IV (I): 61-68.

Kusuma, H.R., T. Ingewati, N. Indraswati, dan Martina. 2007. Pengaruh


Pasteurisasi terhadap Kualitas Jus Jeruk Pacitan. J. Widya Teknik 6(2) :142-
151.

Muchtadi, TR. 2000. Fisiologi Pasca Panen: Pelatihan Pasca Panen dan Prosesing
Hortikultura. BPLLP Ciawi. Bogor.

Novianti, D. 1999. Proses Pengolahan Konsentrat Nanas (Ananas comosus L.


merr) di PT Great Giant Pineapple Coy Lampung Tengah. [Laporan Praktik
Umum]. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rukmana, R. 1996. Nanas : Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

Sari, I. A., A. W. Susilo, Yusianto, dan S. Wardani. 2012. Karakterisasi dan


Penentuan Warna Biji pada Beberapa Genotipe Kakao Mulia (Theobroma
Cacao L.) Sebagai Kriteria Seleksi. J. Pelita Perkebunan 28 (3) :136-144.

Setya, A. W. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian,


Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.

Shyam, S. 2002. Refractive Index Measurement and Its Applications. J. Physics


Scripta 65 : 167-180.

Tressler, K.A. dan M.A. Joslyn. 1961. Fruit and Vegetables Juice Processing and
Technology. The Avi Publishing Co. Connecticut.
72

Utami, R., E. Widowati, dan A. Rahayu. 2015. Screening dan Karakterisasi


Pektinesterase Sebagai Enzim Potensial dalam Klarifikasi Sari Buah Jeruk
Keprok Garut ( Citrus nobilis var. Chrysocarpa). J. Agritech 35 (4) : 422-
433.

Wirakartakusumah, A. 1989. Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.

Yunitasari, H. dan A. Yuniawan. 2006. Analisis Pengaruh Kesadaran Merek,


Persepsi Kualitas, dan Loyalitas Merek terhadap Nilai Pelanggan Mobil
Merek Toyota. J. Studi Manajemen dan Organisasi 3(2) : 15-28.
LAMPIRAN
74

PT Great Giant Food : Jalan Raya Lintas Timur KM 77, Kecamatan Terbanggi
Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Gambar 4. Denah Lokasi PT Great Giant Food


75

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
76

Gambar 5. Alat Produksi Pineapple Juice Concentrate (a) Unit raw material (b)
Mesin Rietz Disintegrator (c) Mesin Pres (d) Mesin Separator (e) Mesin Evaporator
(f) Blending tank

(a) (b)
(c) (d)

(e)
(f)
77

Gambar 6. Peralatan Pengujian Quality Control (a) Refraktometer (b) Buret Digital
dan pH meter (c) Centrifuge (d) Kotak defect (e) Agtron Spectrophotometer (f)
Hunterlab

JUICE PLAN CONCENTRATE PLAN

Prepa APV
rasi
Raw Blending
Media
Juice

U Filling
Room Frozen Frozen
H
T Room Room

FMC

STUFFING AREA
MILL PLAN

Gambar 7. Denah Lokasi Area dan Alur Proses Quality Control


78
79
80
81
82
83

Anda mungkin juga menyukai