Anda di halaman 1dari 24

Dosen : Yunda Indrawati Tasik, SKM.,M.

Kes
Tugas : Pengolahan Limbah Cair Domestik

“Pengolahan Limbah Cair Domestik


Industri Tahu Tempe Secara Biologi
dengan RBC”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
1. DEVIYANTI M.15.02.006
2. FIKRYYAH. S M.15.02.008
3. MEGAWATI M.15.02.015
4. RAHMA M M.15.02.024
5. ROSALIA M.15.02.029
6. RUSMAYANTI M.15.02.030

PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEGA BUANA PALOPO
TAHUN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan Rahmat serta KaruniaNya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengolahan Limbah Cair
Domestik secara Biologi dengan RBC”
Kami menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari sempurna,
namun demikian kami telah berupaya dengan tetap mempertimbangkan
mutu sesuai dengan tingkat pengetahuan kami. Harapan kami, laporan ini
dapat memenuhi tujuannya dan bermanfaat bagi yang memerlukan. Saran
dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusun laporan ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi usaha kita. Amin

Palopo, Maret 2018

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i


Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II Tinjauan Pustaka


A. Defenisi Limbah Cair Domestik?.......................................................... 4
B. Prinsip Metode RBC (Rotating Biological Contractor) ........................ 4
C. Pertumbuhan Mikroorganisme dalam RBC .......................................... 6
D. Proses Pengolahan Limbah Cair secara Biologi dengan Metode RBC. 8
E. Keunggulan dan Kelemahan RBC ...................................................... 11
F. Landasan Teori tentang Tahu Tempe ................................................. 11
G. Karakteristik Limbah Proses Pembuatan Tahu Tempe ....................... 12
H. Gambaran Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe dengan
Metode RBC ................................................................................................ 13
BAB III Pembahasan ................................................................................ 16
A. Permasalahan Hasil Survei Lapangan .............................................. 16
B. Usulan Alternatif Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe ............... 18
BAB IV Penutup ......................................................................................... 20
A. Kesimpulan ......................................................................................... 20
B. Rekomendasi ....................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan
banyak memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan
adalah kedelai (Glycine spp).
Pada industri tahu dan tempe, air banyak digunakan sebagai bahan
pencuci dan merebus kedelai, oleh karena itu limbah yang dihasilkan juga
cukup besar. Sebagai contoh limbah industri tahu tempe di Jl Ahmad
Razak, Kelurahan Dange Rakko, Kecamatan Wara memerlukan
pengolahan limbah yang dihasilkan karena besrnya terhadap beban
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang
cukup serius terutama untuk perairan di sekitar industri tahu tempe.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat di lakukan pengolahan dengan
cara proses biologis-aerobatik yakni proses dengan metode RBC (Rotating
Biological Contractor). RBC merupakan reaktor yang tidak memerlukan
aerasi karena media tempat menempel mikroorganisme (disk atau
piringan) dapat berputar, sehingga ada bagian yang tercelup cairan air
limbah yang dan kemudian bersentuhan langsung dengan udara. Mikroba
yang tumbuh alami dipermukaan piringan RBC terdiri dari berbagai
macam bakteri. Spesies dominan pada biofilm tergantung pada
karakteristik limbah dan kondisi operasi reaktor.
Adaptasi unik. Inilah sebutan yang diberikan kepada Rotating
Biological Contactor (RBC) karena modifikasinya khas sebagai proses
pertumbuhan lekat (attached growth process). Sesuai dengan namanya,
unit pengolah air limbah ini berotasi dengan pusat pada sumbu atau as
yang digerakkan oleh motor drive system dan/atau tiupan udara (air drive
system) dari difusser yang dibenam dalam air limbah, di bawah media.
Berbahan plastik, media tempat pelekatan mikroba dipasang sedemikian

1
rupa sehingga terjadi kontak yang seluas-luasnya dengan air limbah dan
oksigen yang terjadi silih berganti.
Di dalam pengolahan limbah cair ada banyak cara yang bias dilakukan
tergantung dari limbah tersebut, setiap cara atau proses yang digunakan
pastinya memiliki kelebihan maupun kekurangan masing2 , di dalam
makalah ini kita akan membahas salah satu cara pengolahan limbah
dengan metode RBC atau rotating biological contactor.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa rumusan

masalah yang ditemukan, yaitu :

1. Apakah Defenisi Limbah Cair Domestik?

2. Bagaimana Prinsip Metode RBC (Rotating Biological Contractor) ?


3. Bagaimana Pertumbuhan Mikroorganisme dalam RBC ?
4. Bagaimana Proses Pengolahan Limbah Cair secara Biologi dengan
Metode RBC ?
5. Apa Keunggulan dan Kelemahan RBC ?
6. Bagaimana Landasan Teori tentang Tahu Tempe ?
7. Bagaimana Karakteristik Limbah Proses Pembuatan Tahu Tempe ?
8. Bagaimana Gambaran Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe dengan
Metode RBC ?
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Defenisi Limbah Cair Domestik!

2. Untuk Mengetahui Prinsip Metode RBC (Rotating Biological Contractor)

3. Untuk Mengetahui Pertumbuhan Mikroorganisme dalam RBC !

4. Untuk Mengetahui Proses Pengolahan Limbah Cair secara Biologi

dengan Metode RBC !

2
5. Untuk Mengetahui Keunggulan dan Kelemahan RBC !

6. Untuk Mengetahui Landasan Teori tentang Tahu Tempe !

7. Untuk Mengetahui Karakteristik Limbah Proses Pembuatan Tahu Tempe

8. Untuk Mengetahui Gambaran Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe

dengan Metode RBC !

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Limbah Cair Domestik

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112


Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang dimaksud
dengan Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan
atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran),
perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Limbah cair domestik atau air limbah rumah tangga merupakan
buangan manusia (tinja dan air seni) dan sullage, yaitu air limbah yang
dihasilkan kamar mandi, pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta
kegiatan rumah tangga lainnya (Sugiharto, 1987).
Limbah cair domestik adalah limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan
rumah tangga. Contoh limbah domestik ini adalah air bekas cucian yang
mengandung detergen, minyak, air yang terbuang saat mandi yang
mengandung banyak sabun, dan kotoran manusia. Limbah-limbah ini
memang tidak terlalu menganggu lingkugan bila jumlahnya tidak terlalu
banyak. Akan tetapi bila terakumulasi dan menjadi satu, limbah ini dapat
menjadi masalah bagi kehidupan organisme lainnya, contohnya kelestarian
ekosistem sungai sehingga berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila
tidak dikelola dengan semestinya.

B. Prinsip Metode RBC (Rotating Biological Contractor)


Reaktor Kontak Biologis atau Rotating Biological Contractor
disingkat RBC merupakan adaptasi dari proses pengolahan air limbah
dengan biakan melekat (attached growth). Media yang di pakai berupa
piring (disk) tipis yang berbentuk bulat yang di pasang berjajar dalam suatu
poros yang terbuat dari baja, selanjutnya di putar dalam raktor khusus
dimana di dalamnya di alirkan air limbah secara kontinyu.

4
Media yang digunakan biasanya terdiri dari lembaran plastik dengan
diameter 2-4 meter, dengan ketebalan 0,8 sampai beberapa mm. Material
yang lebih tipis dapat digunakan dengan cara di bentuk bergelombang atau
berombak dan di tempelkan di antara disk yang rata dan diletakkan menjadi
satu unit modul jarak antara dua disk yang rata berkisar antara 30-40 mm.
Disk atau piring tersebut dilekatkan pada poros baja dengan panjang
mencapai 8 m, tiap poros yang sudah di pasang media diletakkan di dalam
tanki atau bak reaktor RBC menjadi satu modul RBC. Beberapa modul
dapat di pasang secara seri atau paralel untuk mendapatkan tingkat kualitas
hasil olahan yang diharapkan.
Modul-modul tersebut di putar dalam keadaan tercelup sebagian yakni
sekitar 40% dari diameter disk. Kira-kira 95% dari seluruh permukaan
media secara bergantian tercelup ke dalam air limbah dan berada di atas
permukaan ari limbah (udara). Kecepatan perputaran bervariasi antara 1-2
RPM. Mikroorganisme tumbuh pada permukaan media dengan sendirinya
dan mengambil makanan (zat organik) di dalam air limbah dan mengambil
oksigen dari udara untuk menunjang proses metabolismenya. Tebal biofilm
yang terbentuk pada permukaan media dapat mencapai 2-4 mm tergantung
dari beban organik yang masuk ke dalam reaktor serta kecepatan
putarannya. Apabila beban organik terlalu besar kemungkinan terjadi
kondisi anaerob dapat terjadi, oleh karena itu pada umumnya di dalam
reaktor dilengkapi dengan perlengkapan injeksi udara yang diletakkan dekat
dasar bak, khususnya untuk proses RBC yang terdiri dari beberapa modul
yang dipasang seri.
Pada kondisi yang normal substrat carbon (zat organik) dihilangkan
secara efektif pada tahap awal (stage pertama), dan proses nitrifikasi
menjadi sempurna setelah tahap ke lima. Pada umumnya perencanaan
sistem RBC terdiri dari 4-5 modul (tahap) yang dipasang seri untuk
mendapat proses nitrifikasi yang sempurna.
Proses pengolahan air limbah dengan metode RBC adalah proses yang
relatif baru dari seluruh proses pengolahan air limbah yang ada, oleh karena

5
itu pengalaman dengan penggunan skala penuh masih terbatas, dan proses
ini banyak digunakan untuk pengolahan air limbah domestik atau perkotaan.
Satu modul dengan diameter 3,6 m dan panjang poros 7,6 m mempunyai
luas permukaan media mencapai 10.000 m² untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini memungkinkan dari sejumlah biomasa yang
terkelupas biasanya merupakan biomasa dengan air limbah dalam waktu
yang relatif singkat , dan dapat tetap terjaga dalam keadaan stabil serat dapat
menghasilkan hasil air olahan yang cukup baik. Resirkulasi air olahan ke
dalam reaktor tidak diperlukan. Biomasa yang terlepas biasanya merupakan
biomasa yang relatif padat sehingga dapat mengendap dengan baik di dalam
bak pengendapan akhir. Dengan demikian sistem RBC konsumsi energinya
lebih rendah. Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah lebih sensitif
terhadap perubahan suhu.

C. Pertumbuhan Mikroorganisme dalam RBC


Reaktor Biologis Putar (Rotating Biological Contractor) disingkat
RBC adalah salah satu pengolahan limbah cair yang mengandung polutan
organik secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached cultur).
Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air yang
mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan mikroorganisme
(microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam suatu
reaktor. Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk)
dari bahan polimer atau plastik yang ringan dan di susun dari berjajar pada
suatu poros sehingga membentuk suatu model atau paket, selanjutnya modul
tersebut di putar secara perlahan dalam keadaan tercelup sebagian kedalam
air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikroorganisme seperti alga, protozoa,
bakteri, fungi dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang
berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikroorganisme
yang disebut biofilm (lapisan biologis). Mikroorganisme akan menguraikan
atau mengambil senyawa organik yang ada di dalam air atau dari udara

6
untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam
air limbah berkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis
tersebut tercelup ke dalam air limbah, mikroorganisme menyerap senyawa
organik yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm,
dan pada saat biofilm berada di atas permukaan air, mikroorganisme
menyerap oksigen dari udara atau oksigen yang terlarut di dalam air untuk
menguraikan senyawa organik. Energi hasil menguraikan senyawa organik
tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk proses perkembang-biakan
atau metabolisme. Senyawa hasil proses metabolisme mikroorganisme
tersebut akan keluar dari biofilm dan terbawa oleh air aliran air atau yang
berupa gas akan tersebar ke udara melalui rongga-rongga yang ada pada
mediumnya, sedangkan untuk untuk padatan tersuspensi (SS) akan tertahan
pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan akan terurai menjadi bentuk
yang larut dalam air.
Pertumbuhan mikroorganisme atau biofilm tersebut makin lama
semakin tebal, sampai akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan
mengelupas dari mediumnya dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya,
mikroorganisme pada permukaan medium akan tumbuh lagi dengan
sendirinya hingga terjadi kesetimbangan sesuai dengan kandungan senyawa
organik yang ada dalam air limbah. Secara sederhana proses penguraian
senyawa organik oleh mikroorganisme di dalam RBC dapat di gambarkan
seperti gambar berikut

Mekanisme proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme


di dalam RBC.

7
Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun
kontruksinya sederhana, kebutuhan energi relatif lebih kecil, tidak
memerlukan udara dalam jumlah yang besar, lumpur yang terjadi relatif
kecil dibandingkan dengan proses pengolahan lumpur aktif, serta relatif
tidak menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni
sensitif terhadap temperatur.

D. Proses Pengolahan Limbah Cair secara Biologi dengan Metode RBC


Secara garis besar proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC
terdiri dari bak pemisah pasir, bak pengendap awal, bak kontrol aliran,
reaktor/kontraktor biologis putar (RBC), bak pengendap akhir, bak
khlorinisasi, serta unit pengolahan lumpur. Diagram proses pengolahan air
limbah dengan sistem RBC adalah seperti pada gambar berikut :

Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC

1. Bak Pemisah Air


Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir,
sehingga kotoran yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan.
Sedangkan kotoran yang mengambang misalnya sampah, plastik,

8
sampah kain dan lainnya tertahan pada sarangan (screen) yang dipasang
pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.
2. Bak Pengendap Awal
Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak
pengedap awal. Di dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan
tersuspensi sebagian besar mengendap. Waktu tinggal di dalam bak
pengedap awal adalah 2 – 4 jam, dan lumpur yang telah mengendap
dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.
3. Bak Kontrol Aliran
Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan,
kelebihan debit air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol aliran untuk
disimpan sementara. Pada waktu debit aliran turun / kecil, maka air
limbah yang ada di dalam bak kontrol dipompa ke bak pengendap awal
bersama-sama air limbah yang baru sesuai dengan debit yang
diinginkan.
4. Kontaktor (reaktor) Biologis Putar
Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari
bahan polimer atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau
dirakit pada suatu poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup
sebagian ke dalam air limbah. Waktu tinggal di dalam bak kontaktor
kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian, mikro-organisme akan
tumbuh pada permukaan media yang berputar tersebut, membentuk
suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri dari berbagai
jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi, dan
lainnya. Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah
yang akan menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah.
Lapsian biologis tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya
beratnya akan mengelupas dengan sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut
akan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh
dan berkembang lagi pada permukaan media dengan sendirinya.

9
5. Bak Pengendap Akhir
Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya
dialirkan ke bak pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3
jam. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari
RBC lebih mudah mengendap, karena ukurannya lebih besar dan lebih
berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir relaitif sudah
jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur yang
mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur bersama-
sama dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.
6. Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih
mengandung bakteri coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat
berpotensi menginfeksi ke masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal
tersebut, air limbah yang keluar dari bak pengendap akhir dialirkan ke
bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme patogen yang ada
dalam air. Di dalam bak khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan senyawa
khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu sehingga seluruh
mikro-orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari bak
khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.
7. Bak Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak
pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak
tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan dengan cara
didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya mengendap, selanjutnya
air supernatant yang ada pada bagian atas dialirkan ke bak pengendap
awal, sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke bak pengering
lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik dikirim
ke pusat pengolahan lumpur di tempat lain.

10
E. Keunggulan dan Kelemahan RBC

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah denga sistem


RBC antara lain :

1. Pengoperasian alat serta perawatannya mudah.


2. Untuk kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif
konsumsi energi lebih rendah.
3. Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap
fluktuasi beban pengoalahan.
4. Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan
ammonium lebih besar.
5. Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur
aktif.

Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah


dengan sistem RBC antara lain yakni :

1. Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulit dilakukan.


2. Sensitif terhadap perubahan temperatur.
3. Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.
4. Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang
timbul bau yang kurang sedap.

F. Landasan Teori Tahu Tempe

Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan
prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Tahu
adalah makan padat yang terbuat atas cetakan sari kedelai dengan proses
pengendapan protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan
penambahan zat lain yang diizinkan. Pada proses pembuatannya akan
menghasilkan zat sisa seperti air bekas olahan kedelai dan juga ampasnya.
Tempe juga merupakan olahan dari kedelai yang difermentasikan.
Proses pembuatan tempe menggunakan fermentasi yang dilakukan oleh

11
jamur Rhizopus oligospora. Fermentasi akan merombak protein dalam
tempe menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh. Pada proses fermentasi akan
menghasilkan zat sisa berupa H2O dan CO2. Sementara pada proses
pembuatanya akan menghasilkan zat sisa seperti air bekas cucian dan kulit
ari kedelai.

G. Karakteristik Limbah Proses Pembuatan Tahu Tempe


Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan
yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan
total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik,
bahan anorganik dan gas.

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai.


Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu


pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air
buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak.
Adapun gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu tempe adalah gas
nitrogen (N2), Oksigen (O2), Hidrogen Sulfida (H2S), Amoniak (NH3),
Karbondioksida (CO2) dan Mhetan (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari
dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan.
Permasalahan yang sering muncul adalah kesepatan reaksi biokimia
memerlukan oksigen yang lebih besar sejalan dengan meningkatnya suhu
(Nurhasan dan Pramudya, 1987).

Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang


digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada
air buangannya biasanya rendah.. Komponen terbesar dari limbah cair tahu
yaitu masuknya limbailh cair tahu ke lingkungan perairan akan
meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut. Limbah cair yang
dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan
sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah

12
tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa
diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tahu/tempe yang pada
umumnya merupakan industri rumah tangga.

H. Gambaran Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe dengan Metode RBC

Limbah buangan proses produksi tahu tempe dimasukkan ke dalam


reaktor, kemudian piringn berputar perlahan dengan kecepatan 2,7 rpm dan
bagian permukaannya terendam sebanyak 40% pada limbah RBC. Seperti
gambar berikut :

Pada hari ke 18 terlihat hasil olahan berubah menjadi jernih sejalan


dengan menebalnya mikroba di atas permukaan piringan. Pada kolom I, air
limbah berwarna putih susu adn agak mengental, bau busuk mulai tercium.
Pada saat ini kelihatan ulat-ulat kecil berwarna hitam kecoklat-coklatan
khususnya yang dekat dnegan parit alir menuju kolom II. Mikroba yang
menempel pada permukaan piringan sangat tebal berkisar antara 3-5 mm,
berwarna putih susu, permukaannya mengkilat dan tidak rata. Permukaan
piringan pada kolom II ditumbuhi mikroba yang ketebalannya bekisar 2-3
mm tetapi warna mikroba sangat berbeda yaitu berwarna hitam.

13
Pada piringan kolam I dan II terlihat mikroba tumbuh subur
menempel pada piringan dan sangat tebal. Tampaknya mikroba yang
menempel pada piringan kolom I terdiri dari jenis mikroba yang berbeda
dengan mikroba pada piringan kolom II. Air limbah yang ada di kolom II
tampaknya masih menyerupai warna air pada kolom I. Ulat-ulat juga masih
banyak ditemukan dan baunya lebih busuk dari kolom I. Limbah tahu tempe
tampaknya sangat baik untuk pertumbuhan mikroba, hal ini ditubjukkan
dengan suburnya pertumbuhan mikroba dan tebalnya mikroba yang
terbentuk.

Pada piringan kolom III mikroba yang menempel lebih tipis daripada
kolom sebelumnya. Bila piringan disentuh terasa licin dan dan kelihatan
mengkilat. Warna mikroba tidak kelihatan, sehingga hanya warna dasar
yang terlihat.

Setelah berlangsung hingga 3 minggu, terlihat adanya lumpuran atau


kotoran-kotoran hitam yang mengambang, sehingga perlu dibersihkan
karena dapat mengganggu proses pengolahan air limbah. Lumpur dan
kotoran ini merupakan mikroba yang telah mati yang berasal dari mikroba
yang telah mengelupas dan meluruh dari piringan tempat menempelnya.
Peluruhan lapisan mikroba pada permukaan pringan-piringan ini disebabkan
oleh tebalnya lapisan mikroba yang menempel, sehingga mikroba yang ada
di bagian dalam tidak mendapatkan oksigen dan akhirnya mati. Pada saat ini
mikroba yang menempel menipis dan tiga hari kemudian menebal kembali
dan bertahan selama empat hari, setelah itu meluruh (mati) kembali.
Peluruhan ini mengekibatkan lapisan yang menempel menjadi sobek
(tertoreh). Siklus dan pertumbuhan dan peluruhan mikroba berulang satu
minggu.

Pada hari ke 24 terlihat adanya ulat berwarna hitam yang besarnya


sekitar 5-7 mm pada kolom-kolom piringan. Beberapa dari ulat itu ada yang
menempel pada mikroba dan ada yang mati dan tetap menempel pada

14
mikroba. Pada air kolom ke III dan IV terlihat adanya jentik-jentik dan lebih
banyak dijumpai pada tabung effluen. Oksigen yang terlarut di dalam air
digunakan oleh mikroba mengurai senyawa kyang terkandung dalam limbah
tahu tempe.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa debit alir 3 L/jam nilai DO


di kolom I sangat kecil yaitu 0,64 mg/L dan terjadi peningkatan pada setiap
kolom hingga efluen 3,67 mg/L pada pengamatan 1 (hari ke-18). Pada
pengamatan 2 ( hari 32) dan pengamatan 3 (hari 54) nilai COD meningkat
terlihat hampir bersamaan di setiap kolom sampai effluen. Peningkatan
kadar DO terjadi karena menurunya aktivitas mikroba dan bebean limbah
yang telah berkurang. Pada pengamatan 4 di kolom III 2,51 mg/L dan
kolom IV 3,78 mg/L nilai DO mulai meningkat dan akhirnya mencapai
puncak tertinggi pada efluen yaitu senilai dengan 3,85 mg/L dan ini sudah
termasuk pada daftar kriteria kualitas air golongan C yang disyaratkan lebih
besar dari 3 mg/L dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 20 tahun 1990. Nilai DO yang tinggi dalam air
menunjukkan banyaknya oksigen terlarut dalam air yang berarti makin baik
kualitas air tersebut, keadaan nilai normal DO berkisar 3-6 mg/L.

Selain itu pengolahan dengan metode RBC dapat menurunkan nilai


COD sangat nyata pada limbah tahu tempe. Memperlihatkan nilai COD
mulai influen sampai efluen pada debit alir 3 L/Jam mengalami penurunan
di efluen sampai 48 mg/L. Hasil effluen ini sudah baik bila diandingkan
dengan baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri sejumlah 100-300
mg/L dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP-
51/MENLH/10/1995

15
BAB III

PEMBAHASAN

A. Permasalahan Hasil Survei Lapangan

Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi


masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-
industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air
limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian
pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri
rumah tangga.

Keadaan ini akibat masih banyaknya pengrajin tahu/tempe yang


belum mengerti akan kebersihan lingkungan dan disamping itu pula tingkat
ekonomi yang masih rendah, sehingga pengolahan limbah akan menjadi
beban yang cukup berat bagi mereka. Namun demikian keberadaan industri
tahu-tempe harus selalu didukung baik oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat karena makanan tahu-tempe merupakan makanan yang digemari
oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia, disamping nilai gizinya
tinggi harganya pun relatif murah. Begitupun dengan salah satu industri tahu
tempe yang sempat kami kunjungi, yang dalam proses operasinya tidak
terlalu memperhatikan hasil buangan limbah dari kegiatan yang dilakukan
sehingga menimbulkan bau yang tak sedap. Berikut gambar limbah buangan
tahu tempe salah satu indutri di Kota Palopo yang hanya sekedar di tampung
tanpa adanya pengolahan, kemudian di alirkan ke badan air.

16
Sedangkan kita ketahui bahwa limbah industri tahu-tempe dapat
menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan
organik yang cukup tinggi. Seperti konsentrasi COD (Chemical Oxygen
Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni
berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah
yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri
tahu-tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang
sangat potensial.

Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya


dilakukan dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi
proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka
kandungan polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan.
Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50
% - 70 % saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah
7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar
2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Pengolahan air limbah industri kecil tahu tempe di Jl Ahmad Razak,


Kelurahan Dange Rakko, Kecamatan Wara hanya dengan sistem
Penampungan. Berdasarkan pernyataan dari pemilik pabrik tahu tempe,
beliau memaparkan bahwa penampungan tersebut hanya kebetulan di buat
dengan alasan agar tidak terlalu mengeluarkan bau yang tidak sedap jika
langsung di alirkan ke badan air, jadi jika di tampung terlebih dahulu
kemudian di berikan penutup sehingga sedikit mengurangi buangan dari
limbah, karena terbuang secara sedikit-demi sedikit. Berikut adalah gambar
dari buangan limbah cair dari proses indutri tahu tempe di JL. Ahmad
Razak, Kelurahan Dange Rakko, Kecamatan Wara Kota Palopo :

17
B. Usulan Alternatif Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe (Selain
Metode RBC)

1. Pengolahan dengan Anaerobik-Biogas

Secara umum proses anaerobik akan menghasilkan gas Methana


(Biogas). Biogas (gas bio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan
bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada
oksigen bebas). Biogas tersebut merupakan campuran dari berbagai
macam gas antara lain : CH4 (54%-70%), CO2 (27%-45%), O2 (1%-
4%), N2 (0,5%-3%), CO (1%), dan H2 (KLH, 2006). Sifat penting dari
gas metan ini adalah tidak berbau, tidak berwarna, beracun dan mudah
terbakar. Karena sifat gas tersebut, maka gas metan ini termasuk
membahayakan bagi keselamatan manusia (Sugiharto, 2005).
Penggunaan biogas ini merupakan salah satu cara untuk
mengurangi pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi bakteri
anaerob (bakteri metan) maka tingkat pengurangan pencemaran
lingkungan dengan parameter BOD, COD akan berkurang sampai 90%.
Sistem ini banyak dipakai dengan pertimbangan ada manfaat yang bisa
diambil yaitu pemanfaatan biogas yang sangat memungkinkan

18
digunakan sebagai bahan sumber energi karena gas metan sama dengan
gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas metan
mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Contoh
pemanfaatan biogas misalnya untuk memasak, lampu penerangan,
listrik generator, dan dapat menggantikan bahan bakar yang lain, dsb
(KLH, 2006).

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi


masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-
industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air
limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian
pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri
rumah tangga.

Proses pengolahan air limbah dengan metode RBC adalah proses


yang relatif baru dari seluruh proses pengolahan air limbah yang ada, oleh
karena itu pengalaman dengan penggunan skala penuh masih terbatas, dan
proses ini banyak digunakan untuk pengolahan air limbah domestik atau
perkotaan. Satu modul dengan diameter 3,6 m dan panjang poros 7,6 m
mempunyai luas permukaan media mencapai 10.000 m² untuk pertumbuhan
mikroorganisme.

B. Saran

1. Dalam penggunaan metode ini sebaiknya jika alat sudah terlalu tua

sebaiknya diperiksa secara berkala.

2. Dalam pengelolaan limbah cair sebaiknya di pilah dan diutamakan

sampah-sampah organic sehingga dapatkan hasil yg maksimal.

3. Jika menggunakan proses ini sebaiknya dilakukan pengecekan tiap

minggu untuk menghindari adanya kerusakan tehnis.

20
DAFTAR PUSTAKA

httpwww.kelair.bppt.go.idPublikasiBukuAirLimbahDomestikDKIBAB7RBC.pdf
http://www.water-sewagetreatment.com/product/107/rotating-biological-
contactor-rbc.html
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahtt/limbahtt.html
Herlambang, Arie. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-
Tempe
Santo.Slamet. 2014. Limbah Cair Domestik :Permasalahan dan Dampak
Terhadap Lingkungan (Jurnal : bio.unsoed.ac.id)
Zulkifli. 2000. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Tahu Tempe dengan Rotating
Biological Contractor pada Skala Laboratorium (Jurnal :

21

Anda mungkin juga menyukai