Anda di halaman 1dari 48

Departemen Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro

MODUL PELATIHAN APLIKASI BEDSIDE TEACHING

PERAWATAN PASIEN HALUSINASI

Penyusun
Ns. Sulistiyaningsih, S.Kep
DR Luky Dwiantoro, S.Kp., M.Kep
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan
rahmah dan hidayahNya kepada kita semua, sehingga buku Modul yang berjudul Bedside
Teaching perawatan halusinasi ini dapat disusun. Buku modul ini diharapkan dapat memudahan
preseptor memperoleh pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien halusinasi dengan pendekatan bedside teaching. Pelatihan ini dilakukan untuk
merefresh dan memberikan informasi baru terkait proses perawatan bedside teaching pada pasien
halusinasi, Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pelatihan, diharapkan presepti dapat mengikuti
dengan seksama panduan yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam proses penyusunan buku ini, dan kami mengharap kritik
serta saran agar di masa mendatang buku modul ini dapat di susun lebih baik lagi sehingga dapat
digunakan sebagai acuan bagi preseptor dalam memberikan pembelajaran model Bedside Teaching
halusinasi pada keperawatan jiwa
Wassalamu’alaikum wr.wb

Penulis

(Sulistiyaningsih, S.Kep, Ns)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ........................................................................................1

B. Tujuan Pembelajaran .............................................................................. 3

C. Materi kegiatan.........................................................................................3

D. Peserta pelatihan ......................................................................................3

E. Metode pelatihan ......................................................................................3

F. Narasumber ..............................................................................................3

G. Alokasi waktu...........................................................................................4

H. Evaluasi pembelajaran...............................................................................4

I. Jadwal pelatihan.........................................................................................5

J. Detail pelaksanaan pelatihan BST ............................................................8

K. SAP BST..................................................................................................11

L. SAP Halusinasi..........................................................................................12

M. SAP BST perawatan halusnasi ( Ceramah ) ............................................13

N. SAP BST perawatan halusinasi ( Role play )...........................................14

O. Hand out modul BST ..............................................................................15

P. Hand out modul Halusinasi........................................................................20

Q. Hand out modul BST perawatan halusinasi...............................................22

R. Daftar pustaka............................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kesehatan jiwa menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk
di Indonesia. Menurut data WHO 2017 Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan
jiwa halusinasi dan seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh
perawatan dan pengobatan dengan tepat. Indonesia, Prevalensi ganggunan mental emosional untuk
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Jawa Tengah yang mengidap gangguan jiwa dari tahun ke tahun terus meningkat. Prevalensi
gangguan jiwa termasuk skizofrenia di Jawa Tengah yaitu 0.23% dari jumlah penduduk (dinkes
jateng 2014) Menurut riset stuart dan laraia 2005 melaporkan bahwa 70 % pasien skizofrenia
mengalami halusinasi. Medical Record Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Surakarta, Data 2017
pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi sekitar 77% dari jumlah pasien dan 23 % pasien
dengan gejala prilaku kekerasan, isolasi sosial, dan resiko bunuh diri.
Halusinasi adalah salah satu bentuk persepsi atau pengalaman indera di mana tidak terdapat
stimulus terhadap reseptor- reseptornya. Individu yang mengalamai halusinasi sering beranggapan
penyebab halusinasi berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan halusinasi timbul setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kekambuhan, individu cenderung menghindar dari interaksi agar dirinya terhindar dari stressor –
stressor yang mengancam pada akhirnya individu merasa sangat nyaman dengan kondisi
menyendiri sehingga dapat mengganggu metabolisme sehingga merangsang timbulnya halusinasi
( Sunaryo 2004 ). Akibat dari halusinasi dapat mencederai diri sendiri, dan lingkungan sekitar
( Ana keliat, 2014 )
Intervensi yang komprehensif seperti pengobatan medis dan asuhan keperawatan sangat
penting dilakukan agar dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien dengan halusinasi
(Maramis, 2009).Pengobatan medis dilakukan dengan pendekatan holistik meliputi somatoterapi,
psikoreligius, psikoterapi dan rehabilitasi, dan manipulasi lingkungan dan terapi psikososial
(Hawari, 2011). Tindakan keperawatan untuk merawat pasien dengan halusinasi menggunakan
standar praktek keperawatan klinis kesehatan jiwa yaitu asuhan keperawatan jiwa (Stuart, 2007).

1
Perawat jiwa selain sebagai pemberi asuhan keperawatan juga di beri tambahan pekerjaan
antara lain melaksanakan kompetensi sebagai pembimbing klinik atau clinical instructure dengan
tugas persiapan klinik, Pre Conference, Post Conference, diskusi kelompok dan responsi ,bed side
Teaching dan Ronde Keperawatan, tetapi untuk bed side teaching dilaksanakan tetapi masih sangat
minimal, hal ini bisa saja terjadi karena kurangnya pelatihan yang didapat, ditambah lagi cara
membimbing didapatkan dari pengalaman orang terdahulu yang jarang mengajari bed site teaching
( Nurachmah2008:8 ) sehingga di perlukan ilmu melalui pelatihan yang di sertai modul sebagai
panduan dalam melaksanakan bed side teaching di rumah sakit Jiwa.
Bed side sendiri merupakan singkatan dari briefing, expectation, demonstration, spesific
feedback, inclution microskill, debriefing and education. Briefing meliputi kegiatan menyiapkan
pembelajar tentang syarat pengetahuan yang harus di miliki dan persiapan pasien. Expectation
adalah menentukan tujuan belajar yang ingin di capai oleh perawat. Demonstration sesuai tujuan
Spesific feedback, di awali dengan aspek positif untuk memotifasi pembelajar Inclution microskill
adalah kemampuan yang harus di miliki oleh pelatih sehingga efisien dan efektif. Debriefing,
masukan dari pembimbing klinik dan pasien Education , memberitahu sumber belajar yang di
gunakan.
Bedside teaching telah lama dikenal sebagai suatu metode yang paling efektif dalam melatih
keterampilan klinis penggunaan metode ini semakin hari semakin menurun sehingga
kecenderungan penurunan ketajaman kemampuan keterampilan klinis perawat, sehingga metode
ini mulai kembali dikembangkan dan ditingkatkan frekuensi penggunaannya dalam proses
perawatan klinis.
Bedside taeching halusinasi adalah proses pembelajaran dimana mentor mampu membuat
menti (peserta bedside ) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar.
Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri
fenomena keperawatan halusinasi dimana hal ini diharapkan dapat membangun rasa percaya diri
dan pembelajaran mengatasi masalah pasien.
Penerapan bedside dalam proses pembelajaran klinik keperawatan mampu meningkatkan
pencapaian kompetensi perawat, Selanjutnya, bedside juga diakui dapat meningkatkan rasa
percaya diri, harga diri dan kesadaran diri perawat serta meningkatkan kesiapan perawat dalam
menghadapi pasien sehingga akan meningkatkan kepuasan pengguna layanan keperawatan.

2
B. Tujuan Pembelajaran
1) Tujuan Instruksional Umum
Persepti mampu menerapkan bed side teaching halusinasi sebagai metode perawatan pada
pasien halusinasi.

2) . Tujuan Instruksional Khusus


a) Kemampuan Kognitif
- Persepti mampu memahami konsep dasar bedside teaching halusinasi
- Persepti mampu memahami tahapan bedside teaching halusinasi
- Persepti mampu memahami tentang halusinasi
- Perseti mampu memahami cara perawatan pasien halusinasi
- Persepti mampu memahami bedside teaching perawatan pasien halusinasi
- Persepti mampu memahami tahapan bedside teaching halusinasi
b) Kemampuan afektif
- Persepti memiliki keyakinan adanya manfaat bed side teaching halusinasi untuk
meningkatkan kemampuan perawat dalam perawatan pasien halusinasi
c) Kemampuan psikomotor
- Persepti mampu mengimplementasikan perawatan pasien halusinasi dengan metode
bedside teaching halusinasi
C. Materi Kegiatan
Pelatihan bedside teaching halusinasi disusun dalam bentuk modul yang terdiri dari
1) Bed side teaching
2) Perawatan halusinasi
3) Bed side teaching perawatan halusinasi
D. Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan adalah perawat RSJD Surakarta
E. Metode pelatihan
Metode pelatihan yang digunakan dalam pelatihan ini adalah dengan ceramah, diskusi, dan
role play.
F. Narasumber
Narasumber dalam kegiatan ini adalah expert dalam perawatan halusinasi dan bedside
teaching halusinasi

3
G. Alokasi Waktu
Waktu secara keseluruhan untuk menyelenggarakan pelatihan adalah 3 hari.
H. Waktu Pelatihan
Hari/tanggal : 2 hari
Waktu : Hari 1 : Pukul 08.00- 14.00
Hari ke 2 : Pukul 08.00 – 16.30
Tempat : Aula indraprasta RSJD Surakarta
Fasilitas : Modul, coffee break
I. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan cara tes tertulis sebelum pelaksanaan pelatihan ( Pre
test ) dan dan penilaian demonstrasi secara individu setelah pelatihan ( Post testrole play )

4
JADWAL PELATIHAN
BEDSIDE TEACHING PERAWATAN PASIEN HALUSINASI

No Hari/ Waktu Topik Kegiatan PJ

1 Hari I 1. Perkenalan narasumber dan peserta Narasumber


pelatihan dan TIM
08.00-09.00 Pembukaan
2. Penjelasan tujuan pelatihan bed side
teaching perawatan pasien halusinasi
3. Diskusi peraturan kegiatan pelatihan
4. Pre test bed side teaching perawatan
pasien halusinasi
2 09.00-09.30 Ice Break Cofee Break

3 09.30- 10.30 Materi I 1.Konsep Bed side teaching

 Pengertian bed side teaching


 Tujuan bed side teaching
 Dampak bed side teaching

2. Tahapan bed side teaching yaitu


 Komitmen persepsi perseptor dan
persepti
 Menggali bukti pendukung
 Penguatan koping persepti
 Memperbaiki kesalahan persepti
 Mengajarkan konsep atau kaidah umum
3. Kelebihan bed side teaching halusinasi
bagi keperawatan

4 10.30 – 12.00 Materi II Perawatan pasien halusinasi

 Pengertian halusinasi
 Tanda gejala halusinasi
 Mengajarkan identifikasi halusinasi
( jenis, isi, waktu, respon )
 orientasi realita ( menghardik jika

5
halusinasi datang )
 Mengajarkan 6 benar prinsip minum
obat
 Mengajarkan bercakap – cakap dengan
orang lain ketika halusinasi datang
 Mengajarkan aktivitas terjadwal
( distraksi ) terhadap halusinasi

5 12.00-13.00 Ishoma Ishoma

6 13.00 – 14.00 Tanya jawab Tanya jawab perawatan pasien halusinasi


dan bed side teaching

Hari II

1 08.00-09.00 Review Review materi Bed side teaching dan Narasumber


perawatan pasien halusinasi dan TIM

2 09.00- 09.30 Ice break Cofee break

3 09.30- 11.00 Materi III  The five step micro skill bed side teaching
perawatan pasien halusinasi
1.Ceramah tentang komitmen persepsi
perseptor dan persepti
2. Ceramah menggali bukti pendukung
3. Ceramah penguatan koping persepti
4. Ceramah memperbaiki kesalahan
persepti
5 Ceramah mengajarkan konsep atau kaidah
umum
 Ceramah tentang kelebihan bed side
teaching halusinasi bagi keperawatan
4 11.00- 11.30 Tanya jawab Tanya jawab bed side teaching halusinasi

5 11.30 – 12.30 Ishoma Ishoma

5 12.00 – 14.30 Role play Role play The five step micro skill bed side
teaching perawatan pasien halusinasi
1.Praktek tentang komitmen persepsi
perseptor dan persepti

6
2. Praktek menggali bukti pendukung
3. Praktek penguatan koping persepti
4. Praktek memperbaiki kesalahan persepti
5 Praktek mengajarkan konsep atau kaidah
umum
6 14.30 – 16.30 Penutup Post test materi role play bed side teaching
perawatan pasien halusinasi

Penutupan

7
DETAIL PELAKSANAAN PELATIHAN
BEDSIDE TEACHING PERAWATAN PASIEN HALUSINASI

No Kegiatan Tujuan Deskripsi Perlengkapan

1 Pembukaan 1. Menjalin hubungan yang Pada sesi ini terjadi Ruangan,


baik antara pelatih dan perkenalan antara Leptop, LCD
peserta pelatihan pelatih dan peserta dan ATK
2. Membangun sikap saling pelatihan, kemudian
percaya antara pelatih dan menjelaskan aturan
peserta pelatihan dan tujuan
3. Membangun suasana yang dilaksanakannya
akrab dan nyaman pelatihan. Aturan
4. Memotivasi peserta kegiatan ini adalah
pelatihan agarmengikuti peserta pelatihan
kegiatan sampai selesai dan diharapkan terbuka
bersungguh-sungguh pikiran dan hati,
5. Menjelaskan tujuan partisipasi/ terlibat
pelatihan bed side teaching aktif, alat
perawatan pasien halusinasi komunikasi di silent.
2 Pre test Persepti Mengetahui Peserta pelatihan Ruangan, ATK
pengetahuan dan ketrampilann melakukan pre test
penerapan bed side teaching
perawatan pasien halusinasi
3 Ice break Rehat untuk lebih fokus pada Peserta pelatihan Ruangan, snack
materi selanjutnya istirahat dan makan
snack
4 Bed side teaching  1. Persepti memahami tentang Ceramah Ruangan, ATK,
konsep bed side teaching LCD, dan slide
 2. Persepti memahami tentang presentasi,
tujuan bed side teaching Laptop
 3. Persepti memahami tentang
tahapan bed side teaching

8
 Pengalaman
 Persiapan
 Demonstrasi
5 Perawatan 1. Persepti memahami Ceramah Ruangan, ATK,
halusinasi
pengertian Halusinasi LCD, dan slide
2. Persepti memahami tanda presentasi,
gejala halusinasi Laptop
3. Persepti memahami cara
perawatan pasien halusinasi
4. Persepti mampu identifikasi
halusinasi ( jenis, isi, waktu,
respon terhadap halusinasi)
5. Persepti mampu memahami
cara kontrol halusinasi dengan
orientasi realita ( menghardik
jika pasien mengalami
halusinasi )
6. Persepti mampu memahami 6
benar prinsip minum obat
7. Persepti mampu memahami
cara kontrol halusinasi dengan
bercakap cakap
8. Persepti mampu memahami
cara kontrol halusinasi pasien
aktivitas terarah dan terjadwal
6 Bedside teaching Persepti memahami tentang Ceramah Ruangan, ATK,
perawatan
The five step micro skill bed side LCD, dan slide
halusinasi
teaching perawatan pasien presentasi,
halusinasi Laptop
1. komitmen persepsi perseptor
dan persepti
2. Menggali bukti pendukung
3. Penguatan koping persepti
4. Memperbaiki kesalahanpersepti

9
5 Mengajarkan konsep atau
kaidah umum
 kelebihan bed side teaching
halusinasi bagi keperawatan
7 Bedside teaching Persepti menerapkan Role play Ruangan,
perawatan The five step micro skill bed side persentasi
halusinasi
teaching perawatan pasien
halusinasi
1. komitmen persepsi perseptor
dan persepti
2. Menggali bukti pendukung
3. Penguatan koping persepti
4. Memperbaiki kesalahanpersepti
5 Mengajarkan konsep atau
kaidah umum
8 Penutup Mengetahui pemahaman dan Peserta pelatihan Ruangan, ATK,
penerapan peserta pelatihan melakukan evaluasi LCD, dan slide
tentang bed side teaching, terkait kegiatan yang presentasi,
perawatan pasien halusinasi, telah dilakukan Laptop
bed side teaching perawatan
halusinasi

10
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)

Nama Kegiatan : Pelatihan bed side teaching


Tempat : Aula indraprasta RSJD Surakarta
Waktu : 60 menit
Peserta : Perawat
Hari I

a. Tujuan : Perawat mampu memahami bed side teaching


b. Topik : Pengertian bed side teaching, tujuan, dan tahapan bed side teaching
c. Metode : Ceramah
d. Proses Pelaksanaan
Fase Kegiatan Proses Pembelajaran Aktivitas Peserta pelatihan

Pembukaan 1. Menjelaskan kepada peserta 1. Mendengarkan penjelasan


pelatihan sesi kegiatan yang akan 2. Memberi tanggapan
dilaksanakan 3. Melakukan pre test
2. Pre test
3. Membuat komitmen proses
Materi Kegiatan pelatihan dengan topik 1. Mendengarkan penjelasan
1. Ceramah pengertian Bed side 2. Memberi tanggapan
teaching 3. Melakukan partisipasi aktif
2. Ceramah tentang tujuan bed side terhadap pembelajaran
teaching
3. Ceramah Tahapan bed side teaching
yaitu tahap pengalaman, persiapan
dan demonstrasi
4. Dampak bed side teaching
Penutup Memberikan feed back dan Terbentuk komitmen pelatihan
reinforcement kepada peserta pelatihan bed side teaching

e. Evaluasi
Evalausi dilakukan dengan memberikan feed back atas kognitif yang telah dimiliki peserta
pelatihan

11
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)
Nama Kegiatan : Pelatihan perawatan pasien halusinasi
Tempat : Aula Aula indraprasta RSJD Surakarta
Waktu : 90 menit
Peserta : Perawat
Hari I
a. Tujuan : Perawat mampu memahami perawatan pasien halusinasi
b. Topik : Perawatan halusinasi tahap identifikasi, orientasi realita ( menghardik ),
6 benar obat, bercakap – cakap, aktivitas terjadwal,
c. Metode : Ceramah
d. Proses Pelaksanaan
Fase Kegiatan Proses Pembelajaran Aktivitas Peserta pelatihan

Pembukaan Menjelaskan kepada peserta pelatihan sesi 1 Mendengarkan penjelasan


kegiatan yang akan dilaksanakan 2 Memberi tanggapan
Materi  Ceramah tentang perawatan pasien halusinasi 1 Mendengarkan penjelasan
1. Ceramah tentang cara perawatan halusinasi 2 Memberi tanggapan
tahap identifikasi halusinasi dan orientasi 3 Melakukan partisipasi aktif
realita ( menghardik ) terhadap pembelajaran
2. Ceramah tentang perawatan halusinasi
dengan 6 benar obat
3. Ceramah tentang perawatan halusinasi
dengan bercakap- cakap
4. Ceramah tentang perawatan halusinasi
dengan aktivitas terjadwal
Penutup Memberikan feed back dan reinforcement Terbentuk komitmen pelatihan
kepada peserta pelatihan tentang perawatan pasien
halusinasi

E. Evaluasi
Evalausi dilakukan dengan memberikan feed back atas kognitif yang telah dimiliki peserta
pelatihan

12
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)

Nama Kegiatan : Pelatihan bed side teaching perawatan pasien halusinasi


Tempat : Aula Aula indraprasta RSJD Surakarta
Waktu : 90 menit
Peserta : Perawat
Hari II
a. Tujuan : Perawat mampu memahami bed side teaching perawatan pasien halusinasi
b. Topik : Bed side teaching perawatan halusinasi the five micro skill
c. Metode : Ceramah
d. Proses Pelaksanaan
Fase Kegiatan Proses Pembelajaran Aktivitas Peserta pelatihan

Pembukaan Menjelaskan kepada peserta pelatihan sesi 1 Mendengarkan penjelasan


kegiatan yang akan dilaksanakan 2. Memberi tanggapan
Materi  The five step micro skill bed side teaching 1. Mendengarkan penjelasan
perawatan pasien halusinasi 2. Memberi tanggapan
1. Ceramah komitmen persepsi perseptor dan 3. Melakukan partisipasi aktif
persepti terhadap pembelajaran
2. Ceramah menggali bukti pendukung
3. Ceramah penguatan koping persepti
4. Ceramah emperbaiki kesalahan persepti
5 Ceramah konsep atau kaidah umum
 . Ceramah tentang kelebihan bed side teaching
halusinasi bagi keperwatan
Penutup Memberikan feed back dan reinforcement Terbentuk komitmen pelatihan
kepada peserta pelatihan tentang bed side teaching
perawatan pasien halusinasi

I. Evaluasi
Evalausi dilakukan dengan memberikan feed back atas kognitif yang telah dimiliki peserta
pelatihan

13
SATUAN ACARA PELAKSANAAN (SAP)
Nama Kegiatan : Pelatihan bed side teaching perawatan pasien halusinasi
Tempat : Aula Aula indraprasta RSJD Surakarta
Waktu : 150 menit
Peserta : Perawat
Hari II
a. Tujuan : Perawat mampu menerapkan bed side teaching perawatan pasien halusinasi
b. Topik : Role play Bed side teaching perawatan halusinasi the five step micro skill
c. Metode : Role play
d. Proses Pelaksanaan
Fase Kegiatan Proses Pembelajaran Aktivitas Peserta pelatihan

Pembukaan Menjelaskan kepada peserta pelatihan sesi 1. Mendengarkan penjelasan


kegiatan Role play yang akan dilaksanakan 1 Memberi tanggapan
Materi The five step micro skill 1.Mendengarkan penjelasan
1.Role play tentang komitmen persepsi perseptor 2.Memberi tanggapan
dan persepti 3.Melakukan role play aktif
2. Role play menggali bukti pendukung terhadap pembelajaran
2 Role play penguatan koping persepti
3 Role play memperbaiki kesalahan persepti
4 Role play mengajarkan konsep atau kaidah
umum
Penutup Memberikan feed back dan reinforcement Terbentuk komitmen pelatihan
kepada peserta pelatihan tentang penerapan bed side
teaching perawatan pasien
halusinasi

e. Evaluasi
Evalausi dilakukan dengan memberikan feed back atas kognitif yang telah dimiliki peserta
pelatihan

14
HAND OUT MODUL
Materi I

BED SIDE TEACHING

A. Pengertian.
Bedside teaching adalah metode perawatan dimana mentor mampu membuat menti
(peserta bedside ) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar. Kegiatan
belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena
praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat membangun rasa percaya diri dan
pembelajaran mengatasi masalah pasien.
Bed side sendiri merupakan singkatan dari briefing, expectation, demonstration, spesific
feedback, inclution microskill, debriefing and education. Briefing meliputi kegiatan
menyiapkan pembelajar tentang syarat pengetahuan yang harus di miliki dan persiapan
pasien. Expectation adalah menentukan tujuan belajar yang ingin di capai oleh perawat.
Demonstration sesuai tujuan Spesific feedback, di awali dengan aspek positif untuk
memotifasi pembelajar Inclution microskill adalah kemampuan yang harus di miliki oleh
pelatih sehingga efisien dan efektif. Debriefing, masukan dari pembimbing klinik dan pasien
Education , memberitahu sumber belajar yang di gunakan.
Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan di samping
tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji kondisi klien dan pemenuhan asuhan
keperawatan (Nursalam & Ferry, 2008).
B. Tujuan bed side teaching
Metode ini bertujuan untuk memberikan pengalaman klinis pada konteks nyata (real
setting ) dan perawat dapat belajar dari pengalaman tersebut dan dari umpan balik
dari pembimbing klinik dan pasien. Metode ini dirasakan yang paling efektif
dibanding pembelajaran seperti berkomunikasi dengan pasien (history taking ), melakukan
pemeriksaan fisik,observasi dan menerapkan etika klinis, profesionalisme,
dan mengembangkankemampuan nalar klinis (clinical reasoning ). Dengan membandingkan
pengalaman perawat selama mengikuti program bedside dengan pengalaman mengikuti
metode bimbingan lama, perawat dalam FGD menyampaikan adanya pencapaian kompetensi
klinik yang lebih cepat, tepat dan memuaskan dengan metode bedside . Dalam melakukan
pengkajian, perawat dapat melakukannya dengan fokus dan tindakan keperawatan yang
dilakukan menjadi lebih terarah dan sesuai dengan teori.

15
C. Tahapan bed side teaching
Menurut Naher 2016 dalam journal of american board family practice ada 5 Tahapan
bed side teaching ( The five step micro skill ) yaitu :
1. Tanyakan Komitmen persepti
Petunjuk : Setelah persepti mempresentasikan sebuah kasus halusinasi, ia akan
menunggu respon dari perseptor atau bertanya mengenai petunjuk untuk kasus ini.
Preceptor : Preceptor meminta persepti untuk menyatakan masalah yang ada dalam
kasus yang dipresentasikan dapat dalam bentuk resume atau strategi pelaksanaan .
Rasional : Meminta persepti untuk menginterpretasikan data merupakan langkah awal
dalam menentukan kebutuhan belajar persepti dan prioritas knowledge yang telah
mereka miliki. Contoh :
“Apa diagnosis keperawatan pasien ini?”
2. Mengali bukti-bukti yang mendukung
Petunjuk : Ketika mendiskusikan suatu kasus, persepti memiliki komitmen terhadap
masalah halusinasi yang dikemukakan dan menantikan respon perseptor untuk
mengkonfirmasikan pendapat mereka.
Preceptor : Sebelum memberikan arahan , mintalah persepti untuk memberikan bukti
yang mendukung pendapat persepti tersebut.
Rasional : Mintalah persepti untuk mengungkapkan proses berpikir mereka sehingga
perseptor dapat mengidentifikasi apa yang persepti tahu dan yang belum tahu tentang
kasus tertentu
Contoh :
“Penemuan utama apa yang mendasari diagnosis anda?” setelah terjawab perseptor
dan persepti menuju ke pasien
3. Katakan apa yang persepti sudah lakukan dengan benar ( Di depan pasien )
Petunjuk : Pelajar telah menangani suatu kasus secara sangat efektif yang hasilnya
membantu preceptor, pasien atau rumah sakit. Persepti tidak menyadari bahwa yang
telah dilakukannya efektif dan memiliki dampak yang positif.
Preceptor : Berilah komentar kepada persepti bahwa ia sudah melakukan hal yang
benar dan membawa dampak positif.
Contoh :

16
“Anda telah mempertimbangkan kemampuan pasien dalam memilih obat. Kepekaan
Anda telah membantu pasien dalam mengatasi masalahnya”
“ Anda telah membantu pasien mengenal masalah dengan mengenalkan pada realita
4. Perbaiki yang masih salah ( perseptor dan persepti di ruangan tertentu tidak di
depan pasien )
Petunjuk : Pekerjaan persepti telah mempertunjukkan kekeliruan , kesalahan atau
penyimpangan.
Preceptor : Segera mungkin setelah kekeliruan, temukan waktu dan tempat yang sesuai
untuk mendiskusikan apa yang salah dan bagaimana cara menghindari atau
mengoreksi kesalahan di masa datang. Pertama kali berilah kesempatan belajar untuk
mengkritik hasil kerja persepti
Rasional : kesalahan persepti yang tidak diberitahu oleh preceptor akan memiliki
kesempatan untuk diulangi dengan mendiskusikan apa yang salah pada hasil kerja
persepti akan menghindari kesalahan ini di masa yang akan dating.
Contoh :
“Anda benar bahwa gejala pasien yang ada mengarah kepada gejala diagnosa penyakit
tetapi pasien belum bisa mengidentifikasi halusinasinya jadi di ajari identifikasi dulu
baru di lanjutkan mengajari orientasi realita dan 6 benar minum obat.
5. Mengajarkan konsep/kaidah umum
Petunjuk : Preceptor memastikan bahwa ia mengetahui seputar kasus yang
dipresentasikan persepti
Preceptor : Ajarkan tentang konsep halusinasi dan cara perawatannya
Rasional : Instruksi lebih mudah diingat dan diterima bila diberi dalam bentuk kaidah
umum, prinsip atau perumpamaan.
Contoh :
“Jika pasien baru mengalami halusinasi pendengaran tetapi pasien suka dengan suara
yang di dengarnya (fase comforting ) maka persepti jangan mengajarkan cara
menghardik ( orientasi realita) tetapi dengarkan pasien dahulu sampai pasien
mengalami fase lanjutan yaitu denial terhadap halusinasinya, baru kita sebagai perawat
mengajari cara kontrol halusinasi

17
D. Dampak bed side teaching
Dampak bed side teaching pasien halusinasi adalah meningkatnya hubungan perawat
dengan pasien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses keperawatan pada saat
perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk terlibat guna mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan yang direncanakan secara
sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk pencapaian tujuan. Perawat
menggunakan pengetahuan komunikasi guna memfasilitasi hubungan yang efektif.
Hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang diarahkan pada pencapaian
tujuan. Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan interpersonal titik tolak
saling memberi pengertian. Kewajiban perawat memberikan asuhan
keperawatan dikembangkan hubungan saling percaya dibentuk dalam interaksi
,hubungan yang dibentuk bersifat terapetik dan bukan hubungan social,hubungan perawat
dan klien sengaja di jalin terfokus pada klien,bertujuan menyelesaikan masalah klien.
Interaksi yang dilalui dalam berhubungan antara pasien dan perawat adalah perawat
di katakan professional bila mampu menciptakan hubungan teraupetik dengan klien
Sehingga di perlukan keikhlasan,empati dan kehangatan diciptakan dalam berhubungan
dengan klien
E. Kelebihan Bedside teaching halusinasi..
Bed side teaching halusinasi mempunyai beberapa kelebihan ketika di terapkan sebagai
pembelajaran klinik ataupun sebagai metode perawatan pasien halusinasi antara lain :
1) Data masalah pasien up to date
2) Perawat menjadi kreatif untuk memodifikasi metode pelayanan keperawatan sesuai
masalah yang di alami pasien secara personal, karena meskipun diagnosa pasien sama
sama halusinasi tetapi pelayanan keperawatan bisa menjadi berbeda berdasarkan
penyebab masalah dan faktor lainnya
3) Perawat dan pasien terjalin hubungan profesional dan saling percaya
4) Sesuai untuk ruangan dengan +/- 20 pasien ( Naher 2016 )
5) Efektif karena hanya membutuhkan waktu 3 – 5 menit saja di depan pasien, sehingga
jika di dalam ruangan ada 20 pasien maka hanya di butuhkan 60 – 100 menit untuk
melakukan BST pada semua pasien
6) Pelayanan keperawatan menjadi lebih berkualitas

18
7) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatan kemampuan dalam
pemeriksaan fisik, meningkatkan keterampilan klinik.
8) Penerapan model ini tentu saja menguntungkan dalam pendidikan klinik selain dapat
mengatasi keterbatasan waktu juga dapat mengajarkan pendidikan klinik secara efektif.
9) Perseptor lebih percaya diri dalam mengevaluasi persepti
10) Perseptor mampu meningkatkan kemandirian belajar persepti.
11) Perseptor mampu memberikan feedback yang berkualitas

19
HAND OUT MODUL

Materi II
PERAWATAN HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola stimulus
yang datang baik dari dalam maupun dari luar tidak sesuai dengan kenyataan, di sertai
distorsi dan gangguan respon terhadap stimulus tersebut baik respon yang berlebihan
maupun yang kurang memadai ( Towsend, 2010 ).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang di tandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghinduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada ( Keliat, Akemat,
2010 ). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya stimulus
eksternal ( Stuart& Laraia, 2005; Laraia 2009 ).
B. Tanda gejala halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi di nilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut :
 Data obyektif
 Bicara sendiri
 Marah – marah tanpa sebab
 Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
 Menutup telinga, menunjuk ke arah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
 Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau- bauan tertentu
 Menutup hidung
 Sering meludah, muntah, menggaruk permukaan kulit
 Data subyektif : Pasien mengatakan
 Mendengar suara – suara atau kegaduhan
 Mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap, menyuruh sesuatu yang
berbahaya

20
 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
 Mencium bau- bauan seperti bau darah, urin, feces, kadang kadang bau itu
menyenagkan
 Merasakan rasa seperti darah, urin dan feces
 Merasa takut / senang dengan halusinasinya
 Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian
 Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi
C. Perawatan halusinasi
Perawatan pasien halusinasi terdiri dari 4 Strategi pelaksanaan
1) Identifikasi halusinasi ( Jenis, isi, waktu, frekwensi dan respon ) terhadap halusinasi
Mengajari cara kontro halusinasi 1 yaitu orientasi realita ( menghardik ) ketika
halusinasi datang
2) Mengajari cara kontrol halusinasi ke 2 yaitu dengan 6 benar minum obat
3) Mengajari cara kontrol halusinasi ke 3 yaitu dengan bercakap – cakap dengan orang
lain ketika halusinasi datang
4) Mengajari cara kontrol halusinasi ke 4 yaitu aktivitas terarah ( distraksi ) ketika
halusinasi datang.

21
HAND OUT MODUL
Materi III

BEDSIDE TEACHING PERAWATAN PASIEN HALUSINASI

A. Pengertian bed side teaching halusinasi

Metode bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran kontekstual dan


interaktif yang mendekatkan pembelajaran pada setting klinik yang nyata (Nursalam,
2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, T. P., & Susianingsih, s. r.
(2010) dan Rahmawati (2012) bahwa melalui metode pembelajaran bedside teaching dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan psikomotorik, serta lebih efektif untuk
meningkatkan pencapaian kompetensi . Penelitian lain yang menguatkan metode bedside
teaching ini efektif dalam pembelajaran klinik yaitu hasil dari literature review yang
dilakukan oleh Peters M, & Ten Cate O. (2014) bahwa metode bedside teaching dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatan kemampuan dalam pemeriksaan
fisik, meningkatkan keterampilan klinik. Penelitian dari Mosalanejad, L., Hojjat, M., &
Badeyepeyma, Z. (2013) menunjukkan bahwa kualitas bedside teaching dipengaruhi oleh
tiga aspek : keterampilan komunikasi, standar pemeriksaan fisik, dan keterampilan
professional. Melalui metode pembelajaran bedside teaching persepti diharapkan dapat
mencapai tujuan pembelajaran, dan mencapai target kompetensi yang terdiri dari tiga
domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
B. Tahapan bed side teaching
Neher, Gordon, Meyer dan Stevens 2016 mengemukakan sebuah model pengajaran di
kontek klinik yang mereka beri nama The Five Steps Microskill. Model ini dapat
diterapkan dalam pendidikan klinik di unit rawat jalan (poliklinik) dan di bangsal.
Penerapan model ini di pendidikan klinik rawat jalan sangat efektif karena dengan waktu
yang sangat terbatas (3-5 menit), Preceptor dapat mengajarkan pengetahuan dan
ketrampilan klinik dengan menggunakan pasien yang sebenarnya. Model ini juga dapat
diterapkan pada BST di bangsal. Seperti yang sudah diketahui , bangsal ditempati oleh
pasien dengan bermacam kasus penyakit. Contohnya Jumlah pasien di Bangsal penyakit
saraf pada waktu penulis mengamati ada sekitar dua puluh pasien dengan bermacam variasi
penyakit. Apabila model ini diterapkan pada 20 orang pasien maka di butuhkan waktu
sekitar 60 menit sampai 100 menit yang mana masih dalam rentang waktu BST yang

22
selama ini telah diterapkan. Penerapan model ini tentu saja menguntungkan dalam
pendidikan klinik selain dapat mengatasi keterbatasan waktu juga dapat mengajarkan
pendidikan klinik secara efektif.
Menurut Naher 2016 dalam journal of american board family practice ada 5 Tahapan
bed side teaching ( The five step micro skill ) yaitu :
1. Tanyakan Komitmen persepti
Petunjuk : Setelah persepti mempresentasikan sebuah kasus halusinasi, ia akan menunggu
respon dari perseptor atau bertanya mengenai petunjuk untuk kasus ini.
Preceptor : Preceptor meminta persepti untuk menyatakan masalah yang ada dalam kasus
yang dipresentasikan dapat dalam bentuk resume atau strategi pelaksanaan .
Contoh aplikasi tanyakan komitmen persepti
( Perseptor ) : Coba anda sebutkan kasus hausinasi yang akan diambil, data dan alasannya?
( Persepti ) : kasus Ny w adalah halusinasi pendengaran, data yang saya dapatkan adalah
pasien mendengar suara pacarnya, laki- laki, waktu malam hari, saat sendiri dan ketika
mendengar suara itu Ny W menangis
Rasional : Meminta persepti untuk menginterpretasikan data merupakan langkah awal
dalam menentukan kebutuhan belajar persepti dan prioritas knowledge yang telah mereka
miliki. Contoh :
( Perseptor )“Apa diagnosis keperawatan pasien ini pada SP ke berapa ?
( Persepti ) ” halusinasi pendengaran, Sp ke 1 karena pasien belum tahu kalau itu
halusinasi dan pasien merasa suara itu memang nyata
( Perseptor ) : “ bagus “
2. Mengali bukti-bukti yang mendukung
Petunjuk : Ketika mendiskusikan suatu kasus, persepti memiliki komitmen terhadap
masalah halusinasi yang dikemukakan dan menantikan respon perseptor untuk
mengkonfirmasikan pendapat mereka.
Preceptor : Sebelum memberikan arahan , mintalah persepti untuk memberikan bukti
yang mendukung pendapat persepti tersebut.
Rasional : Mintalah persepti untuk mengungkapkan proses berpikir mereka sehingga
perseptor dapat mengidentifikasi apa yang persepti tahu dan yang belum tahu tentang
kasus halusinasi

23
Contoh :
( Perseptor) “Penemuan utama apa yang mendasari diagnosis anda?’
( Persepti ) : Ny w merasa acuh, suka dengan dunianya sendiri, cuek terhadap lingkungan
dan perawat.
( Perseptor ) : bagus ayo kita ke pasien.” setelah terjawab perseptor dan persepti menuju
pasien halusinasi.
3. Katakan apa yang persepti sudah lakukan dengan benar ( Di depan pasien )
Petunjuk : Pelajar telah menangani suatu kasus secara sangat efektif yang hasilnya
membantu preceptor, pasien atau rumah sakit. Persepti tidak menyadari bahwa yang telah
dilakukannya efektif dan memiliki dampak yang positif.
Preceptor : Berilah komentar kepada persepti bahwa ia sudah melakukan hal yang benar
dan membawa dampak positif.
Contoh Aplikasi katakan apa yang perrsepti lakukan sudah benar ( di depan pasien )
( Perseptor ) : “Anda telah mempertimbangkan kemampuan pasien dalam memilih obat.
Kepekaan Anda telah membantu pasien dalam mengatasi masalahnya”
( Perseptor ) : “ Anda telah membantu pasien mengenal halusinasi dengan mengenalkan
pada realita, anda sudah membantu pasien dengan tepat “, 6 benar obat pasien bisa
menyebutkan dengan benar, anda hebat
( Persepti ) : Terima kasih.
4. Perbaiki yang masih salah ( perseptor dan persepti di ruangan tertentu tidak di
depan pasien )
Petunjuk : Pekerjaan persepti telah mempertunjukkan kekeliruan , kesalahan atau
penyimpangan.
Preceptor : Segera mungkin setelah kekeliruan, temukan waktu dan tempat yang sesuai
untuk mendiskusikan apa yang salah dan bagaimana cara menghindari atau mengoreksi
kesalahan di masa datang. Pertama kali berilah kesempatan belajar untuk mengkritik
hasil kerja persepti
Rasional : kesalahan persepti yang tidak diberitahu oleh preceptor akan memiliki
kesempatan untuk diulangi dengan mendiskusikan apa yang salah pada hasil kerja
persepti akan menghindari kesalahan ini di masa yang akan dating.
Contoh Aplikasi perbaiki yang yang masih salah
( Perseptor ) “Anda benar bahwa gejala pasien yang ada mengarah kepada halusinasi

24
pendengaran tetapi pasien belum bisa mengidentifikasi halusinasinya jadi di ajari
identifikasi dulu baru di lanjutkan mengajari orientasi realita dan 6 benar minum obat.
“ Seharusnya pasien pada posisi SP 1 bukan SP 2 tetapi anda mengajari minum obat
sehingga pasien kurang bisa memahami halusinasinya”, besok kita coba lagi
(Persepti ) : “Untuk membedakan posisi Sp 1 dan Sp 2 bagaimana , saya belum bisa
membedakan kalau di depan pasien, terkadang pasien berputar putar pembicaraannya”
( Perseptor ) : “Kita cek dahulu kemampuan pasien dengan evaluasi pertanyaan sesuai
SP 1 kalau pasien bisa menjawab dan bisa mendemonstrasikan menghardik dan
membedakan realita dengan benar maka kita bisa melanjutkan ke SP 2, tetapi jika pasien
masih belum bisa atau bisa hanya sedikit saja misalnya bisa menyebutkan halusinasi tapi
belum bisa mempraktekkan maka posisi pasien tetap di SP 1 dan kita mengajari juga SP 1
yaitu demonstrasi menghardik dan menghadirkan realita.
( Persepti ) : “ iya.. kami akan mencoba lagi “
5. Mengajarkan konsep/kaidah umum
Petunjuk : Preceptor memastikan bahwa ia mengetahui seputar kasus yang
dipresentasikan persepti
Preceptor : Ajarkan tentang konsep halusinasi dan cara perawatannya
Rasional : Instruksi lebih mudah diingat dan diterima bila diberi dalam bentuk kaidah
umum, prinsip atau perumpamaan.
Contoh aplikasi mengajarkan konsep / kaidah umum
( Preceptor ): “Jika pasien baru mengalami halusinasi pendengaran tetapi pasien suka
dengan suara yang di dengarnya (fase comforting ) maka anda jangan mengajarkan cara
menghardik ( orientasi realita) tetapi dengarkan pasien dahulu sampai pasien mengalami
fase lanjutan yaitu denial terhadap halusinasinya, baru kita sebagai perawat mengajari
cara kontrol halusinasi, andahanya perlu memeprhatikan pada fase mana pasien
mengalami halusinasi dan langkah yang kita lakukan agar strategi penatalaksanaan tepat
dengan fase yang di alami pasien
( Precepti ) : “ terima kasih, kami akan memperhatikan fase pasien sebelum memberi
tindakan strategi pelaksanaan
( Preceptor) : Demikian pembelajaran kita tentang bed sideteachu=ing, anda semua
hebat, kita semua belajar bersama hari ini, demi peningkatan mutu pelayanan

25
keperawatan dan kepuasan pasien maka kita tingkatkan frekwensi kita bertemu dengan
pasien melalui bed side teaching. Terima kasih atas partisipasi anda semua

26
DAFTAR PUSTAKA

1 Irby, D. (1999). Five Microskills for Clinical Teaching. [Internet]. Available from: <>
[Accessed 30 March 2007].
2 Amin Z, Eng KH. Basics in Medical Education. Singapore: World Scientific Publishing,
2003.
Dent JA, Harden RM, Editors. A Practical Guide For Medical Teachers. Elsevier Churchill
Livingstone, 2006.
3 http://www.ucimc.netouch.com .Bedside Teaching. [Internet]. Available from:
<http://www.ucimc.netouch.com/inventory/group/residents/6/best%20curriculum%20
bedside%20teaching.pdf.> [Accessed 30 March 2007]
6. Raskind, HS. (2001) The One-Minute Preceptor. [Internet]. Available from: <
articleid=”98″> [Accessed 30 March 2007].
7. Sarkin, R. The One Minute Preceptor Microskills of Clinical Teaching. [Internet] .Available
from: < http://www.im.org/facdev/gimfd/ProjectMaterial/MeetingPresentFiles/
Strategies%20Tampa%20Sarkin.htm> [Accessed 30 March 2007].
8. Polotsky, H & Metalios, E. Teaching Teachers To Teach. [Internet]. Available from:
< http://www.aecom.yu.edu/home/GME/TEACHING_sylllabus.doc.> [Accessed 30
March 2007].
9. Parrott, S., Dobbie, A et al. (2006) Evidence-based Of.ce Teaching—The Five-step
Microskills Model of Clinical Teaching. [Internet] March, 2006 38 (3). Available from:
< http://www.stfm.org/fmhub/fm2006/March/Sarah164.pdf.> [Accessed 30 March
2007].
10. Bensinger, L., Meah, Y.,Simon, T. Teaching Skills For Residents. [Internet]. Available
from:
<http://www.ucimc.netouch.com/Others/MountSinai/Handout%20for%20Residents%
20RTDP.pdf.> [Accessed 30 March 2007
11. Zulharman, Mengoptimalkan bed side teaching melalui penerapan the five step micro
skill model , fakultas kedokteran UGM, 2007
12. Affandi M. (2008) Bedside Teaching and Clinical Tutoril. Diakses 02 juni 2015
http://www.mohaffandi.wordpress.Com.

27
13. Cox, K. (1993). Planning bedside teaching. The Medical Journal of Australia 15, 280-
282 Gill,D., Free, R., & Dacre, J. (2003).
14. Teaching and Learning ‘At the Bedside’. Harden, R.M., & Dent, J.A. (2009).
15. A Practical Guide for Medical Teachers. Edisi 3. Elsevier Limited. McKimm, J., &
Swanwick, T. (2010). Web‐based faculty development: e‐ learning for clinical teachers
in the London Deanery. The clinical teacher, 7(1), 58-62.
16. Nursalam & Ferry Efendi. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
17. Ramani, S. (2003). Twelve tips to improve bedside teaching. Medical teacher, 25(2),
112-115.
18. Wardaningsih S. (2008). Materi Pelatihan Preseptor Klinik. Yogyakarta: Departemen
keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
19. Abdullohshehab.Clinical Teachers’ Opinions about Bedside-based Clinical. Sultan
QaboosTeachingUniversity Med J, February 2013, Vol. 13, Iss. 1, pp.121-126 ,Epub.
27th Feb 13.[PubMed]
20. Annette Burgess ;KimOates;Kerry g oulston;craigMellis. First year clinical tutorials:
students’ learning experience. Advances in Medical Education and Practice 2014:5 451–
456.[PubMed]
21. ChantelleRizan, Christopher Elsey PhD, Thomas Lemon, Andrew Grant PhD, Lynn V.
Monrouxe PhD. Feedback-in-action within bedside teaching encounters: a video
ethnographic study.[PubMed]
22. Chapman R1 , Wynter L, Burgess A, Mellis C. Can we improve the delivery of bedside
teaching?International Journal of Applied and Basic Medical Research2013 .[PubMed]

28
.

29
Para pakar pendidikan klinik memberikan sebuah panduan dalam pengajaran dan pembelajaran
dalam pendidikan klinik yang dikenal “BEDSIDE”. BEDSIDE merupakan singkatan
dari Briefing, Expectation, Demonstrations, Spesific Feedback, Inclution microskill, Debriefing
and Education. BEDSIDE ini dikembangkan dari teori experience and explanation cycles yang
dikemukakankan oleh Cox, 1993. Briefing meliputi kegiatan menyiapkan mahasiswa Koas
tentang syarat pengetahuan yang harus dimiliki sebelum BST dan juga mempersiapkan pasien
untuk BST. Expectation adalah menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai oleh mahasiswa.
Demonstrations tergantung tujuan yang ingin dicapai yaitu bila dosen ingin mengamati dan
memberi feedback atas kegiatan mahasiswa maka dosen harus meminimalkan interupsi dan bila
tujuannya sebagai model maka mahasiswa diberi kesempatan mengamati dosen dalam
memeriksa pasien. Spesific Feedback diawali dengan positif aspek sehingga akan memotivasi
mahasiswa untuk belajar. Inclution microskill merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh
dosen klinik sehingga BST menjadi efektif dan efisien. Debriefing meliputi menanyakan
masukan dari mahasiswa dan pasien. Education meliputi memberitahu sumber belajar yang
digunakan mahasiswa belajar lebih lanjut dan dalam. 3, 4
Neher, Gordon, Meyer dan Stevens mengemukakan sebuah model pengajaran di kontek klinik
yang mereka beri nama The Five Steps Microskill. Model ini dapat diterapkan dalam
pendidikan klinik di unit rawat jalan (poliklinik) dan di bangsal. Penerapan model ini di
pendidikan klinik rawat jalan sangat efektif karena dengan waktu yang sangat terbatas (3-5
menit), Preceptor dapat mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan klinik dengan menggunakan
pasien yang sebenarnya. Model ini juga dapat diterapkan pada BST di bangsal. Seperti yang
sudah diketahui , bangsal ditempati oleh pasien dengan bermacam kasus penyakit. Contohnya
Jumlah pasien di Bangsal penyakit saraf pada waktu penulis mengamati ada sekitar dua puluh
pasien dengan bermacam variasi penyakit. Apabila model ini diterapkan pada 20 orang pasien
maka di butuhkan waktu sekitar 60 menit sampai 100 menit yang mana masih dalam rentang
waktu BST yang selama ini telah diterapkan. Penerapan model ini tentu saja menguntungkan
dalam pendidikan klinik selain dapat mengatasi keterbatasan waktu juga dapat mengajarkan
pendidikan klinik secara efektif. 5 , 6
Langkah-langkah dalam model The Five Steps Microskill adalah sebagai berikut : 1, 2, 5, 6

30
Step 1. Tanyakan Komitmen mahasiswa
Petunjuk : Setelah mahasiswa mempresentasikan sebuah kasus, ia akan menunggu respon dari
dosen atau bertanya mengenai petunjuk untuk kasus ini.
Preceptor : Preceptor meminta mahasiswa untuk menyatakan masalah yang ada dalam kasus
yang dipresentasikan dapat dalam bentuk hipotesis diagnosis atau rencana manajemen
pengobatan.
Rasional : Meminta mahasiswa untuk menginterpretasikan data merupakan langkah awal dalam
menentukan kebutuhan belajar mereka dan prior knowledge yang telah mereka miliki. Contoh :
“Apa diagnosis pasien ini?”
Step 2. Mengali bukti-bukti yang mendukung
Petunjuk : Ketika mendiskusikan suatu kasus, mahasiswa memiliki komitmen terhadap masalah
yang dikemukakan dan menantikan respon dosen untuk mengkonfirmasikan pendapat mereka.
Preceptor : Sebelum memberikan arahan , mintalah mahasiswa untuk memberikan bukti yang
mendukung pendapat mahasiswa tersebut.
Rasional : Mintalah mahasiswa untuk mengungkapkan proses berpikir mereka sehingga dosen
dapat mengidentifikasi apa yang mahasiswa tahu dan yang belum tahu.
Contoh :
“Penemuan utama apa yang mendasari diagnosis anda?”
Step 3. Katakan apa yang mahasiswa sudah lakukan dengan benar
Petunjuk : Pelajar telah menangani suatu kasus secara sangat efektif yang hasilnya membantu
preceptor, pasien atau rumah sakit. Mahasiswa tidak menyadari bahwa yang telah dilakukannya
efektif dan memiliki dampak yang positif.
Preceptor : Berilah komentar kepada mahasiswa bahwa ia sudah melakukan hal yang benar dan
membawa dampak positif.
Contoh :
“Anda telah mempertimbangkan kemampuan pasien dalam memilih obat. Kepekaan Anda telah
membantu pasien dalam mengatasi masalahnya”
Step 4. Perbaiki yang masih salah
Petunjuk : Pekerjaan mahasiswa telah mempertunjukkan kekeliruan , kesalahan atau
penyimpangan.
Preceptor : Segera mungkin setelah kekeliruan, temukan waktu dan tempat yang sesuai untuk
mendiskusikan apa yang salah dan bagaimana cara menghindari atau mengoreksi kesalahan di

31
masa datang. Pertama kali berilah kesempatan pelajar untuk mengkritik hasil kerja mereka.
Rasional : kesalahan mahasiswa yang tidak diberitahu oleh preceptor akan memiliki
kesempatan untuk diulangi. Dengan mendiskusikan apa yang salah pada hasil kerja mahasiswa
akan menghindari kesalahan ini di masa yang akan dating.
Contoh :
“Anda benar bahwa gejala yang ada mengarah kepada infeksi saluran napas bagian atas karena
virus. Tetapi anda tidak bisa memastikan bahwa ia bukan otitis media sebelum Anda melakukan
pemeriksaan fisik pada telinga pasien”
5. Mengajarkan konsep/kaidah umum
Petunjuk : Preceptor memastikan bahwa ia mengetahui seputar kasus yang dipresentasikan
mahasiswa.
Preceptor : Ajarkan prinsip umum, konsep.
Rasional : Instruksi lebih mudah diingat dan diterima bila diberi dalam bentuk kaidah umum,
prinsip atau perumpamaan.
Contoh :
“Jika pasien baru mengalami selulitis, insisi dan drainase belum bisa dilakukan. Anda harus
menunggu sampai daerahnya menjadi fluktuasi sehingga bisa di drainase.”
Irby et al membandingkan model The Five Steps Microskill dengan model tradisional dalam
pendidikan klinik menemukan bahwa model The Five Steps Microskill memperlihatkan adanya
penekanan pada kebutuhan belajar mahasiswa dan partisipasi mereka dalam menentukan
keputusan masalah klinik yang mana hal-hal ini sangat kurang atau bahkan tidak terlihat dalam
pendidikan klinik dengan model tradisional. Penelitian dosen klinik di Aagard mengidentifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi model ini efektif dalam pendidikan klinik, yaitu :

 Dosen klinik lebih percaya diri dalam mengevaluasi mahasiswa.


 Dosen klinik mampu meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa.
 Dosen klinik mampu memberikan feedback yang berkualitas.
KESIMPULAN
The Five Steps Microskill merupakan salah satu model pendidikan klinik yang terdiri dari
beberapa langkah yaitu tanyakan komitmen mahasiswa, menggali bukti-bukti yang mendukung,
katakan apa yang mahasiswa sudah lakukan dengan benar, perbaiki yang masih salah dan
mengajarkan konsep/kaidah umum. Model ini menekankan tidak hanya pada proses pengajaran

32
pengetahuan dan ketrampilan klinik oleh Preceptor tetapi juga menekankan pada pentingnya
mengidentifikasi prior knowledge mahasiswa, memberikan kesempatan untuk membuat
keputusan sendiri, melatih clinical reasoning, pentingnya constructive feedback dan
mendiagnosis kebutuhan belajar mahasiswa. Model ini dapat diterapkan dalam lingkungan
pendidikan klinik di rawat jalan dan bangsal yang membutuhkan waktu antara 3-5 menit untuk
satu kasus. Oleh karena itu penerapan model ini di pendidikan klinik merupakan suatu model
pendidikan klinik yang sangat potensial untuk diterapkan khususnya pada setting pendidikan
klinik dengan keterbatasan waktu.

33
34
REFERENSI

i. Abdullohshehab.Clinical Teachers’ Opinions about Bedside-based Clinical. Sultan


QaboosTeachingUniversity Med J, February 2013, Vol. 13, Iss. 1, pp.121-126 ,Epub.
27th Feb 13.[PubMed]
ii. Annette Burgess ;KimOates;Kerry g oulston;craigMellis. First year clinical tutorials:
students’ learning experience. Advances in Medical Education and Practice 2014:5
451–456.[PubMed]
iii. ChantelleRizan, Christopher Elsey PhD, Thomas Lemon, Andrew Grant PhD, Lynn V.
Monrouxe PhD. Feedback-in-action within bedside teaching encounters: a video
ethnographic study.[PubMed]
iv. Chapman R1 , Wynter L, Burgess A, Mellis C. Can we improve the delivery of bedside
teaching?International Journal of Applied and Basic Medical Research2013 .[PubMed]

35
BAB II
MATERI PEMBELAJARAN

A. Definisi Bedside Teaching


Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan di samping
tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji kondisi klien dan pemenuhan asuhan
keperawatan (Nursalam & Ferry, 2008).
Bedside taeching halusinasi adalah metode perawatan dimana mentor mampu
membuat menti (peserta bedside ) yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui
kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan
menemukan sendiri fenomena praktek keperawatan dimana hal ini diharapkan dapat
membangun rasa percaya diri dan pembelajaran mengatasi masalah pasien. Bed side
sendiri merupakan singkatan dari briefing, expectation, demonstration, spesific
feedback, inclution microskill, debriefing and education. Briefing meliputi kegiatan
menyiapkan pembelajar tentang syarat pengetahuan yang harus di miliki dan persiapan
pasien. Expectation adalah menentukan tujuan belajar yang ingin di capai oleh perawat.
Demonstration sesuai tujuan Spesific feedback, di awali dengan aspek positif untuk
memotifasi pembelajar Inclution microskill adalah kemampuan yang harus di miliki
oleh pelatih sehingga efisien dan efektif. Debriefing, masukan dari pembimbing klinik
dan pasien Education , memberitahu sumber belajar yang di gunakan.
Metode ini bertujuan untuk memberikan pengalaman klinis pada konteks nyata (real
setting ) dan perawat dapat belajar dari pengalaman tersebut dan dari umpan balik
dari pembimbing klinik dan pasien. Metode ini dirasakan yang paling efektif

36
dibanding pembelajaran seperti berkomunikasi dengan pasien (history taking ),
melakukan pemeriksaan fisik,observasi dan menerapkan etika klinis, profesionalisme,
dan mengembangkankemampuan nalar klinis (clinical reasoning ). Dengan
membandingkan pengalaman perawat selama mengikuti program bedside dengan
pengalaman mengikuti metode bimbingan lama, perawat dalam FGD menyampaikan
adanya pencapaian kompetensi klinik yang lebih cepat, tepat dan memuaskan dengan
metode bedside . Dalam melakukan pengkajian, perawat dapat melakukannya dengan
fokus dan tindakan keperawatan yang dilakukan menjadi lebih terarah dan sesuai
dengan teori.
Bed side teaching terdiri atas 3 tahap yaitu : 1) Tahap Pre-Round bed side teaching
halusinasi ( perencanaan, Briefing/orientasi bed side teaching halusinasi), 2) tahap Round
bed side teaching halusinasi, 3) Tahap Post Round bed side teaching halusinasi.4) Tahap
Post Round bed side teaching halusinasi
Tahap Pre-Round bed side teaching halusinasi
tahap pengalaman (patientencounter), dan tahap refleksi. tahap persiapan , persepti
dan pembimbing mendiskusikan tujuan belajar yang ingin dicapai. Pada tahap persiapan,
pembimbing memastikan bahwa persepti paham atas apa yang akan dihadapi pada saat
interaksi dengan pasien dan bagaimana mengoptimalkan kesempatan itu untuk mencapai
tujuan belajar.tahap pengalaman, pasien hadir bersama mahasiswa dan pembimbing.
Pasien mendapat penjelasan tentang aktivitas pembelajaran dan memberikan
persetujuan.Tahap pengalaman dapat berupa demonstrasi atau observasi.Demonstrasi
pembimbing klinik mendemonstrasikan suatu interaksi dengan pasien(anamnesis,
pemeriksaan fisik, manajemen pasien, dan aspek komunikasi lainnya).Persepti belajar dari
demonstrasi tersebut, dan dapat dilibatkan dalam diskusi dengan pasien. Demonstrasi
direkomendasikan pada saat mahasiswa mempelajariketrampilan baru atau pada fase&fase
awal pembelajaran. !embimbing klniis berperansebagai role model ( I am doing, you are
watching) Proses pembelajaran klinik merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pembelajaran akademik khususnya pada mahasiswa profesi / perawat baru / perawat yang
menjalani rotasi . Proses pembelajaran tersebut salah satunya adalah bedside teaching.
Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan disamping tempat
tidur pasien dan melibatkan pasien secara aktif.
Dampak dari bed side teaching pada pasien halusinasi adalah meningkatnya hubungan
perawat dengan pasien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses keperawatan
pada saat perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk terlibat guna mencapai tujuan

37
asuhan keperawatan. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan yang direncanakan
secara sadar,bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk pencapaian tujuan. Perawat
menggunakan pengetahuan komunikasi guna memfasilitasi hubungan yang efektif.
Hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang diarahkan pada pencapaian
tujuan. Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan interpersonal titik tolak
saling memberi pengertian. Kewajiban perawat memberikan asuhan
keperawatan dikembangkan hubungan saling percaya dibentuk dalam interaksi ,hubungan
yang dibentuk bersifat terapetik dan bukan hubungan social,hubungan perawat dan klien
sengaja di jalin terfokus pada klien,bertujuan menyelesaikan masalah klien.
Tahap interaksi yang dilalui dalam berhubungan antara pasien dan perawat adalah perawat
di katakan professional bila mampu menciptakan hubungan terapetik dengan klien
Sehingga di perlukan keikhlasan,empati dan kehangatan diciptakan dalam berhubungan
dengan klien

B. Tujuan Pembelajaran Bedside Teaching


Menurut McLeod dan Harden (1985):
1. Mengumpulkan dan merekam semua informasi tentang pasien secara
kompleks
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teratur
3. Melakukan prosedur keterampilan
4. Menginterpretasikan Data
5. Memecahkan masalah secara ilmiah dan profesional
6. Memberikan informasi yang terpercaya
7. Mengembangkan keakraban dengan tim kesehatan lainnya
8. Mengembangkan sikap yang tepat untuk pasien dan petugas kesehatan
yang lain
9. mengumpulkan pengetahuan kesehatan yang faktual
10. Memperoleh sikap positif untuk belajar mandiri
C. Prinsip Pelaksanaan Bedside Teaching
Prinsip pelaksanaan Bedside Teaching antara lain
1. Sikap fisik maupun psikologis dari perseptor, persepti dan pasien halusinasi
2. Jumah perawat yang mengikuti bed sirdibatasi, yakni 5-6 perawat
3. Diskusi pada awal dan setelah demonstrasi didepan pasien dilakukan

38
seminimal mungkin lanjutkan dengan demonstrasi ulang
4. Evaluasi pemahaman perawat terhadap apa yang
didapatkan saat proses bed side teaching di lakukan saat itu juga
5. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh
perawat sebelumnya
D. Hal-Hal Yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Preseptor bed side teaching
halusinasi
Preceptor harus memiliki dan mecerminkan hal-hal sebagai berikut :
1. Mendorong perawat untuk partisipasi aktif dalam kegiatan bed side teaching
halusinasi
2. Menekankan pembelajaran pada focus pemecahan masalah halusinasi
3. Terintegrasi klinis dengan ilmu dasar jiwa dan halusinasi
4. Batasi perawat berdiskusi pada saat tindakan, jika ada pertanyaan dapat dilanjutkan
di ruang diskusi
5. Menyediakan kesempatan yang cukup bagi perawat untuk berlatih
Keterampilan bed side teaching halusinasi
6. Menjadi teladan yang baik bagi hubungan interpersonal dengan pasien saat bed side
teaching
7. Mengajarkan kepada perawat untuk tetap berorientasi terhadap kasus
penyakit pasien
8. Menunjukkan sikap positif terhadap prosespelksanaan bed side teaching
E. Kelebihan metode bedside teaching halusinasi
1. Belum ada modul yang membahas khusus tentng bed side teaching halusinasi
2. Mendapatkan kasus halusinasi yang sesuai yang dapat memberikan kesempatan
kepada perawat untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interpersonal.
2. Menumbuhkan sikap profesional perawat dalam menerapkan interaksi dalam bed
side teaching
3. Mempelajari perkembangan biologis/fisik dan melakukan komunikasi
melalui pengamatan langsung dalam proses bed side teaching
4. Merasakan rasa percaya diri yang lebih dalam merawat pasien halusinasi
5. Sebagai alternatif metode pembelajaran yang menyenangkan, rilex dan sesuai
dengan kenyataan di lapangan
5. Meningkatkan pemahaman terhadap halusinasi
F. Kekurangan metode bedside teaching
39
Beberapa kelemahan bedside teaching adalah sebagai berikut (Nursalam,
2008) :
1. Perseptor dan perawat yang kurang persiapan fisik, materi, pengetahuan
psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya dalam diri pasien.
2. Perseptor dan perawat yang tidak memiliki
menguasai bahan akan mengurangi efektifitas pembelajaran.
G. Langkah-langkah bedside teaching
Strategi/langkah-langkah pengajaran klinik menggunakan pendekatan bedside
teaching menurut Cox (1993) dalam Harden (2009) dan Affandi (2008)
adalah sebagai berikut:
datang?
H. Tiga belas Tips Melakukan Bedside Teching
Dua belas tips melakukan bedside teaching menurut Ramani, S. (2003) yaitu :
1). Persiapan
a) Persiapan pasien
b) Persiapan pengetahuan dan keterampilan preceptor terhadap
c) kegiatan yang akan diajarkan dengan cara mempelajari kasus, terutama dengan
menggunakan media CD-ROM, video, dan sebagainya.
d) Persiapan pelatihan dari universitas/fakultas untuk meningkatkan keterampilan
klinis dan keterampilan mengajar.
2) Menggali pengetahuan actual dan keterampilan klinis perawat
3). Membuat guideline atas setiap rencana yang akan dilakukan seperti :
a). Pre round (pre BST)
 Perencanaan
 Orientasi
b) . Round (BST)
 Interaksi
 Pengamatan/observasi
 Petunjuk
 Menyimpulkan
c) Post Round (post BST)
 Feedback
 Refleksi
 Persiapan BST selanjutnya

40
4 ) Mengarahkan
Mengarahkan perawat untuk mencoba/latihan dengan cara memberikan peran dari
masing-masing perawat, hal ini dilakukan untuk mencegah kebosanan dari perawat.
5) Perkenalan diri
Perkenalan diri preceptor dan perawat kepada pasien, mengenai tujuan kegiatan
yang akan dilakukan serta mengarahkan pasien selama proses bedside teaching
berlangsung.
6.) Peran model interaksi preceptor dan pasien.Pasien dapat melakukan sharing
informasi dan pengetahuan secara teoritis kepada preceptor dan perawat selama
kegiatan bedside teaching berlangsung.
7) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk melakukan interaksi kepada pasien.
perawat melakukan komunikasi, anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada tahap ini
preceptor dapat menilai keterampilan, pengetahuan dan sikap perawat. Hal ini
diperlukan untuk merancang dan merencanaan kegiatan bedside teaching
selanjutnya.
8) Preceptor memberikan koreksi/tanggapan didepan pasien untuk meningkatkan
profesionalisme perawat.
9) Preceptor mengevaluasi singkat terhadap apa yang telah perawat. lakukan sebelum
meninggalkan pasien. Preceptor meringkas apa yang telah diajarkan dan dipelajari
selama kegiatan.
10) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengklarifikasi atau bertanya,
guna mengatasi kebingungan dan dekompresi dari kegiatan sebelumnya.
11) Beritahu apa yang telah baik/belum baik hal ini bertujuan meningkatkan moral
tim, memberikan kesempatan pada perawat mengeksplorasikan pengetahuan atau
keterampilannya untuk mengubah atau memodifikasi pengajaran.
12) Preceptor mengevaluasi dan merencanakan perubahan apa yang harus dilakukan
untuk kegiatan berikutnya.
13) Preceptor mulai mempersiapkan wawasan, pengetahuan, keterampilan mengajar
dan kualitas diri untuk melakukan kegiatan bedside teaching halusinasi
selanjutnya.
Tahap hubungan perawat dengan pasien
1. Tahap orientasi
Di mulai pada saat pertama kali berhubungan.

41
Tujuan utama tahap orientasi adalah membangun Hubungan saling percaya dengan
pasien halusinasi
2. Tahap bekerja
- Menyatukan proses komunikasi dengan tindakan keperawatan
- Membangun suasana yang mendukung untuk berubah
3.Tahap terminasi
a. Penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan

SATUAN ACARA PELATIHAN


( SAP )

A. POKOK BAHASAN
Bedside teaching
B. SUB POKOK BAHASAN
1. Konsep Bedside teaching
2. Impelentasi Bedside teaching
C. SASARAN
1. Target : preseptor klinik yang akan membimbing mahasiswa
praktik klinik dilahan eksperimen
2. Tempat : Aula Indraloka RSJD Surakarta
3. Hari/Tanggal :
4. Waktu : 09.00-12.00 WIB
5. Pemateri :
D. TUJUAN INSRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan pelatihan selama 3 jam diharapkan para preseptor klinik mampu
memahami, dan menerapkan model pembelajaran klinik bedside
teaching sesuai dengan tahapan pembelajaran.
E. TUJUAN INSRUKSIONAL KHUSUS
Setelah dilakukan pelatihan selama 3 jam para preseptor hendaknya mampu :
1. Menjelaskan konsep pembelajaran klinik model bedside teaching
2. Mendemonstrasikan pembelajaran klinik model bedside teaching
3. Mengimplementasikan pembelajaran klinik model bedside teaching

42
F. MATERI PELATIHAN
Terlampir

MEDIA
Laptop, LCD, Modul, Lembar evaluasi.
H. KEGIATAN
Tahap Kegiatan Respon Waktu

Pembukaan 1.Memberikan salam a. Menjawab salam 10 menit


2. Menyampaikan tujuan b. mendengarkan
Pelaksanaan 1 Pre test a. Mengerjakan 160 menit
2. Menyampaikan pre test
materi b. Mendengarkan
3. Diskusi c. Diskusi
4. Roleplay d. Melakukan
5. Self assessment dan roleplay
peer assessment e. Melakukan
6. Post test evaluasi diri
Penutup Salam penutup Menjawab salam 10 menit

I. EVALUASI
1. Kognitif
Preseptor klinik mampu menjelaskan bedside teaching
2. Afektif
Preseptor klinik aktif menerima materi pelatihan
3. Psikomotorik
Preseptor klinik mampu menerapkan pembelajaran klinik model bedside teaching

43
J. SUMBER
1. Affandi M. (2008) Bedside Teaching and Clinical Tutoril. Diakses 02 juni 2015
http://www.mohaffandi.wordpress.Com.
2. Cox, K. (1993). Planning bedside teaching. The Medical Journal of Australia
15, 280-282
3. Gill,D., Free, R., & Dacre, J. (2003). Teaching and Learning ‘At the Bedside’.
Harden, R.M., & Dent, J.A. (2009). A Practical Guide for Medical Teachers. Edisi 3.
ElsevierLimited.
4. McKimm, J., & Swanwick, T. (2010). Web‐based faculty development: elearning for
clinical teachers in the London Deanery. The clinical teacher, 7(1), 58-62.
5. Nursalam & Ferry Efendi. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
6. Ramani, S. (2003). Twelve tips to improve bedside teaching. Medical teacher, 25(2),
112- 115.
7. Wardaningsih S. (2008). Materi Pelatihan Preseptor Klinik. Yogyakarta: Departemen
keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

44
45

Anda mungkin juga menyukai