Anda di halaman 1dari 28

Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling

Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling

Kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk


memecahkan atau mengentaskan masalah klien melainkan untuk memungkinkan di
perolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan-kemudahan atau komitmen yang akan
membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung
ini umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan ( Hallen, 2000:89
).
Memang benar bahwa alat dan kelengkapan yang paling handal dimiliki konselor
untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan ialah mulut dan berbagai keterampilan
berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal ( Prayitno dan Erman Amti, 2004:315 ).
Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang
sedemikian luas dan multidimensional serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang
berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan
berbagai data, keterangan dan informasi, terutama tentang klien dan lingkungannya.
Kegiatan pendukung dan bimbingan konseling meliputi kegiatan pokok aplikasi
instrumentasi dan bimbingan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah,
dan alih tangan kasus.Semua jenis kegiatan pendukung dilaksanakan secara langsung,
dikaitkan pada keempat bidang bimbingan, serta disesuaikan dengan karakteristik dan
kebutuhan klien. Hasil kegiatan pendukung dipakai untuk memperkuat satu atau beberapa
jenis layananbimbingan dan konseling ( Prayitno, 1997:95 ).
1. Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan Konseling
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan koseling, yaitu kegiatan pendukung bimbingan
dan koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik (klien/konseli),
keterangan tentang lingkunan peserta didik (konseli) dan lingkungan yang lebih
luas.Pengumplan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrument, baik tes maupun non
tes.
Aplikasi Instrumentasi adalah upaya pegungkapan melalui pengukuran dengan
memakai alat ukur atau instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan, disikapi dan digunakan
untuk memberikan perlakuan terhadap klien dalam bentuk layanan konseling.
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengumpulkan data
dan keterangan tentang peserta didik/konseli ( baik individual maupun kelompok ),
keterangan tentang lingkungan peserta didik, dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan
data dan keterangan ini dapat dilakukan dengan berbagai instrument, baik tes maupun non
tes.
Hasil pengumpulan data itu dipakai dalam kegiatan layanan bimbing dan konseling
sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya. Fungsi utama bimbingan
dan konseling yang di embankan oleh kegiatan penunjang aplikasi instrumentasi ialah fungsi
pemahaman .
Materi umum aplikasi instrumentasi yaitu berupa data dan keterangan yang
dikumpulkan melalui aplikasi instrumentasi pada umumnya, meliputi:
a. Kebisaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Kemmpuan dan kondisi mental dan fisik klien.
c. Kemampuan dan pengenalan lingkungan dan hubungan social.
d. Sikap, kebiasaan, keterampilan dan kemampuan belajar.
e. Informasi karir dan pendidikan.
f. Kondisi keluarga dan lingkungan ( prayitno, 1997:95 )
Ada beberapa pertimbangan yang perlu mndapat perhatian para konselor dalam
penerapan aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, antara lain adalah:
a. Instrumentasi yang dipakai harus sahih dan terandalkan.
b. Pemakai instrument (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan instrument
yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring pengaminidtrasiannya dan skoring,
penginterprestasian skor dan penggunaan sebagai sumber informasi bagi pengambilan
keputusan tertentu.
c. Pemakaian instrument, harus disiapkan secara matang bukan hanya persiapan instrument
saja, tetapi persiapan instrument yang akan mengambil tes.
d. Tes atau instrument apapun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami
individu secara lebih luas dan mendalam.
e. Ada dan dipergunakannya berbagai instrumentlainnya bukanlah syarat mutlak bagi
pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling.
Pemahaman tentang diri klien, tentang masalah klien, dan tentang lingkungan yang
lebih luas dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang mendalam
biasanya merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman tentang diri klien
dan masalahnya itu. Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan
yang memadai dalam penggunaan berbagai instrument tersebut.
Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu sarana yang
perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan koseling terlaksana secara lebih cermat
dan berdasarkan data empiric.
Penyelenggaraan aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling meliputi digunakan
dan dikembangkannya berbagai instrument, baik tes mupun non tes.
a. Instrument Tes
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan
menggambarkan dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu.Dalam bentuk nyata tes
berbentuk serangkaian pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang di tes.
Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu konselor dalam:
1. Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu
yang di tes, seperti masalah penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi atau hasil
belajar, masalah penempatan atau penyaluran.
2. Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu.
3. Mengenali individu (misalnya disekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi atau
sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus.
4. Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seorang individu
dalam bidang tertentu.
Berbagai hal yang dipeloleh konselor dari hasil tes dapat digunakan untuk
menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada individu yang dimaksudkan.
b. Instrument Non Tes
Instrument non tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara,
catatan anecdote, angket, sosiometri, dan inventori yang dibekukan ( Prayitno dan Erman
Amti, 2004:319).
Agar diperoleh hasil yang terandalkan, pengamatan dan wawancara dilakukan dengan
mempergunakan pedoman pengamatan dan pedoman wawancara.Catata anekdot merupakan
hasil pengamatan, khususnya tentang tingkah laku yang tak biasa atau khusus yang perlu
mendapatkan perhatian tersendiri.Angket dan daftar isian dipergunakan untuk
mengungkapkan berbagai hal, biasanya tentang diri individu, oleh individu sendiri.Sosiometri
untuk melihat dan memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial diantara individu-
individu dan kelompok. Sedangkan melalui inventori yang dibakukan akan dapat
diungkapkan berbagai hal yang biasanya merupakan pokok pebahasan dalam rangka
pelayanan bimbingan dan konseling secara lebih luas.

2. Himpunan Data
Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan peserta didik (klien/konseli).Himpunan data perlu diselenggarakan secara
berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.Penyelenggaraan
himpunan data bermaksud menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan siswa dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun merupakan
hasil dari upaya aplikasi instrumentasi, dan apa yang menjadi hasil himpunan data
dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
Materi umum himpunan data diantaranya sebagai berikut:
1. Identitas siswa (klien) dan keluarga.
2. Hasil aplikasi instrumentasi.
3. Hasil belajar, karya tulis, dan rekaman kemampuan siswa.
4. Catatan anekdot.
5. Informasi pendidikan dan jabatan.
6. Laporan dan catatan khusus.
Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh penyelenggaraan himpunan data ialah
fungsi pemahaman.Hasil aplikasi instrumentasi pada umumnya menjadi yang dianggap
penting dalam himpunan data.Himpunan data juga dapat meliputi hasil wawancara,
konferensi kasus, kunjungan rumah, analisis hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya
pengumpulan bahan lainnya yang dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap
siswa. Keseluruhan data yang dikumpulkan itu dapat dikelompokkan menjadi:
a. Data pribadi, adalah menyangkut diri masing-masing siswa secara perorangan. Himpunan
data pribadi dilakukan terpisah untuk setiap siswa, karena himpunan data pribadi bersifat
berkelanjutan, maka harus ada kera sama antar guru kelas.Himpunan data pribadi siswa
memang perlu lengkap dan menyeluruh, tetapi harus tetap sederhana, ringkas, dan bersifat
sepenuhnya. Himpunan data pribadi sering juga disebut Cumulative Record.
b. Data kelompok, adalah menyangkut aspek tertentu dari sekelompok siswa, seperti gambaran
menyeluruh hasil beljar siswa stu kelas, hasil sosiometri, laporan penyelenggaraan dan hasil
diskusi atau belajar kelompok, penyelenggaraan dan isi bimbingan, dan konseling kelompok.
c. Data umum, adalah tidak secara langsung menyangkut diri siswa baik secara pribadi
(perorangan)ataupun kelompok. Data ini berasal dari luar diri siswa, seperti informasi
pendidikan dan jabatan serta informasi lingkungan fisik social dan budaya. Data ini biasanya
dihimpun dalam bentuk tersendiri, contohnya bentuk buku, kumpulan tentang informasi
pendidikan, informasi jabatan, informasi sisial budaya ( Prayitno, 1997:99-100).
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka penyelenggaraan
himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal:
a. Materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan
gambaran yang tepat untuk individu.
b. Data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karea itu
data tentang siswa perlu di perbarui.
c. Data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut system tertentu.
d. Data dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia.
e. Mengingat bahwa data yang di kumpulkan cukup banyak, harus pula ditambah dan
dikurangisesuai dengan perkembangan, lagi pula pengeluaran data dan pemasukannya
kembali memakan waktu yang cukup banyak, konselor sering terjebak oleh pekerjaan rutin
penyelenggaraan himpunan data itu.
Berbagai hal yang termuat didalam himpunan data meliputi pokok-pokok
data/keterangan tentang berbagai hal sebagaimana yang menjadi isi dari aplikasi
instrumentasi tersebut diatas.Selain itu, himpunan data juga memuat karya tulis atau rekaman
kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus, dan informasi pendidikan dan jabatan.
3. Konferensi Kasus
Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (klien) dalam suatu forum
pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan,
keterangan kemudahan,dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan
dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.Dalam konferensi kasus secara
spesifik dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum diskusi
yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru pembimbing/konselor, wali kelas, guru
mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lainya) yang diharapkan
dapat memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi
teretasnya permasalahan tersebut.konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Pembahasan masalah dalam konferensi kasus juga menyangkut upaya pengentasan
masalah dan peranan masing-masing pihak dalam upaya yang di maksud itu.Dengan
demikian, fungsi utama yang diemban oleh konferensi kasus ialah fungsi pemahaman dan
pengentasan.
Tujuan konferensi kasus diantaranya sebagai berikut:
Secara umum tujuan dari konferensi kasus ialah mencari interpretasi yang tepat dan
tindakan-tindakan yang konkret yang dapat diambil. Atau dengan kata lain konferendi kasus
bertujuan untuk mendapat gambaran yang lebih tepat mengenai diri kasus dengan maksud
untuk memberikan pertolongan kepada kasus tersebut dalam memecahkan masalahnya.
a. Diperolehnya gambaran yang lebih jelas, mendalam dan menyeluruh tentang permasalahan
klien. Gambaran yang diperoleh lengkap dan saling sangkut paut data atau keterangan yang
satu dengan yang laiinya.
b. Terkomunikasinya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dan yang bersangkutan, sehingga penanganan masalah itu menjadi lebih mudah dan tuntas.
c. Terkoordinasinya penanganan masalah yang dimaksud sehingga upaya menanganan itu
lebih efektif dan efisien.
Peserta konferensi kasus, konferensi kasus dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara
lansung mengenai kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat didalamnya adalah personel
yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang di hadapi seprti kepala sekolah, guru-
guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis) dan lain-lainnya
Kasifikasi masalah konferensi kasus, masalah yang akan menjadi titik pusat
pembahasan dalam konferensi kasus adalah kasus yang telah dipersiapkan dan diajukan oleh
peserta konferensi kasus. Klasifikasi masalah siswa yang dapat diajukan dalam pembahasan
konferensi kasus salah satu atau beberapa masalah yang dihadapi siswa di bawah ini:
1. Masalah belajar, yang antara lain berkenan dengan:
a. Kebiasaan belajar yang kurang efektif
b. Kemampuan belajar yang kurang memadai
c. Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadai
d. Kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan
2. Masalah social pribadi diantaranya:
a. Kekurangharmonisan hubungan antar teman
b. Kekurangserasian hubungan dengan orang tua
c. Kekurangserasian hubungan dengan guru
d. Gambaran diri yang kurang tepat
e. Kebiasaan hidup yang kurang tepat
f. Kenakalan remaja
g. Gangguan psikis
3. Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan
a. Pemilihan jurusan yang tepat
b. Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat
c. Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memedai
d. Pengenalan sekolah sambungan dan perguruan tinggi yang kurang memadai
e. Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadai
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi


kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang
diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan
dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu
terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil
kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa
(konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang
berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter, polisi, dan
ahli lain yang terkait.
b. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka
acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi
kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan
masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan
asas–asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
c. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi
siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih
dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan tentang
potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli), sehingga para
peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan.
Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan
data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah
terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan
sebelumnya.
d. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau
penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas
masalah yang dihadapi siswa (konseli)
e. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi
menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk
dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan,
untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan
masalah siswa (konseli).

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai itu, maka pihak-pihak yang di undang dan
diminta berpartisipasi secara aktif dan langsung dalam konferensi itu ialah, pertama mereka
yang berperanan sangat menentukan bagi siswa yang bermasalah seperti orang tua/ wali dan
guru), kedua pihak yang diharapkan dapat memberi keterangan ataupun masukan berkenaan
dengan permasalahan di atas, dan ketiga pihak-ppihak lain yang di harapkan dapat ikut
memberikan kemudahan bagi penangan masalah siswa. Dengan demikian tampak bahwa para
peserta konferensi kasus sangat mungkin bersal dari latar belakang yang berbeda beda,
dengan wawasan yang berbeda dan menghadiri konferensi itu dengan persepsi awal dan
tujuan yang berbeda pula.
Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang
menyangkut permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang bersangkutan.Permasalahan
itu didalami dan dianalisis berbagai seginya, baik perincian masalahnya, sebab-sebab, dan
sangkut paut antara berbagai hal yang ada didalamnya, maupun berbagai kemungkinan
pemecahannya serta factor-faktor penunjangnya. Dikehendaki pula, melalui konferensi kasus
itu akan dapat terbina kerja sama yang harmonis diantara para peserta pertemuan dalam
mengatasi masalah yang dialami oleh siswa.
Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru pembimbing ada yang bisa
dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor sekolah, tetapi banyak
pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang sangat memerlukan campur tangan
dari personil lain: bantuan pemecahan masalah terhadap kasus tersebut akan ditangani secara
team: tekhnik-tekhnik bantuan yang akan diberikan dibicarakan dalam satu pertemuan yang
disebut dengan konferensi kasus atau case conference.
Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus, setelah semua data dapat dikumpulkan
maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut seacar komprehensif, sehingga
dapat diputuskan suatu rekomendasi, tentang tekhnik bantuan pemecahan masalah yang
diberikan.
Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format konferensi
kasus.Dalam satu kali pertemuan, mungkin belum diputuskan suatu rekomendasi.Oleh karena
itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai dengan wktu yang telah disepakati bersama
antara peserta konferensi kasus.
Penyelenggaraan konferensi kasus: tak semua masalah siswa perlu
dikonferensikasuskan. Guru kelas sebagai penyelenggaraan pertama menjelaskan tujuan
konferensi kasus dan menguraikan secara garis besar kasus yan hendak dibicaraan itu. Isi
pembicaraan konferensi kasus sama sekali tidak bolh dibocorkan atau dibicarakan di tempat
lain. Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses ialah apabila konselor
memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah
siswa, dan terbangun komitmen seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya
pengentasan masalah klien (siswa)(prayitno, 1997:101-102)
4. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan
peserta didik (klien/konseli) melalui kunjungan kerumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja
sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Penanganan permasalahan siswa sering kali memerlukan pemahaman yang lebih jauh
tentang suasana rumah atau keluarga siswa.Untuk itu perlu dilakukan kunjungan rumah.
Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk seluruh siswa; hanya untuk siswa yang
permasalahannya menyangkut dengan kadar yang cukup kuat peranan ruah atau orang tua
sajalah yang memerlukan kunjungan rumah. Lebih jauh, data atau keterangan tentang rumah
orang tua boleh jadi juga tidak perlu diperoleh melalui kunjungan rumah oleh konselor.Cara
yang lebih praktis untuk memperoleh data yang dikehendaki itu, selain melalui wawancara
secara langsung dengan siswa yang bersangkutan, ialah melalui wawancara dengan orang tua
yang dipanggil datang kesekolah.
Kegiatan kunjungan rumah, dan juga pemanggilan orang tua ke sekolah, setidak-
tidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
a. Memperoleh data tambahan tentang permasalahan klien (siswa) khususnya yang bersangkut-
paut dengan keadaan rumah, atau orang tua.
b. Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya.
c. Membangun komitmen terhadap orang tua terhadap penangan masalah anaknya.
Materi umum kunjungan rumah, akan diperoleh berbagai data dan keterangan tentang
berbagai hal yang besar, kemungkinan ada sangkut pautnya dengan permasalahan siswa atau
klien.
Data atau keterangan ini meliputi:
a. Kondisi rumah tangga dan orang tua.
b. Fasilitas belajar yang ada dirumah.
c. Hubungan antara keluarga.
d. Sikap atau kebiasaan siswa dirumah.
e. Berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga inti lainnya terhadap siswa atau klien.
f. Komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan dan pengentasan
masalah siswa atau klien (Prayitno, 1997:103)
Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang
dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik dari pihak orang tua serta atas
persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama yang ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah
ialah fungsi pemahaman (Dewa ketut sukardi, 2002: 237)
5. Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik
(klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak kepihak lainnya.
Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat
memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain
tempat kasus itu dialihtangankan)
Di sekolah alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru mata pelajaran/praktik, wali
kelas, dan/atau sekolah lainya, atau orang tua mengalihtangankan siswa yang bermasalah
kepada guru pembimbing.Sebaliknya bila guru pembimbing menemukan siswa bermasalah
dalam bidag pemahaman/penguasaan materi pelajaran/latihan secara khusus dapat
menglihtangankan siswa tersebut kepada guru mata pelajaran/praktik untuk dapat mendapat
pengajaran atau latihan perbaikan dan program pengayaan. Guru pembimbing atau guru kelas
juga dapat mengalihtangankan permassalahan siswa kepada ahli-ahli yang relevan, seperti
dokter, psikiater, ahli agama, dan lain-lain.
Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik, tepat,
dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan jalan memindahkan penanganan kaasus
dari satu pihak kepada pihak yang lebih ahli. Atau dengan kata lain tujuan dari alih tangan
kasus ialah layanan alih tangan bertujuan untuk membantu melimpahkan siswa yang
mengadapi masalah tertentu kepada petugas didalam sekolah sendiri atau lembaga pelayanan
alih tangan kasus (rujukan) di luar sekolah disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan
wewenang yang dimilikinya maupun karena keterbatasan sumber manusiawi dan alat.

Materi pokok kasus yang dialihtangankan pada dasarnya sama dengan keseluruhan
kasus yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Secara khusus, materi yang
dialihtangankan ialah bagian dari permasalahan yang belum tuntas ditangani oleh guru
pembimbing (konselor). Materi khusus itu perlu di alihtangankan karena guru pembimbing
(konselor) tidak secara khusus membidangi materi itu atau dengan kata lain, materi tersebut
diluar bidang keahlian ataupun wewenang guru pembimbing (konselor).
Lembaga-lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu:
1. Rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum.
2. Lembaga pelayanan psikologis.
3. Lembaga kepolisian.
4. Lembaga-lembaga penyelenggara tes.
5. Lembaga penempatan tenaga.
Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan), berikut ini adalah syarat-
syarat pelayanan alih tangan kasus antara lain, yaitu:
1. Alih tangan kasus harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan dengan masalah yang
hadapi siswa (konseli) bersangkutan.
2. Alih tangan kasus (rujukan) harus diberikan surat pengantar atau rekomendasiyang
menjelaskan tujuan alih tangan kasus (rujukan) itu.
3. Alih tangan kasus (rujkan) harus disetujui oleh individu siswa (klien/konseli) yang
bersangkuan.
4. Pelayanan alih tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung jawab sekolah.
5. Pihak yang dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan laporan terinci
mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada sekolah.
Proses pelayanan alih tangan kasus (rujukan) bisa dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut (Depdikbud,1981 dan Dewa Ketut Sukardi,1988) adalah sebagai berikut:
1. Alih tangan kasus dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang menemukan siswa
(klien/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak dapat dipecahkan oleh petugas itu sendiri.
2. Wali kelas ini memperkirakan kesulitan macam apa yang dihadapi siswa. Dalam hal ini
misalnya kesulitan psikologis.
3. Wali kelas mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala sekolah sebagai
penanggung jawab puncak dalam program bimbingan dan konseling.
4. Kepala sekolah menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik. Dalam hal
ini misalnya perawat sekolah.
5. Siswa tersebut bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk kepada konselor.
6. Apabila konselor tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk kepada ahli
psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut memerlukan penanganan dalam
suatu pembahasan kasus atau pelayanan testing dan dalam hal apa.
7. Apabila hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya siswa tersebut tidak
memerllukan pembahasan kasus dan tidak memerlukan layanan testing, maka psikolog
tersebut memberikan rekomondasi tentang status siswa tersebut sebagai balikan kepada
sekolah, misalnya siswa tersebut membutuhkan perlakuan lemah lebut dari pihak guru dan
sebagainya. Maka pelayanan alih tangan kasus hanya berhenti sampai disini.
8. Apabila hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa siswa (klien) tersebut tidak memerlukan
pembahasan kasus, tetapi membutuhkan pelayanan testing, maka siswa tersebut dialih
tangankan kepada lembaga penyelenggara tes untuk dilengkapi dengan data dari wawancara
dengan orang tua pihak lain yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan hasil wawancara
itu diisusunlah rekomondasi untuk dikembalikan kepada sekolah, maka ruujukkan berakhir
sampai disin.
9. Apabila hasil pemeriksaan psikolog ternyata bahwa siswa (klien) itu memerlukan
pembahasan yang kleboh luas dengan berbagai pihak, maka diselenggaraan pembahasan
kasus yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, miisalnya guru, kepala sekolah,
psikologi, konselor dan pihak lain yang diperlukan.
10. Dari hasil pembahasan kasus diberikan rekomondasi sesuai dengan status siswa tersebut.
Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan berulang- ulang sampai
masalahnya dapat diselesaikan.
Kriteria penilaian keberhasilan pelayanan alih tangan kasus antara lain sebagai berikut :
1. Jika pelimpahan kasus kepada guru di dalam sekolah sendiri atau kepada lembaga pelayanan
alih tangan kasus atau rujukkan telah disertai dengan data/informasi kasus yang diperlukan.
2. Jika alih tangan kasus dapat diakhiri dengan pemecahan masalah kasus dan diberikan
rekomondasi entag masalah kasus pada sumber alih tangan kasus.
Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan jalur
dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima kiriman klien dari pihak –
piha lain, seperti: orang tua, kepala sekolah, guru, pihak lain (dokter, psikiater, dan psikolog).
Sedang jalur dari konselor, dalam arti konselor mengirimkan klien yang belum tuntas
ditangani kepada ahli – ahli lain, seperti: konselor yang lebih senior, konselor yang
memmbidangi psesialisasi, ahli – ahli lain (guru bidang studi, psikologi, psikiater dan dokter).
Konselor menerima klien dari pihak lain daengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai
dengan permasalahan yang ia hadapi. Disisi lain konselor mengalih tangani klien kepada
pihak lain apabila masalahan yang dihadapi klien memang diluar wewenang konselor untuk
menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenanga memeberikan bantuan, namun
permasalahan klien tersebut belum berhasil ditangani secara tuntas.
http://richeafrina23.blogspot.co.id/2014/06/kegiatan-pendukung-bimbingan-konseling.html

Makalah Tampilan Kepustakaan BK


2.1 Pengertian Tampilan Kepustakaan
Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai
bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam
pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar,
dan karir/jabatan. Berbagai macam bahan-bahan pustaka
seperti buku-buku teks, literature, referensi, jurnal, majalah
ilmiah, majalah umum, koran maupun koleksi laporan tugas
akhir mahasiswa. laporan penelitian dosen, maupun laporan
kerja praktek mahasiswa. Koleksi pustaka dapat dipinjam atau
hanya boleh di baca di tempat. Dilengkapi ruang baca yang
cukup representatif, sehingga diharapkan dapat menambah
kenyamanan pengunjung atau anggota perpustakaan..
Berbagai uraian, penjelasan, cerita, ide, contoh, dan
bermacam informasi sebagai hasil budaya manusia tersimpan
dalam tampilan kepustakaan. Disana dapat dijumpai buku,
majalah, koran, tabloid, film,dan berbagai bentuk rekaman
lainnya. Bahan-bahan tampilan kepustakaan itu dapat diakses
oleh siapapun juga yang memerlukannya melalui prosedur
tertentu.
.
Kegiatan pendukung tampilan kepustakaan (TKp) membantu
klien dalam memperkaya dan memperkuat diri berkenaan
dengan permasalahan yang dialami dan dibahas bersama
konselor pada khusunya, dan dalam pengembangan diri pada
umumnya. Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat
diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanan,
dan atau klien secara mandiri bahan-bahan yang ada di sana
sesuai dengan keperluan.

2.2 Tujuan Tampilan Kepustakaan


Sebagaimana telah disinggung diatas, tujuan umum
digunakannya tampilan kepustakaan dalam rangka pelayanan
konseling ialah:
1. Melengkapi substansi pelayanan konseling berupa bahan-
bahan dan atau rekaman lainnya yang ada dalam tampilan
kepustakaan.
2. Mendorong klien memanfaatkan bahan-bahan yang ada
dalam tampilan kepustakaan untuk memperkuat pengentasan
masalah dan pengembangan diri pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Mendorong klien untuk dapat memanfaatkan pelayanan
konseling secara lebih langsung dan berdaya guna.
Tujuan no. 3 diatas terarah terutama bagi individu yang belum
pernah menjalani proses pelayanan konseling, namun
berkehenndak untuk memperolehnya. Dengan memanfaatkan
bahan-bahan yang ada di perpustakaan, khususnya bahan-
bahan tentang apa, mengapa dan bagaimana pelayanan
konseling, individu tersebut lebih termotivasi untuk datang ke
konselor dengan kemauan sendiri (self-referal). Dalam pada
itu, dengan berbagai materi yang dibaca, boleh jadi individu
mendapatkan bahan-bahan yang secara langsung ataupun
tidak langsung terkait dengan kondisi dirinya, sehingga
memperoleh penceraban yang mempertajam analisis, dan atau
pengarahan tentang perilaku dan cara-cara tertentu, dan atau
hal-hal positif lainnya. Dengan perolehan seperti itu individu
merasa permasalahan yang dialaminya sedikit banyaknya
telah terentaskan, atau sebagaian dari kebutuhannya telah
terpenuhi. Atau perolehan positif itu menjadi bahan awal yang
lebih memicunya untuk segera mendapat bantuan konselor
dalam pengentasan masalahnya secara lebih tuntas.
Lebih jauh, bagi klen-klien yang sedang atai telah menjalani
proses konseling bahan-bahan yang ada di perpustakaan dapat
dimanfaatkan dengan tujuan no. 1 dan no. 2 di atas. Dengan
demikian, tampilan kepustakaan dapat didayagunakan untuk
kepentingan pelayanan konseling, baik dalam tahap pra-
layanan maupun pasca-layanan.

2.3 Komponen Tampilan Kepustakaan


Komponen pokok dalam kegiatan TKp adalah konselor,
peserta layanan, dan bahan yang ada di perpustakaan.

2.3.1 Konselor
Konselor adalah tenaga profesi pelayanan konseling yang
menyelenggarakan berbagai jenis layanan konseling dan
kegiatan pendukungnya. Berkenaan dengan TKp. Konselor
menyediakan atau setidak-tidaknya memiliki akses dengan
berbagai bahan yang ada di perpustakaan yang disiapkan oleh
konselor sendiri, atau di perpustakaan lembaga tempat
konselor bekerja, atau diperpustakaan lainnya yang
dimungkinkan untuk diakses.
2.3.2 Peserta Kegiatan
Peserta yang terkait dengan kegiatan TKp adalah individu-
individu, baik sendiri-sendiri maupun yang terkait dengan
kelompok atau kelas tertentu yang berkepentingan dengan
pengaksesan terhadap bahan kepustakaan tertentu. Pada tahap
pra-konseling, kegiatan akses kepada bahan-bahan
kepustakaan dilakukan oleh siapa saja, tanpa terikat oleh
layanan konseling. Pada tahap dalam proses konseling,
kegiatan TKp dilakukan oleh mereka yang sedang mengalami
proses konseling. Semua jenis layanan konseling dapat
melibatkan ke dalamnya kegiatan TKp sesuai dengan
permasalahan ataupun topik yang dibahas. Sedangkan pada
tahap pasca-konseling, perilaku kegiatan TKp adalah mereka
yang sebelumnya telah menjalani proses konseling dengan
jenis layanan tertentu. Setelah layanan konseling berakhir,
atas arahan konselor dan atau inisiatif sendiri klienmengakses
bahan tertentu yang ada di perpustakaan.
Peserta kegiatan TKp adalah siapapun juga, dengan syarat
sudah pandai membaca dengan pemahaman yang cukup tinggi
dan dapat mengaitkan materi yang dibacanya itu dengan
permasalahan dan pengembangan diri. Peserta seperti itu
dapat berasal dari berbagai kalangan, yaitu siswa dari tingkat
sekolah dasar sampai perguruan tinggi para remaja, orang
dewasa dan lanjut usia dari semua latar belakang yang dapat
mengakses bahan-bahan perpustakaan.
2.3.3 Bahan Tampilan Kepustakaan
Bahan tampilan kepustakaan sangat bervariasi, baik dalam
jenis materinya maupun tingkat kesulitan dalam
pemahamannya. Jenis materi yang dimaksudkan itu tersebar
dalam semua bidang pelayanan konseling, yaitu:
a. Bidang pengembangan pribadi, seperti bacaan yang
menyangkut tugas perkembangan pada tiap tahap
perkembangan, potensi diri, kemampuan berfikir dan merasa,
suasana hati, cara-cara menjaga diri, upaya penampilan diri,
dan lain-lain.
b. Bidang pengembangan hubungan sosial, seperti bacaan
tentang cara berkomunikasi, kiat-kiat berhubungan dengan
orang lain, kepemimpinan, kehidupan kelompok, nilai-nilai
sosial dan moral, cara berorganisasi, dan lain-lain.
c. Bidang pengembangan kegiatan belajar, seperti bacaan
tentang cara-cara belajar yang baik, kiat-kiat mengikuti
pelajaran dalam kelas, mempersiapkan dan mengikuti ujian,
menyusun makalah, mengerjakan PR, dal lain-lain.
d. Bidang perencanaan dan pengembangan pilihan karir dan
hidup berpekerjaan, misalnya bacaan tentang keterkaitan
antara bakat, minat dan pekerjaan; kisah orang-orang sukses,
kiat sukses dalam bekerja dan berusaha, hubungan
pimpinandan karyawan, pengelolaan kelembagaa, informasi
karir dan pendidikan, dan lain-lain.
e. Bidang pengembangan hidup berkeluarga,misalnya bacaan
tentang persiapan berumah tangga, reproduksi sehat, keluarga
sakinah, hubungan suami istri, cara mendidik anak, ekonomi
keluarga, perumahan sehat, keluarga berencana, dan lain-lain
f. Bidang pengembangan hidup beragama, misalnya bacaan
tentang pembinaan keimanan dan ketaqwaan, riwayat para
nabi, pahala dan dosa, hubungan antara manusia dengan
manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya
sendiri, manusia dengan alam sekitar, dan manusia dengan
alam akhirat, kitab tafsir, dan lain-lain.
Berbagai materi yang tersebar dalam segenap bidang
pengembangan di atas dapat direkam dalam bentuk buku,
majalah, tabloid, gambar, film, dan bentuk rekaman lain yang
setiap kali dapat dibuka atau dimunculkan dihadapan individu
atau klien. Dengan mengakses bahan-bahan tersebut individu
atau klien memperoleh manfaat tertentu bagi pengentasan
masalah dan atau pengembangan dirinya.

2.4 Asas - Asas Tampilan KepustakaanAsas kegiatan


mendasari kegiatan TKp dalam hal ini, individu atau klien
yang bersangkutan, baik pada tahap pra, dalam, maupun pasca
konseling perlu memotivasi diri untuk mengakses tampilan
kepustakaan yang ada. Tanpa kegiatan yang dilakukan sendiri
tidak akan mungkin TKp terlaksanakan. Asas kegiatan
tersebut sedapat-dapatnya diiringi dengan asas kesukarelaan.
Kegiatan yang dilaksanakan dengan suka rela, apalagi dengan
senang hati, akan membawakan hasil yang lebih baik. Asas
Kegiatan mendominasi karena harus mencari referensi,
memahami dan menyimpulkan yang diiringi dengan asas
kesukarelaan.

Betapapun banyaknya bahan tersedia di perpustakaan, apabila


yang bersangkutan tidak mau mengaksesnya, atau mengakses
dengan setengah hati atau dengan perasaan terpaksa, maka
hasilnya akan sangat minim atau bahkan nol sama sekali.
Dalam hal ini, diperlukan motivasi tinggi untuk dapat
menggunakan tampilan kepustakaan dengan manfaat yang
optimal. Motivasi tinggi ini antara lain diwujudkan dengan
berusaha mengadakan sendiri bahan-bahan kepustakaan yang
diperlukan, misalnya dengan cara membeli dan memilikinya
sendiri.

2.5 Pendekatan dan Teknik Kegiatan TKp pada dasarnya


dilaksanakan sendiri oleh individu atau klien yang
bersangkutan. Jika diperlukan, Konselor dapat memberikan
arahan awal tentang materi yang perlu dibaca atau dipelajari,
prosedur atau cara mengakses, serta petunjuk teknis lainnya
berkenaan dengan pemanfaatan bahan-bahan kepustakaan.
2.5.1 Format
Dalam pelaksanaan kegiatan TKp konselor perlu
memperhatikan kelima format layanan konseling.
a. Format individual. Pada dasarnya TKp dilaksanakan
sendiri-sendiri oleh indivdu atau klien yang bersangkutan.
Dalam hal ini, motivasi pribadi dan kemampuan teknis
mandiri dalam pengaksesan materi kepustakaan seringkali
perlu diberikan di awal pelaksanaan kegiatan.

b. Format Kelompok. Kegiatan TKp dapat dilaksanakan


terhadap sekelompok individu. Sekelompok siswa misalnya
diminta mempelajari bahan tertentu diperpustakaan; hasil
kegiatan tersebut selnjutnya didiskusikan di dalam kelompok.

c. Format Klasikal. Kegiatan TKp dalam kelompok dapat


diperlukan menjadi kegiatan klasikal. Semua siswa dalam satu
kelas diminta mempelajari bahan tertentu di perpustakaan;
hasilnya didiskusikan di dalam kelas.

d. Format Lapangan. Kegiatan TKp dapat terselenggara dalam


format lapangan, dalam arti individu yang menjadi peserta
mencari sendiri bahan-bahan kepustakaan di tempat yang
berbeda. Bahan kepustakaan yang dapat diakses pun dapat
berada di tempat yang berbeda, dalam bentuk yang berbeda
dengan rincian muatan materi yang berbedabeda pula
“Lapangan” yang seperti itu memungkinkan peserta kegiatan
TKp bergerak dengan bebas terhadap materi yang bisa sangat
bervariasi, baik dalam jenis materinya, muatan dan rincian
substansinya, kedalamannya, tahapan waktunya maupun
dalam cara-cara pengksesannya.

e. Format Kolaboratif. Format ini dilaksanakan oleh konselor


dalam rangka pengadaan bahan-bahan kepustakaan, agar
menjadi ada dan semakin lengkap, serta kemudahan dalam
prosedur dan cara-cara pengaksesan bahan-bahan tersebut
oleh siapapun juga, terutama klien dan peserta TKp lainnya
Konselor membicarakan berbagai hal tersebut kepada
berbagai pihak, seperti kepala sekolah atau kepala lembaga
tempat Konselor bekerja, toko buku, penerbit, dan sebagainya
agar fasilitas untuk TKp semakin lengkap dan kaya.
2.5.2 Teknik
Pelaksanaan TKp oleh individu atau klien secara mandiri
memerlukan teknik dan arahan yang tepat agar kegiatan
tersebut efektif. Teknik dan arahan ini seringkali perlu
“diajarkan” oleh konselor kepada mereka yang hendak
memanfaatkan tampilan kepustakaan. Teknik dan arahan
tersebut adalah :
a. Teknik mencari bahan yang diperlukan. Dalam hal ini,
pemanfaatan katalog, daftar subjek dalam buku, prosedur
penggunaan dan peminjaman buku dan bahan lainnya, serta
bantuan petugas perpustakaan, perlu dikuasai.
b. Teknik membaca cepat dan tepat, melalui kemampuan 5M:
1) Membaca apa yang tertulis dengan akurat
2) Memahami maksud dan makna yang dibaca
3) Meringkas intisari bacaan
4) Mempertanyakan materi yang dibaca
5) Memperkaya materi yang dibaca dengan bacaan atau
bahan-bahan lain.
c. Arah aplikasi materi yang dibaca. Bahan yang diambil dan
dibaca dari kumpulan tampilan kepustakaan akan memperoleh
makna yang lebih besar apabila dapat diterapkan dalam
praktik. Dalam hal ini, individu yang bersangkutan atau klien
mengaitkan hal-hal yang telah diperoleh dari kegiatan TKp
dengan permasalahan yang dihadapi. Pengaitan ini dapat
langsung dilakukan oleh klien sendiri, melalui diskusi dengan
pihak-pihak tertentu, dan/atau melalui pembahasan dengan
konselor. Aplikasi materi ini dapat dilaksanakan pada tahap
pra, dalam, dan/atau pasca konseling.
Berkenaan dengan teknik-teknik di atas konselor dapat
mengawal, memonitor, dan menilai hasil kegiatan TKp bagi
klien yang menjalani isi dari teknik kontrak dalam rangka
pelaksanaan layanan tersebut.
2.5.1 Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan TKp yang bersifat mandiri dapat
diatur oleh individu atau klien yang bersangkutan. Sedang
kegiatan TKp yang merupakan arahan atau penugasan dalam
rangka layanan konseling tertentu waktu pelaksanaannya
disesuaikan dengan arahan atau penguasaan yang dimaksud.
2.5.2 Keterkaitan
Kegiatan TKp terkait dengan jenis-jenis layanan konseling,
berkenaan dengan tahap-tahap pra, dalam, dan pasca
konseling.
1. Layanan Orientasi. Bahan-bahan dalam tampilan
kepustakaan dapat dipakai untuk memperkaya wawasan dan
informasi tentang objek-objek yang menjadi sasaran kegiatan
layanan ORIN. Para peserta layanan membaca dan
mencermati isi materi tampilan kepustakaan sehingga
orientasi peserta layanan terhadap objek sasaran menjadi lebih
jelas, lebih luas, lebih dalam, dan lebih bermanfaat untuk
kepentingan mereka. Dalam hal ini kegiatan TKp dapat
dianjurkan oleh konselor dan bila perlu melalui teknik
kontrak.

2. Layanan Informasi. Sejalan dengan keterkaitan TKp


terhadap layanan ORIN, bahan-bahan tampilan kepustakaan
dalam layanan INFO memperjelas, memperluas, serta
bermanfaat. Dorongan dari konselor dan teknik kontrak dapat
diterapkan sesuai dengan keperluan.

3. Layanan Penempatan/Penyaluran. Dengan bahan-bahan


dari tampilan kepustakan peserta layanan PP dapat lebih
memahami latar belakang dan arah penempatan/penyaluran
yang dijalaninya sehingga lebih bermanfaat.

4. Layanan Penguasaan Konten. Materi pada TKp akan


memperkaya konten yang dipelajari dan memperkuat
penguasaan konten yang dimaksud. Dalam layanan ini teknik
kontrak seringkali diperlukan.

5. Layanan Konseling Perorangan. Bahan-bahan dalam TKp


memperjelas dan memperluas wawasan klien sehingga
pembahasan dalam layanan KP lebih kaya dan mendalam.
Upaya pengentasan masalah klien dimungkinkan lebih terarah
dan efektif. Melalui teknik kontrak kegiatan TKp dapat
ditugaskan kepada klien dan pembahasan hasilnya dapat
dilaksanakan pada tahap KP lanjutan.

6. Layanan Bimbingan Kelompok. Dalam mempersiapkan


pelaksanaan layanan BKp abggota kelompok dapat ditugasi
untuk membaca terlebih dahulu materi tertentu dalam rangka
topik tugas yang akan menjadi pokok bahasan dalam BKp.
Dalam layanan BKp dengan topik bebas pun konselor
disarankan untuk menyediakan berbagai bahan yang dapat
langsung diakses oleh para peserta sebagai sumber topik
(bebas) yang akan disampaikan dalam kegiatan kelompok
yang sedang mereka jalani itu. Lebih lanjut, sebagai tindak
lanjut BKp (pasca layanan) para peserta dapat ditugasi untuk
membaca dan mencermati bahan-bahan tertentu yang ada
dalam tampilan kepustakaan.

7. Layanan Konseling Kelompok. Dalam layanan KKp


penggunaan TKp sejalan dengan penggunaan dalam KP.
Dalam layanan KKp pelaksanaan TKp untuk klien dapat
dibantu oleh para peserta kegiatan kelompok lainnya.

8. Layanan Konsultasi. Dalam layanan KSI konselor dapat


mengarahkan kepada konsulti untuk membaca dan
mencermati bahan-bahanyang ada dalam tampilan
kepustakaan berkenaan dengan permasalahan klien yang
dikonsultasikan oleh konsulti kepada konselor. Tujuan khusus
TKp dalam hal ini adalah agar konsulti lebih memahami
permasalahan klien, kondisi klien, dan cara-cara menghadapi
klien sejalan dengan materi konsultasi. Hasil TKp yang
dilaksanakan oleh konsulti dapat dibicarakan dengan konselor
pada tahap KSI lanjutan, terlebih-lebih lagi apabila teknik
kontrak digunakan dalam KSI.

9. Layanan Mediasi. Dalam rangka layanan MED, kepada


pihak-pihak yang bertikai terlebih dahulu dapat disajikan
(oleh konselor) bahan-bahan tertentu untuk dicermati oleh
pihak-pihak tersebut, dengan tujuan khusus, yaitu :

a. Agar pihak-pihak terkait memiliki persepsi yang searah


atau sama tentang masalah yang mereka pertikaikan
b. Untuk meredam emosi pihak-pihak terkait
c. Menyiapkan satu pihak untuk dapat bertemu dengan pihak
lainnya dalam suasana yang kondusif bagi pengentasan
masalah mereka.

2.6 Operasionalisasi Kegiatan Kegiatan TKp terutama yang


diselenggarakan dalam proses layanan konseling, perlu
penanganan yang sebaik-baiknya sehingga hasilnya optimal.
2.6.1 Persiapan dan Pengorganisasian
Dalam tahap persiapan yang perlu dilakukan konselor yaitu:
a. Menyampaikan kepada klien atau peserta layanan tentang
perlunya kegiatan TKp.
b. Menetapkan bahan-bahan dalam tampilan kepustakaan
yang perlu diakses, dan menunjukkan di mana bahan-bahan
tersebut.
c. Menyiapkan klien untuk mampu mengakses bahan-bahan
tersebut dengan cara dan teknik yang benar.
d. Menetapkan waktu kegiatan mengakses bahan-bahan dan
bentuk perolehan yang diharapkan.
e. Menetapkan (kontrak) kapan hasil TKp itu dibicarakan
dengan konselor.

2.6.2 Monitoring Pelaksanaan


Monitoring pelaksanaan kegiatan TKp biasanya dilaksanakan
secara tidak langsung, karena kegiatan TKp pada umumnya
dilaksanakan secara mandiri oleh individu atau klien. Bahkan,
monitoring terhadap kegiatan TKp seringkali tidak dapat
dilakukan konselor, karena selain dilakukan secara mandiri di
tempat dan pada waktu yang berbeda-beda, bentuk dan cara
kegiatannya ditentukan sendiri oleh individu yang
bersangkutan.
Monitoring yang lebih langsung dapat dilaksanakan misalnya
terhadap siswa yang dipersiapkan untuk menjalani layanan
BKp yang ditugasi menyiapkan diri dengan bahan untuk topik
tugas tertentu. Demikian juga untuk TKp bagi penyiapan
layanan MED. Monitoring yang lebih langsung juga dapat
dilakukan terhadap kegiatan TKp yang dilaksanakan oleh
konsulti dalam layanan KSI, serta kegiatan TKp dalam
kaitannya dengan teknik kontrak antara peserta layanan dan
konselor.
2.6.3 Penilaian dan Tindak Lanjut
Penilaian dan tindak lanjut hasil kegiatan TKp pada umumnya
terlaksana pada kegiatan layanan yang berlanjut, terutama
layanan yang menggunakan teknik kontrak. Lebih jauh,
evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan TKp dapat
menjadi bagian dari penilaian jangka pendek (laijapen) dan
penilaian jangka panjang (laijapan) layanan konseling.
Penilaian hasil kegiatan TKp yang bersifat mandiri dilakukan
oleh individu atau klien yang bersangkutan. Penilaian ini
mengacu kepada kemanfaatan hasil TKp sampai ke taraf
aplikasinya dalam praktik. Hasil TKp dalam rangka
penugasan atau arahan tertentu dievaluasi sesuai dengan
penugasan dan arahan tersebut. Kegiatan TKp dalam rangka
teknik kontrak dievaluasi dalam proses layanan konseling
lanjutan
http://www.infoguru.ga/2015/05/makalah-tampilan-kepustakaan-bk.html
Tampilan Kepustakaan (P5)
0

A. PENGERTIAN

Terapi kepustakaan: penyembuhan. Tampilan kepustakaan berupa bantuan layanan untuk


memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami klien.
Layanan ini memandirikan klien untuk mencari dan memanfaatkan sendiri bahan-bahan yang
ada di pustaka sesuai dengan kebutuhan.
B. TUJUAN
a. Melengkapi subtansi layanan berupa bahan-bahan tertulis dan rekaman yang ada dalam
layanan tampilan kepustakaan.
b. Mendorong klien memanfaatkan data yang ada untuk mengentaskan masalah
1. Menndorong klien memanfaatkan pelayanan konseling secara langsung dan berdaya guna.

C. Komponen
1. Konselor
Adalah seorang yang memiliki akses dengan berbagai bahan yang tersedia di perpustakaan.
2. Peserta kegiatan
Individu (atau lebih) yang berkepentingan dalam mengakses terhadap bahan kepustakaan
tertentu. Peserta layanan untuk tahap pra-konseling adalah mereka yang tanpa terikat dengan
layanan konseling. Peserta pada dalam-konseling adalah mereka yang sedang menjalani
konseling dan peserta pasca-konseling adalah mereka yang sebelumnya sudah menjalani
layanan konseling. Peserta hendaknya paham membaca dan mampu mengaitkan materi
dengan permasalahan dan pengembangan diri.
3. Bahan-bahan yang menjadi bahasan Pustakaan
a. Bahan pengembangan pribadi: menyangkut tugas-tugas perkembangan
b. Bahan pengembanga kehidupan social: cara berkomunikasi
c. Bahan pengembangan kegiatan belajar: bacaan cara belajar yang baik
d. Bahan perencanaan dan pengembangan karir: bacaan tentang keterkaitan minat, bakat dan
pekerjaan.
e. Bahan pengembangan kehidupan keluarga: bacaan persiapan berumah tangga.
f. Bahan pengembangan hidup beragama: bacaan tentang pembinaan keimanan dan
ketakwaan.

D. ASAS
Asas Kegiatan mendominasi karena harus mencari referensi, memahami dan menyimpulkan
yang diiringi dengan asas kesukarelaan.

E. PENDEKATAN DAN TEKNIK


Format yang digunakan adalah dapat secara individual, kelompok, klasikal, lapangan dan
politik.
Teknik yang dilaksanakan oleh peserta layanan:
1. Mencari bahan yang digunakan
2. Mengajarkan klien membaca teknik cepat dan tepat.
3. Arah aplikasi materi yang dibaca

Waktu: diatur sendiri oleh klien, yang di sesuaikan dengan penugasan oleh konselor.
F. PENILAIAN
Penilaian hasil yang dilakukan oleh klien.
Kaitannya dengan layanan terkait dengan materi layanan
Laiseg, laijapan dan laijapen

G. OPERASIONALISASI

a. Persiapan
Menyampaikan perlunya tampilan kepustakaan, menetapkan bahan-bahan tampilan
kepustakaan, menyiapkan klien untuk mengakses bahan-bahan yang dibutuhkan, menetapkan
waktu kegiatan dan menetapkan pembicaraan terhadap hasil yang diperoleh dari tampilan
kepustakaan.

b. Monitoring pelaksanaan
Dapat dilaksanakan secara tidak langsung (klien dimandirikan) dan secara langsung dimana
peserta layanan ditugaskan menyiapkan diri dengan bahan atau topic tugas tertentu
c. Evaluasi dan tindak lanjut.
Terlaksana pada kegiatan layanan yang berlanjut, terutama layanan dengan kontrak sambil
dilaksanakan evaluasi.

https://hendrikonselor91.wordpress.com/konseling/kegiatan-pendukung/tampilan-kepustakaan-p5/

Anda mungkin juga menyukai