Pengantar Fisika Bangunan
Pengantar Fisika Bangunan
BAB 1
PENGANTAR FISIKA BANGUNAN
1.1. Pendahuluan
Untuk melihat sejauh apa keberhasilan rancang bangun tidak hanya terletak
pada penampilan bentuk saja, melainkan juga terletak pada nilai-nilai ruang yang ada
di dalamnya. Dengan kata lain dikenal istilah guna dan citra (lihat Wastu Citra dan
Pengantar Fisika Bangunan hal. 7). Untuk memenuhi tututan fungsional ruang, maka
perlu memperhatikan pelaku kegiatan yang ada di dalam ruang. Hal inilah yang
menunjukkan pentingnya nilai-nilai ruang. Sedangkan citra adakalanya terpenuhi
dengan penampilan sosok bangunan yang di dalamnya berkaitan dengan bentuk.
Bangunan merupakan wadah kegiatan manusia. Jika ruang yang ada dalam
bangunan tidak sesuai dengan karakteristik manusianya maka gagallah disain
bangunan tersebut. Bagaimana mungkin bangunan dikatakan baik jika ternyata tidak
bisa memenuhi fungsinya. Oleh karena itu tinjauan terhadap permasalahan di dalam
bangunan menjadi sangat penting dilakukan.
2
Dengan demikian nampak jelaslah bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
arsitektur dan fisika bangunan. Untuk mendapatkan ruangan yang nyaman maka
harus memperhatikan volume ruang, jenis dan bahan bangunan yang digunakan,
ventilasi yang dapat menjamin kelancaran aliran udara, dsb. Untuk mendapatkan
pencahayaan alamiah yang cukup, maka perlu memperhatikan bidang bukaan, warna
elemen bangunan, serta konfigurasi ruang. Sedangkan penerangan buatan yang
diharapkan bisa menjamin berlangsungnya aktivitas pada malam hari harus mampu
mendekati nilai-nilai pencahayaan alamiah pada siang hari. Demikian juga halnya
dengan ketenangan bangunan, maka perlu memperhatikan bagaimana antisipasi
terhadap bising yang dapat menggangu individu di dalam ruang. Hal ini tidak lain
akan berkaitan dengan bahan bangunan yang digunakan.
Keterkaitan antara fisika bangunan dengan arsitektur terletak pada aspek guna
ruang. Artinya ruangan harus bisa menjamin berlangsungnya akitivitas pengguna di
dalamnya dengan baik. Jika ruangan mampu menjalankan fungsinya dengan baik
ruang tersebut bisa dikatakan sebuah ruang yang nyaman. Kenyamanan ruang
diantaranya berkaitan dengan aspek-aspek pencahayaan, penghawaan dan
ketenangan.
cukup bergantung dengan peralatan modern? Tentu saja tidak bijak jika segalanya
digantungkan dengan peralatan modern.
Jika pada siang hari cahaya cukup besar nilai kekuatannya, maka harus
dimanfaatkan seoptimal mungkin. Jika suatu bangunan masih memerlukan lampu
pada siang hari maka bangunan tersebut patut dipertanyakan. Jika suatu bangunan
masih terasa panas pada malam hari maka hal ini pun patut dipertanyakan.
Nilai-nilai fisika
bangunan
Guna Citra
+ = ARSITEKTUR
Ruang Sosok/Penampilan
RUANG ~
AKTIVITAS
FISIKA
BANGUNAN GUNA ARSITEKTUR
KENYAMAN
CITRA
AN RUANG
4
Jika pengalaman masa lalu tersebut diterapkan pada masa sekarang maka
tentunya akan terwujud juga bangunan yang nyaman. Namun, penerapan konsep
masa lalu tidak secara mutlak bisa dilakukan karena akan berbenturan dengan faktor
lain. Misalnya faktor kebisingan yang tidak pernah dipikirkan oleh generasi masa
lalu, pada masa sekarang faktor ini menjadi masalah besar. Setiap orang berusaha
agar bangunan mereka mampu meredam suara bising yang masuk. Ini dilakukan agar
tercapai ketenangan di dalam bangunan. Jika bidang bukaan dengan dimensi lebar
sebagaimana konsep masa lalu untuk memperlancar sirkulasi udara, maka kebisingan
juga semakin besar masuk ke dalam ruangan. terkadang satu faktor yang ditekankan
akan berbenturan dengan faktor lain. Hal inilah yang menuntut peran perancang
bangunan untuk mengambil suatu keputusan bijak dalam proses mendesain.
PERANCANGAN
ARSITEKTUR
DESAIN
INTERIOR
FISIKA
BANGUNAN
BAHAN BANGUNAN
TEKNOLOGI
SISTEM UTILITAS
6
Logika efektifitas cahaya alamiah pagi-sore ini masih bisa terganggu dengan
keadaan cuaca. Pada saat mendung, maka kualitas cahaya akan menjadi berkurang,
meskipun pada pukul 12 siang. Padahal pada saat itu aktivitas individu sangat padat.
Demikian juga dengan simbol-simbol “SOS”. Bagi pengendara malam hari, maka
cahaya lampu kendaraannya sangat efektif dalam perjalanan dibandingkan dengan
suara klakson. Suara memiliki kecepatan yang lebih lambat dibandingkan kecepatan
cahaya. Suara sangat dipengaruhi oleh angin, sedangkan cahaya tidak.
Cahaya matahari mempunyai gelombang antara 290 hingga 2300 nm. Mata
manusia paling peka terhadap cahaya kuning (550 nm) (Satwiko, 2004b; hlm.82).
namun cahaya yang diperlukan untuk menerangi ruangan di dalam bangunan
bukanlah cahaya langsung dari matahari melainkan cahaya yang berasal dari langit.
Cahaya langsung matahari dapat menimbulkan panas dan menyilaukan. Pada saat
langit cerah kualitas pencahayaan sangat baik. Dari sini dapat dipahami bahwasanya
atap memiliki peran untuk melindungi manusia dari cahaya matahari langsung.
Cahaya yang masuk ke dalam ruangan pun adakalanya dapat mengganggu jika
nilainya terlalu berlebihan. Untuk itu perlu perhitungan khusus agar ada standar
ambang cahaya yang diperlukan suatu ruangan, sebagaimana pembahasannya pada
bab berikutnya.
Cahaya di lapangan terbuka selalu berubah-ubah (antara 10.000 lux sampai nol),
namun ada kesepakatan standar cahaya di ruang terbuka adalah 3000 lux (ada komisi
internasional lainnya menetapkan 5000 lux) (lihat Mangunwijaya, 1988; hlm240).
Jika perubahan cahaya hingga pada titik nol, maka berarti tidak ada cahaya (gelap).
Pada siang hari mendung tebal dengan awan hitam, menyebabkan cahaya sangat
minim, bahkan sulit bagi manusia untuk melaksanakan aktivitas di dalam ruangan.
Dalam keadaan ini diperlukan pencahayaan buatan.
Ringkasan
Latihan
1.5. Penutup
Test Formatif
1. Bagaimanakah peranan sistem pencahayaan dalam bangunan arsitektur?
2. Mengapa cahaya matahari langsung kurang bagus bagi manusia?