Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ciri anak usia sekolah (6 – 12 tahun) yang sehat diantaranya adalah
banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta
berisiko terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak sehat. Pada
tahapan usia ini, anak masih tumbuh sehingga kebutuhan gizi juga meningkat.
Karena sebagian besar waktu anak di siang hari berada di sekolah, menurut
survey BPOM pangan jajanan menyumbang 31,1 % energi dan 27, 4 %
protein.
Di antara perilaku risiko anak sekolah adalah kegemukan, yaitu asupan
zat gizi yang berlebihan. Asupan zat gizi yang berlebihan itu tidak diiringi
dengan pengeluaran energi yang cukup karena anak kurang melakukan
aktivitas fisik akibat game online, televise, gadget, atau terbatasnya lapangan
di sekitar rumah dan sekolah untuk bermain.
Status gizi anak usia sekolah pada saat ini tidak hanya terbatas pada
masalah kelebihan gizi (obesitas). Selain obesitas, perilaku jajan anak di
perkotaan yang tidak sehat menjadi masalah utama terutama terkait dengan
risiko konsumsi pangan yang tidak aman dan higienis. Sebagian besar
masalah gizi lain pada anak sekolah adalah kekurangan gizi, anemia dan juga
defisiensi yodium.
Masa remaja (adolescence) merupakan masa terjadinya perubahan yang
berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial.
Masa ini merupakan masa dengan banyak perubahan, di antaranya
pertambahan massa otot, jaringan lemak tubuh, dan perubahan hormon.
Perubahan tersebut memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja. Selain itu,
kebutuhan gizi pada remaja juga dipengaruhi oleh faktor psikologis dan
sosial. Kebutuhan gizi pada remaja dipengaruhi oleh pertumbuhan pada masa
pubertas. Kebutuhan gizi yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan
yang cepat (growth spurt).
Untuk lebih memahami tentang gizi pada anak sekolah dan remaja,
penulis membuat makalah yang berjudul “Gizi Anak Sekolah dan
Remaja”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Bagaimana gizi pada anak usia sekolah ?
2. Bagaimana gizi pada remaja ?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang gizi pada anak sekolah
2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang gizi pada remaja
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gizi Pada Anak Usia Sekolah


1. Anak Usia Sekolah
Berikut adalah beberapa pengertian usia anak sekolah:
a. UU no 20 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan WHO yang
dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang
belum menikah
b. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan
rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari
fetus (janin) hingga usia 21 tahun.
c. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik
dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya.
d. Pembagian golongannya:
1) Taman kanak-kanak (pra sekolah usia 4-6 tahun)
2) Sekolah dasar 7-12 tahun
3) Remaja 13-18 tahun

Ciri anak usia sekolah (6 – 12 tahun) yang sehat diantaranya adalah


banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi,
serta berisiko terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak
sehat. Pada tahapan usia ini, anak masih tumbuh sehingga kebutuhan gizi
juga meningkat. Karena sebagian besar waktu anak di siang hari berada
di sekolah, menurut survey BPOM pangan jajanan menyumbang 31,1 %
energi dan 27, 4 % protein.

Di antara perilaku risiko anak sekolah adalah kegemukan, yaitu


ketika terjadi kelebihan konsumsi pangan kaya energy, lemak jenuh,
gula, dan garam, tetapi cenderung sedikit mengonsumsi sayuran, buah –
buahan, dan serealia. Asupan zat gizi yang berlebihan itu tidak diiringi
dengan pengeluaran energi yang cukup karena anak kurang melakukan
aktivitas fisik akibat game online, televise, gadget, atau terbatasnya
lapangan di sekitar rumah dan sekolah untuk bermain.

Status gizi anak usia sekolah pada saat ini tidak hanya terbatas pada
masalah kelebihan gizi (obesitas). Selain obesitas, perilaku jajan anak di
perkotaan yang tidak sehat menjadi masalah utama terutama terkait
dengan risiko konsumsi pangan yang tidak aman dan higienis. Sebagian
besar masalah gizi lain pada anak sekolah adalah kekurangan gizi,
anemia dan juga defisiensi yodium.

2. Kebutuhan Gizi untuk Anak Sekolah


Pada usia anak sekolah, tubuh memerlukan zat gizi tidak hanya
untuk proses kehidupan, tetapi lebih dari itu, uga untuk pertumbuhan dan
perkembangan kognitif. Oleh sebab itu, anak memerlukan zat gizi makro
seperti karbohidrat, lemak, dan protein; dan juga zat gizi mikro seperti
vitamin dan mineral. Dalam siklus kehidupan, tubuh seorang anak masih
akan mengalami pertumbuhan, yaitu badan menjadi bertambah tinggi
atau membesar. Sesuai dengan grafik pertumbuhan Tanner, seorang anak
masih akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt)
kedua setelah masa kanak – kanak.
Jumlah kebutuhan zat gizi anak Indonesia ditetapkan dalam Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi (2014), Kebutuhan zat gizi tersebut
ditetapkan berdasarkan usia anak 7 – 9 tahun dengan ukuran tubuh tinggi
badan (TB) 130 cm dan berat badan (BB) 27 kg, anak usia 10 – 12 tahun
pada anak laki – laki dengan BB 34 kg dan TB 142 cm serta pada anak
perempuan dengan BB 36 kg dan TB 145 cm.
Makanan sehari – hari yang dipilih dengan baik akan memberikan
semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya,
jika makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami
kekurangan zat – zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat
gizi yang harus didatangkan dari makanan. Apabila dikelompokkan, ada
tiga fungsi zat gizi dalam tubuh, yaitu :
a. Memberi energi
Sebagai sumber energi, zat gizi bermanfaat untuk menggerakkan
tubuh dan proses metabolisme di dalam tubuh. Zat – zat gizi yang
dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein.
b. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh
Salah satu fungsi zat gizi ialah sebagai pembentuk sel – sel pada
jaringan tubuh manusia. Zat gizi yang dimaksud adalah protein.
c. Mengatur proses tubuh
Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur
proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel.
Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses –
proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot, serta banyak proses
lain yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses penuaan.

Secara umum, zat gizi makanan yang masuk ke dalam tubuh


manusia diperlukan untuk kehidupan sehari – hari sebagai sumber
tenaga, pembangun, dan pengatur. Selain ketiga jenis zat gizi tersebut,
anak sekolah yang banyak aktivitas fisik juga memerlukan air minum
agar terhindar dari dehidrasi.

Kebutuhan zat gizi makanan yang harus dipenuhi pada usia anak
sekolah yaitu :

a. Energi
Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh metabolisme basal,
umur, aktivitas fisik, suhu lingkungan, dan kesehatan. Zat – zat gizi
yang mengandung energi disebut makronutrien (zat gizi makro) dan
terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat. Tiap gram karbohidrat
dan protein mengandung 4 kkal, sedangkan tiap gram lemak
mengandung 9 kkal.
b. Protein
Kebutuhan protein per kilogram berat badan anak adalah tinggi
karena pertumbuhannya yang sangat cepat, untuk kemudian
berkurang seiring bertambahnya umur. Protein dikatakan adekuat
jika mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang
cukup, serta mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Oleh sebab itu,
sebagian protein yang diberikan harus protein berkualitas tinggi
seperti protein hewani. Susu sapi merupakan salah satu sumber
protein yang baik, sedangkan daging, ikan, dan telur mengandung
protein berkualitas tinggi. Tambahan protein dapat diperoleh dari
kacang – kacangan seperti tahu, tempe, dan juga sereal.
c. Mineral dan Vitamin
Mineral dan vitamin esensial merupakan zat gizi yang penting
bagi pertumbuhan dan kesehatan. Mineral seperti kalsium dan fosfor
berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Susu sapi mengandung
vitamin A dan B kompleks. Namun, susu sapi tidak mengandung zat
besi dan fluor sehingga kebutuhan zat tersebut harus disuplai oleh
bahan makanan lain seperti daging, sayuran dan buah.
d. Cairan
Jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh harus diperhatikan
dengan benar, terutama bagi anak sekolah yang mudah dehidrasi.
Pada umumnya anak sehat memerlukan 1000 – 1500 mL air setiap
hari.dalam keadaan sakit seperti infeksi dengan suhu badan yang
tinggi, diare, dan muntah, masukan cairan harus ditingkatkan untuk
menghindari memburuknya keadaan.

Untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh anak


sekolah dapat dilihat pada daftar Angka Kcukupan Gizi (AKG)
Indonesia.

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukan jumlah zat gizi
yang diperlukan tubuh unutk hidup sehat setiap hari bagi semua populasi
menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologi tertentu.
Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary
requirements). Angka kebutuhan gizi adalah jumlah zat-zat gizi minimal
yang dibutuhkan seseorang untuk mempertajankan status gizi adekuat.

AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk


masing-masing kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik. Dalam
penggunaannya, bila kelompok penduduk yang dihadapi mempunyai
rata-rata berat badan yang berbeda dengan patokan yang digunakan,
maka diperlukan penyesuaian. AKG tidak dipergunakan untuk individu.
Dalam menentukan AKG, perlu dipertimbangkan setiap faktor yang
berpengaruh terhadap absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunaannya
di dalam tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagian dari kebutuhan
mungkin dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suatu zat yang di dalam
tubuh kemudian dapat diubah menjadi zat gizi esensial. Pada kebanyakan
zat gizi, pencernaan dan atau absorpsinya tidak komplit, sehingga AKG
yang dianjurkan harus sudah memperhitungkan bagian zat gizi yang tidak
di absrorpsi.

Selain karbohidrat, lemak, dan protein, vitamin juga diperlukan


untuk asupan gizi yang optimal. Semua komponen tersebut sangat
penting perannya dalam pembentukan otot, tulang, sel-sel, dan mekanime
kerja otak. Selain itu, orangtua disarankan untuk selalu membiasakan
anak untuk minum susu. Kandungan makro dan mikronutrien yang
terkandung di dalam susu membantu pemenuhan kebutuhan dan asupan
gizi anak. Di dalam susu, terkandung kalsium dan protein yang penting
untuk proses pembentukan tulang dan otot, serta pertumbuhan otak untuk
meningkatkan fungsi kecerdasan otak.
Contoh Makanan Bervariasi untuk Anak Sekolah

Untuk hidup sehat, tumbuh, belajar dan bermain dengan aktif,


seorang anak usia 10 – 12 tahun setiap hari memerlukan energi 2050 kkal
dan zat gizi berupa protein 50 g, vitamin A 600 RE, zat besi 13 mg, dan
vitamin C 50 mg. untuk memnuhi kebutuhan gizi tersebut, setiap hari
seorang anak dianjurkan makan sebagai berikut :

a. Nasi 5 porsi (@100 gram)


b. Tempe 3 potong (@50 gram)
c. Daging 2,5 potong (@50 gram)
d. Sayur 3 porsi (@ 100 gram)
e. Buah 4 porsi (@ 50 gram)
f. Minum air putih minimal 6 gelas

Untuk anak yang suka makan jajanan, porsi nasi dapat dikurangi dan
digantikan dengan jajanan yang mengandung jumlah zat gizi relatif sama,
yang diistilahkan dengan bahan pangan penukar. Sebagai contoh, 1 porsi
nasi setara dengan :

a. Roti tawar 4 iris, atau


b. Mie instan ¾ bungkus, atau
c. 1 mangkuk kolak pisang/ubi.

3. Gizi Seimbang untuk Anak Sekolah


Pedoman Gizi Seimbang (PGS) ditetapkan oleh Kementrian
Kesehatan dengan Keputusan Nomor 41 Tahun 2014. PGS dapat
digunakan sebagai panduan perilaku agar anak dapat hidup bergizi dan
sehat. Yang termasuk Pedoman Gizi Seimbang (PGS) adalah sebagai
berikut :
a. Biasakan makan tiga kali sehari (pagi, siang, dan malam) bersama
keluarga.
b. Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya
c. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah – buahan
d. Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah
e. Batasi menginsumsi makanan cepat saji, jajanan, dan makanan
selingan yang manis, asin dan berlemak
f. Biasakan menyikat gigi sekurang – kurangnya dua kali sehari setelah
makan pagi dan sebelum tidur
g. Hindari merokok

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari – hari yang


mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan
tubuh, yaitu jenis kelamin, umur dan status kesehatan. Gizi seimbang
bagi anak sekolah dipenuhi setiap hari dengan makanan yang beraneka
ragam. Perubahan komposisi tubuh dan peningkatan aktivitas fisik anak
sekolah memerlukan asupan gizi seimbang. Secara umum, menu
makanan yang seimbang adalah komposisi energi dari karbohidrat 50 –
65%, protein 10 – 20%, dan lemak 20 – 30%.

Selain gizi seimbang, pada anak – anak, pola asuh yang baik akan
memberikan pengaruh yang baik pula terhadap status gizi. Pola asuh
yang baik akan memperhatikan kecukupan asupan zat gizi dan
pencegahan terjadinya penyakit. Selanjutnya, pola asuh, asupan gizi, dan
kejadian penyakit infeksi sangat dipengaruhi oleh akar masalah yang
meliputi faktor sosial, ekonomi dan budaya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Seimbang


Kesehatan yang paling diperhatikan oleh WHO (World Healt
Organization) adalah kesehatan ibu hamil dan anak. Untuk itu keduanya
diperhatikan detile untuk masalah asupan gizi dan konsumsi makanan
sehari-harinya. Kembali lagi ke WHO, mengapa perlunya
memperhatikan kebutuhan gizi anak usia sekolah, ada beberapa alasan
mengapa kebutuhan gizi anak sekolah sangat diperhatikan, berikut point-
poinya :
Faktor yang mempengaruhi gizi pada usia anak sekolah :
a. Usia Sekolah adalah usia puncak pertumbuhan.
Anak Sd yang berusia sekitar 7-13 tahun merupakan masa-masa
pertumbuhan paling pesat kedua setelah masa balita. Dimana
kesehatan yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan yang
optimal pula. Perhatian terhadap kesehatan sangatlah diperlukan,
pendidikan juga digalakan untuk perkembangan mental yang
mengacu pada skil anak.
Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi keduanya yaitu : fisik
dan mental anak. Karena tentunya fisk dan mental merupakan
sesuatu yang berbeda namun saling berkaitan. makanan yang kaya
akan nutrisi sangat mempengaruhi tumbuh kembang otak dan organ-
organ lain yang dibutuhkan anak untuk mencapai hasil pendidikan
yang optimal, untuk itu keluarga adalah pihak pertama yang harus
memperhatikan asupan gizi anaknya. Pengetahuan keluarga akan
gizi sangat berpengaruh disini.
b. Selalu Aktif.
Semakin tinggi tingkat aktifitas tubuh maka Nutrisi dan energi
juga akan semaki banyak diperlukan, anak usia SD atau Usia sekolah
merupakan usia yang senang bermain. Senang menghabiskan
waktunya untuk belajar mengetahui lingkungan sekitar. Untuk itu
perlunya nutrisi dan asupan energi yang banyakuntuk menunjang
aktifitas fisiknya. Sulitnya untuk mengkonsumsi makanan bergizi
adalah tantangan yang perlu dihadapi oleh orang tua. Untuk itu
pengetahuan mengenai gizi anak sangat disarankan untuk
mempelajarinya.
c. Perubahan Sikap Terhadap Makanan
Anak Usia Sd tidak dapat di tebak, apa selera makan yang saat
ini sedang ia senangi, perubahan sikap terhadap makanan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengaruh dari
luar. Pada masa-masa inilah perhatian ibu terhadap pengaruh pola
konsumsi makanan sepertinya harus digalakan.
d. Tidak suka makanan-makanan yang bergizi
Anak usia sekolah sangat sulit untuk dapat mengkonsumsi
makanan-makanan yang sedang ia perlukan untuk masa
pertumbuhan. Kriteria makanan yang banyak disukai oleh anak usia
ini adalah makanan yang banyak mengandung gula dan mempunyai
warna yang cerah sehingga menarik anak untuk mengonsumsinya.

5. Pengaruh Status Gizi Anak Sekolah Terhadap Kesehatan


Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa
berhubungan dengan gangguan gizi mealui beberapa cara yaitu
mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan
makanan karena diare/muntah-muntah atau mempengaruhi metabolisme
makanan dan banyak cara lain lagi.
Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan
sistem kekebalan tubuh. Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya dapat
bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi
buruk. Selain itu juga diketahui bahwa infeksi menghambat reaksi
imunologis yang normal dengan menghabiskan sumber-sumber energi.
Gangguan gizi dan infeksi dapat saling berhubungan sehingga
memberikan prognosis yang lebih buruk. Infeksi memperburuk taraf gizi
dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampun anak untuk
mengatasi penyakit infeksi. Kuman-kuman yang kurang berbahaya bagi
anak-anak dengan gizi baik, bisa menyebabkan kematian pada anak-anak
gizi buruk.

6. Masalah yang Sering Muncul pada Usia Anak Sekolah


Anak-anak dikategorikan sebagai usia 6-12 tahun, dengan
karakteristik pertumbuhan yang relatif dan dengan sedikit masalah
pemberian makan. Usia anak-anak dimana suka mencoba mempelajari
keterampilan fisik dan menghabiskan banyak waktu untuk bermain. Dan
waktu lebih banyak dihabiskan di sekolah sehingga anak-anak cenderung
mulai menyesuaikan dengan jadwal rutin.
Masalah gizi pada anak usia sekolah diantaranya yaitu :
a. Kurang Gizi
Merupakan permasalahan yang terjadi karena kurangnya
menkonsumsi makanan yang mengandung energi, protein yang
bermutu tinggi (seperti ikan, telur, daging) serta mineral terutama
kalsium yang mudah diserap oleh tubuh. Selain itu gizi kurang dapat
pula disebabkan oleh cacingan yang diderita 50% anak-anak. Status
gizi seseorang dapat dilihat dari tinggi badan, berat badan, data
biokimia, dan lainya. Gangguan pertumbuhan pada usia anak-anak
ini terjadi akibat berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan gizi
kurang pada usia balita. Kekurangan gizi secara umum ( makanan
kurang dalam kualitas dan kuantitas ) menyebabkan gangguan pada
proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan
fungsi otak, serta perilaku.
Jika seseorang mengalami kekurangan gizi, yang terjadi akibat
asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih rentan terkena
penyakit dan kurang produktif. Untuk itu dianjurkan untuk banyak
mengkonsumsi banyak makanan yang banyak mengandung
karbohidrat, protein lemak, fitamin mineral dan lain sebagainya.
Karena itu, pedoman gizi seimbang disusun berdasarkan kebutuhan
yang berbeda pada setiap golongan usia, status kesehatan dan
aktivitas fisik.
Untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis
dan jumlah yang tepat, kebutuhan asupan gizi divisualisasikan dalam
bentuk Tumpeng Gizi Seimbang (TGS), yang terdiri atas potongan-
potongan tumpeng. Luasnya potongan menunjukkan porsi yang
harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air putih, artinya air putih
merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi kehidupan
untuk hidup sehat dan aktif.
Pada bagian bawah tumpeng terdapat prinsip gizi seimbang
yang lain, seperti manjalankan pola hidup bersih, aktivitas fisik dan
olahraga teratur serta senantiasa menjaga dan memantau berat badan.
Pahami dan Praktikkan pola hidup sehat dengan prinsip Gizi
Seimbang untuk menjaga keadaan gizi tetap baik, yang akan
bermanfaat bagi kesehatan kita.
b. Kegemukan atau gizi lebih
Kegemukan atau gizi lebih adalah kondisi dimana konsumsi
makanan yang mengandung energi, protein dan lemak yang melebihi
kebutuhan. Gizi lebih menyebabkan obesitas yang merupakan
kelebihan energi yang disimpan di dalam jaringan berupa lemak.
Kegemukan merupakan salah satu risiko dalam terjadi berbagai
penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,
penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dn kantung
empedu.
Mengatasi persoalan kurang dan kelebihan gizi ini bisa
dilakukan dengan memahami dan mempraktekkan pola makan
bergizi seimbang. Caranya, konsumsi makanan bergizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh, usia, jenis kelamin,
aktivitas fisik dan kondisi biologis.
c. Anemia gizi besi
Anak yang mengalami anemia menunjukkan gejala antara lain
pucat, lemah, lelah, menurunnya kemampuan konsentrasi belajar.
Serta menurunnya antibody sehingga mudah terserang infeksi atau
penyakit. Penyebab anemia ini adalah makanan yang dimakan
kurang mengandung zat besi. Akibat kekurangan sejumlah zat gizi
itu, sekitar 10 persen-15 persen anak usia sekolah menderita anemia.
Untuk mencegah anemia dapat dilakukan dengan cara
mengonsumsi makanan sumber zat besi, baik dari sumber hewani
maupun nabati. Sumber hewani contohnya daging, hati, ikan dan
unggas. Sedangkan sumber nabati dapat diperoleh dari sayuran hijau.
Di samping itu, anemia juga bisa dicegah dengan cara mengonsumsi
suplemen zat besi, olahraga, tidur yang cukup, dan mengurangi
konsumsi makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti
kopi dan teh.
Setelah mengonsumi daging atau sayuran hijau yang banyak
mengandung zat besi, jangan langsung minum kopi atau teh karena
akan membuat zat besi yang terdapat dalam makanan tersebut tidak
terserap oleh tubuh.
d. Kurang vitamin A
Hal ini menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang infeksi. Kurang vitamin A atau yang
sering disebut KVA sering menyebabkan kematian pada anak-anak.
Penyebab KVA di Indonesia kebanyakan adalah kemiskinan dan
kurangnya pengetahuan tentang gizi.
1) Peningkatan konsumsi vitamin A, dengan cara mengonsumsi :
a) Buah naga
b) Buah apel
c) Buah Anggur
d) Wortel
e) Buah manga
f) Sayur bayam
g) Paprika
h) Kemangi kering
2) Suplementasi periodik : Suplementasi periodik berguna karena
sejumlah besar vitamin A dapat disimpan dalam hati untuk
penggunaan di masa yang akan datang. Vitamin A ini dapat
diberikan sebagai kapsul atau dalam bentuk larutan pekat.
Kecuali untuk anak-anak yang menderita xerophtalmia aktif,
defisiensi energi dan protein (kwashiorkor) atau beberapa
penyakit pencetus yang berat, penting untuk memastikan bahwa
dosis tersebut tidak diulang lebih sering daripada dosis yang
aman.
3) Fortifikasi makanan : Fortifikasi atau penambahan zat gizi
terpilih pada unsur pokok makanan yang umum merupakan
suatu cara perlindungan status gizi yang dapat diterima dan
berhasil pada Negara dengan sistem distribusi makanan yang
tepat.Cara ini merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
konsumsi vitamin A pada wanita hamil dan menyusui tanpa
resiko teratogenik.
e. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
Gejala kekurangan yodium adalah malas dan lamban. Pada usia
anak-anak dapat menimbulkan kecerdasan (IQ) yang lebih rendah.
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung yodium
menyebabkan penyakit gondok.
Penanggulangan masalah kekurangan yodium umumnya
memang dilakukan dengan iodinisasi garam, yaitu menambahkan
kalium iodat, menjadi garam beriodium. Namun penggunaan garam
beriodium itu kurang berhasil dan kurang efektif bagi bayi untuk
meniadakan gondokan, kekerdilan dan keterbelakangan
mental. Iklim yang panas serta lembab dan cara masak (berbumbu,
asam dan panas) yang lazim di Indonesia dapat menyebabkan
penguapan iodium. Ini tentu saja mengurangi atau bahkan
menghilangkan kandungan yodium dalam garam. Demikian pula
halnya pada proses pembuatan briket garam dengan pembakaran.
Sementara injeksi atau implantasi minyak beriodium (lipiodol)
masih sulit dilakukan. Meski efektif, cara ini menakutkan dan kurang
disukai orang, dan juga diperlukan petugas terlatih untuk
pelaksanaannya. Telah menjadi kesepakatan dunia dalam KTT untuk
Anak di New York tahun 1990, penanggulangan gangguan akibat
kekurangan yodium di seluruh dunia harus teratasi tahun 2000.
Dengan demikian selain garam beriodium, pemasyarakatan
pemanfaatan hasil laut (ikan, udang, cumi, dan rumput laut) sebagai
pangan unggulan perlu lebih digalakkan.
f. Karies Gigi Pada Anak
Karies gigi tidak selalu berupa lubang atau kavitas, namun ada
pula kasus dimana terdapat warna keputihan seperti kapur, yang
lebih putih daripada gigi sekitarnya. Keadaan ini disebut White spot
lesion dimana mulai terjadi proses karies, namun belum terbentuk
lubang gigi atau kavitas. Biasanya white spot terlihat di bagian gigi
yang dekat dengan gusi. Pada keadaan ini sudah terjadi kehilangan
mineral-mineral elemen gigi yang bila didiamkan akan menjadi
lubang atau kavitas, namun proses ini bisa dihentikan dengan
pembersihan yang tepat dan penghentian faktor-faktor penyebabnya.

B. Gizi Pada Usia Remaja


1. Usia Remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan masa terjadinya perubahan
yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif dan
psikososial. Masa ini merupakan masa dengan banyak perubahan, di
antaranya pertambahan massa otot, jaringan lemak tubuh, dan perubahan
hormon. Perubahan tersebut memengaruhi kebutuhan gizi pada remaja.
Selain itu, kebutuhan gizi pada remaja juga dipengaruhi oleh faktor
psikologis dan sosial.
Masa remaja dibagi berdasarkan kondisi perkembangan fisik,
psikologi, dan sosial. World Health Organization (WHO)/ United Nation
Children’s Emergency Fund (UNICEF) (2005) membaginya menjadi tiga
stase, yaitu :
a. Remaja awal (10 – 14 tahun)
b. Remaja pertengahan (14 – 17 tahun)
c. Remaja akhir (17 – 21 tahun)
2. Gizi Seimbang Bagi Remaja
Gizi seimbang bagi remaja adalah makanan yang dikonsumsi remaja
yang mengandung zat sumber tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur
serta beraneka ragam jenisnya (Marmi, 2013).
Kecukupan gizi remaja akan terpenuhi dengan pola makan yang
beragam dan gizi seimbang. Modifikasi menu dilakukan terhadap jenis
olahan pangan dengan memperhatikan jumlah dan sesuai kebutuhan gizi
pada usia tersebut dimana sangat membutuhkan makanan yang sangat
bergizi.
Menurut Marmi (2013) secara umum, gizi seimbang dijabarkan ke
dalam 4 pilar yaitu:
a. Makan Makanan yang Bervariasi
Agar dalam konsumsi makanan sehari-hari mempunyai kualitas
dan kuantitas yang baik, maka dalam memilih dan mengkonsumsi
makanan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Adekuat, artinya makanan tersebut memberi zat gizi, fiber, dan
energi dalam jumlah yang cukup.
2) Seimbang, artinya kesimbangan dalam zat gizi lainnya.
3) Kontrol kalori, artinya makanan tersebut tidak memberikan
kalori yang berlebihan.
4) Moderat (tidak berlebihan), artinya makanan tidak berlebihan
dalam hal lemak, garam, gula, dan zat lainnya.
5) Bervariasi, artinya makanan yang dikonsumsi berbeda setiap
hari.
b. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh
yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat
penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat.
Gaya hidup yang kurang menggunakan aktifitas fisik akan
berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang, bila kalori yang
masuk berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktifitas fisik maka
akan memudahkan orang mengalami kegemukan. Meningkatnya
kesibukan menyebabkan sesorang tidak lagi mempunyai waktu yang
cukup untuk berolah raga secara teratur (Marmi, 2013).
c. Pemantauan Berat Badan
Pemantauan berat badan penting untuk dilakukan secara berkala.
Karena berat badan merupakan indikator yang mudah dalam
menentukan status gizi seseorang. Perubahan berat badan akan
mengindikasikan status kesehatan. Sangat penting bagi individu
untuk mempertahankan berat badan ideal. Karena dengan berat
badan yang ideal, maka status kesehatan yang optimal dapat diraih.
Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan
preventif terhadap obesitas maupun KEK (Marmi, 2013).
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Kebiasaan hidup bersih dan remaja harus ditanamkan sejak
kecil, terutama mengenai cuci tangan sebelum makan, menjaga
kesehatan gigi dan mulut, menutup makan dengan tudung saji,
memilih jajanan makanan minuman yang aman, tidak banyak lemak
serta tidak terlalu manis dan terlalu asin. Selain pola hidup bersih,
juga perlu diperhatikan pola hidup sehat, seperti tidak merokok,
tidak menggunakan narkoba dan tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol (Marmi, 2013).

3. Tujuan Pemberian Gizi Pada Remaja


Nutrisi yang tepat itu sangat penting untuk menjaga kesehatan anak
remaja, agar remaja bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Pola
makan yang sehat juga membantu para remaja untuk berpartisipasi lebih
aktif disekolah dan beraktivitas fisik. Pada beberapa tahun belakangan
ini, telah terjadi penurunan status nutrisi dan kesehatan pada remaja.
Hasil survey menunjukkan bahwa setidaknya 18% anak-anak dan remaja
yang berusia 6 - 10 tahun kelebihan berat badan, dan setidaknya 11%
remaja mengalami obesitas.
Ditahun 2000, lebih dari 16% populasi yang berusia dibawah 18
tahun hidup dalam kemiskinan, dan sebagai akibatnya, seringkali mereka
tidak mendapat nutrisi yang cukup. Banyak remaja yang mengkonsumsi
kalori lebih dari yang mereka butuhkan, namun tidak mendapat jumlah
nutrisi harian yang cukup seperti yang direkomendasikan. Salah satu
keprihatinan utama mengenai anak dan remaja adalah level kalsium,
potassium, serat, magnesium, dan vitamin E yang kurang dalam diet
mereka.
Pola makan yang tidak sehat akan mengarah pada status nutrisi yang
buruk dan bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Penyebab ini dirangking sebagai penyebab ketiga terbesar dari berbagai
penyakit kronis yang mempengaruhi sekitar 5% gadis remaja.
Penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan dan nutrisi pada
remaja bukan cuma bisa mempengaruhi berat badannya, namun juga
kesehatannya dimasa-masa yang akan datang. Sebagai contoh,
kekurangan kalsium pada usia remaja bisa memperbesar resiko
osteoporosis saat mereka dewasa. Yang terakhir, nutrisi pada remaja itu
penting karena sebagian remaja punya masalah kesehatan yang
membutuhkan diet khusus.
Diabetes type 1, atau juvenile diabetes, di diagnosa pada sebanyak
13.000 anak dalam satu tahun, seringkali selama mereka masih berusia
remaja. Hal ini membutuhkan pengontrolan faktor-faktor diet dan gaya
hidup yang bisa jadi cukup sulit untuk remaja yang sibuk. Yang
mengejutkan, peningkatan dalam obesitas berarti bahwa diabetes type 2,
yang dimasa lalu hanya di alami oleh orang dewasa, saat ini frekuensinya
juga semakin meningkat pada remaja.
Jadi tujuan pemberian gizi pada remaja adalah untuk memperbaiki
keadaan gizi remaja serta mengembangkan ilmu gizi dan memupuk
kesadaran gizi bagi remaja. Sehingga remaja menyadari bahwa makanan
yang dikonsumsi harus dipilih dan diperhatikan dengan baik zat gizi dan
kecukupan jumlahnya, agar remaja dapat mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatannya.

4. Penilaian Status Gizi Usia Remaja


Skrining gizi diawali dengan pengukuran tinggi dan berat badan
secara akurat sehingga diperoleh IMT yang tepat. Hasil tersebut
kemudian disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia sesuai dengan
grafik pertumbuhan dari National Center for Health Statistics (2000)
sehingga diketahui berat dan tinggi badan aktual dan potensinya terkait
gangguan pertumbuhan (Stang dan Strory, 2005).
Penilaian gizi pada remaja meliputi pengukuran antropometri,
penggalian data terkait riwayat medis klien, data fisik – kilinis dan
biokimia, data asupan makan, perawatan medis yang dijalani saat ini, dan
kondisi ketahanan pangan. Pentingnya asesmen atau penilaian status gizi
pada remaja antara lain (Food and Nutrition Technical Asistance, 2016) :
a. Antropometri
Pengukuran antropometri pada remaja meliputi IMT, lingkar
lengan atas, lingkar kepala dan tebal lipatan lemak bawah kulit.
Berat badan berhubungan erat dengan status kesehatan. penurunan
berat badan tidak disengaja berarti terjadi penurunan kesehatan,
termasuk imunitas. Berat badan dan tinggi badan duhitung untuk
memperoleh IMT yang lebih menggambarkan proporsi tubuh. Tabel
13.2 merupakan kategori IMT berdasarkan WHO (2013).
World Health Organization (WHO) (2005) menetapkan
indicator status gizi untuk remaja berdasarkan z – score (dalam
persentil), sedangkan Stang and Story (2005) menyusun indicator
penilaian komplikasi medis untuk penilaian status gizi lanjut sesuai
dengan status gizi pada remaja seperti Tabel 13.1.
Lingkar lengan atas merupakan gambaran ketersediaan zat gizi
di otot dan lemak. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dapat
digunakan sebagai alternatif untuk mengetahui status gizi, termasuk
pada remaja jika berat dan tinggi badan aktual dapat diukur.
Kelemahan pengukuran LILA adalah tidak dapat digunakan untuk
seseorang dengan edema. Food and Nutrition Technical Assistance
(2016) menyusun cut – off untuk klasifikasi status gizi pada usia 6
hingga 14 tahun (Tabel 13.4).
Tabel 13.2 Kategori IMT
Status Gizi IMT
Malnutrisi berat < 16
Malnutrisi sedang ≥ 16 – 17
Malnutrisi ringan ≥ 17 – 18,5
Normal ≥ 18,5 – 25
Gemuk ≥ 25 – <30
Obesitas ≥ 30

Tabel 13.3 Indikator Status Berat Badan dan Tinggi Badan untuk
Remaja
Indikator Antropometri Cut – off* Penilaian
Komplikasi
Medis
Stunting (PB/U PB/U atau <3
atau TB/U TB/U persentil
rendah
Kurus (IMT/U IMT/ U <5
rendah) persentil

Berisiko IMT/U 5≤n<85 Riwayat keluarga


persentil Tekanan darah
Kadar lemak darah
Kadar gula darah
IMT
Depresi

Gemuk IMT/U ≥85 Semua kondisi


persentil diatas,
disertai :
Gangguan tulang
Gangguan saluran
napas
Resistensi insulin

Tabel 13.4 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan LILA


Malnutrisi Malnutrisi Akut Normal
Akut – Berat – Sedang
6 – 59 bulan < 115 mm ≥ 115
≥ 115
– < 125 ≥ 125
5 – 9 tahun < 135 mm mm mm
10 – 14 tahun < 160 mm ≥ 135 – < 145 ≥ 145
mm mm
≥ 160 – < 185 ≥ 185
mm mm

b. Biokimia
Tes laboratorium digunakan untuk mengetahui kadar zat gizi
dalam darah, urine, maupun feses. Hasil dari pemeriksaan tersebut
memberikan gambaran terkait masalah kesehatan yang memengaruhi
nafsu makan dan status gizi sehingga dapat dilakukan tindak lanjut
secara tepat.
c. Fisik – Klinis
Pemeriksaan fisik – klinis merupakan pemeriksaan untuk
melihat adanya tanda yang terlihat terkait defisiensi zat gizi, seperti
edema, kehilangan otot dan jaringan lemak, rambut mudah rontok,
dan rambut berwarna kemerahan.
d. Riwayat Makan
Penilaian asupan makan memberikan informasi mengenai
jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, perubahan nafsu
makan, alergi dan intoleransi makanan, serta ketidakcukupan asupan
makan saat dan setelah sakit.
e. Ketahanan Pangan
Food and Nutrition Technical Assistance (2016) mendefinisikan
ketahanan pangan sebagai kondisi tercukupinya secara fisik dan
ekonomi dalam memperoleh makanan guna memenuhi kebutuhan
gizi sehari untuk hidup sehat dan produktif.

5. Kebutuhan Gizi Usia Remaja


Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada saat usia remaja yaitu:
a. Makronutrien (Zat Gizi Makro)
1) Energi
Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk
menentukan kebutuhan energi remaja adalah aktivitas fisik.
Secara garis besar, remaja laki – laki memrlukan lebih banyak
energi dibandingkan remaja perempuan. Kecukupan gizi untuk
remaja laki – laki berdasarkan AKG 2013 (Hardinsyah et al,
2013) adalah antara 2400 – 2800 kkal/hari sedangkan untuk
remaja perempuan lebih rendah yaitu 2000 – 2200 kkal/hari.
Angka tersebut dianjurkan sebanyak 60% berasal dari
karbohidrat yang diperoleh dari bahan makanan seperti beras,
terigu dan produk olahannya, umbi – umbian, jagung, gula, dan
lain sebagainya.
2) Protein
Kebutuhan protein mengalami peningkatan selama masa
remaja Karena proses tumbuh – kembang berlangsung cepat.
Protein akan menggantikan energi sebagai sumber energi jika
asupan energy kurang dari kebutuhan. Rekomendasi kebutuhan
protein sehari berdasarkan AKG 2013 (Hardinsyah et al, 2013)
pada masa remaja berkisar antara 44 – 59 gram, tergantung jenis
kelamin dan umur. Berdasarkan BB, kebutuhan protein remaja
laki – laki dan perempuan usia 11 – 14 tahun adalah sebesar 1
g/kgBB. Pada usia 15 – 18 tahun, kebutuhan protein remaja laki
– laki turun menjadi 0,9 g/kgBB dan perempuan menjadi 0,8
g/kgBB.
3) Lemak
Konsumsi lemak dibatasi tidak melebihi 25% dari total
energi per hari, atau maksimal konsumsi tiga sendok makan
minyak goring untuk memasak makanan sehari. Amjuran
Kementrian Kesehatan RI, makanan yang dihidangkan dnegan
cara digoreng cukup satu potong setiap makan dalam sehari.
Studi Majid, et al (2016) menyatakan bahwa remaja di pedesaan
memiliki tingkat konsumsi energi dari kolesterol lebih tinggi
dibandingkan remaja di perkotaan.
4) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang primer untuk
akivitas tubuh sehingga pemenuhan kebutuhan karbohidrat
dianjurkan sebesar 50 – 60% dari kebutuhan energi total dalam
sehari. Makanan sumber karbohidrat yang baik untuk
dikonsumsi antara lain beras, terigu dan hasil olahannya, umbi –
umbian dan hasil olahannya, jagung, dan gula.
b. Mikronutrien (Zat Gizi Mikro)
Kebutuhan mikronutrien seperti vitamin dan mineral meningkat
selama remaja karena pertumbuhan dan perkembangan juga
berlangsung cepat.
1) Kalsium
Kalsium pada masa ini berfungsi sebagai penunjang
akselerasi muscular, skeletal, dan perkembangan endokrin. Pada
masa ini, pertumbuhan tinggi badan mencapai lebih dari 20%
dan massa tulang dewasa mencapai 50%. Sumber kalsium
paling baik terdapat pada susu dan hasil olahannya, sedangkan
sumber lain terdapat pada ikan, kacang – kacangan, dan sayuran
hijau. Asupan kalsium yang tidak adekuat menyebabkan puncak
massa tulang kurang sehingga meningkatkan risiko osteoporosis
di masa dewasa. Sementara itu, asupan kalsium berlebih
menyebabkan timbulnya batu ginjal, klasifikasi jaringan lunak,
dan konstipasi (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
2) Zat Besi (Fe)
Pada masa ini, remaja perempuan lebih rawan mengalami
AGB dibandingkan dengan remaja laki – laki karena remaja
perempuan mengalami menstruasi yang mengeluarkan zat besi
setiap bulan. Oleh sebab itu, kebutuhan zat besi pada remaja
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki – laki. Pada remaja
laki –laki juga mengalami peningkatan kebutuhan zat besi
karena ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi
hemoglobin.
Sumber zat besi yang baik antara lain terdapat pada hati,
daging merah (sapi, kambing, dan domba), daging putih (ayam
dan ikan), kacang – kacangan dan sayuran hijau.
3) Zink (Zn)
Zink berperan dalam reaksi metabolisme karbohidrat,
lemak, protein, dan asam nukleat. Asupan zink yang dianjurkan
pada masa ini sebesar 15 mg/hari untuk remaja laki – laki dan
12 mg/hari untuk remaja perempuan. Jumlah tersebut terpenuhi
dari bahan makanan, antara lain daging merah, hati, ungags,
keju, padi – padian, sereal, kacang kering, telur dan produk laut,
terutama tiram.
4) Yodium (I)
Yodium (iodin) dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit,
tetapi mempunyai fungsi yang penting yaitu membantu
pembentukan hormon tiroksin pada kelenjar gondok. Hormon
tersebut berperan pada pertumbuhan tulang dan perkembangan
fungsi otak.
Bahan makanan sumber yodium dari hewani antara lain
ikan dan kerang. Selain dari sumber tersebut, sumber yodium
juga terdapat pada garam beryodium. Anjuran untuk
mengonsumsi garam beryodium dalam sehari tidak lebih dari 6
gram atau setara dengan satu sendok teh.

6. Faktor – faktor yang Memengaruhi Status Gizi Pada Usia Remaja


Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja sering
terjadi. Selain kekurangan energi dan protein anemia gizi dan defisiensi
berbagai vitamin juga sering terjadi. Sebaliknya juga masalah gizi lebih
(overnutrition) yang ditandai oleh tingginya jangka obesitas pada remaja
terutama di kota-kota besar.
Berbagai faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia
remaja antara lain adalah:
a. Kebiasaan makan yang buruk
Kebiasaan makan yang buruk yang berpangkal pada kebiasaan
makan keluarga yang juga tidak baik sudah tertanam sejak kecil akan
terus terjadi pada usia remaja. Mereka makan seadanya tanpa
mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak
dipenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Jeong A. Kim di Korea (2001)
menemukan bahwa pola makan pada remaja mempengaruhi status
gizi mereka. Penelitian ini mengelompokkan remaja pada tiga pola
makan. Pertama, yang disebut dengan pola makan tradisional Korea,
merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi Kimchi dan
nasi, ikan dan rumput laut. Kedua, yang disebut pola makan barat,
merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi tepung dan roti,
hamburger, pizza, makanan ringan dan sereal, gula dan makanan
manis. Ketiga, yang disebut pola makan modifikasi, merupakan pola
makan yang banyak mengkonsumsi mie, tetapi diselingi dengan
kimchi dan nasi. Ditemukan kejadian obesitas sentral paling tinggi
pada pola makan barat (16,8%) dari pada pola makan tradisional
Korea (9,76%) dan pola makan modifikasi (9,75%).
Lena Hamstrong menemukan bahwa di Eropa sekitar 34%
remaja melewatkan sarapan di pagi hari. Dan kebiasaan sarapan pada
remaja dipengaruhi oleh kebiasaan orang tua mereka. Cara
S. DeJong menemukan bahwa faktor lingkungan dan kebiasaan
kognitif berhubungan dengan kebiasaan sarapan pada
remaja. Michael J menemukan bahwa remaja yang memiliki
kebiasaan sarapan memiliki kecendrungan untuk tidak mengalami
obesitas.
b. Pemahaman gizi yang keliru
Tubuh yang langsing sering menjadi idaman bagi para remaja
terutama wanita remaja. Hal itu sering menjadi penyebab masalah,
karena untuk memelihara kelangsingan tubuh mereka menerapkan
pengaturan pembatasan makanan secara keliru. Sehingga kebutuhan
gizi mereka tak terpenuhi. Hanya makan sekali sehari atau makan
makanan seadanya, tidak makan nasi merupakan penerapan prinsip
pemeliharaan gizi yang keliru dan mendorong terjadinya gangguan
gizi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ruka Sakamaki, dkk (2004)
menemukan bahwa pelajar wanita di China memiliki keinginan yang
besar untuk menjadi langsing (62,0%) dibandingkan dengan pelajar
lelaki (47,4%). Demikian pula dengan studi sebelumnya yang
dilakukan di Jepang, perubahan gaya hidup telah menyebabkan
sebagian besar pelajar wanita memiliki keinginan untuk menjadi
langsing, meskipun jumlah responden yang mengalami obesitas
sangat sedikit pada studi tersebut. Di tahun 2005, mereka
menemukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki IMT
normal, ternyata menginginkan ukuran tubuh dengan IMT yang
tergolong kurus (BMI : 18,4+ 3,4).
c. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu saja
menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi. Keadaan seperti itu
biasanya terkait dengan “mode” yang tengah marak dikalangan
remaja. Ditahun 1960 an misalnya remaja-remaja di Amerika Serikat
sangat menggandrungi makanan berupa hot dog dan minuman coca
cola. Kebiasaan ini kemudian menjalar ke remaja-remaja diberbagai
negara lain termasuk di Indonesia.
d. Promosi yang berlebihan melalui media massa
Usia remaja merupakan usia dimana mereka sangat tertarik pada
hal-hal baru. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha
makanan untuk mempromosikan produk mereka dengan cara yang
sangat mempengaruhi remaja. Padahal, produk makanan tersebut
bukanlah makanan yang sehat bila dikonsumsi dalam jumlah yang
berlebihan.
Masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari
negara lain secara bebas mempengaruhi kebiasaan makan para
remaja.
Jenis-jenis makanan siap santap (fast food) yang berasal dari
negara barat seperti hot dog, pizza, hamburger, fried
chicken dan french fries, berbagai jenis makanan berupa kripik (junk
food) sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para
remaja. Padahal berbagai jenis fast food itu mengandung kadar
lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi disamping kadar garam. Zat-
zat gizi itu memicu terjadinya berbagai penyakit kardiovaskuler pada
usia muda.
Penelitian yang dilakukan oleh Kerry N. Boutelle, dkk (2005)
menemukan bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan berat
badan orang dewasa namun tidak pada remaja. Hal tersebut
disebabkan karena remaja membutuhkan banyak kalori untuk
aktivitasnya, sehingga fast food tidak mempengaruhi status gizi
mereka untuk menjadi obesitas. Namun, konsumsi fast food bisa
meningkatkan risiko bagi para remaja untuk menjadi obes pada saat
dewasa kelak.

7. Masalah Gizi Pada Usia Remaja


Berikut ini beberapa masalah gizi yang biasa dijumpai pada remaja
antara lain :
a. Obesitas
Obesitas adalah kegemukan atau kelebihan berat badan. Di
kalangan remaja, obbesitas merupakan permasalahan yang
merisaukan, karena dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang
dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius ( Marmi,2013).
Wahlqviat dalam Badriah (2011) mengatakan bahwa obesitas
adalah keadaan seseorang jika berat badannya lebih dari 30 standar
BBI (Berat Badan Ideal) atau juga keadaan jika seorang anak
mempunyai berat badan 120% lebih besar dari berat badan
seharusnya pada usianya.
Barlow dalam Badriah (2011) obesitas biasanya disebabkan
karena remaja tidak dapat mengontrol makanannya, makan dalam
jumlah yang berlebih sehingga berat badannya melebihi ukuran
normal. Pada beberapa kasus obesitas terjadi karena binge eating
disorder, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan sesorang makan
dalam jumlah besar secara terus menerus dan cepat tanpa
terkontrol. Hal ini yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya
depresi dan memicu obesitas.
Pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya
dipaksa untuk bekerja lebih berat, karena harus membawa kelebihan
berat badan. Oleh sebab itu, pada umumnya lebih cepat gerah, capai,
dan mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam
bekerja. Akibat dari penyakit obesitas ini, para penderitanya
cenderung menderita penyakit-penyakit: kardiovaskuler, hipertensi,
dan diabetes melitus (Notoatmodjo, 2011).
Remaja putri yang melakukan diet untuk mengurangi berat
badannya sejak dini akan membawa risiko kegemukan pada saat
mereka dewasa nanti. Semakin keras mereka melakukan diet
semakin besar resiko kegemukan yang akan dialami (Badriah, 2011).
Dalam Badriah (2011), penatalaksanaan yang bisa dilakukan
untuk penderita obesitas ini adalah:
1) Langkah pertama adalah mengembangkan diet yang sehat.
2) Kemudian olahraga secara bertahap.
3) Untuk penderita obesitas yang luar biasa gemuk sehingga bisa
mengancam hidupnya dilakukan operasi untuk mengecilkan
lambung yang dinamakangastroplasti atau prosedur penjepian
lambung. Setelah operasi pasien hanya makan dengan sejumlah
kecil makanan saja sudah menjadi kenyang.
b. Kurus
Permaisih dalam Badriah (2011) prevalensi IMT kurang atau
kurus berkisar antara 30% - 40%. Kurus merupakan masalah gizi
yang umumnya lebih banyak ditemukan pada remaja wanita. Karena
ada motto bahwa “kurus itu indah” bagi remaja wanita maka remaja
wanita sering melakukan diet tanpa pengawasan dari dokter atau ahli
gizi sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat dipenuhi. Padahal masa
remaja merupakan masa “rawan gizi” karena kebutuhan akan gizi
sedang tinggi-tingginya.
Remaja yang kurus penampilannya malah cenderung kurang
menarik, mudah letih dan risiko sakitpun tinggi. Selain itu orang
kurus akan kurang mampu bekerja keras. Jika penyebab kurus itu
memang hanya karena kekurangan zat gizi semata atau karena
sedang menderita penyakit tertentu tanpa ada faktor psikologis
seperti anoreksia dan bulimia maka penanganan bisa segera
dilakukan dengan terapi gizi atau dengan pengobatan jika menderita
sakit, dilanjutkan dengan pemulihan gizi. Namun jika penyebabnya
adalah karena anoreksia dan bulimia maka penanganannnya perlu
dilakukan terpadu antara dokter (psikiater) dan ahli gizi (Badriah,
2011).
c. Anoreksia Nervosa dan Bulimia
Anoreksia dan buliamia adalah kelainan pola makan yang sering
terjadi pada wanita. Kelainan tersebut biasanya merupakan gangguan
makan yang menyiksa bahkan bisa dikatakan suatu bentuk
penyiksaan terhadap diri sendiri. Gangguan tersebut dihasilkan oleh
ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan
ketakutan mental itu akan terpancar melalui penyiksaan fisik
(Badriah, 2011).
1) Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau
terganggunya pusat nafsu makan. Hal ini disebabkan oleh
konsep yang terputar balik mengenai penampilan tubuh hingga
penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap
kegemukan. Karena ketakutannya itu penderita anoreksia
nervosa melakukan diet yang sangat ketat sehingga berat
badannya turun secara drastis dalam waktu yang singkat
(Badriah, 2011).
2) Bulimia
Bulimia hampir sama dengan anoreksia tetapi dengan
episode binge eatingdan mengompensasinya dengan cara yang
ekstrem seperti : memuntahkan makanan dan olahraga berlebih.
Tanda remaja yang mengalami bulimia menurut Marmi (2013):
- Takut mengalami penambahan berat badan
- Selalu merasa tidak senang dengan ukuran, bentuk tubuh
dan berat tubuhnya
- Menghilang setelah makan
- Kemungkinan hanya makanan – makanan diet
- Teratur membeli obat laksatif, diuretik dan obat pencahar
- Olahraga berlebih
- Menggunakan alkohol dan obat – obatan
- Siklus menstruasi tidak teratur.
d. Anemia
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan
menderita anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal. Pada laki – laki
hemoglobin normal adalah 14 – 18 gr% dan eritrosit 4,5 – 5,5 jt /
mm3. Sedangkan pada perempuan hemoglobin normal adalah 12 –
16 gr% dengan eritrosit 3,5 – 4,5 jt / mm3 (Marmi, 2013).
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh
tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi
merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh, sangat di
butuhkan dalam pembentukan darah, yakni dalam hemoglobin (Hb).
Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit, dalam bagian – bagian tubuh
yang aus dan dilepaskan oleh permukaan tubuh yang jumlahnya
sangat kecil sekali. Sedangkan pada wanita ekskresi Fe lebih banyak
melalui menstruasi (Notoatmodjo, 2011).
Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan
terhambat, tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi,
mengakibatkan kebugaran atau kesegaran tubuh berkurang,
semangat belajar / prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon
ibu maka akan menjadi calon ibu yang berisiko tinggi untuk
kehamilan dan melahirkan (Badriah, 2011).
e. Kurang Energi Kronis (KEK)
Pada remaja kurus atau disebut Kurang Energi Kronis pada
umumnya disebabkan karena makan terlalu sedikit. Penurunan berat
badan secara drastis pada remaja perempuan memiliki hubungan erat
dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya, atau
dipandang kurang seksi oleh lawan jenisnya (Marmi, 2013).
f. Penyakit Gula (Diabetes Melitus)
Sidartawan (2005) dalam Badriah (2011) menjelaskan bahwa,
DM adalah sekumpulan gejala yang disebabkan meningkatnya kadar
gula dalam darah karena kekurangan insulin secara absolut atau
relatif atau menurunnya tingkat sensitivitas insulin. Diabetes Melitus
terdiri dari empat tipe. Tipe I yaitu diabetes melitus yang bergantung
dengan insulin (IDDM), DM tipe ini biasanya sudah timbul usia
anak-anak. DM tipe II yaitu diabetes yang tidak bergantung pada
insulin (NIDDM), jumlah insulin pada tipe ini banyak, hanya saja
kerjanya yang sudah tidak optimal atau tidak sensitif lagi terhadap
kenaikan kadar gula dalam darah. DM tipe ini banyak terjadi pada
usia dewasa. DM tipe III adalah DM yang timbul karena penyakit
lain, misalnya infeksi pada Pankreas dan penyakit-penyakit lainnya.
DM tipe IV disebut diabetes melitus gestasional, karena munculnya
diabetes dipicu oleh kehamilan (Badriah,2011).
g. Kanker
Kanker adalah pembelahan dan pertumban sel secara abnormal
yang tidak dapat dikontrol sehinga cepat menyebar. Sel-sel ini
merusak jaringan tubuh sehingga menggangu fungsi organ tubuh
yang terkena. Penyebab kanker belum diketahui secara pasti, tapi
sering dikaitkan dengan faktor lingkungan ( polusi, bahan kimia, dan
virus) dan makanan yang mengandung bahan karsinogen (Badriah,
2011).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Rendahnya asupan gizi anak usia sekolah diakibatkan oleh banyak faktor.
Anak usia sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang rendah atau buruk.
Pada usia ini pola makan anak dipengaruhi oleh teman dan lingkungan
sekitarnya. Jajanan yang banyak dijual di sekolah-sekolah termasuk ke dalam
makanan yang tidak bergizi sehingga dapat dikatakan bahwa anak usia
sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang buruk.
Asupan gizi yang buruk dapat berakibat fatal apabila terus dibiarkan,
defisiensi kalori yang dihasilkan protein akan menimbulkan penyakit seperti
marasmus dan kwashiorkor, defisiensi zat besi akan mengganggu kerja
hemoglobin dalam transportasi O2 keseluruh tubuh, defisiensi zat seng akan
mengganggu proses metabolisme protein. Selain itu, buruknya status gizi
anak sekolah semakin memperburuk kondisi bangsa Indonesia karena
generasi penerusnya tidak produktif. Orang tua saat ini terlalu membiarkan
anaknya mengkonsumsi jajanan yang ada di sekolah. Membiasakan anak
untuk sarapan pagi sebelum berangkat sekolah merupakan cara yang efektif
dalam mengurangi kemungkinan anak membeli makanan di luar rumah.
Perbaikan status gizi dengan asupan gizi yang baik akan memberikan banyak
perubahan.
Remaja dapat dikategorikan rentan dalam mengahadapi masalah gizi.
Beberapa alasan yang membuat remaja dikategorikan rentan adalah (1)
percepatan pertumbuhan dan perkembangan gaya hidup memerlukan energi
dan zat gizi yang lebih banyak.(2) Perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan menuntut penyesuaian asupan energi dan zat gizi. (3) aktiftas fisik
yang tinggi meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi. Di samping itu tidak
sedikit remaja yang makan secara berlebiha dan akhirnya mengalami obesitas
atau sebaliknya remaja yang membatasi makan karena kecemasan akan
bentuk tubuh sehingga mengalami kekurangan zat gizi.
Dengan melihat alasan-alasan tersebut maka perhatian dan penanganan
yang lebih besar untuk masalah gizi pada remaja. Cara yang dapat dilakukan
diantaranya adalah dengan melibatkan langsung remaja dalam pemilihan
makanan yang bergizi, memberikan pengertian tentang makanan sehat dan
melatih tanggung jawab remaja dalam hal perencanaan makanan,
pembelajaran, dan pemasakan.

B. Saran
Peran orang tua sangat diperlukan dalam memberikan makanan yang
bergizi dan mengajarkan anak untuk mengonsumsi atau memilih makanan
yang bergizi. Pendekatan yang baik dengan anak dan komunikasi atau cara
penyampain pendidikan dasar mengenai makanan yang bergizi dapat
membuat anak lebih berhati-hati dalam memilih makanan atau jajanan.
Perhatian dari kedua orang tua sangat diperlukan terutama pada jajanan dan
makanan kesukaannya.
Pemberian pemahaman mengenai pentingnya memenuhi kebutuhan gizi
pada usia remaja akan memberikan kesadaran pada anak usia remaja untuk
lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsinya, serta akan
mengubah pandangan remaja terhadap diet yang dilakukan sehingga remaja
bisa mempertahankan dan meningkatkan status gizi dan kesehatannya dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama

Arisman. 2003. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Ayubi, Dian. 2007. Bahan Kuliah Dasar PKIP. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI

Badriah, Dewi Laelatul. 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung : PT


Refika Aditama.
Damayanti, Diana. 2005. Makanan Anak Usia Sekolah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Eva Ellya Sibagariang. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans
Info Media.

Fikawati, Sandra. 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok :


FKM UI L.

Marmi. 2013. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Pakar Gizi Indonesia. Editor Hardinsyah, I Dewa Nyoman Supariasa. 2017. Ilmu
Gizi: Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai