HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI 1
DAFTAR GAMBAR 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Manfaat Makalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Adrenal 6
2.2 Histologi Kelenjar Adrenal 7
2.3 Biokimia Hormon Kortisol 13
2.4 Fisiologi Produksi dan Sekresi Hormon Kortisol 16
2.5 Mekanisme Transportasi Hormon Kortisol 23
2.6 Mekanisme Kerja Hormon Kortisol 24
2.7 Pengaturan Kerja Hormon Kortisol 26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 29
3.2 Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
Page 1
DAFTAR GAMBAR
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Korteks adrenal dibagi menjadi tiga zona berdasarkan hormon yang dihasilkan.
Dari luar ke dalam ada zona glumerulosa, zona fasciculata, dan zona retikularis. Pada
bagian zona glumerulosa disekresikan jenis hormon mineralokortikoid terutama
aldosteron. Zona fasciculata tempat disekresikannya jenis hormon glukokortikoid terutama
kortisol. Sementara pada zona paling dalam korteks adrenal zona retikularis mensekresikan
hormon seks.
Kortisol pada kedua keadaan tadi akan menghambat penyerapan glukosa pada
seluruh sel tubuh kecuali sel-sel otak. Sel-sel otak pada keadaan tersebut akan
membutuhkan lebih banyak energi untuk mengatur organ-organ tubuh. Ketika menghadapi
kedua keadaan di atas hipotalamus pada otak akan mensekresikan CRH (Corticotropin-
releasing Hormone). CRH ini nantinya akan merangsang hipofisis anterior untuk
Page 3
mensekresi ACTH (Adenocorticotropic Hormone). ACTH juga nantinya akan merangsang
kelenjar adrenal untuk mensekresikan kortisol.
Page 4
1.4 Manfaat Makalah
1.4.1 Bagi Penulis
Dengan adanya pembuatan makalah ini, wawasan dan pengetahuan penulis
mengenai kelenjar adrenalin,hormon kortisol, dan tata cara penulisan karya ilmiah
semakin bertambah.
Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Adrenal (Suprarenalis)
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal.
Dikatakan sepasang berarti terdapat 2 kelenjar adrenal yang masing-masing terbenam di
atas masing-masing ginjal kanan maupun kiri dalam suatu kapsul lemak (ad artinya “di
samping” ; renal artinya “ginjal”). Kelenjar adrenal memiliki struktur pipih yang berbetuk
bulan sabit, dengan panjang sekitar 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm pada orang
dewasa. Kelenjar adrenal memiliki berat sekitar 8 gram, tetapi ukuran dan berat kelenjar
adrenal bervariasi tergantung umur dan keadaan fisiologi perseorangan. Kelenjar adrenal
masing-masing dibungkus oleh jaringan ikat padat yang mengirimkan septa tipis ke bagian
dalam kelenjar sebagai trabekula. Kelenjar adrenal terdiri atas dua lapisan konsentris :
lapisan perifer kekuningan, yaitu korteks adrenal, dan lapisan pusat berwarna coklat
kemerahan, yaitu medula adrenalis (Mescher, 2011).
Korteks dan medula adrenalis dapat dikatakan sebagai dua organ dengan asal,
fungsi, dan ciri morfologi yang bersatu dalam masa perkembangan embrionik. Kedua
struktur tersebut berasal dari lapisan germinal yang berbeda. Korteks berasal dari
mesoderm dan medula terdiri dari sel-sel yang berasal dari neural crest sehingga memiliki
sifat neural, yang juga merupakan asal dari sel-sel ganglion simpatis (Mescher, 2011).
Page 6
2.2 Histologi Kelenjar Adrenal (Suprarenalis)
Gambar 2. Kelenjar adrenal (suprarenal). Pulasan: Hematoksilin dan eosin. Pembesaran lemah.
Sumber : Atlas Histologi diFiore Ed.12, 2013
Dalam buku Atlas Histologi diFiore Ed.12, Kelenjar adrenal (suprarenalis) terdiri
atas: korteks di sebelah luar dan medula di sebelah dalam, dikelilingi oleh kapsul jaringan
ikat tebal yang rnengandung cabang-cabang pembuluh darah adrenal, vena, saraf
(kebanyakan tidak mielin), dan pembuluh limfa adrenal. Sekat jaringan ikat dengan
pembuluh darah berjalan dari kapsul ke dalam korteks. Sekat jaringan ikat lainnya
Page 7
membawa pembuluh darah ke medula. Kapiler sinusoid berpori dan pembuluh darah besar
ditemukan di seluruh korteks dan medula (Atlas Histologi diFiore Ed.12, 2013).
Korteks adrenal dibagi lagi menjadi tiga zona konsentrik. Tepat dibawah kapsul
jaringan ikat adalah zona glomerulosa luar. Sel-sel di zona glomerulosa tersusun menjadi
kelompok yang berbentuk lonjong dan dikelilingi oleh banyak kapiler sinusoid. Sitoplasma
sel ini berwarna merah muda dan mengandung beberapa butiran lemak (Atlas Histologi
diFiore Ed.12, 2013).
Lapisan sel di tengah dan paling lebar adalah zona fasciculata. Sel-sel zona
fasciculate tersusun dalam kolom vertikal atau lempengan radial. Banyaknya butiran lemak
di dalam sitoplasma menyebabkan sel zona fasciculata terlihat terang atau bervakuola pada
pembuatan sediaan normal. Kapiler sinusoid di antara kolom-kolom sel mengikuti arah
vertikal atau radial. Lapisan sel ketiga dan paling dalam adalah zona reticularis. Lapisan
sel ini berbatasan dengan medula adrenal. Sel-sel di zona reticularis membentuk pita
(korda) yang saling berhubungan (anastomotik) dan dikelilingi oleh kapiler sinusoid (Atlas
Histologi diFiore Ed.12, 2013).
Batas medula dengan korteks tidak berbatas tegas. Sitoplasma sel sekretorik
medula terlihat jernih. Setelah fiksasi jaringan dalam kalium bikromat, yaitu reaksi
kromafin, granula coklat yang halus menjadi kelihatan di sel-sel medula. Granula ini
menunjukkan adanya katekolamin epinefrin dan norepinefrin di dalam sitoplasma. Medula
juga mengandung neuron simpatis yang terlihat tunggal atau dalam kelompok kecil.
Neuron memperlihatkan nukleus vesikular dengan nukleolus yang mencolok dan sedikit
kromatin perifer. Kapiler sinusoid mengalirkan isi medula ke dalam pembuluh darah
medula utama (Atlas Histologi diFiore Ed.12, 2013).
Page 8
Gambar 3. Kelenjar Adrenal: Korteks dan Medula. Pulasan H&E. 25x
Sumber : Atlas Histologi diFiore Ed.12, 2013
Korteks Adrenal
Sel-sel korteks adrenal memiliki gambaran khas sel penyekresisteroid. Gambaran
tersebut mencakup inti sentral dan sitoplasma asidofilik, yang biasanya kaya akan droplet
lipid, droplet lipid adalah organel sel utama untuk penyimpanan lipid netral. Sitoplasmanya
dapat terlihat secara ultrastruktural memiliki sangat banyak RE halus dengan tubulus yang
saling berhubungan yang mengandung enzim untuk sintesis kolesterol dan konversi
prohormon steroid, pregnenolon menjadi hormon steroid aktif yang spesifik. Mitokondria
sering berbentuk sferis, dengan krista berbentuk tubular bukan menyerupai rak. Selain
menjadi tempat produksi ATP, mitokondria ini mengandung perlengkapan enzimatik untuk
pengubahan kolesterol menjadi pregnenolon dan diperlukan untuk beberapa tahap sintesis
hormon steroid. Karena itu, berbagai fungsi sel penghasil steroid timbul dari kerja sama
erat antara RE halus dan mitokondria. Sel penyekresi hormon steroid tidak menyimpan
produknya di dalam granul. Sebagai molekul larut lipid dengan berat molecular rendah,
steroid berdifusi bebas melalui membran plasma dan tidak memerlukan eksositosis yang
akan dilepaskan dari sel (Mescher, 2011).
Page 9
Gambar 4. Korteks Adrenal
Sumber : Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Ed.12, 2011
Menurut Anthony L. Mescher tahun 2011, Korteks adrenal memiliki tiga zona
konsentris dengan deretan sel epitel yang tersusun agak berbeda dan dikhususkan untuk
menghasilkan berbagai kelas hormon steroid. Berikut tiga zona konsentris :
1. Zona glomerulosa
Lapisan yang berada tepat di dalam simpai jaringan ikat, dengan deretan
sel-sel kolumnar atau pyramidal yang berhimpitan dan membentuk deretan bundar
atau melengkungt yang dikelilingi kapiler dan membentuk sekitar 15% korteks .
Steroid yang dibentuk oleh sel-sel ini disebut mineralokortikoid karena hormon ini
memengaruhi ambilan Na-, K-, dan air oleh sel epitel. Produk utama adalah
aldosteron, regulator utama keseimbangan garam, yang bekerja merangsang
reabsorpsi Na- pada tubulus kontortus distal ginjal. Sekresi aldosteron dalam zona
glomerulosa terutama dirangsang oleh angiotensin II dan juga oleh peningkatan
kadar K- plasma, tetapi hanya sedikit dirangsang oleh ACTH (Mescher, 2011).
Page 10
2. Zona fasciculata
Zona tengah menempati 65-80% korteks dan terdiri atas deretan panjang
setebal satu atau dua sel polihedral panjang yang dipisahkan oleh kapiler-kapiler
sinusoid bertingkap. Sel-sel tersebut paling padat terisi dengan droplet lipid dalam
sitoplasmanya dan sebagai akibat disolusi lipid selama proses persiapan jaringan
sering tampak bervakuol atau berbusa pada sediaan histologis rutin. Sel-sel zona
ini menyekresi glukokortikoid, terutama kortisol, yang memengaruhi metabolisme
karbohidrat dengan merangsang produksi glukosa dari asam amino atau asam
lemak (glukoneogenesis) pada banyak sel dan konversi glukosa menjadi glikogen
pada hati. Kortisol menginduksi mobilisasi lemak di jaringan adiposa subkutan dan
pemecahan protein di otot. Kortisol juga menekan banyak aspek respons imun,
termasuk pelepasan sitokin dan limfopoiesis, dan memiliki efek lain dalam
jaringan lain. Sekresi glukokortikoid di zona fasciculata diatur oleh ACTH dari
hipofisis anterior, dan umpan balik negatif yang sesuai dengan kadar
glukokortikoid sirkulasi dilepaskan pada tingkat hipofisis dan hipotalamus. Sel-sel
zona fasciculata juga menyekresi sejumlah kecil androgen (Mescher, 2011).
3. Zona reticularis
Zona reticularis yang terdalam membentuk sekitar 10% korteks dan
berkontak dengan medula. Zona ini terdiri atas sel kecil yang tersebar di suatu
jalinan korda irregular dengan kapiler yang lebar. Sel-sel ini biasanya terpulas lebih
kuat ketirnbang sel di zona lain karena mengandung lebih sedikit droplet lipid dan
lebih banyak pigmen lipofuscin. Sel-sel zona reticularis juga menghasilkan
kortisol, tetapi terutama menyekresikan androgen lemah, dehidroepiandrosteron
(DHEA) yang diubah menjadi testosteron pada beberapa jaringan lain. Sekresi oleh
sel-sel tersebut juga dirangsang oleh ACTH dan diatur oleh umpan balik dengan
hipofisis dan hipotalamus. Dengan kata lain zona ini mensekresikan hormone seks
(Mescher, 2011).
Page 11
yang membentuk sekitar 80% total kelenjar, berada di antara korteks Permanen
yang tipis dan medula yang kurang berkembang. Korteks adrenal fetus tebal dan
terutama mengandung korda sel besar penghasil-steroid di bawah kendali hipofisis
fetus. Fungsi utama sel tersebut adalah sekresi DHEA yang dikonversi dalam
plasenta meniadi estrogen (dan androgen) aktif yang sebagian besar memasuki
sirkulasi maternal. Korteks adrenal fetus merupakan suatu bagian penting unit
fetoplasenta yang memengaruhi kedua sistem endokrin selama kehamilan tetapi
makna fisiologisnya masih belum jelas. Setelah lahir, korteks sementara
mengalami involusi, sedangkan korteks permanen menyusun ketiga lapisan (zona)
yang disebutkan sebelumnya (Mescher, 2011).
Medula Adrenalis
Gambar 5. Medula adrenalis Sel penyekresi-hormon di medula adrenalis adalah sel kromafin yang menyerupai neuron
simpatis.
Sumber : Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Ed.12, 2011
Medula adrenalis terdiri atas sel-sel polihedral besar yang terpulas pucat dan
tersusun berupa deretan atau kelompok dan ditunjang jalinan serat retikular. Sejumlah
besar suplai kapiler sinusoid terdapat di antara deretan-deretan yang bersebelahan dan
terdapat sejumlah sel ganglion parasimpatis. Sel parenkim medula, yang dikenal sebagai
sel kromafin berasal dari sel krista neuralis, seperti halnya neuron pascaganglionik dari
ganglion simpatis dan parasimpatis. Sel parenkim medula adrenalis dapat dipandang
sebagai modifikasi neuron pascaganglionik simpatis, yang telah kehilangan akson dan
Page 12
dendrit serta dikhususkan sebagai sel-sel sekretoris. Tidak seperti sel korteks, sel kromafin
medula memiliki banyak granula padat-elektron yang berdiameter 150-350 nm untuk
sekresi dan penyimpanan hormonn (Mescher, 2011).
Granula-granula ini mengandung salah satu dari dua katekolamin epinefrin atau
norepinefrin. Secara ultrastrukfural, granula sel penyekresi, epinefrin kurang bersifat padat
elektron dan umumnya lebih kecil daripada sel penyekresi-norepinefrin. Katekolamin
beserta Ca2+ dan ATP, terikat pada kompleks simpanan granula dengan protein 49 kDa
yang disebut chromogranin. Sel penyekresi norepinefrin juga ditemukan di paraganglia
(kumpulan sel penyekresi katekolamin yang berdekatan dengan ganglia autonom).
Konversi norepinefrin menjadi epinefrin (adrenalin) hanya terjadi pada sel kromafin
medula adrenalis. Sekitar 80% katekolamin yang disekresikan dari adrenal adalah
epinefrin. Sel kromafin rnedula dipersarafi oleh ujung saraf kolinergik dari neuron simpatis
praganglionik; dari neuron ini, impuls memicu pelepasan hormone melalui eksositosis.
Epinefrin dan norepinefrin dilepaskan ke darah dalam jumlah besar selama reaksi
emosional yang intens, seperti ketakutan dan menimbulkan vasokonstriksi, peningkatan
tekanan darah, perubahan frekuensi denyut jantung, dan efek metaboli seperti peningkatan
kadar gula darah. Efek ini mempermudah berbagai reaksi pertahanan terhadap stressor
(fight or Flight response). Selama aktivitas normal, medula adrenalis secara kontinyu
menyekresi sejumlah kecil hormon. (Mescher, 2011)
Page 13
Gambar 6. Struktur dan tata nama produk kortikosteroid dan beberapa turunan sintesinya
Sumber : Dasar Farmakologi Terapi Vol.4, 2012
Struktur hidrokortison diperlihatkan dalam bentuk dua dimensi. Sistem cincin steroid
tidak seutuhnya berupa bidang datar dan orientasi gugus yang menempel pada cincin
steroid sangat menentukan aktivitas biologinya. Gugus metil di C 18 dan C 19 serta gugus
hidroksil di C 11 mengarah ke atas (menghadap depan pada gambar dua dimensi dan
ditunjukkan dengan garis tebal yang menghubungkan atom-atom) dan dinamakan β. Gugus
hidroksil di C 17 mengarah ke bawah pada bidang datar (menghadap belakang pada gambar
dua dimensi dan terlihat dengan garis putus-putus yang menghubungkan atom-atom) dan
dinamakan α (Dasar Farmakologi Terapi Vol.4, 2012).
Page 14
A penting untuk aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid. Satu gugus 11β-hidroksil
pada cincin C diperlukan untuk aktivitas glukokortikoid tetapi tidak untuk aktivitas
mineralokortikoid. Gugus hidroksil di C 21 pada cincin D terdapat dalam semua
kortikosteroid alami dan pada sebagian besar analog sintesis yang aktif dan tampaknya
mutlak diperlukan untuk aktivitas mineralokortikoid, tetapi tidak untuk aktivitas
glukokortikoid. Gugus 17α-hidroksil pada cincin D merupakan substituen pada kortisol dan
semua glukokortikoid sintesis yang kini digunakan (Dasar Farmakologi Terapi Vol.4,
2012).
Masuknya ikatan rangkap tambahan di posis 1,2 pada cincin A, seperti prednisolon
atau prednison secara selektif meningkatkan aktivitas glukokortikoid sekitar empat kali
lipat dibandingkan dengan hidrokortison yang menghasilkan peningkatan rasio potensi
glukokortikoid terhadap mineralokortikoid. Pertambahan ini juga menghasilkan senyawa-
senyawa yang dimetabolisme lebih lambat daripada hidrokortison (Dasar Farmakologi
Terapi Vol.4, 2012).
Page 15
17-hydroxypregnenolone adalah prekursor utama atau senyawa pertama dari kortisol.
Ketika enzim khusus berkurang, produksi hormon akan terhalang (pada gambar 3)
ditunjukkan oleh garis bercorak hijau muda (Basic & Clinical Pharmacology, 2012).
Sintesis kortisol diatur oleh sistem saraf pusat dan disintesis oleh kolestrol.
Corticosteroid Binding Globulin (CBG) yaitu globulin α2 disintesis oleh hati, mengikat
sekitar 90% circulating hormone pada keadaan normal. Sisanya bebas sekitar 5-10% atau
lepas mengikat albumin sekitar 5% dan dapat menggunakan efeknya pada sel target. Ketika
level plasma kortisol melebihi 20-30 mcg/dL, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi dari
kortisol bebas meningkat dengan cepat. CBG meningkat pada kehamilan dan
hipertiroidisme, serta akan menurun pada hipotiroidisme, cacat genetik pada sintesis, dan
keadaan kekurangan protein (Basic & Clinical Pharmacology, 2012).
Efek Metabolik
Efek keseluruhan dari pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein. Menurut
Sherwood, secara spesifik, kortisol melakukan fungsi-fungsi berikut :
Page 16
3. Kortisol merangsang penguraian protein di banyak jaringan, khususnya otot.
Dengan menguraikan sebagian protein otot menjadi konstituennya (asam amino),
kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam amino yang
dimobilisasi ini tersedia untuk gluconeogenesis atau di manapun mereka
dibutuhkan, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur
sel baru.
4. Kortisol mempermudah lipolysis, penguraian simpanan lemak (lipid) di jaringan
adipose sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke dalam darah. Asam-asam lemak
yang dimobilisasi ini tersedia sebagai bahan bakar metabolic alternative bagi
jaringan yang dapat menggunakan sumber ini sebagai pengganti glukosa sehingga
dihemat untuk otak.
Perangsangan Glukoneogenesis.
Sejauh ini efek metabolic yang paling terkenal dari kortisol dan glukokortikoid
lainnya terhadap metabolisme adalah kemampuannya untuk merangsang proses
gluconeogenesis (pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain) oleh
hati, sering kali meningkatkan kecepatan gluconeogenesis sebesar 6 sampai 10 kali
lipat. Keadaan ini terutama disebabkan oleh dua efek kortisol.
Page 17
hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan glucagon memobilisasi glukosa pada
saat diperlukan nanti, seperti pada keadaan di antara makan (Guyton, 2014).
Salah satu efek utama kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh adalah
kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan protein di seluruh sel tubuh, kecali protein
dalam hati. Keaaaan ini disebabkan oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya
katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagian
Page 18
merupakan akibat berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam jaringan
ekstrahepatik, keadaan ini mungkin bukan merupakan satu-satunya penyebab, oleh karena
kortisol juga menekan pembentukan RNA dan sintesis protein selanjutnya di sebagian
besar jaringan ekstrahepatik, terutama di otot dan jaringan limfoid (Guyton, 2014).
Mekanisme apa yang dipakai oleh kortsol untuk meningkatkan mobilisasi asam
lemak masih belum sepenuhnya diketahui. Alkan tetapi, sebagian efek ni mungkin
dihasilkan daari berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak. α-
gliserofosfat, yang berasal dari glukosa, dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel lemak. bila bahan ini tidak ada makan
sel-sel lemak itu akan milai melepaskan asam-asam lemaknya. Peningkatan mobilisasi
lemak oleh kortisol, digabung dengan peningkatan oksidasi asam lemak di dalam sel,
membantu menggeser sistem metabolisme sel dan penggunaan glukosa untuk energi
menjadi penggunaan asam lemak. akan tetapi, mekanisme kortisol ini membutuhkan waktu
beberapa jam untuk bekerja penuh, tidak secepat atau sekuat efek pergeseran yang
disebabkan oleh penurunan insulin. Peningkatan penggunaan asam lemak untuk energi
metabolisme merupakan faktor penting untuk penyimpanan glukosa tubuh dan glikogen
jangka panjang (Guyton, 2014).
Kortisol berperan kunci dalam adaptasi terhadap stres. Segala jenis stres
merupakan salah satu rangsangan utama bagi peningkatan sekresi kortisol. Meskipun peran
persis kortisol dalam adaptasi terhadap stres belum diketahui, penjelasan yang spekulasi
tetapi masuk akal adalah sebagai berikut: manusia primitive atau hewan yang terluka atau
Page 19
menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus melupakan makan. Pergeseran dari
penyimpanan protein dan lemak ke peningkatan simpanan karbohidrat dan ketersediaan
glukosa darah yang ditimbulkan oleh kortisol akan membantu melindungi otak dari
malnutrisi selama periode puasa terpaksa tersebut. Karena itu, terjadi peningkatan
cadangan glukosa, asam amino, dan asam lemak yang dapat digunakan sesuai kebutuhan
(Sherwood, 2014).
Ketika stres ditemani oleh luka jaringan, respon imun dan inflamasi akan menyertai
respon stres. Kortisol memiliki efek anti inflamasi dan imunosupresif untuk menolong
agar respon sistem imun ini berada dalam suatu keseimbangan. Respon inflmasi yang
berlebihan menimbulkan bahaya. Kortisol turut berperan dalam setiap langkah
inflamasi, seperti dengan menekan migrasi neutrophil ke tempat yang terluka dan ikut
serta dalam aktivitas fagositiknya dan dengan menghambat sebagian produksi mediator
kimia inflamasi. Kortisol menghambat respom imun dengan mengganggu produksi
antibodi oleh limfosit (Sherwood, 2014)
Menurut Guyton, bila ada banyak sekali kortisol yang disekresikan atau yang
diinjeksikan pada seseorang, maka kortisol mempunyai dua efek dasar anti-inflamasi:
(1) kortisol dapat menghambat tahap awal proses inflamasi bahkan sebelum inflamasi
itu sendiri mulai terjadi, atau (2) bila proses inflamasi sudah dimulai, proses ini akan
Page 20
menyebabkan resolusi inflamasi yang cepat dan meningkatkan kecepatan
penyembuhan. Efek ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kortisol menstabilkan membran lisosom. Hal ini merupakan salah satu efek
anti-inflamasi kortisol yang paling penting, karena kortisol membuat membran
lisosom intrasel menjadi lebih sulit pecah daripada keadaan normal. Oleh
karena itu, sebagian besar enzim proteolitik yang dilepaskan oleh sel-sel yang
rusak untuk menimbulkan inflamasi, dilepaskan dalam jumlah yang sangat
berkurang.
2. Kortisol menurunkan permeabilitas kapiler, mungkin sebagai efek dari
penurunan pelepasan enzim proteolitik. Hal ini mencegah terjadinya
kehilangan plasma ke dalam jaringan.
3. Kortisol menurunkan migrasi sel darah putih ke daerah inflamasi dan
fagositosis sel yang rusak. Efek ini mungkin dihasilkan dari kenyataan bahwa
kortisol menghilangkan pembentukan prostaglandin dan leukotriene yang jika
tidak, akan meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas kapiler, dan mobilitas sel
darah putih.
4. Kortisol menekan sistem imun, menyebabkan reproduksi limfosit menurun
secara nata. Limfosit T terutama sangat ditekan. Selanjutnya jumlah sel T dan
antibody yang berkurang di daerah inflamasi akan mengurangi reaksi jaringan
yang jika tidak, akan memacu proses inflamasi lebih lanjut.
5. Kortisol menurunkan demam tertama karena kortisol mengurangi pelepasan
interleukin-1 dari sel darah putih, yang merupakan salah satu perangsang
utama terhadap sistem pengatur temperature hipotalamus. Penurunan
temperature selanjutnya mengurangi derajat vasodilatasi.
Sekresi Kortisol
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh sistem umpan-balik negative yang
melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. ACTH dari kotikrop hipofisis anterior,
bekerja melalui jalur cAMP, merangsang korteks adrenal untuk menyekresikan kortisol.
Karena bersifat tropic bagi zona fasikulata dan zona retikularis, ACTH merangsang
pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam korteks pada ketiadaan sejumlah ACTH
yang kuat, lapisan ini mengerut dan sekresi kortisol menurun secara drastic. Ingat kembali
bahwa yang mempertahankan ukuran zona glomerulusa adalah angiotensin, bukan ACTH.
Nantinya hanya mengeluarkan produknya atas perintah corticotropin-releasing-hormne
(CRH) dari hipotalamus. CRH merangsang kortikotrop melalui jalur cAMP. Lengkung
Page 21
kontrol pada sekresi CRH dan ACTH masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis
anterior (Sherwood, 2014).
Page 22
factor pelepas kortikotropin (CRF). Factor pelepas kortikotropin disekresikan ke dalam
pleskus kapiler utama dari system portal hipofisis di eminensia mediana hipotalamus dan
kemudian dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, tempat factor pelepas kortikotropin
merangsang sekresi ACTH. CRF merupakan suatu peptide yang terdiri atas 41 asam amino.
Badan sel neuron yang menyekresi CRF terutama terletak di nukleus paraventrikular
hipotalamus. Nukleus ini selanjutnya menerima banyak hubungan saraf dari system limbic
dan batang otak bagian bawah (Sherwood, 2014).
Bila tidak ada CRF, maka kelenjar hipofisis anterior ini hanya dapat menyekresi
sedikit ACTH. Sebaliknya, sebagian besar kondisi yang menyebabkan tingginya kecepatan
sekresi ACTH, mengawali sekresi ini melalui sinyal yang dimulai di daerah basal otak,
termasuk hipotalamus, dan kemudian dihantarkan oleh CRF ke kelenjar hipotalamus
anterior (Sherwood, 2014).
ACTH mengaktifkan sel adrenokortikoid untuk memproduksi steroid melali
peningkatan siklik adenosine monofsfat (cAMP). Efek utama ACTH terhadap sel-sel
adrenokortikoid adalah mengaktifkan adenill siklase dalam membrane sel. Adenilil siklase
ini selanjutnya akan menginduksi pembentukan cAMP dalam sitoplasma sel, mencapai
efek maksimumnya dala waktu kira-kira 3 menit. cAMP ini selanjutnya adakan
mengaktifkan enzim-enzim intrasel yang menyebabkan terbentuknya hormone
adenokortikoid. Hal ini merupakan contoh lain cAMP yang bekerja sebagai system sinyal
cara kedua (Sherwood, 2014).
Langkah yang paling penting dari ACTH yang sudah dirangsang dalam mengatur
sekresi adrenokortikoid adalah mengaktifkan enzim protein kinase A, yang menyebabkan
perubahan awal dari kolesterol menjadi pegnenolon. Perubahan awal ini adalah langkah
“pembatas kecepatan” untuk semua hormone adrenokortikoid, yang akan menjelaskan
mengapa untuk pembentukan hormone adrenokortikoid secara normal dibutuhkan ACTH.
Perangsangan dalam jangka wkatu panjang pada korteks adrenal oleh ACTH tidak hanya
akan meningkatkan aktivitas sekretoriknya namun juga menyebabkan hipertrofi dan
poliferasi sel-sel adrenokortikoid, khususnya pada zona fasikulata dan retikularis, tempat
kortisol dan androgen disekresikan (Sherwood, 2014).
Setelah hormone steroid disekresi oleh kelenjar endokrin asalnya, 95-98% dari
hormone tersebut bersirkulasi dalam aliran darah dan terikat dengan protein transpor
spesifik. Hormone yang terikat protein tidak menembus membrane plasma sel. Dua sampai
lima persen sisanya bebas berdifusi ke dalam semua sel. Setelah berada di dalam sel, steroid
Page 23
hanya bisa menghasilkan respons dalam sel yang memiliki reseptor intraseluler spesifik
untuk hormone tersebut. Pengikatan reseptor spesifik merupakan kunci untuk kerja steroid
pada jaringan targetnya. Reseptor glukokortikoid ditemukan di semua sel karena
glukokortikoid diperlukan untuk mengatur fungsi-fungsi umum seperti metabolisme dan
stress (At a Glance Sistem Reproduksi Ed.2, 2008)
Setelah di sekresi oleh zona fasikulata di korteks adrenal, kortisol akan dilepaskan
melalui aliran darah. Kortisol akan terbawa di plasma darah hingga mencapai sel atau organ
target. Menurut Brunton, Lazo dan Parker ketika sel atau organ target telah dicapai, kortisol
akan langsung menuju reseptornya. Kortisol masuk ke dalam sel melalui difusi karena
struktur nya yang berasal dari kolesterol. Reseptor dari kortisol terdapat di sitoplasma yang
bernama glucocorticoid receptors (GR). GR ini adalah protein yang bertugas menerima
sinyal dari ligand yang merupakan faktor dari proses transkripsi. Reseptor ini pada
umumnya memiliki 2 zona utama yaitu zinc fingers yang berinteraksi langsung dengan
sekuen DNA dan carboxyl terminus yang berinteraksi dengan ligand. (Brunton, Lazo dan
Parker, 2006)
Page 24
Menurut Brunton, Lazo dan Parker GR berada dalam sitoplasma dalam bentuk
inaktif dan akan aktif ketika telah berikatan dengan ligand nya dalam konteks ini kortisol.
GR dalam sitoplasma, selama inaktid berikatan dengan protein yang bernama HSP-90
(Heat-Shock Protein) dan HSP-70. HSP adalah protein yang berhubungan dengan respon
stress dalam tubuh. Kedua protein HSP ini (baik HSP-90 dan HSP-70) akan melepaskan
ikatannya dengan GR ketika GR telah berikatan dengan ligand nya (dalam konteks ini
ligand berupa hormon kortisol). Hormon kortisol sendiri berfungsi untuk merubah fungsi
atau intensitas fungsi dari suatu aktivitas sel seperti penyerapan glukosa. Hormon kortisol,
seperti yang telah disebutkan di atas, menghambat penyerapan glukosa. Karena hormon
kortisol merubah atau mempengaruhi suatu susunan sekuen dalam DNA sel tentang
penyerapan glukosa. Perubahan ini dilakukan oleh GR yang telah berikatan dengan
kortisol. (Brunton, Lazo dan Parker, 2006)
Page 25
(GGTACAnnnTGTTCT) dimana terdapat komponen basa n yang bisa digantikan oleh basa
nitrogen yang lain. Proses perubahan sekuen DNA ini masih belum sepenuhnya dimengerti
oleh para peneliti karena mekanisme dari proses ini begitu kompleks. Para peneliti, untuk
saat ini, hanya bisa memastikan bahwa dalam proses perubahan sekuen DNA oleh GR,
yang telah berikatan dengan kortisol, dibantu oleh transkripsi koaktivator dan protein yang
menyusun dasar dari badan transkirpsi (Brunton, Lazo dan Parker, 2006)
Sekresi kortisol diatur oleh ACTH yang disekresi oleh hipofisis. Pengeluaran
ACTH ini dirangsang oleh CRH (Corticotropin Releasing Hormone) dari hipotalamus.
Sebelum sekresi, prekursor besar ini dipotong menjadi ACTH dan beberapa peptida lain
yang aktif secara biologis, yaitu melanocyte-stimulating hormone (MSH) dan suatu bahan
mirip morfin, β-endorfin. ACTH mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi
steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP) (Sherwood, 2009)
Hormon-hormon ini berhubungan melalui siklus umpan balik negatif lekung
panjang yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. Sistem umpan balik negatif
(penghambatan) untuk kortisol mempertahankan kadar sekresi hormon ini relatif konstan
disekitar titik patokan. Pada kontrol umpan balik dasar ini terdapat dua faktor tambahan
yang mempengaruhi konsentrasi plasma dengan mengubah titik patokan: irama diurnal dan
stres, dimana keduanya bekerja pada hipotalamus untuk mengubah tingkat sekresi CRH
(Sherwood, 2009).
Pada sistem hipotalamus-hipofisis-adrenal, corticotropin releasing hormone
(CRH) menyebabkan hipofisis melepaskan ACTH. Kemudian ACTH merangsang korteks
adrenal untuk mensekresi kortisol. Selanjutnya Apabila kortisol telah berlebih akan
menimbulkan umpan balik negatif kepada sekresi ACTH dan CRH. Kortisol kembali
memberikan umpan balik terhadap hipotalamus-hipofisis dan menghambat produksi CRH-
ACTH yang masing-masing mengarah agar sekresi ketiganya kembali normal (Guyton and
Hall, 2007).
Page 26
Sistem dapat mengalami fluktuasi yang bervariasi menurut kebutuhan fisiologis
akan kortisol. Jika sistem menghasilkan terlalu banyak ACTH, sehingga terlalu banyak
kortisol, maka kortisol akan mempengaruhi kembali dan menghambat produksi CRH oleh
hipotalamus serta menurunkan kepekaan sel-sel penghasil ACTH terhadap CRH dengan
bekerja secara langsung pada hipofisis anterior. Melalui pendekatan ganda ini, kortisol
melakukan kontrol umpan balik negatif untuk menstabilkan konsentrasinya sendiri dalam
plasma. Apabila kadar kortisol mulai turun, efek inhibisi kortisol pada hipotalamus dan
hipofisis anterior berkurang sehingga faktor-faktor yang merangsang peningkatan sekresi
kortisol (CRH-ACTH) akan meningkat. Sistem ini peka karena produksi kortisol atau
pemberian kortisol atau glukokortikoid sintetik lain secara berlebihan dapat dengan cepat
menghambat hipotalamus-hipofisis dan menghentikan produksi ACTH (Nugroho, 2011)
Karena bersifat tropik bagi zona fasikulata dan zona retikularis, maka ACTH
merangsang pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam korteks ini. Jika ACTH tidak
terdapat dalam jumlah memadai maka lapisan-lapisan ini akan menciut dan sekresi kortisol
merosot drastis. Sel penghasil ACTH selanjutnya, hanya mengeluarkan produknya atas
perintah corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus. Lengkung kontrol
Page 27
umpan balik menjadi lengkap oleh efek inhibisi 13 kortisol pada sekresi CRH dan ACTH
masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis anterior (Sherwood, 2009).
Page 28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kortisol adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang umumnya
diproduksi oleh sel di dalam zona fasikulata pada kelenjar adrenal sebagai respon terhadap
stimulasi hormon ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis. Hipotalamus
mensekresikan hormon pembebas kortikotropik yang akan merangsang melalui kelenjar
hipofisis (pituitari). Selanjutya pituitari merespon perintah dari hipotalamus dengan
mensekresikan hormon ACTH yang akan merangsang kelenjar adrenal untuk
mensekresikan hormon-hormonnya salah satunya adalah kortisol. Pelepasan hormon
adrenal ini masih berkaitan dengan kondisi yang mencekam, “stres”, sesuatu yang dapat
meningkatkan pelepasan hormon-hormon adrenal.
Pengaruh utama kortisol adalah pada metabolisme glukosa di dalam tubuh.
Kortisol berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa di dalam tubuh dengan membantu
mobilisasi glukagon dari pankreas, serta meningkatkan metabolisme pembentukan glukosa
dari bahan non-karbohidrat (lemak dan protein). Dalam kondisi yang mencekam (stress),
tubuh cenderung memiliki laju metabolisme yang tinggi, oleh karena itu dibutukan begitu
banyak glukosa sebagai bahan bakar pembentuk energi. Kortisol membantu penyediaan
akan kebutuhan glukosa yang meningkat. Kortisol akan mempengaruhi sel-sel otot yang
akan merangsang perombakan protein otot. Hasil perombakan ini dibawa menuju hati dan
ginjal untuk dibentuk glukosa (oleh glukagon) lalu dibebaskan ke darah. Kortisol dapat
menghabiskan gula cadangan dari dalam sel otot termasuk senyawa non karbohidrat untuk
diubah menjadi glukosa, namun dengan demikian kadar glukosa darah meningkat.
3.2 Saran
Hormon kortisol ini merupakan yang salah satu jenis hormon yang sangat penting
dalam tubuh, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam tentang
hormon kortisol. Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dijadikan bahan untuk belajar
dan menambah ilmu pengetahuan dalam memahami hormon kortisol. Selain itu pembaca
juga harus bersyukur atas apa yang diberikan tuhan baik itu berupa hormon kortisol ataupun
nikmat-nikmat yang lain.
Page 29
DAFTAR PUSTAKA
Arifin & Herlyana P. 2013. Makalah Anatomi Fisiologi Manusia. Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung S1 Farmasi Kelas B Semester IV.
Brunton, L.L, Lazo, J.S, Parker, K.L, 2006. Goodman and Gilman’s The
Pharmacological Basis and Therapeutics eleventh edition. New York: The McGraw-Hill
Companies Inc.
Eroschenko, V.P. 2013. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Ed.12. Jakarta: EGC.
Guyton, A.C. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta : Elsevier
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
Guyton, Hall. 2014. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Singapore:
Elsevier.
Hardman, J.G., Limbird, L.E. 2012. Dasar Farmakologi Terapi Vol.4. Jakarta :
EGC.
Hernawati. 2007. Bahan Kuliah Endokrinologi Pada Materi Aspek Fisiologis
Kelenjar Endokrin. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2012. Basic & Clinical Pharmacology.
United States : The McGraw-Hill Companies Inc.
Lukman, Aprizal. 2008. Mekanisme Dan Regulasi Hormon Glukokortikoid Pada
Manusia. Jambi. Universitas Jambi.
Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas. Ed.12. Jakarta:
EGC.
Murray, R.K., et.al. 2014. Biokimia Harper Edisi 29. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2014. Introduction to Human Physiology. China: Yolanda
Cossio.
Page 30