Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK DASAR

PERCOBAAN I
ALKOHOL DAN FENOL

NAMA : DIAN EKA PERTIWI


NIM : H311 14 029
KELOMPOK : 3 (TIGA)
HARI/TGL. PERCOBAAN : RABU/11 MARET 2015
ASISTEN : ASRAR RAHMAN S.

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK DASAR


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Kata alkohol segera mengingatkan kita pada etanol, yaitu senyawa

memabukkan yang terdapat dalam anggur dan bir. Etanol adalah salah satu dari

keluarga senyawa organik yang disebut alkohol yang terdapat di alam. Alkohol alami

meliputi 2-feniletanol, yaitu senyawa yang menyebabkan bau memabukkan dari

bunga mawar, sukrosa yaitu gula untuk memenuhi rasa manis; dan banyak lagi.

Gugus hidroksil terdapat dalam banyak molekul yang penting secara biologis. Empat

alkohol jenuh yang penting dalam metabolisme ialah 3-metil-2-buten-1-ol,

3-metil-3-buten-1-ol, geraniol, dan fernesol (Hart, dkk., 2003).

Fenol kurang terlibat dibandingkan dengan alkohol dalam proses metabolisme

mendasar. Namun, ada tiga alkohol fenolik yang membentuk blok pembangun dasar

dari lignin, yaitu zat polimer rumit, yang bersama-sama dengan selulosa, membentuk

bagian berkayu pada pohon. Beberapa bahan alam fenolik yang harus dihindari ialah

urushiol, yaitu bahan alergen aktif dalam racun tumbuhan ivy dan oak (Hart, dkk.,

2003).

Alkohol dan fenol merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Namun demikian, salah satu jenis alkohol dan fenol juga merupakan

senyawa yang sangat berbahaya. Oleh karenanya diperlukan pengetahuan dan

keahlian agar dapat memanfaatkannya dengan menghindari efek buruk yang

ditimbulkannya. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum tentang

alkohol dan fenol.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mempelajari beberapa sifat fisika

dan kimia dari alkohol dan fenol serta membedakan antara alkohol primer, sekunder,

dan tersier.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Untuk mengetahui kelarutan metanol dan fenol dalam air dan n-heksana.

2. Untuk membedakan alkohol primer, sekunder dan alkohol tersier.

3. Untuk mengetahui beberapa reaksi alkohol dan fenol dengan Na 2CO3, NaHCO3

dan FeCl3.

1.3 Prinsip Percobaan

1.3.1 Kelarutan dalam air dan n-heksana

Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan kepolaran alkohol dan fenol

dengan cara mencampurkan dengan air dan n-heksana, jika larut dalam air dan tidak

larut dalam n-heksana bersifat polar, jika tidak larut dalam air namun larut dalam n-

heksana bersifat nonpolar, dan jika larut di keduanya maka sifatnya semipolar.

1.3.2 Membedakan alkohol primer, sekunder dan tersier dengan cara Lukas

Prinsip dari percobaan ini adalah membedakan jenis alkohol primer, sekunder,

dan tersier serta fenol (sebangai pembanding) dengan menggunakan pereaksi lukas,

kecepatan reaksi dari alkohol primer ke tersier semakin besar.

1.3.3 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3


Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan keasaman alkohol dan fenol

dengan mereaksikannya dengan Na2CO3 dan NaHCO3, jika bereaksi ia asam dan jika

tidak bereaksi ia basa.

1.3.4 Reaksi dengan FeCl3

Prinsip dari percobaan ini adalah membedakan senyawa alkohol dan fenol

dengan mereaksikannya dengan FeCl3, jika bereaksi dengan FeCl3 maka ia fenol dan

jika tidak bereaksi dengan FeCl3 maka ia alkohol.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Alkohol adalah senyawa yang mempul mempunyai gugus fungsi hidroksil

yang terikat pada atom karbon jenuh. Alkohol mempunyai rumus umum ROH,

dimana R merupakan alkil, alkil tersubstitusi, atau hidrokarbon siklik. alkohol disini

tidak termasuk fenol (gugus hidroksil berikatan dengan cincin aromatik), enol (gugus

hidroksil berikatan dengan karbon vinilik) karena sifatnya kadang berbeda. Alkohol

dapat dianggap merupakan turunan dari air (H—O—H), di mana satu atom

hidrogennya diganti dengan gugus alkil (Riswiyanto, 2009).

Alkohol digolongkan ke dalam alkohol primer (1 o), sekunder (2o), atau tersier

(3o), bergantung apakah satu, dua, atau tiga gugus organik yang berhubungan dengan

atom karbon pembawa hidroksil.

Metil alkohol, yang tidak secara ketat disebut dalam penggolongan ini, biasanya

dikelompokkan sebagai alkohol primer. Penggolongan ini serupa dengan

penggolongan pada karbokation. Akan kita lihat bagaimana sifat kimiawi alkohol

kadang-kadang bergantung pada golongannya (Hart, dkk., 2003).

Fenol merupakan senyawa yang memiliki gugus hidroksil terikat langsung ke

benzen atau cincin benzenoid. Induk senyawa kelompok ini, C6H5OH, disebut fenol,

merupakan bahan kimia industri yang penting. Banyak sifat fenol yang serupa

dengan alkohol, tapi kesamaan ini adalah sesuatu penyederhanaan yang berlebihan.

Seperti arylamines, fenol adalah senyawa difungsi; gugus hidroksil dan cincin
aromatik berinteraksi kuat, mempengaruhi reaktivitas masing-masing. Interaksi ini

menyebabkan beberapa sifat dan kegunaan baru dari fenol. Sebuah langkah penting

dalam sintesis aspirin, misalnya, tanpa paralel dalam reaksi baik alkohol atau

arena (Carey, 2000).

Seperti halnya air, alkohol dan fenol merupakan asam lemah. Gugus hidroksil

dapat bertindak sebagai pendonor proton, dan disosiasi terjadi mirip seperti pada air:

Basa konjugat suatu alkohol ialah ion alkoksida (contohnya, ion metoksida dari

metanol, ion etoksida dari etanol dan seterusnya) (Hart, dkk., 2003).

Metanol dan etanol memiliki keasaman yang hamper sama dengan air;

alkohol meruah seperti t-butil alkohol sedikit lebih lemah karena keruahannya

membuatnya sukar disolvasi, tidak seperti ion alkoksidanya (Hart, dkk., 2003).

Fenol ialah asam yang lebih kuat daripada alkohol terutama karena ion

fenoksidanya distabilkan oleh resonansi. Muatan negatif pada ion alkoksida

terkonsentrasi pada atom oksigen, tetapi muatan negatif pada ion fenoksida dapat

didelokalisasi pada posisi cincin orto dan para melalui resonansi (Hart, dkk., 2003).

Untuk membantu kita memahami mengapa fenol lebih asam dari alkohol,

mari kita bandingkan kesetimbangan ionisasi untuk fenol dan etanol. Secara khusus,

perhatikan perbedaan muatan delokalisasi dalam ion etoksida dan ion fenoksida.

Muatan negatif dalam ion etoksida terlokalisir pada oksigen dan distabilkan hanya

dengan kekuatan solvasi.


Muatan negatif dalam ion fenoksida distabilkan baik oleh solvasi dan dengan

elektron delokalisasi ke dalam cincin.

Delokalisasi elektron dalam fenoksida diwakili oleh resonansi antara struktur:

Muatan negatif dalam ion fenoksida dibagi oleh oksigen dan karbon yang orto

dan para untuk itu. Delokalisasi muatan negatif kuat menstabilkan ion

fenoksida (Carey, 2000).

Alkoksida, yaitu basa konjugat dari alkohol, merupakan basa kuat seperti

halnya ion hidroksida. Alkoksida ialah senyawa ionik yang sering digunakan sebagai

basa kuat dalam kimia orgaik. Ion ini dapat dibuat melalui reaksi alkohol dengan

logam natrium atau kalium atau dengan hidrida logam. Reaksi ini berlangsung tak

reversible (tidak dapat balik), menghasilkan alkoksida logam yang sering kali dapat

diisolasi berupa padatan putih (Hart, dkk., 2003).

Biasanya, pengolahan alkohol dengan natrium hidroksida tidak mengonversinya

menjadi alkoksidanya. Ini karena alkoksida merupakan basa yang lebih kuat

daripada ion hidroksida, sehingga reaksi berjalan ke arah yang berlawanan. Akan

tetapi, fenol dapat dikonversi menjadi ion fenoksida dengan cara

ini (Hart, dkk., 2003).


Gugus fungsi alkohol (dan fenol) tidak saja berfungsi sebagai asam lemah

melainkan juga sebagai basa lemah. Golongan tersebut memiliki pasangan elektron

bebas pada oksigen dan dengan demikian merupakan basa lewis. Golongan ini dapat

diprotonasi oleh asam kuat. Produknya, analog dengan ion oksonium, H3O+, yaitu ion

alkiloksonium (Hart, dkk., 2003).

Berbagai kondisi reaksi basa dan asam termasuk penggunaan asam Lewis

telah diaplikasikan pada reaksi antara gliserol dan o-metoksi fenol sebagai upaya

dalam pemanfaatan gliserol dari hasil samping produksi biodiesel berbahan dasar

minyak jelantah. Reaksi ini nantinya akan digunakan pada pembuatan obat batuk

gliseril guaiakolat. Kondisi reaksi yang dilakukan belum menghasilkan suatu reaksi

yang berjalan secara optimal sehingga masih diperlukan penelitian berikutnya

(Ritmaleni, 2013).

Kinetika degradasi fenol diperkirakan dalam sistem reaktor ruahan berpakan.

Pengaruh oksigen dan nutrisi yang berlebihan atau pembatasan serta kehadiran

beberapa ion penting pada fenol dan tingkat penyerapan oksigen tertentu dicapai

secara bersamaan dalam bioreaktor ditunjukkan. Candida tropicalis ditumbuhkan

pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Menerapkan fungsi

polinom yang paling cocok, tingkat penyerapan spesifik maksimum fenol dan

oksigen, konsentrasi kritis fenol, konstanta setengah jenuh dan konstanta inhibisi

ditentukan. Hubungan linear antara spesifik tingkat serapan fenol dan tingkat

respirasi eksogen ditemukan terlepas dari jenis dan kehadiran nutrisi penting. Pada

batasan oksigen baik tingkat penyerapan fenol dan afinitas sel fenol menurun lebih
kuat dibandingkan dengan mereka yang di bawah batasan nutrisi. Oksigen lebih

menghasilkan peningkatan yang signifikan toleransi sel terhadap fenol. Kehadiran

nutrisi penting meningkatkan laju degradasi fenol tertentu dan menyebabkan oksidasi

fenol selesai (Pẚca, dkk., 2002).


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan alkohol dan fenol yaitu

metanol, etanol, 1-propanol, 2-propanol, amil alkohol, 1-butanol, 2-butanol,

2-metil-2-propanol, fenol, akuades, n-heksana, pereaksi lukas, Na2CO3, NaHCO3,

FeCl3, dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan alkohol dan fenol yaitu tabung

reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, dan sikat tabung.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Kelarutan dalam air dan n-heksana

Sebanyak dua buah tabung reaksi disediakan, masing-masing diisi dengan

0,5 mL air dan 0,5 mL n-heksana. 10 tetes metanol ditambahkan kemudian dikocok

dan diperhatikan kelarutannya dan dicatat hasilnya. Prosedur di atas dilakukan

kembali dengan metanol diganti dengan alkohol lainnya (etanol, 1-propanol,

2-propanol, amil alkohol, 1-butanol, 2-butanol, 2-metil-2-propanol) dan fenol.

3.3.2 Membedakan alkohol primer, sekunder dan tersier dengan cara Lukas

Sebanyak empat buah tabung reaksi disediakan, masing-masing diisi dengan

1 mL reagen lukas. Tabung reaksi pertama ditambahkan 1 mL alkohol primer

(1-butanol), tabung reaksi kedua ditambahkan 1 mL alkohol sekunder (2-butanol),

tabung reaksi ketiga ditambahkan 1 mL alkohol tersier (2-metil-2-propanol), dan

tabung reaksi keempat ditambahkan 1 mL fenol. Tabung reaksi dikocok dan


dibiarkan selama 3–5 menit (pada tempratur kamar). Perubahan yang terjadi

diperhatikan dan dicatat.

3.3.3 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3

Empat buah tabung reaksi disediakan, tabung pertama diisi dengan 1 mL

butil alkohol, tabung kedua diisi dengan 1 mL isopropil alkohol, tabung reaksi ketiga

diisi dengan 1 mL fenol, dan tabung reaksi keempat diisi dengan 1 mL asam asetat.

Masing-masing tabung reaksi ditambahkan 0,5 mL Na2CO3. Tabung reaksi dikocok

dan dibiarkan selama 3–5 menit (pada tempratur kamar). Perubahan yang terjadi

diperhatikan dan dicatat. Prosedur di atas dilakukan kembali dengan Na2CO3 diganti

dengan NaHCO3.

3.3.4 Reaksi dengan FeCl3

Empat buah tabung reaksi disediakan, tabung pertama diisi dengan 1 mL

metanol, tabung kedua diisi dengan 1 mL etanol, tabung reaksi ketiga diisi dengan

1 mL 2-butanol, dan tabung reaksi keempat diisi dengan 1 mL fenol. Masing-masing

tabung reaksi ditambahkan 0,5 mL FeCl3. Perubahan yang terjadi diperhatikan dan

dicatat.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan kelarutan dalam air dan n-heksana

A. Tabel 1. Kelarutan dalam air dan n-heksana

Keterangan

Kelarutan Kelarutan
Alkohol/ Air n-heksana
dalam dalam
Fenol
Air n-heksana

Warna Kepolaran Warna Kepolaran

Tidak
Tidak
berwarna →
Metanol √ × Polar berwarna → Polar
tidak
putih keruh
berwarna
Tidak
Tidak
berwarna →
Etanol √ × Polar berwarna → Polar
tidak
putih keruh
berwarna
Tidak Tidak
berwarna → berwarna →
1-propanol √ √ Semi polar Semi polar
tidak tidak
berwarna berwarna
Tidak Tidak
berwarna → berwarna →
2-propanol √ √ Semi polar Semi polar
tidak tidak
berwarna berwarna
Tidak Tidak
Amyl berwarna → berwarna →
√ √ Semi polar Semi polar
alkohol tidak tidak
berwarna berwarna
Tidak Tidak
berwarna → berwarna →
1-butanol × √ Nonpolar Nonpolar
tidak tidak
berwarna berwarna
Tidak Tidak
berwarna → berwarna →
2-butanol × √ Nonpolar Nonpolar
tidak tidak
berwarna berwarna
Tidak
Tidak
2-metil-2- berwarna →
√ × Polar berwarna → Polar
propanol tidak
putih keruh
berwarna

Oranye → Oranye →
Fenol × × - -
oranye oranye
B. Reaksi

H H

H3 C OH + O H3 C O + H O

H H
H H

OH + O O + H O

H H
H H

OH + O O + H O

H H

OH H O H

+ O + H O

H H
H H

OH + O O + H O

H H
H

OH + O
H
OH H

+ O

H
OH H O H

+ O + H O

H H

OH

+ O

H
C. Pembahasan

Pada percobaan ini, alkohol dan fenol diuji kepolarannya dengan

menggunakan air dan n-heksana. Air (H2O) merupakan senyawa polar dan

n-heksana (CH3CH2CH2CH2CH2CH3) merupakan senyawa nonpolar. Jadi, jika zat uji

larut dalam air dan tidak larut pada n-heksana maka zat itu polar, jika jika zat uji

tidak larut dalam air dan larut pada n-heksana maka zat itu nonpolar, dan jika larut

dalam air dan n-heksana maka zat itu semipolar.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kepolaran alkohol berkurang

secara bertahap sesuai bertambahnya gugus karbonil dan dapat bersifat semi polar

bahkan bersifat nonpolar. Adanya gugus OH dalam air, membuat alkohol memiliki

polaritas yang hampir sama dengan polaritas air, sehingga alkohol dapat larut dalam

air. Namun, kepolaran yang dimiliki oleh alkohol tidak akan sebanding dengan

polaritas air. Hal ini dipengaruhi oleh kehadiran gugus alkil pada molekulnya. Gugus

alkil merupakan gugus nonpolar, semakin panjang alkil yang dimiliki oleh suatu

senyawa maka akan semakin besar juga sifat nonpolarnya. Oleh karena itu, senyawa

alkohol yang berantai pendek atau memiliki atom C 1-5 akan larut dalam beberapa

pelarut polar seperti air. Sedangkan, untuk senyawa alkohol yang berantai panjang

atau memiliki atom C ≥ 6 akan sukar larut dalam pelarut polar, tapi larut dalam

pelarut nonpolar seperti n-heksana dan pelarut organik lainnya.

Metanol, etanol dan 2-metil-2-propanol dapat larut sempurna dalam air dan

tidak larut dalam n-heksana. Hal ini dikarenakan metanol dan etanol memiliki gugus

alkil berantai pendek, sehingga tidak merubah tingkat keelektronegatifan, dan gugus

hidroksil (-OH) pada metanol tersebut mengambil bagian yang lebih besar dalam

molekulnya. Sehingga metanol etanol dan 2-metil-2-propanol bersifat polar.


1-propanol, 2-propanol, dan amil alkohol (n-pentanol) dapat larut dalam air

maupun n-heksana. Hal ini berarti ketiga senyawa tersebut merupaka senyawa semi

polar. Berdasarkan teori atau data pustaka 1-propanol dan 2-propanol merupakan

senyawa polar dimana keduanya bercampur sempurna dengan air. Kesalahan terjadi

dimungkinkan karena adanya human error, ataupun pada zat yang digunakan. Hasil

percobaan yang menyatakan bahwa amil alkohol merupakan senyawa semi polar

sudah sesuai dengan teori dan data pustaka dimana kelarutan amil alkohol adalah

27 g/L (pada suhu 20 °C). Hal ini dikarenakan amil alkohol (n-pentanol) memiliki

gugus alkil berantai sedang, sehingga keelektronegatifan sedikit berubah akibat

pengaruh ketidakpolaran yang dimiliki gugus alkil, sehingga gugus hidroksil (-OH)

dan gugus alkil (R) pada zat tersebut mengambil bagian yang hampir sama besar

dalam molekulnya yang menyebabkannya bersifat semi polar.

1-butanol dan 2-butanol tidak larut dalam air namun larut dalam n-heksana,

yang berarti kedua zat ini bersifat nonpolar. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa senyawa alkohol yang berantai pendek atau memiliki atom C 1-5

akan mempunyai sifat menyerupai air yang berarti dapat larut dalam beberapa pelarut

polar seperti air. 1-butanol dan 2-butanol merupakan alkohol 1o dan 2o yang memiliki

4 atom C yang seharusnya bersifat nonpolar, namun dalam percobaaan ini kedua

senyawa tersebut tidak larut dalam air, hal ini mungkin dikarenakan perbandingan air

dan alkohol yang tidak sesuai dimana kelarutan 1-butanol dalam air adalah 79 g/L

(pada suhu 20 °C) dan kelarutan 2-butanol dalam air adalah 290 g/L (pada suhu

20 °C). Jadi sebenarnya senyawa tersebut larut namun hanya sedikit dan akan terlihat

menjadi 2 fasa karena sebagian besar tidak dapat larut lagi.


Dari percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa senyawa fenol tidak larut

dalam air dan n-heksana. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

fenol memiliki sifat yang cenderung asam yang berarti fenol merupakan senyawa

polar. Jadi berdasarkan teori fenol seharusnya larut dalam air. Pada percobaan

didapatkan fenol tidak larut dalam air kemungkinan karena air yang ditamambahkan

terlalu banyak sehingga kelihatannya fenol tidak larut. Fenol memiliki kelarutan

terbatas dalam air, dimana kelarutan fenol dalam air sebanyak 8.3 g/100 mL (pada

suhu 20 °C). Dapat ditarik kesimpulan bahwa fenol larut dalam air namun dalam

jumlah yang terbatas.

4.2 Hasil pengamatan alkohol primer, sekunder, tersier, dan fenol dengan

pereaksi lukas

A. Tabel 2. Membedakan Alkohol primer, sekunder, tersier, dan fenol dengan

pereaksi lukas

Keterangan
Pereaksi
Alkohol/ Fenol
Lukas
Laju
Fasa Warna
Reaksi

Atas: tidak berwarna


Atas: 1-butanol
1-butanol + Lama Bawah: tidak
Bawah: air
berwarna

2-butanol ++ Sedang 1 Tidak berwarna

2-metil-2-propanol +++ Cepat 1 Tidak berwarna

Atas: fenol Atas: Oranye


Fenol — - Bawah: Bawah: tidak
pereaksi lukas berwarna
B. Reaksi
H
ZnCl2
+ H Cl + O
OH Cl
H

OH Cl
H
ZnCl2
+ H Cl + O

H
OH Cl H
ZnCl2
+ H Cl + O

OH

ZnCl2
+ H Cl

C. Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan

tersier dengan menggunakan pereaksi lukas serta mereaksikan fenol dengan pereaksi

lukas sebagai pembanding. Pereaksi lukas terdiri atas campuran larutan ZnCl2

ditambah dengan HCl pekat. Reaksi antara alkohol dengan hidrogen klorida akan

menghasilkan suatu alkil halida. Cara menandai cepat atau lambatnya bereaksi yaitu

dengan terjadinya larutan yang keruh saat bercampur dan cepat kembalinya keadaan

larutan seperti semula saat sebelum dicampurkan.

Sesuai dengan teori, pada percobaan ini didapatan bahwa 1-butanol bereaksi

lambat saat dicampur dengan pereaksi lukas, 2-butanol bereaksi sedang, dan

2-metil-2-propanol bereaksi cepat (1o < 2o < 3o). Hal ini disebabkan karena pada

alkohol tersier sangat memungkinkan untuk terjadinya pemutusan dan pelepasan


gugus hidroksil untuk berlangsungnya reaksi subtitusi karena ketidakstabilan atom

karbon yang berikatan langsung dengan gugus hidroksil dapat diminimalisir oleh

atom karbon lain yang berada disekelilingnya. Pada pernyataan ini, alkohol tersier

lebih banyak memiliki atom karbon yang menyebabkan kurangnya kestabilan atom

karbon yang berikatan langsung dengan gugus hidroksil. Selanjutnya, alkohol

sekunder dan disusul alkohol primer. Selain itu, kecepatan dan mekanisme reaksi

alkohol dengan hidrogen klorida bergantung pada struktur alkohol tersebut. Semakin

banyak atom yang dapat membantu menstabilkan karbokation (keadaan stabil pada

karbokation mempercepat laju reaksi). Sehingga alkohol tersier yang memiliki

banyak gugus alkil lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan alkohol sekunder dan

alkohol primer. Sehingga urutan kereaktifan alkohol dengan pereaksi Lukas yaitu

alkohol tersier > alkohol sekunder > alkohol primer.

Adapun Fenol saat dimasukkan dalam pereaksi Lukas, tidak menghasilkan

reaksi sedikitpun. Hal ini disebabkan karena gugus hidroksil pada fenol sukar

diputuskan akibat adanya delokalisasi elektron dari ikatan rangkap ke ikatan

sebelahnya, resonansi terjadi pada gugus aromatik (aril) yang terkonjugasi sempurna,

yaitu yang memiliki ikatan tunggal dan rangkap dua secara selang-seling. Sehingga

fenol hanya mampu melepaskan atom hidrogen pada gugus hidroksil bukan OH−. Hal

ini juga yang menyebabkan fenol lebih asam daripada alkohol.

4.3 Reaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3


A. Tabel 3. Hasil pengamatan reaksi alkohol dan fenol dengan Na2CO3 dan

Na2HCO3

Keterangan
Zat Na2CO3 Na2HCO3 Na2CO3 NaHCO3
Warna Sifat Warna Sifat
Tidak
Tidak
Butil Sedikit Sedikit berwarna
berwarna Asam Asam
alkohol gelembung gelembung → tidak
→ kuning
berwarna
Tidak Tidak
Isopropil Tidak ada Tidak ada berwarna berwarna
Basa Basa
alkohol gelembung gelembung → tidak → tidak
berwarna berwarna
Banyak Banyak Oranye → Oranye →
Fenol Asam Asam
gelembung gelembung Krem Krem
Tidak Tidak
Asam Tidak ada Tidak ada berwarna berwarna
Basa Basa
asetat gelembung gelembung → tidak → tidak
berwarna berwarna

B. Reaksi

1. Reaksi dengan Na2CO3

2 + Na2CO3 2 + H2O+ CO2


OH ONa
OH

+ Na2CO3

OH ONa

2 + Na2CO3 2 + H2O + CO2

O
H3C + Na2CO3
OH

2. Reaksi dengan NaHCO3


+ NaHCO3 + H2O+ CO2
OH ONa
OH

+ NaHCO3

OH ONa

+ NaHCO3 + H2O + CO2

O
H3 C + NaHCO3
OH

C. Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui keasaman dari suatu zat dengan

mereaksikannya dengan basa kuat yakni Na2CO3 dan NaHCO3. Jika zat uji bersifat

asam maka zat itu dapat bereaksi dengan kedua basa tersebut dan sebaliknya jika

bersifat basa maka zat itu tidak dapat bereaksi dengan kedua basa tersebut.

Pada percobaan ini, isopropil alkohol dan asam asetat direaksikan dengan

Na2CO3 dan NaHCO3 tidak menghasilan gelembung gas (CO2) yang menandakan

senyawa ini tidak bereaksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya

isopropil alkohol dapat bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3 membentuk natrium

alkoksida, air, dan gelembung gas CO2. Tingkat keasaman alkohol ditentukan oleh

panjangnya rantai karbon yang terikat pada gugus hidroksil. Semakin panjang rantai

karbonnya maka tingkat keasamannya akan semakin rendah, begitupun sebaliknya

semakin pendek rantai karbon maka semakin rendah tingkat keasaman alkohol

tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin panjang rantai karbon pada alkil maka

sifat gaya dorong elektronnya semakin besar sehingga ion H+ pada gugus hidroksil
akan sulit terlepas. Jadi berdasarka teori isopropil alkohol memiliki rantai karbon

yang pendek sehingga daya dorong elektron tidak terlalu besar sehingga ion H+ tidak

terikat kuat dengan ion alkoksida sehingga ion H+ masih bisa terlepas. Asam asetat

yang merupakan suatu asam lemah namun lebih tinggi dibanding alkohol dan fenol,

seharusnya dapat bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3 membentuk natrium

alkoksida, air, dan gelembung gas CO2. Kekeliruan ini mungkin disebabkan oleh

konsentrasi isopropil alkohol dan asam asetat yang digunakan sangat kecil ataupun

kedua zat tersebut sudah tidak bagus digunakan.

Pada percobaan ini, didapatkan bahwa butil alkohol dan fenol dapat bereaksi

dengan Na2CO3 dan NaHCO3 yang ditandai dengan adanya gelembung gas (CO2).

Karena bahwa kedua zat ini dapat bereaksi dengan basa (Na2CO3 dan NaHCO3) maka

kedunya bersifat asam. Hal ini sesuai dengan teori dimana butil alkohol merupakan

asam lemah dan jika direaksikan dengan basa maka akan menghasilkan garam

alkoksida dan air. Seperti halnya butil alkohol fenol juga merupakan asam lemah

yang lebih kuat dibanding alkohol dan jika direaksikan dengan basa maka akan

menghasilkan garam fenoksida dan air. Fenol ialah asam yang lebih kuat daripada

alkohol terutama karena ion fenoksidanya distabilkan oleh resonansi. Muatan negatif

pada ion alkoksida terkonsentrasi pada atom oksigen, tetapi muatan negatif pada ion

fenoksida dapat didelokalisasi pada posisi cincin orto dan para melalui resonansi.

4.4 Hasil pengamatan alkohol dan fenol dengan FeCl3

A. Tabel 4. Reaksi Alkohol dan Fenol dengan FeCl3

Zat FeCl3 Keterangan


Warna Fasa
Metanol Tidak bereaksi Kuning 2

Etanol Tidak bereaksi Kuning 2

2-butanol Tidak bereaksi Kuning keruh 2

Fenol Bereaksi Merah kecoklatan 1

B. Reaksi

H3C OH + FeCl3

+ FeCl3
OH

OH

+ FeCl3

OH OFeCl2

+ FeCl3 + HCl

C. Pembahasan

Tes Ferri Klorida digunakan untuk membedakan alkohol alifatik (rantai

terbuka) dengan alkohol aromatik. FeCl3 digunakan untuk membedakan antara

senyawa alkohol dan fenol, karena FeCl3 mempunyai kemampuan untuk beraksi

dengan fenol (alkohol alifatik) dan tidak beraksi dengan alkohol alifatik. Adanya

reaksi ditandai dengan melihat perubahan warna sesaat setelah dicampurkan. Jika

bereaksi larutan akan berubah warna menjadi merah sampai ungu kehitaman.

Dari hasil percobaan pada Metanol, etanol, dan 2-butanol setelah

dicampurkan dengan FeCl3, larutan menjadi berubah warna menjadi kuning dan

kuning keruh. Hal ini menunjukkan bahwa etanol, 1–butanol dan 2–butanol tidak
bereaksi dengan FeCl3. Hal ini sesuai dengan teori, bahwa alkohol tidak dapat

bereaksi dengan FeCl3. Warna kekuning-kuningan berasal dari larutan FeCl 3 bukan

hasil reaksi.

Sedangkan pada fenol ketika dicampukan dengan FeCl3 larutan menjadi

merah kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks

dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil

yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan FeCl 3

menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah kecoklatan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Fenol bersifat polar sementara pada alkohol semakin panjang gugus alkil alkohol

semakin rendah kepolarannya.

2. Kecepatan reaksi pada alkohol primer, sekunder, dan tersier dengan pereaksi

lukas adalah tersier > sekunder > primer.

3. Fenol merupakan asam lemah namun lebih kuat dibanding alkohol.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Percobaan

Sebaiknya percobaan yang dilakukan lebih banyak agar praktikan dapat lebih

memahami materi yang diujicobakan.

5.2.2 Saran untuk Laboratorium

Sebaiknya kondisi kelayakan alat dan bahan untuk praktikum seperti wastafel

yang tersumbat dan bocor dan pipet tetes yang pecah dan karetnya rusak

diperhatikan dan ditangani agar percobaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan

lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Carey, F.A., 2000. Organic Chemistry fourth edition, McGraw-Hill Companies,


Boston.
Hart, H., L.E.,Craine, dan D.J., Hart, 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat
edisi kesebelas, Erlangga, Jakarta.

Pẚca, J., E. Komẚrkov, A. Prell, M. Stiborovẚ, dan M. Sobotka, 2002, Kinetics of


Phenol Oxidation by Candida tropicalis: Effects of Oxygen Supply Rate
and Nutrients on Phenol Inhibition, Folia Microbiol, online, (http ://www.
biomed, cas. cz/mbu/folia/), 47(6): 701-707.

Riswiyanto, 2009, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.

Ritmaleni, 2013, Reaksi Antara Gliserol dan o-Metoksi Fenol Dalam Suasana Basa
dan Asam Sebagai Upaya Pendahuluan Pemanfaatan Gliserol dari Produk
Samping Produksi Biodiesel Untuk Pembuatan Obat Batuk Gliseril
Guaiakolat, Indonesian E-Journal of Applied Chemistry, 1(2): ISSN 2302-
7274.

Anda mungkin juga menyukai