Anda di halaman 1dari 6

Kinetika Penggorengan Produk Pangan dengan

Deep Fat Fryer

1.Tujuan Instruksional
1.1 Tujuan Instruksional Umum

Mahasiswa dapat mengetahui peralatan deep fat fryer untuk proses


penggorengan.
1.2 Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menganalisis dan mempelajari perubahan
kekerasan, kematangan, serta cita rasa bahan pangan selama
penggorengan.

2. Landasan Teori
Setiap bahan pangan mempunyai karakteristik bahan yang
khas, baik viskositas, sifat fisik bahan, maupun kandungan nutrisi
bahan. Salah satu sifat tersebut adalah kinetika bahan dan
pengaruhnya bila dikenai perlakuan atau pengolahan panas.
Proses penggorengan merupakan salah satu dari beberapa
macam cara untuk mengolah bahan pangan sehingga siap untuk
dikonsumsi. Dengan penggorengan maka suatu bahan pangan akan
mengalami suatu perubahan dalam bentuk, tekstur dan cita rasa
maupun kandungan gizinya. Dengan proses penggorengan maka
bahan pangan yang semula terasa mentah akan teras lebih enak
untuk dikonsumsi.
Dalam penggorengan, produk yang dihasilkan berupa produk
dengan kekerasan dan warna yang lebih coklat dari bahan
sebelumnya. Dalam penggorengan, suhu dan waktu merupakan hal
yang sangat berperan. Dalam waktu dan suhu yang lebih tinggi
maka perubahan-perubahan yang telah disebutkan akan lebih

24
cepat terjadi. Tetapi apabila suhu terlalu tinggi atau waktu
penggorengan yang terlalu lama, maka bahan yang digoreng akan
kelewat keras dan warna akan menjadi hitam pekat atau gosong.
Oleh karena itu, selama proses penggorengan berlangsung,
sangatlah perlu untuk menjaga agar suhu penggorengan tetap
optimum sehingga hasil yang diperoleh juga optimal.
Penggorengan merupakan salah satu metode pengolahan
makanan yang menggunakan minyak sebagai mediumnya. Pada
minyak goreng sering ditemukan adanya kandungan lemak. Lemak
memiliki tekanan uap rendah sehingga minyak memiliki kecenderungan
untuk sukar menguap, berbeda dengan air yang mengalami
penguapan selama proses perebusan berlangsung (Medved, 1986).
Terdapat beberapa jenis dari penggorengan dan tipe
penggorengan ini tergantung dari jenis makanan yang digoreng
(Haselgrove dan Scallon, 1981):
1. Dry frying : biasanya untuk menggoreng makanan yang
mengandung lemak, seperti daging babi, sosis dan ikan
haring. Dengan metode dry frying ini lemak yang ada di
dalam makanan akan larut dan kluar dari makanan.
2. Sauteing : biasanya untuk menggoreng makanan yang akan
menyerap larutan lemak, seperti kentang, kacang –
kacangan, dan sayuran untuk membuat sup.
3. Shallow frying : biasanya untuk makanan yang digoreng
dengan minyak panas pada permukaan panci, seperti telur,
ikan, dan potongan daging.
4. Deep frying : biasanya untuk makanan yang dapat digoreng
dengan lemak yang cukup atau sedikit, seperti kue donat
dan ikan dalam suatu adonan.
Penggorengan atau frying adalah salah satu jenis pemasakan
bahan pangan yang menggunakan medium berupa minyak.
Penggorengan adalah suatu proses yang dapat mengakibatkan
perubahan, baik perubahan secara tekstur ataupun secara

25
kimiawi pada bahan pangan. Perubahan yang diamati pada
praktikum ini adalah perubahan kelunakan atau kekerasan, dan
perubahan warna.

3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Deep fat fryer atau panci penggoreng rendam yang digunakan


untuk menggoreng bahan praktikum.
2. Thermokopel untuk memonitor suhu selama penggorengan deep
frying.
3. Penetrometer kerucut sebagai alat untuk mengukur kekerasan
kentang goreng dan nugget.
4. Kertas tisu untuk alas bahan praktikum.
5. Pisau digunakan untuk memotong bahan praktikum.
6. Piring sterefoam sebagai wadah untuk kentang goreng dan
nugget.

Bahan yang dipakai dalam praktikum ini adalah :


1. Kentang French fries
2. Nugget
3. Minyak goreng

4. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur dalam percobaan ini adalah :
1. Pengukuran perubahan kekerasan sampel selama penggorengan

a. Menyiapkan sampel bahan pangan berupa kentang dan nugget


mentah sebanyak 2 (ulangan suhu) x 7 (waktu) x 14 (sampel tiap
mengggoreng), 12 sampel digoreng dan 2 sampel tidak digoreng
sebagai tawal sama dengan nol untuk setiap sampel bahan pangan.
b. Menyiapkan penggorengan berisi minyak goreng kemudian
memanaskannya hingga mencapai suhu konstan (180°C). Suhu
panas diukur dengan thermokopel.

26
c. Menyiapkan dua belas sampel dalam saringan kawat kemudian
mencelupkan dalam minyak yang telah panas secukupnya
dengan variasi lama pemanasan 0,1,2,3,4,5,6,7 menit.
d. Mengukur kekerasan dengan penetrometer kerucut untuk 6 buah
sampel dengan lama waktu penggorengan yang berbeda-beda.

2. Pengukuran pengaruh suhu pada laju perubahan kekerasan

a. Melakukan hal yang sama seperti langkah nomor 1 dengan minyak


pada suhu 180°C dan 160°C.

b. Melakukan pengamatan yang sama seperti langkah nomor 1


dengan lama penggorengan yang sama.

c. Membandingkan hasil pengamatan bahan pangan antara kentang


dan nugget pada suhu 180°C dan 160°C.

3. Uji sensori kematangan sampel

a. Menyiapkan sampel hasil penggorengan dari setiap lama


penggorengan. Mengambil satu sampel oleh salah satu praktikan
dari setiap perlakuan, kemudian menncicipi sampel tersebut
dengan cara mencicipi untuk menentukan tingkat kematangannya,
cukup mengunyah tidak menelannya. Dari pengalaman mencicipi
makanan tersebut, menentukan warna sampel, tingkat
kematangan
dan kekerasan sampel berdasarkan skor
berikut :
Tingkat
Perubahan warna kematangan Kekerasan
1. Putih 1. Mentah 1. Sangat keras
Putih agak
2. kuning 2. Agak mentah 2. Agak keras
3. Kuning 3. Sedang 3. Sedang
4. Coklat muda 4. Agak matang 4. Agak lunak
5. Coklat tua 5. Matang 5. Lunak

27
b. Menghubungkan tingkat skor kematangan dan kekerasan hasil
cicip dengan hasil pengukuran penetrometer kerucut.

o
Waktu Penggorengan Kentang 180 C
Grafik Hubungan Uji Sensori vs Uji Tekan Rata-Rata Terhadap
Waktu
o
Penggorengan Kentang 180 C
5 2
4.5 1.8
4 1.6
Rata-Rata Uji Sensori

3.5 1.4

(kg)
3 1.2

Tekan
2.5 1
2 0.8
1.5 0.6

Uji
1 0.4
0.5 0.2
0 0
8
0 2 4 6 Rata-Rata Uji Sensori
Waktu (s) Uji Tekan

Anda mungkin juga menyukai