Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN

TOPIK 3
ANALISISA KADAR LEMAK / BAB 3

Disusun oleh:
KELOMPOK A1
Mario Albertus Reynara Putra Doni 19.I1.0126

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2023
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip analisis kadar lemak, menentukan kadar lemak
dari sampel makanan, serta membandingkan hasil kadar lemak dari analisis dengan standard
nasional yang ada.
2. METODE PRAKTIKUM

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Analisa kadar lemak kali ini adalah Soxhlet, oven,
timbangan, dan cawan petri.

2.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengamatan Analisa lemak adalah bahan pangan kering (hasil dari
analisis kadar air), hexana, kertas saring bebas lemak, kapas bebas lemak.

2.2. Metode

Mula-mula labu dikeringkan terlebih dahulu didalam oven dengan suhu 105ºC selama 1 malam.
Kemudian kertas saring kosong yang sudah dioven dilakukanpenimbangan. Setelah itu sampel
kering sebanyak 1 gram ditimbang diatas kertas saring. Berikutnya labu godok diisi dengan
sejumlah pelarut hexan. Kemudian labu godok dan kondensor dipasang. Setelah itu sampel
dimasukan kedalam kertas saring yang kemudian kertas saring tersebut dilipat. Lalu bungkusan
kertas saring dipanaskan selama 3 jam hingga seluruh lipid terekstrak. Berikutnya bungkusan
sampel dikeluarkan dari soxhlet dan diinkubasi didalam oven dengan suhu 105ºC selama 1
malam. Pelarut didalam labu godok lalu dimasukan kedalam cawan petri lalu diinkubasi didalam
oven dengan suhu 105ºC selama 1 malam. Bungkusan sampel serta cawan yang berisi pelarut
yang telah dikeluarkan dari dalam oven kemudian dimasukan kedalam desikator seelama 15
menit. Terakhir lakukan penimbangan hingga berat konstan. Rumus untuk perhitungan kadar
lemak 1 dan 2 dapat dilihat dibawah ini :

berat awal sampel−berat sampel akhir


% lemak 1= X 100 %
berat sampel awal

(berat cawan+lemak )−berat cawan kosong


% lemak 2= X 100 %
berat sampel awal
3. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Perhitungan Kadar Lemak

Kel Bahan Berat Berat Berat kertas % lemak Berat Berat % lemak
awal kertas saring + 1 (dari cawan cawan 2 (dari
sampel saring sampel setelah residu kosong + lemak lemak
(g) kosong dikeringkan kertas (g) (g) yang
(g) (g) saring) larut
dalam
hexan)

1 Bakso 0,15 0,83 0,96 13,3 41,17 41,53 2,4

2 Sosis 1 0,76 1,43 33 40,17 40,57 40

3 Surimi 0,81 0,81 1,61 1,23 39,16 39,18 2,47

4 Otak2 1 0,80 1,65 15 41,56 41,74 18

5 Nugget 1 0,80 1,40 40 40,30 40,73 43

6 Sarden 1 0,80 1,50 30 40,57 40,90 33

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 1. Dapat dilihat presentase kadar lemak 1 dan dua
yang dihasilkan oleh keenam sampel bahan pangan memiliki hasil yang berbeda-beda.
Berdasarkan data presentase kadar lemak 1 sampel nugget memiliki hasil kadar terbesar dengan
nilai 40%. Sementara sampel surimi merupakan sampel pangan yang diteliti dengan hasil
presentase kadar lemak 1 terkecil dengan hasil 1,23. Namun berbeda dengan hasil presentase
kadar lemak 2 untuk hasil presentase lemak tertinggi masih dimiliki oleh sampel nugget dengan
hasil 43% sedangkan untuk sampel bakso memperoleh hasil presentase kadar lemak 2 terebdah
dimana hasil yang diperoleh yaitu 2,4%
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lehninger (1982), lipid yang didalamnya terkandung
asam lemak yang bersifat jenuh serta berwujud padat merupakan definisi yang dimiliki pleh
lemak. Sementara itu Manduapessy, (2015) dalam teorinya menjelaskan bahwa senyawa eter
dimana gliserol dan 3 asam lemak merupakan penyusunnya dimana dari tersusunnya kedua
komponen tersebut akan menghasilkan trigliserida merupakan definisi lain yang dimiliki oleh
lemak. Asam lemak digolongkan menjadi salah satu penyusun dari lemak itu sendiri.
Berdasarkan struktur kimia yang dimiliki oleh asam lemak tersebut, asam lemak dapat
digolongkan menjadi dua bagian yakni asamlemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh. Asam
lemak jenuh merupakan asam lemak dimana memiliki ciri yaitu tidak mempunyai ikatan
rangkap. Berbeda dengan asam lemak tidak jenuh dimana memiliki ikatan rangkap merupakan
ciri yang dimilikinya (Sartika, 2008). Sari et al., (2010) dalam teori yang dikemukakannya
menjelaskan bahwa salah satu golongan lipid yang memiliki bentuk solid adalah lemak. Akibat
dari kandungan asam lemak jenuh yang terbilang banyak merupakan alasan mengapa lemak
memiliki bentuk yang solid. Namun hal berbeda dapat ditemukan pada mnyak yang justru
memiliki bentuk yang bersebrangan dengan lemak yakni cair merupakan wujud yang
dimilikinya. Wujud cair yang dimilikioleh minyak dapat disebabkan oleh banyaknya kandungan
ikatan rangkap didalam minyak sehingga mempengaruhi wujud yang dimilikinya. Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Almatsier (2004) Didalam bukunya yang berjudul Prinsip Dasar
Ilmu Gizi dijelaskan bahwa lipid majemuk, sterol, dan lipid sederhana merupakan golongan lipid
berdasarkan hidrolisisnya merupakan. Pernyataan tersebut kemudian diperkuat oleh Utami et al.,
(2021) dimana dalam teorinya juga menyampaikan bahwa berdasarkan komponen pendirinya,
lipid dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni turunan lipid, lipid majemuk dan lipid
sederhana dari ketiga jenis golongan lipid yang telah disebutkan, lemak digolongkan sebagai
lipid sederhana. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Pargiyanti (2019) bail minyak
ataupun lemak dapat ditemukan dalam hampir seluruh bahan pangan dengan kandungan yang
beragam. Berdasarkan hal tersebut dilakukannya analisa lemak pada suatu bahan pangan
merupakan hal yang sangat penting dimana agar kebutuhan dari kalori suatu makanan dapat
dipertimbangkan dan dihitung dengan baik merupakan tujuan dilakukannya analisa lemak. Teori
ini juga diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Lisnawati et al., (2016) dimana untuk
mengetahui kandungan lemak pada sampel bahan pangan merupaka tujuan dari dilaksanakannya
analisia lemak. Dimana lemak itu sendiri memegang kontribusi dalam ditentukannya status dari
nutrisi serta pemberi energi dari tubuh. Walaupun lemak menmiliki kelebihan dibana dapat
menjadi sumber energi bagi tubuh kita akan tetapi perlu disadari pula bahwa konsumsi lemak
yang melewati batas atau bisa dikatakan berlebihan dapat menyebabkan kerugian bila kita tidak
bijak dalam mengatur pola konsumsi lemak dimana over konsumsi lemak dapat mengakibatkan
obesitas. Untuk mengetahui apakah dalam suatu sampel bahan yang diteliti, kandungan lemak
yang terdapat didalamnya telah sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga dapat menjadi
acuan apakah suatu produk itu baik atau tidak merupakan latar belakang lain dilakukannya
analisa lemak.

Babcock method, goldfish serta soxhlet merupakan tigacara yang dapat diterapkan sebagai
metode dalam dilakukannya analisa kadar lemak (Sudarmadji, 1996). Pada praktikum analisa
lemak kali ini, soxhlet merupakan metode yang dilakukan. Berdasarkan teori yang dikemukakan
oleh Atma, (2018) dengan dipakainya pelarut yang tergolong pelarut organic dimana non polar
merupakan sifat yang diiliki oleh pelarut yang digunakan yang bermanfaat agar lemak yang
berada didalam sampel yang diteliti dapat diekstrak merupakan prinsip dari metode soxhlet.
Wardani et al., (2014) dalam teorinya mempertegas bahwa pelarut yang digunakan nantinya akan
dilakukan proses penguapan dimana dengan menguapnya pelarut akan menjadikan diperolehnya
lemak sehingga nantinya lemak tersebut dapat dilakukan pengukuran berat dan dilanjutkan
perhitugan kadar presentasenya. Penggunaan dari metode ini akan menyebabkan hasil yang
signifikan dari rendemen yang digunakan. Pernyataan ini didukung oleh teori Anam & Agustini,
(2014) dalam teorinya diinformasikan bahwa rendemen yang diperoleh dari metode soxhletasi
akan lebih tinggi atau banyak jumlahnya jika kita bandingkan dengan cara maserasi dimana
diperolehnya rendemen yang lebih banyak tidak lepas daripengaruh temoeratur tinggi yang
digunakan dalam proses metodenya. Dengan tingginya temperatur yang digunakan akan
menjadikan pelarut yang digunakan menjadi lebih efisien dan maksimal dalam mengekstrak
sampel.

Dalam dilakukannya praktikum ini, labu dikeringkan terlebih dahulu didalam oven dengan
temperatur 105ºC dengan jangka waktu 1 malam merupakan langkah pertama yang dilakukan
dalam pengamatan analisa lemak kali ini. Winarno, (1997) menerangkan bahwa untuk
menghilangkan sisa-sisa dari air yang menempel pada labu. Selain itu dengan dikeringkannya
labu sebelum digunakan akan membuat lebu menjadi steril dimana labu yang steril tersebut
berguna agar disaat dilangsugkannya ekstraksi tidak ada zat yang ikut terekstraksi merupakan
tujuan dibalik dilakukannya pemanasan terlebih dahulu pada labu. Hal yang sama juga dilakukan
pada kertas saring sebelum ditimbang dilakukan pengeringan dulu yang berguna agar
menghilangkan kelembapan air yang berasal dari ruang terbuka dimana hal tersebut dapat
mempengaruhi berat dari kertas saring (Samson & Ipeghan, 2020). Kemudian sebanyak 1 gram
dari sampel kering halus yang telah ditentukan antar kelompok dilakukan pengukuran berat
diatas thimble. Sampel yang digunakan merupakan sampel kering hasil thermogravimetri. Hal
tersebut sesuai dengan teori Harborne (1987) dalam bukunya yang berjudul Metode Fitokimia
dimana tujuan digunakannya sampel kering dalam penentuan kadar lemak agar diperoleh berat
yang konstan tanpa adanya kandungan air pada sampel. Kemudian dilakukan pengisian pada
labu godog dimana hexan merupakan pelarut yang digunakan. Terdapat beberapa pelarut yang
dapat digunakan dalam metode soxhlet ini. Contohya adalah eter dan hexana. Namun dalam
praktikum kali ini hexana merupakan pelarut yang digunakan dalam pengamatan kali ini. Alasan
dibalik dipilihnya heksana dibandingkan eter dikarenakan yang pertama berdasarkan potensi dan
sifat reaktivitas yang dimiliki oleh eter dalam dibentuknya peroksida menjadikan pelarut ini
memiliki kerentanan dimana tingkat flamable nya lebih besar dibandingkan heksana (Jack et al.,
2016). Atma (2018) menambahkan dalam teorinya dimana pelarut yang digunakan dalam metode
soxhlet diwajibkan mempunyai boiling point yang lebih kecil jika dibandingkan dengan lemak
dan hexana memiliki kriteria tersebut. C 6H14 atau yang bisa disebut juga sebagai hexana juga
digolongkan sebagai senyawa hidrokarbon yang bersifat inert serta mampu memberikan
keakuratan hasil rendeman yang lebih tinggi (Mahmudi, 1997). Selanjutnya labu godog dan
kondensor disusun untuk persiapan ekstraksi seperti pada gambar berikut :
Gambar 1. Komponen dari soxhlet (Edwin, et al.,2017)

Sampel kemudian dimasukan kedalam kertas saring untuk dibungkus dan siap untuk diekstraksi
selama rentang waktu 3 jam. Dengan sifat kepolaritasan yang serupa antara lemak dan hexana,
nantinya menjadikan lemak yang notabenenya diklasifikasikan senyawa non polar dapat
terekstrak. Hal tersebut dijelaskan oleh Angelia, (2016) dalam teorinya. Sistem kerja yang
dilakukan oleh soxhlet ini dipaparkan oleh Angelia, (2016) dalam teorinya dimana dalam
tulisannya diterangkan jika pada saat dilakukannya proses dari pemanasan akan menjadikan
teruapkannya pelarut yang berfungsi untuk membuat lemak larut. Disebelah alat soxhlet biasanya
juga dipasangkan alat yakni sebuah kondensor dipana kondensor ini memegang peran penting
dimana pelarut yang tadi telah menguap akan mengalami kondensasi dengan terkondensasinya
hexan, hexan tersebut nantinya akan berubah kembali menjadi fase cair dan kembali merendam
sampel sehingga proses dari diekstraknya lemak pada sampel dapat terus berjalan. Hasil dari
lemak yang terekstrak aka turun ke bawah labu. Langkah selanjutnya adalah pelarut yang verada
didalam labu godog kembali dimasukan kedalam oven untuk dilakukan proses pemanasan. Hasil
dari ekstraksi sampel yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 1 malam
dengan temperatur oven sebesar 105°C yang kemudioan dilanjutkan dengan dipindahkanya
sampel kedalam desikator dengan jangka waktu 15 menit. Untuk menguapkan sisa dari pelarut
heksana yang diasumsikan masih terdapat pada hasil ekstrasi sampel bahan merupakan tujuan
mengapa diperlukannya pemanasan kembali dari sampel. Sementara alasan dibalik
dimasukannya hasil ekstraksi sampel kedalam desikator dimaksudkan agar berat cawan+lemak
dan juga berat sampel akhir yang nantinya menjadi aspek dalam perhitungan tidak mengalami
perubahan berat yang diakibatkan kelembapan suhu lingkungan luar sehingga menjadikan hasil
perhitungan presisi (Fahmi, 2016).
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan, diperoleh hasil % lemak baik itu
lemak 1 maupun lemak 2. Pada hasil presentaselemak satu berturut-turut hasil perolehan dari
yang terbesar hingga terkecil dimulai dari nugget dengan 40% sebagai hasilnya diikuti oleh sosis
33% kemudian berlanjut ke sarden dengan presentase 30%, 15% merupakan hasil presentase
lemak 1 dari sampel otak-otak, 13,3 % untuk bakso, dan yang paling kecil yakni 1,23 untuk
sampel surimi. Sama hal nya dengan % lemak 1, pada hasil % lemak 2 juga memiliki urutan
hasil presentase lemak terbesar menuju terkecil yang hampir sama dengan presentase lemak 1.
Namun terdapat perubahan dimana dalam presentase lemak 2 sanpel bakso menjadi sampel
dengan jumlah lemak terminim dimana sebelumnya pada % lemak 1 menduduki peringkat kedua
terkecil. Kecilnya presentase lemak yang dihasilkan oleh bakso dikarenakan jumlah berat sampel
yang digunakan oleh praktikan A1 untuk pengujian sampel lemak terbilang sangat kecil dimana
praktikan lain menggunakan berat sampel 1 gram sedangkan pada kelompok A1 hanya
menggunakan sampel kering dengan berat 0,15 gram. Selain itu dalam perhitungan % lemak
ditemukan adanya human eror dimana pada mulanya berat lemak sampel bakso 1,28 gram
sementara kelompok A1 hnaya menggunakan sampel seberat 0,15 gram. Kesalahan ini
disebabkan oleh ketidak telitian praktikan dalam melakukan pengolahan perhitunga hasil
pengamatan. Namun hasil tersebut telah diganti dalam laporan sementara yang baru.

Indonesia memiliki standarisasi dalam penentuan kualitas produknya. Ketetapan standarisasi ini
dinamakan SNI. Berdasarkan acuan SNI 3818:2014 mengenai bakso daging, ditetapkan bahwa
10% merupakan batasan maksimal kadar lemak dari prosuk bakso daging, sementara untuk
sampel sosis, 20% merupakan kadar maksmal dari kadar lemak dalam produk sosis. Hal ini
tercantum dalam ketentuan SNI 3820:2015. Sama halnya dengan sosis, pada sampel surimi
ketetapan batas dari kadar lemak surimi berdasarkan SNI 2694:2013 adalah 20%. Sementara itu,
berdasarkan ketetapan dari SNI 7757:2013 tentang otak-otak, batasan maksimal untuk kadar
lemak yang dimiliki adalah 16%. Sementara untuk batasan kadar lemak dari nugget yakni
memiliki batasan yang sama dengan sosis dengan surimi yakni 20%. Hal ini tertuang dalam SNI
01-6683-2002. Untuk sampel terakhir yakni sarden kaleng dengan tomat sebagai mediumnya,
berdasarkan acuan USDA (2019), memiliki kadar lemak sebesar 10,4%. Setelah melihat acuan
dari SNI serta USDA mengenai batas kadar lemak dari setiap bahan pangan yang diteliti, kita
dapat membandingkan dengan hasil yang diperoleh masing-masing kelompok praktikan. Untuk
sampel bakso, terdapat kadar % lemak yang ditemukan tidak sesuai yakni pada hasil % lemak 1.
Sedangkan terdapat hasil yang melewati batas ketetapan dari SNI baik itu pada % lemak 1
maupun 2 seperti sampel sosis yang diuji oleh praktikan A2, sampel sarden dari kelompok A6
dan yang terakhir sampel nugget dari kelompok A5. Untuk sampel otak-otak sendiri, ketidak
sesuaian dengan ketentuan SNI ditemukan pada %lemak 2.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan berbedanya hasil yang diperoleh praktikan dengan
SNI yang pertama dapat disebabkan oleh preparasi sampel yang tidak sesuai dimana jika
preparasi sampel tidak dilakukan dengan benar tentunya akan mempengaruhi hasil perhitungan
dari kadar lemak sampel itu sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasilkadar lemak yang
terbilang sangat tinggi antara sampel sarden dan juga nugget yang mana notabenenya nugget
memilik batasan kadar lemak yang sama dengan sosis dan surimi jadi otomatis kadar lemak yang
dihasilkan oleh praktikan A2, A3, dan A5 tidak berbeda jauh. Selain itu perbedaan hasil juga
dapat dimungkinkan karena adanya perbedaan metode antara yang dilakukan oleh SNI serta
praktikan.
5. KESIMPULAN
 Kurangnya ketelitian dalam preparasi sampel mampu menyebabkan perbedaan hasil
kadar lemak yang tidak sesuai ketentuan.

 Jumlah berat bahan sampel yang digunakan otomatis akan menghasilkan


% lemak yang berbeda pula.

 Perbedaan metode pengujian menjadi dapat menjadi salah satu faktor perbedaan hasil
antara % lemak SNI dengan praktikan.

 Pengunaan hexana lebih baik dibandingkan eter dari segi pelarut yang digunakan
dikarenakan hexana tidak lebih reaktif dari eter serta hexana bersifat innert.

 Kondensor pada soxhlet berfungsi sebagai alat yang menjegah pelarut menguap saat
proses pemanasan ekstraksi.

 Soxhlet merupakan metode paling umum yang digunakan dalam pengujian kadar lemak
dari bahan pangan.

 Perbedaan sumber protein hewani dari sampel yang digunakan akan menghasilkan kadar
lemak yang berbeda pula.

Semarang 2 Oktober 2023

Mario Albertus R.P.D


19.I1.0126
6. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S.(2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Anam, C. (2010). Extraction of ginger oleoresin (Zingiber officinale) study of material size,
solvent, time and temperature. Jurnal Pertanian MAPETA, 12(2), 101-110
Angelia, I. O. (2016). Analisis Kadar Lemak Pada Tepung Ampas Kelapa. Jurnal
Technopreneur, 4(1), 19-23.
Atma, Y. (2018). Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro dan Mikro Nutrien. Yogyakarta:
Deepublish.
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. (2013). Surimi: SNI 2694:2013. Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta
Badan Nasional Indonesia. 2013. SNI 7757:2013. Otak-otak Ikan. Jakarta: Dewan Standarisasi
Nasional.
Badan Standarisasi Internasional.2014. SNI 3818-2014. Syarat Mutu Bakso. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. (2015). Syarat Sosis Daging SNI No. 3820.2015. Standar Nasional
Indonesia.
Edwin Fatah Daniswara, Taufik Imam Rohadi, dan Mahfud.(2017). Ekstraksi Minyak Akar
Wangi dengan Metode Microwave Hydrodistillation dan Soxhlet Extraction. JURNAL
TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 ISSN: 2337-3539.
Fahmi, H., & Nurfalah, A. L. (2016). Analisa Daya Serap Silika Gel Berbahan Dasar Abu Sekam
Padi. Jurnal IPTEKS Terapan, 10(3), 176-182.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.
Jack, I. R. and Nwachoko, N. (2016). "Constituents of the ethanolic extract of Bryophyllum
Pinnatum leaves" SSRG International Journal of Applied Chemistry 3.1: 1-4.
Lehninger AL. (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Maggy Thenawijaya, penerjemah
Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Lisnawati, Ansar, & Abdurrahman, L. T. (2016). Asupan Makan dengan Kejadian Obesitas Pada
Remaja di SMA Katolik Santo Andreas Palu. Promotif Jurnal Kesehatan Masyarakat,
6(2), 88-95.
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan Cara
Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Manduapessy, K. R. W. (2015). Profil Asam Lemak Ikan Tongkol Segar (Auxis thazard). Jurnal
Majalah Biam, 11(1), 7-10.
Pargiyanti.(2019). Optimasi Waktu Ekstraksi Lemak Dengan Metode Soxhlet Menggunakan
Perangkat Alat Mikro Soxhlet. INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY. Vol 1
(2) : 29-35.
Sari, T. I., Herdiana, E., & Amelia, T. (2010). Pembuatan VCO dengan Metode Enzimatis dan
Konversinya Menjadi Sabun Padat Transparan. Jurnal Teknik Kimia, 3(17), 50-58.
Sartika, R. A. W. (2008). Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans
terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2(4), 154-160.
Samson Onoriode Okpo, Ipeghan Jonathan Otaraku.(2020). "Modelling of Soxhlet Extraction of
Lemongrass Oil," SSRG International Journal of Chemical Engineering Research, vol. 7,
no. 2, pp. 24-29
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.
[USDA] United State Departement of Agriculture. (2019). USDA National Nutrient Database
for Standart Reference. (DIAKSES 30 September 2023)
Utami, K. P., Wasityastuti, W., & Soesatyo, M. (2021). Involvement of Lipids in Immune
System Regulation: A mini-review. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 12(1),
68-78.
Wardani, A. K., & Wardani, I. R. (2014). Eksplorasi Potensi Kedelai Hitam Untuk Produksi
Minuman Fungsional Sebagai Upaya Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 2(4), 58-67.
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM ANALISA PANGAN


SEMESTER GANJIL TAHUN 2023/2024
BAB ANALISIS KADAR LEMAK

1. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Perhitungan Kadar Lemak
Kel Bahan Berat Berat Berat kertas % lemak Berat Berat % lemak
awal kertas saring + 1 (dari cawan cawan 2 (dari
sampel saring sampel setelah residu kosong + lemak lemak
(g) kosong dikeringkan kertas (g) (g) yang
(g) (g) saring) larut
dalam
hexan)

1 Bakso 0,15 0,83 0,96 13,3 41,17 41,53 2,4


2 Sosis 1 0,76 1,43 33 40,17 40,57 40
3 Surimi 0,81 0,81 1,61 1,23 39,16 39,18 2,47
4 Otak 2
1 0,80 1,65 15 41,56 41,74 18
5 Nugget 1 0,80 1,40 40 40,30 40,73 43
6 Sarden 1 0,80 1,50 30 40,57 40,90 33

2. PERHITUNGAN
Rumus Perhitungan :
berat awal sampel−berat sampel akhir
% lemak 1= X 100 %
berat sampel awal

(berat cawan+lemak )−berat cawan kosong


% lemak 2= X 100 %
berat sampel awal

Kelompok A1
berat awal sampel−berat sampel akhir
% lemak 1= X 100 %
berat sampel awal
(berat cawan+lemak )−berat cawan kosong
% lemak 2= X 100 %
berat sampel awal

Kelompok A2
% lemak 1 = 1 - (1,43-0,76) 1100%= 33%
% lemak 2 = 40,57 - 40,17 1100%= 40%

Kelompok A3
% lemak 1 = 0,81 - (1,61-0,81) 0,81100%=1,23%
% lemak 2 = 39,18 - 39,16 0,81100% =2,47%

Kelompok A4
% lemak 1 = 1 - (1,65 - 0,80) 1100% = 15%
% lemak 2 = 41,62 - 41,74 1100% = 18%

Kelompok A5
% lemak 1 = 1 - (1,40-0, 80) 1100% = 40%
% lemak 2 = 40,73 - 40,30 1100% = 43%

Kelompok A6
% lemak 1 = 1 - (1,50-0,80) 1100% = 30%
% lemak 2 = (40,90 - 40,57) 1100% = 33%

Kloter A Asisten Praktikum


Candy Tania
Kathleen Laura Sinandang Penanggung Jawab Bab

7.2. Plagscan

Anda mungkin juga menyukai