PANGAN
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging adalah salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi
karena mengandung protein, lemak, mineral, vitamin dan zat lainnya yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh sehingga sering dikonsumsi oleh manusia. Protein merupakan
komponen utama dalam semua makhluk hidup. Di dalam tubuh protein mempunyai
peranan sangat penting seperti pembangun dan pembentuk struktur sel, berperan sebagai
enzim, menjadi hormon pengatur metabolisme tubuh dan sebagai antibodi untuk
melindungi tubuh dari microorganisme patogen. Protein merupakan senyawa polimer
yang tersusun dari monomer asam-asam amino yang terikat menjadi satu melalui ikatan
peptida [ CITATION NDe10 \l 1033 ]. Berdasarkan komposisinya, protein dapat dibedakan
menjadi dua yaitu protein sederhana yang tersusun dari asam amino saja dan protein
kompleks yang merupakan gabungan antara senyawa protein dan bukan protein [ CITATION
Soe88 \l 1033 ]. Protein yang terdapat pada daging adalah protein kompleks. Oleh karena
itu, sebelum dikonsumsi, daging harus diolah terlebih dahulu. Cara pengolahan daging
dapat dengan beberapa cara seperti direbus, digoreng, dipanggang, dikukus dan
sebagainya. Pada saat pemasakan, daging bisa mengalami perubahan fisik dan kimiawi.
Pada paper ini, akan dibahas perubahan yang terjadi pada protein selama pemasakan
daging yaitu denaturasi protein. Bentuk dan tekstur pada daging ditentukan oleh pita-pita
protein yang terdapat dalam daging. Perlakuan pemanasan/perebusan dapat
mengakibatkan denaturasi protein sehingga terjadi perubahan bentuk pada protein atau
terbentuk ikatan baru hasil pemecahan protein dan konsentrasi protein total terlarut
menjadi lebih rendah. Selain suhu, faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi
protein yaitu tekanan hidorstatis, pengocokan, penambahan asam/basa, penambahan
pelarut organik dan penambahan garam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud denaturasi protein?
2. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan denaturasi protein?
3. Bagaimana proses denaturasi protein dalam daging pada saat pemasakan?
4. Apa saja manfaat positif dan negatif dari denaturasi protein
BAB II
PEMABAHASAN
A. Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah perubahan yang terjadi pada struktur sekunder, tersier
dan kuarterner tanpa adanya pembelahan ikatan peptide backbone atau perubahan struktur
primer pada protein[ CITATION OWF96 \l 1033 ]. Proses ini lah yang mengubah senyawa
protein menjadi bermacam-macam, tergantung pada struktur proteinnya. Protein yang
terdenaturasi akan mengalami penurunan pada aspek kelarutannya (solubility). Lapisan
molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik
akan terlipat ke dalam. Pelipatan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris yaitu
pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, lalu protein akan
menggumpal dan mengendap (Anna, P., 1994). Viskositas akan bertambah karena
molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optik larutan protein juga akan
meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti suhu, penambahan asam
dan basa, penambahan pelarut organik dan penambahan garam. Masing-masing sebab
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap protein. Senyawa kimia seperti contohnya
urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang menyebabkan denaturasi protein,
karena dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya larut gugus
hidrofobik dalam air. Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi karena senyawa
pada deterjen dapat membentuk hubungan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik
sehingga terjadi denaturasi. Selain deterjen dan sabun, aseton dan alkohol juga dapat
menyebabkan denaturasi (Winarno, 1992). Asam dan basa dapat menceraiberaikan
jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian ganda
(Double Replacement) terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti
pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang
ditambahkan. Reaksi ini terjadi didalam sistem pencernaan, saat asam lambung
mengkoagulasi susu yang dikonsumsi. Garam logam berat yang umumnya mengandung
Hg+2, Pb+2, Ag+1, Tl+1, Cd+2 dapat mendenaturasi protein. Reaksi yang terjadi antara garam
logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut
(Ophart, C.E., 2003). Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga
mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan
terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein
yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut
(Ophart, C.E., 2003). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein
tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya
berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003). Pemanasan yang cukup
dapat menonaktifkan beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase,
polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi
enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur,
dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering
dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran.
Belitz, H. D., Grosch, W. & Schierbele, P., 2009. Food Chemistry 4th Edition. Berlin: Springer-
Verlag.
Devi, N., 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Diana, C., Dihansih, E. & Kardya, D., 2011. Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku pada
Berbagai Metode Thawing. Jurnal Penelitian, pp. 130-138.
Fennema, O. W., 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York: Marcell Dekker, Inc.
Soedarmo, M. G. & Abdul, M., 1988. Biokimia. Bogor: Pusat Antar Univeristas IPB.
Subagyo, W. C., Suwiti, N. K. & Suarsana, I. N., 2015. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali
dan Wagyu Setelah Direbus. Buletin Veteriner Udayana, pp. 17-25.