Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KIMIA

PANGAN

PERUBAHAN PROTEIN YANG TERJADI PADA


SAAT PEMASAKAN DAGING
Disusun oleh:
Ruben Giovanno C 19.I1.0067
Michael Aditya C 19.I1.0088
Olivia Leony 19.I1.0118
Michael Chandra 19.I1.0150
Rico Valentino F 19.I2.0015
Kelompok B7

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging adalah salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi
karena mengandung protein, lemak, mineral, vitamin dan zat lainnya yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh sehingga sering dikonsumsi oleh manusia. Protein merupakan
komponen utama dalam semua makhluk hidup. Di dalam tubuh protein mempunyai
peranan sangat penting seperti pembangun dan pembentuk struktur sel, berperan sebagai
enzim, menjadi hormon pengatur metabolisme tubuh dan sebagai antibodi untuk
melindungi tubuh dari microorganisme patogen. Protein merupakan senyawa polimer
yang tersusun dari monomer asam-asam amino yang terikat menjadi satu melalui ikatan
peptida [ CITATION NDe10 \l 1033 ]. Berdasarkan komposisinya, protein dapat dibedakan
menjadi dua yaitu protein sederhana yang tersusun dari asam amino saja dan protein
kompleks yang merupakan gabungan antara senyawa protein dan bukan protein [ CITATION
Soe88 \l 1033 ]. Protein yang terdapat pada daging adalah protein kompleks. Oleh karena
itu, sebelum dikonsumsi, daging harus diolah terlebih dahulu. Cara pengolahan daging
dapat dengan beberapa cara seperti direbus, digoreng, dipanggang, dikukus dan
sebagainya. Pada saat pemasakan, daging bisa mengalami perubahan fisik dan kimiawi.
Pada paper ini, akan dibahas perubahan yang terjadi pada protein selama pemasakan
daging yaitu denaturasi protein. Bentuk dan tekstur pada daging ditentukan oleh pita-pita
protein yang terdapat dalam daging. Perlakuan pemanasan/perebusan dapat
mengakibatkan denaturasi protein sehingga terjadi perubahan bentuk pada protein atau
terbentuk ikatan baru hasil pemecahan protein dan konsentrasi protein total terlarut
menjadi lebih rendah. Selain suhu, faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi
protein yaitu tekanan hidorstatis, pengocokan, penambahan asam/basa, penambahan
pelarut organik dan penambahan garam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud denaturasi protein?
2. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan denaturasi protein?
3. Bagaimana proses denaturasi protein dalam daging pada saat pemasakan?
4. Apa saja manfaat positif dan negatif dari denaturasi protein
BAB II

PEMABAHASAN

A. Denaturasi Protein

Denaturasi protein adalah perubahan yang terjadi pada struktur sekunder, tersier
dan kuarterner tanpa adanya pembelahan ikatan peptide backbone atau perubahan struktur
primer pada protein[ CITATION OWF96 \l 1033 ]. Proses ini lah yang mengubah senyawa
protein menjadi bermacam-macam, tergantung pada struktur proteinnya. Protein yang
terdenaturasi akan mengalami penurunan pada aspek kelarutannya (solubility). Lapisan
molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik
akan terlipat ke dalam. Pelipatan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris yaitu
pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, lalu protein akan
menggumpal dan mengendap (Anna, P., 1994). Viskositas akan bertambah karena
molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optik larutan protein juga akan
meningkat (Winarno, 1992).

Denaturasi bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti suhu, penambahan asam
dan basa, penambahan pelarut organik dan penambahan garam. Masing-masing sebab
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap protein. Senyawa kimia seperti contohnya
urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang menyebabkan denaturasi protein,
karena dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya larut gugus
hidrofobik dalam air. Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi karena senyawa
pada deterjen dapat membentuk hubungan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik
sehingga terjadi denaturasi. Selain deterjen dan sabun, aseton dan alkohol juga dapat
menyebabkan denaturasi (Winarno, 1992). Asam dan basa dapat menceraiberaikan
jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian ganda
(Double Replacement) terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti
pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang
ditambahkan. Reaksi ini terjadi didalam sistem pencernaan, saat asam lambung
mengkoagulasi susu yang dikonsumsi. Garam logam berat yang umumnya mengandung
Hg+2, Pb+2, Ag+1, Tl+1, Cd+2 dapat mendenaturasi protein. Reaksi yang terjadi antara garam
logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut
(Ophart, C.E., 2003). Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga
mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan
terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein
yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut
(Ophart, C.E., 2003). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein
tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya
berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003). Pemanasan yang cukup
dapat menonaktifkan beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase,
polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi
enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur,
dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering
dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran.

B. Proses Denaturasi Protein pada Daging saat Proses Pemasakan


Daging merupakan bagian dari karkas hewan dalam bentuk otot. Daging terdiri
dari 75% air, 19% protein, 2,5% lemak, dan 3,5% berupa substansi non protein (Diana et
al., 2011). Sebelum dikonsumsi, daging harus dimasak terlebih dahulu supaya protein
dalam daging dapat terdenaturasi sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Selain itu,
pemasakan juga berguna untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam
daging sehingga daging lebih aman untuk dikonsumsi. Namun, proses pemasakan dapat
menyebabkan berbagai perubakan fisik dan kimia pada daging. Salah satunya adalah
perubahan protein pada daging. Pemanasan dapat menyebabkan protein mengalami
denaturasi. Ketika protein dipanaskan diatas critical temperature akan terjadi perubahan
drastis yaitu dari struktur/bentuk awal protein menjadi struktur/bentuk protein
terdenaturasi[ CITATION OWF96 \l 1033 ]. Pada protein, ikatan hidrogen, electrostatic,
interaksi van der Wals merupakan eksotermik sehingga tidak stabil pada suhu panas.
Sedangkan, interaksi hidrofobik merupakan endotermik sehingga stabil pada suhu panas.
Sehingga menyebabkan mekanisme denaturasi protein akibat suhu menjadi sangat
kompleks[ CITATION OWF96 \l 1033 ]. Peningkatan suhu akan menyebabkan terjadinya
peningkatan energi kinetik termal dari rantai polipeptida, sehingga dapat menyebabkan
terbukanya rantai polipeptida sehingga terjadi perubahan struktur pada protein [ CITATION
OWF96 \l 1033 ]. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan jumlah pita protein pada
daging. Pita pada protein merupakan struktur sekunder, tersier ataupun kuarterner. Pada
daging sapi wagyu mentah terdapat 11 pita protein dengan intensitas yang berbeda.
Namun, setelah pemanasan terjadi pengurangan pita protein sehingga tersisa 3 pita
protein (Subagyo et al., 2015).
Selain itu, proses perebusan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
berkurangnya konsentrasi asam amino essensial pada daging karena adanya denaturasi
protein ataupun protein yang terkandung dalam daging keluar dan larut dalam air
perebusan (Subagyo et al., 2015). Semakin tinggi temperature yang digunakan untuk
memasak, energy aktivasi (Ea) pada protein akan semakin rendah dan ∆S# (entropy
aktivasi) akan semakin menurun yang dapat menyebabkan terjadinya agregasi pada
protein (Belitz et al., 2009). Agregasi dapat menyebabkan terjadinya penurunan kelarutan
dan penurunan volume pada protein sehingga menyebabkan terjadinya penyusutan dan
pengurangan kadar air pada daging. Proses pemangangan, pengorengan, pembakaran
daging dapat menyebabkan terjadinya reaksi mailard sehingga terbentuk asam amino
sistein, metionin, ortinin dan prolin yang dapat memberikan aroma yang khas (Belitz et
al., 2009). Namun, proses pemasakan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan terbentuknya senyawa toxic seperti akrilamida dan senyawa heterosiklik
mutagenic. Pada reaksi Strecker, terjadi reaksi antara asparagine dan α-dicarbonyl yang
membentuk basa Schiff dan selanjutnya terjadi dekarbosilasi dan hidrolisis sehingga
terbentuk 3-aminopropionamida (3-APA) yang kemudian akan mengalami deaminisasi
menjadi akrilamida (Belitz et al., 2009). Akrilamida merupakan senyawa radikal bebas
yang bersifat karsinogenik sehingga sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat memicu
perkembangan kanker. Pada saat daging dipanaskan pada suhu 175℃ selama 5 menit,
terbentuk kreatinin yang merupakan hasil dari reaksi mailard dan menyebabkan
terbentuknya heterocyclic amines seperti piridin, pirazin dan sebagainya (Belitz et al.,
2009). Senyawa heterosiklik mutagenic bersifat genotoksik sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada genetika (Belitz et al., 2009).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Daging merupakan salah satu sumber protein bagi tubuh. Sebelum dikonsumsi,
daging harus dimasak terlebih dahulu supaya protein dalam daging dapat terdenaturasi
sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh dan juga berguna untuk membunuh
mikroorganisme patogen dalam daging. Pada saat proses pemasakan daging terjadi
perubahan fisik dan kimiawi pada daging salah satunya yaitu denaturasi protein.
Denaturasi protein adalah perubahan yang terjadi pada struktur sekunder, tersier dan
kuarterner tanpa adanya pembelahan ikatan peptide backbone atau perubahan struktur
primer pada protein. Peningkatan suhu akan menyebabkan terjadinya peningkatan energi
kinetik termal dari rantai polipeptida, sehingga dapat menyebabkan terbukanya rantai
polipeptida sehingga terjadi perubahan struktur pada protein yang meyebabkan terjadinya
perubahan jumlah pita protein pada daging. Proses pemanasan dapat menyebabkan
agregasi pada protein sehingga terjadi penyusutan dan pengurangan kadar air pada
daging. Proses pemasakan dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya reaksi
mailard sehingga terbentuk asam amino sistein, metionin, ortinin dan prolin yang dapat
memberikan aroma yang khas Namun, proses pemasakkan yang terlalu lama dan dengan
suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan berkutangnya konsentrasi asam amino dan
terbentuknya senyawa toksik seperti akrilamida dan senyawa heterosiklik mutagenic.
Selain pemanasan, denaturasi protein juga bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti
tekanan hidorstatis, pengocokan, penambahan asam, penambahan pelarut organik,
penambahan basa dan penambahan garam.
DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Belitz, H. D., Grosch, W. & Schierbele, P., 2009. Food Chemistry 4th Edition. Berlin: Springer-
Verlag.

Devi, N., 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Diana, C., Dihansih, E. & Kardya, D., 2011. Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku pada
Berbagai Metode Thawing. Jurnal Penelitian, pp. 130-138.

Fennema, O. W., 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York: Marcell Dekker, Inc.

Man, D., 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB Press.

Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Soedarmo, M. G. & Abdul, M., 1988. Biokimia. Bogor: Pusat Antar Univeristas IPB.

Subagyo, W. C., Suwiti, N. K. & Suarsana, I. N., 2015. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali
dan Wagyu Setelah Direbus. Buletin Veteriner Udayana, pp. 17-25.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai