Anda di halaman 1dari 11

CAISSON DISEASE

A. Pendahuluan

Caisson Disease (CD) dengan nama lain penyakit dekompresi (DCS = Decompression

Sickness), penyakit penyelam (diver’s disease), Penyakit Dekompresi (PD), atau the bends

merupakan nama yang diberikan untuk kumpulan gejala yang terjadi pada seseorang yang

terpapar oleh penurunan (biasanya setelah peningkatan tekanan yang besar terlebih dulu). Setelah

Siebe (Inggris, 1873) menciptakan Standard Diving Dress utuk penyelaman dalam, timbul

kesulitan baru, yaitu munculnya penyakit aneh yang dikenal sebagai penyakit dekompresi. Dari

gejala-gejala yang ringan berupa nyeri otot, sendi, dan tulang, sampai gejala yang sangat berat,

berupa kelumpuhan anggota gerak bahkan kematian. Penyakit dekompresi pertama kali

dipublikasikan oleh Triger (Perancis, 1845) yang merupakan penyakit yang ditemukan pada

pekerja-pekerja caison (ruang yang terbuka bagian bawahnya) yang membuat terowongan di

bawah air. Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan

pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat

penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya. Tubuh seharusnya beradaptasi terhadap tekanan

seiring dengan kenaikan ketinggian yang cepat. Hal ini merupakan masalah dalam penyelaman

dan gangguan akibat tekanan udara.

DCS diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa,

dan ditandai dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada

limfonodus. Gejala yang paling umum dari CD adalah nyeri persendian yang awalnya ringan

kemudian memberat seiring waktu dan dirasakan terutama bila melakukan gerakan. CD tipe II

merupakan masalah serius dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa

gangguan respirasi, sirkulasi, dam biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan
susunan saraf pusat. Emboli gas pada arteri (Arterial Gas Embolism = AGE) adalah manifestasi

DCS tipe II yang paling berbahaya yang terjadi bila ada kenaikan ketinggian. AGE terjadi bila

gelembung udara terbentuk di arteri dan mengalir ke otak, jantung, atau paru-paru. Ini akan

langsung mengancam nyawa dan dapat terjadi setelah naik dari perairan yang dangkal sekalipun.

Bagaimanapun AGE juga dapat terjadi akibat iatrogenik.

B. Insiden dan Epidemiologi


Angka kejadian Caisson Disease (CD) di Amerika Serikat untuk tipe II (berat) yaitu 2.28

kasus per 10,000 penyelaman. Sementara tipe I (ringan) tidak diketahui karena banyak penyelam

yang tidak mencari pengobatan. Resiko lebih besar pada penyelam dengan penyakit asma atau

pulmonary blebs. Resiko DCS tipe II meningkat 2.5 kali pada pasien dengan patent foramen

ovale. Kematian akibat DCS di angkatan udara dilaporkan sekitar 0.024 per satu juta jam

terbang. Angka kejadian insiden dekompresi pada penerbangan masyarakat sipil rata-rata sekitar

35 per tahun, dan kurang dari setengahnya saja yang bermakna. Di tingkat internasional tidak ada

data tentang insiden barotrauma di seluruh dunia.


C. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyakit dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung gas, yang dapat

menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam gangguan. Suatu gelembung

gas yang terbentuk di punggung atau persendian dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the

bends). Gelembung gas pada jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat

menyebabkan paraestesia, neuropraxia, atau paralisis. Sementara gelembung gas yang terbentuk

pada system sirkulasi dapat mengakibatkan emboli gas pada pulmonal atau serebrum. Beberapa

macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya, 5 kali lebih larut dalam

lemak daripada dalam air. Rata-rata 40-50% cedera akibat DCS (Decompression Sickness) serius

mengenai susunan saraf pusat. Mungkin wanita mempunyai resiko yang lebih besar karena

memiliki lebih banyak lemak dalam tubuhnya. DCS juga terjadi di daerah ketinggian. Orang-
orang yang menyelam di danau suatu gunung atau menggabungkan menyelam kemudian

melakukan penerbangan. Faktor lain adalah umur, cedera sebelumnya, konsumsi alkohol,

aktifitas, patent foramen ovale, dan lain-lain.


D. Patofisiologi
Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media pernafasan untuk

menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia menyelam akan semakin banyak gas yang

larut dan ditimbun dalam jaringan tubuh sesuai hukum Henry volume gas yang larut dalam suatu

cairan sebanding dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi dalam

jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang merupakan gas lembam (inert,

tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah 1 Atmosfer Absolut

(ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan betrambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2

terlarut di dalam tubuh seseorang penyelam pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3

ATA) ia akan menyerap 3 liter N2. N2 yang berlebihan ini oleh darah akan didistribusikan ke

dalam jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya

gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang tinggi dan

melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya.

Ketika penyelam naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang

memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-paru selama naik

menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini berlangsung beberapa jam

karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam

atau lebih untuk menghilangkan semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu

cepat, maka N2 tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang

dilukiskan di atas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk mempertahankan

kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena yang kita lihat bila tutup botol bir
dibuka dengan tiba-tiba maka gelembung gas karbondioksida naik ke permukaan botol.

Tiap gerakan pada waktu dekompresi menyebabkan meletusnya dengan singkat gelembung gas

terutama bila gerak badan kuat atau intermitten. Seperti bila botol bir dikocok sebelum tutupnya

dibuka. Namun gerak badan ringan secara kontinu dapat bermanfaat dalam arti menambah

eliminasi gas tanpa menyebabkan terjadinya jumlah gas yang berlebihan, karena mikronuklei gas

dikonsumsi. Interval diantara penyelaman yang tidak tepat dapat menyebabkan mendadak

timbulnya gejala akut karena redistribusi vaskuler dari gelembung sehingga terjadi gangguan

fungsi jantung dan pernafasan


E. Manifestasi Klinis
1. Timbul saat dekompresi atau dipermukaan (paling lama 24 jam setelah menyelam).
2. Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri
3. Kekuatan otot menurun
4. Bengkak kemerahan Peau d’orange
5. Banyak pada penyelam ulung dan singkat
6. Anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah.
7. ⅓ kasus pada bahu kemudian siku, pergelangan tangan, tangan, sendi paha, lutut dan

kaki.
8. Asimetri
9. Kasus ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.

F. Tipe Caisson disease


1. Tipe I
CD tipe I ditandai dengan satu atau beberapa dari gejala berikut :
a. Rasa nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),
b. Pruritus, atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar pada kulit,

dan,
c. Ruam pada kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai marmer atau

papular, atau ruam yang menyerupai plak. Pada kasus tertentu yang jarang

menyerupai kulit jeruk

Manifestasi Tipe 1

Nyeri pada anggota gerak adalah manifestasi paling klasik dan lazim dari PD

(Penyakit Dekompresi). Komplikasi ini tidak terjadi pada penyelam yang jumlah muatan
gasnya tidak bermakna. Bend ini paling sering timbul pada waktu dekompresi atau segera

setelah penyelam mencapai permukaan, 95% terjadi dalam waktu 6 jam di permukaan.

Namun onset telah dilaporkan 36 jam atau lebih sesudah penyelaman. Gejala pertama

dapat berupa perasaan bahwa ada yang tidak beres pada anggota gerak atau tanpa disadari

untuk menggerakkannya. Mula-mula timbul rasa tumpul yang khas yang tidak dapat

dilokalisasi dengan jelas. Pada jam-jam berikutnya timbul nyeri tertusuk-tusuk atau

berdenyut-denyut yang lokasinya dapat ditunjuk dengan tepat oleh penderita, walaupun

daerah itu biasanya tidak peka dan pergerakan dari sendi yang terkena tidak menambah

rasa sakit kecuali pada kasus-kasus berat. Rasa sakit sering bertambah sesudah 12-24

jam. Kulit yang letaknya berdekatan kadang-kadang kelihatan merah dan bengkak (peau

d’ orange) yang berhubungan dengan obstruksi limfatik. Tiap sendi sinovial dapat

diserang, kecuali sendi sternoklavikular. Pada penyelaman singkat dengan udara

kompresi (bounce diving = penyelaman ulang-alik) lengan diserang dua sampai tiga kali

lebih banyak daripada tungkai, dengan bahu yang paling sering terlibat. Bila lebih dari

satu tempat terkena maka biasanya ini tidak simetrik. Tanpa pengobatan dengan

rekompresi biasanya rasa sakit reda dengan cepat, namun ada yang menghilang perlahan-

lahan dalam waktu beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu.


Kulit diserang selama atau sesudah dekompresi. Dikenal dua manifestasi yang

berbeda. Tipe pertama adalah pruritus multifokal yang sepintas, mengenai tubuh,

pergelangan tangan, dan tangan. Gatal-gatal ini paling sering terjadi sesudah penyelaman

di dalam RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi), dimana kulit penyelam langsung

terpapar terhadap tekanan gas lembam yang tinggi, dibanding dengan penyelaman

“basah”. Komplikasi ini biasanya juga terlihat pada penyelaman yang dalam dan singkat.

Sindrom ini disebabkan oleh absorbsi gas di dalam kelenjar-kelenjar keringat dan pori-
pori kulit, yang pada dekompresi akan menjadi gelembung pada lokasi itu. Ruam seperti

pada campak dapat timbul, namun tidak merupakan sequele yang lebih serius dan akan

menghilang tanpa pengobatan.

Tipe kedua adalah yang dikenal sebagai PD kutaneus. Sindrom ini mulai dengan

gatal-gatal yang dapat keras dan biasanya terbatas pada bagian atas tubuh. Daerah gatal

ini mula-mula memerah karena ada vasodilatasi di dalam kulit. Kemudian timbul bintik-

bintik seperti jerawat yang disebabkan oleh stasis vaskuler karena obstruksi drainase

venous dari kulit oleh gelembung atau vasospasmus oleh pengaruh gelembung. Pada

tahap ini nampak lingkaran-lingkaran pucat yang konfluen mengelilingi daerah-daerah

kebiruan, yang memutih bila ditekan (cutis marmorata). Rekompresi segera mengurangi

rasa gatal, meskipun bila dibiarkan saja maka akan menghilang dengan sendirinya dalam

waktu beberapa hari. Walaupun ringan, ganggua ini dapat mendahului CD yang lebih

serius sehingga rekompresi dapat dianggap sebagai terapi profilaktik terhadap manifestasi

lebih lanjut.
Bentuk limfatik dari CD diduga disebabkan oleh gelembung-gelembung yang

memblokir aliran limfe dan kelenjar limfe. Peau d’ orange biasanya dilihat pada anggota

gerak, namun edema dapat juga nampak di dalam kelenjar parotis dan mamma.

Gangguan ini tidak serius, namun bila penderita direkompresi untuk manifestasi lain

maka edema juga akan surut juga.


Bentuk limfatik dari CD diduga disebabkan oleh gelembung-gelembung yang

memblokir aliran limfe dan kelenjar limfe. Peau d’ orange biasanya dilihat pada anggota

gerak, namun edema dapat juga nampak di dalam kelenjar parotis dan mamma.

Gangguan ini tidak serius, namun bila penderita direkompresi untuk manifestasi lain

maka edema juga akan surut juga.


2. Tipe II
CD tipe II ditandai oleh :
a. Gejala gangguan pada paru,
b. Syok hipovolemik, atau
c. Gangguan pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada sekitar 30% yang

disertai dengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya bervariasi karena kompleksnya

susunan saraf pusat dan perifer. Onset gejala biasanya segera atau hingga 36 jam.

Pada beberapa kasus CD berat yang jarang terjadi (2%) sejumlah besar gelenung gas

dapat terbentuk dalam darah biasanya segera setelah dekompresi berat dan mendadak,

seperti misalnya karena panik penyelam naik dengan sangat cepat dari penyelaman

dalam.Gelembung gas ini dominan berada dalam vena besar yang mengembalikan darah

ke jantung.

Menurut Rivera 25 % PD Tipe II menyangkut kelainan neurologik. Terlibatnya SSP

lebih sering terjadi sesudah penyelaman dalam dan singkat dibanding dengan penyelaman

dangkal yang lebih lama, terutama pada penyelam rekreasi yang kurang terlatih dan tidak

mengindahkan peraturan yang digariskan pada penyelaman ulang aling(bounce diving).

Tiap gejala atau devisit neurologik sesudah penyelaman harus dianggap sebagai

manifestasi PD, kecuali dibuktikan lain dan penanganannya harus disesuaikan.Presentasi

klasik emboli gas akibat barotrauma paru-paru adalah hilangnya segera kesadaran yang

dapat cepat menyebabkan kematian atau manifestasi stroke (hemiplegia, monoplegia)

pada waktu tiba dipermukaan,sedangkan presentase neurologik klasik dari PD akibat

gelembung-gelembung dari gas larut adalah ascending paraplegia (spinal bends).

PD vestibular ini atau labyrinthine ini relatif sering ditemukan (13-72 % dari kasus

PD tipe II) dan lebih banyak pada penyelaman saturasi dari pada ulang-aling. Presentasi

khas dari sindrom ini adalah onset mendadak vertigo, mual, muntah, nistagmus, dengan
atau tanpa tinitus dan tuli pada dekompresi. Lesi patologisnya adalah sobeknya membran

didalam kanalis semisirkularis dan kokhlea, dengan perdarahan dan pembentukan tulang

baru bila terjadi kesembuhan. Sekali-kali disertai fraktur tulang petrosus, jadi kekuatan

yang ditimbulkan oleh dekompresi mestinya sangat besar.

G. Diagnosis
Diagnosis CD dapat ditegakkan melalui pertanyaan anamnesa mengenai riwayat menyelam

penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir) dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan

gejala-gejala CD.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis CD adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam beberapa minggu setelah

cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct) sebanyak 48% atau lebih.


b. Analisis gas darah
Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek emboli.
c. Creatinine Phosphokinase (CPK)
Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroemboli.
2. Pemeriksaan radiologi (mis: Radiografi, USG Doppler,)
3. Elektrokardiogram (EKG)
H. Diagnosis Banding
1. Pneumothoraks
2. Pneumonia
3. Pneumomediastinum
4. Stroke Hemoragik
5. Penyebab kardiogenik seperti cardiac arrest.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk Caisson Disease ringan dapat diobati dengan menghirup O2 100%

pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompressi. Bila penderita perlu

diangkut ke ruang rekompresi yang terdekat atas nasehat dokter hiperbarik, maka bila ada RUBT

(Ruang Udara Bertekanan Tinggi) portable bertekanan 2 ATA penderita dimasukkan ke dalam
unit ini dan diangkut ke RUBT defenitif. Bila perlengkapan ini tidak tersedia maka penderita

diberi O2 100% pada tekanan 1 ATA dengan masker tertutup rapat, diselingi tiap 30 menit

bernafas selama 5 menit dengan udara biasa untuk menghindari intoksikasi O2. Ini akan

mempercepat pelepasan N2 yang berlebihan dari dalam tubuh sehingga seringkali mengurangi

gejala-gejala untuk sementara waktu. Bila nampak gejala serius maka dipasang infus larutan

garam isotonik atau Ringer dan pada kasus ringan penderita diberi banyak air minum sampai urin

berwarna putih dan jumlahnya banyak bila perlu dipasang keteter dan pleurosentesis. Untuk

mencegah dekubitus, bagian yang lumpuh digerakkan pasif secara teratur. Bila nampak gejala

neurologik maka dosis tinggi kortikosteroid diberikan untuk menanggulangi edema, namun

keberhasilannya dipertanyakan. Begitu pula ada keraguan mengenai pemberian aspirin per oral

sebagai anti agregasi platelet, karena efek anti koagulasi obat ini dapat meningkatkan perdarahan

di telinga bagian dalam yang sudah rusak oleh gelembung (barotrauma aural).
Penderita secepat mungkin diangkut ke fasilitas RUBT. Pada pengangkutan, baik melalui

darat maupun udara, ketinggian yang dilintasi jangan melebih 300 meter.
Tiba di RUBT maka rekompresi dengan O2 100% dengan tekanan paling sedikit 18 meter

(2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD. Bila sesudah 10 menit penderita belum

sembuh sempurna maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit

bernafas selama 5 menit dengan udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9

meter selama 30 menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi.

Selanjutnya penderita dinaikkan ke permukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan

dapat berlangsung selama kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung

sesuai hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan.

Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai hukum Henry. O2 yang digunakan
dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi

jaringan yang rusak dan iskemik.


Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi di dalam air

untuk mengobati PD langsung di tempat. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan

kembali alat selam dan menurunkan penyelam di dalam air untuk rekompresi, namun cara ini

tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya

sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medik bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas.

Oleh karenanya usaha untuk mengatasi PD seringkali tidak berhasil dan malahan beberapa

penderita lebih memburuk keadaannya. Cara rekompresi di bawah air dikembangkan di Australia

oleh Edmunds. Penderita selalu didampingi oleh seorang pengawas medis, dilangkapi pakaian

pelindung. Full face mask dan helm dengan suplai O2 murni yang cukup banyak untuk penderita

dan suplai udara untuk pengawas yang disalurkan dari permukaan, sehingga memungkinkan

rekompresi pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1

meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di kedalaman tersebut selama 30

menit sebelum meneruskan naik ke permukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian

bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam.


Obat-obatan yang dapat diberikan selam rekompresi adalah infus cairan (Dextran, plasma)

bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksametason) bila ada edema otak, obat anti pembekuan

darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan (vitamin E, vitamin C,

betakaroten) untuk mengantisipasi pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh

pada terapi oksigen hiperbarik.


Banyak perhatian sekarang ditunjukkan pada efek sekunder dari gelembung terhadap darah,

karena pada beberapa kasus rekompresi berulang-ulang tidak berhasil baik. Beberapa percobaan

klinik sedang berjalan atau direncanakan untuk mengetes kemanjuran dari :


1. Oksigen-Helium untuk mempercepat resolusi gelembung udara / mengurangi volume

gelembung.
2. Lignocaine untuk menstabilkan membran neuro, mengurangi ikatan leukosit neutrofil

pada sel-sel endotel dan mengurangi produksi toksin oksidatif dengan menginvasi leukosit

neutrofil.
3. Perfluorocarbon emulsion blood substitut untuk mengurangi viskositas darah.
J. Komplikasi
Kasus PD yang parah dapat mengakibatkan kematian. Gelembung gas yang besar dalam

menghambat aliran darah yang membawa oksigen ke otak, sistem saraf pusat dan organ vital

yang lainnya.
Walaupun perubahan tekanan atmosfer tidak langsung menunjukkan perubahan pada gejala

klinis, namun perubahan tekanan udara yang mendadak dapat menyebabkan cedera tulang

permanen yang dinamakan dysbaric osteonecrosis (DON) yakni kematian sel-sel tulang akibat

tekanan yang kuat. DON bisa terjadi pada paparan pertama dari dekompresi yang mendadak.

DON didiagnosa dari lesi yang terdeteksi di foto polos tulang. Namun, foto polos ini dapat

memberi gambaran normal paling kurang setelah 3 bulan terjadi kerusakan yang permanen; ini

mungkin memakan waktu selama 4 tahun setelah terjadinya kerusakan baru bisa dilihat

gambaran pada foto polos.


K. Prognosis
Prognosis baik dengan terapi oksigen, pasien dalam kondisi sehat tanpa penyakit penyerta

lain. Prognosis pada penyakit Caisson tergantung pada paparan penderita oleh perubahan tekanan

atmosfer terutama perubahan yang terjadi mendadak serta manifestasi klinis yang ditunjukkan.

Tipe I biasanya memberikan prognosis yang baik, sedangkan tipa II biasanya memberikan

prognosis yang jelek tanpa pengobatan yang cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai