Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KIMIA KLINIK III


“Gangguan Fungsi Hati & Saluan Empedu”

Oleh :
KELOMPOK I
1. NOVITASARI 16 3145 353 107
2. RISDAYANTI SYAM 16 3145 353 112
3. CARLA SANDRA SOURIPET 16 3145 353 084
4. INAR AYU NINGSIH 16 3145 353 093
5. AHMAD 16 3145 353 126
6. MINGSEN
Dosen Pembimbing : ST.ASNIAH S.ST.,M.KES

Kelas C
D IV Analis Kesehatan
STIKes Mega Rezky Makassar
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah Patofisiologi yang berjudul
“Gangguan Fungsi Hati & Saluran Empedu“.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada kami
sebagai tugas kimia kinik III dalam melaksanakan perkuliahan. Makalah dengan
materi Gangguan Hati & Saluran Empedu ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, terimakasih kepada para pembimbing
yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini. Penyusun menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik dari
pembaca sangat kami harapkan. Agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Makassar,16 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................
Kata Pengantar .................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................
BAB I PENDAULUAN
A. LATAR BELAKANG .........................................................................
B. TUJUAN ..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. GAGGUAN FUNGSI HATI ...............................................................
B. GANGUAN FUNGSI SALURAN EMPEDU .....................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di negar maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada
pasien yang berusai 45-46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
panyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan penyakit dalam. Di
Indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki – laki dari pada perempuan.
dengan perbandingan 2 – 4 : 1.
Batu empedu merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu
atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam kandung
empedu (cholecystolithiasis) atau dalam duktus choledochus
(choledocholithiasis). Pemeriksaan yang sering digunakan dalam penegakan
diagnosis batu empedu adalah pemeriksaan imaging salah satunya adalah
Ultrasonografi. Ultrasonografi dapat memberikan gambaran yang jelas apabila
terdapat batu yang berlokasi di kandung empedu. Sehingga mempermudah
dokter untuk menentukan diagnosis pasien. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran hasil Ultrasonografi batu empedu pada pria &
Keseluruhan hasil Ultrasonografi batu empedu ditemukan 225 kasus, dengan
kejadian terbanyak pada periode Oktober 2013- Oktober 2014 sebanyak 149
kasus (66,2%). Penderita batu empedu berdasarkan jenis kelamin, paling
banyak ditemukan pada wanita dengan 124 kasus (55,1%). Penderita batu
empedu terbanyak pada kelompok umur 46 – 55 tahun (26,2%).
B. TUJUAN
1) Untuk memahami tentang gangguan fungsi hati
2) Untuk memahami tentang gangguan saluran empedu
BAB II
PEMBAHASAN
A. GANGGUAN FUNGSI HATI
a. Definisi
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia.Di
dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita,yaitu proses
penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan
metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila
terjadi kerusakan pada hati.

Gambar Hati
Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh,
berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi,
termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan
metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau
sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga
abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir
seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium
abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah
diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan
fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar
masuk hati.
Lobus-lobus dari hati terdiri atas lobulus-lobulus. Sebuah lobulus
terdiri atas sel-sel epitel yang disebut sel-sel hati atau hepatosit. Disusun
secara tak beraturan, bercabang, diantara lapisan-lapisan sel tersebut ada
ruang yang disebut sinusoid-sinusoid yang diteruskan ke aliran darah.
Sinusoid-sinusoid juga sebagian terdiri atas sel-sel fagosit dan sel-sel
kupffer yang merombak dan sel darah putih yang telah rusak, bakteri-
bakteri dan senyawa-senyawa beracun. Hati terdiri atas sinusoid-sinusoid
yang bergantung pada tipe pembuluh kapilernya berlapis-lapis dan
dihubungkan langsung ke sebuah vena pusat. Sel-sel ini mensekresikan
cairan empedu.
Hati merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan
empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan
oleh hati). Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan
panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot. Terletak dalam suatu
cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ
tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat longgar atau di dalam fossa
dari permukaan visceral hati.Kapasitas kandung empedu adalah sekitar 30-
50 ml empedu.
b. Fungsi Hati
Secara fisiologis, fungsi utama dari hati adalah:
1. Fungsi Metabolik Hati
1) Membantu dalam metabolisme karbohidrat
Fungsi hati menjadi penting, karena hati mampu
mengontrol kadar gula dalam darah. Misalnya, pada saat kadar
gula dalam darah tinggi, maka hati dapat mengubah glukosa
dalam darah menjadi glikogen yang kemudian disimpan dalam
hati (Glikogenesis), lalu pada saat kadar gula darah menurun,
maka cadangan glikogen di hati atau asam amino dapat diubah
menjadi glukosa dan dilepakan ke dalam darah (glukoneogenesis)
hingga pada akhirnya kadar gula darah dipertahankan untuk tetap
normal. Hati juga dapat membantu pemecahan fruktosa dan
galaktosa menjadi glukosa dan serta glukosa menjadi lemak.
2) Membantu metabolisme lemak
Membantu proses Beta oksidasi, dimana hati mampu
menghasilkan asam lemak dari Asetil Koenzim A. Mengubah
kelebihan Asetil Koenzim A menjadi badan keton (Ketogenesis).
Mensintesa lipoprotein-lipoprotein saat transport asam-asam
lemak dan kolesterol dari dan ke dalam sel, mensintesa kolesterol
dan fosfolipid juga menghancurkan kolesterol menjadi garam
empedu, serta menyimpan lemak.
3) Membantu metabolisme Protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah dalam
deaminasi (mengubah gugus amino, NH2) asam-asam amino agar
dapat digunakan sebagai energi atau diubah menjadi karbohidrat
dan lemak. Mengubah amoniak (NH3) yang merupakan substansi
beracun menjadi urea dan dikeluarkan melalui urin (ammonia
dihasilkan saat deaminase dan oleh bakteri-bakteri dalam usus),
sintesis dari hampir seluruh protein plasma, seperti alfa dan beta
globulin, albumin, fibrinogen, dan protombin (bersama-sama
dengan sel tiang, hati juga membentuk heparin) dan transaminasi
transfer kelompok amino dari asam amino ke substansi (alfa-keto
acid) dan senyawa lain.
4) Menetralisir obat-obatan dan hormon
Hati dapat berfungsi sebagai penetralisir racun, yakni pada
obat-obatan seperti penisilin, ampisilin, erythromisin, dan
sulfonamide juga dapat mengubah sifat-sifat kimia atau
mengeluarkan hormon steroid, seperti aldosteron dan estrogen
serta tiroksin.
2. Mensekresikan cairan empedu
Bilirubin, yang berasal dari heme pada saat perombakan sel
darah merah, diserap oleh hati dari darah dan dikeluarkan ke empedu.
Sebagian besar dari bilirubin di cairan empedu di metabolisme di
usus oleh bakteri-bakteri dan dikeluarkan di feses.
Dalam proses konjugasi yang berlangsung di dalam retikulum
endoplasma sel hati tersebut, mekanisme yang terjadi adalah
melekatnya asam glukuronat (secara enzimatik) kepada salah satu
atau kedua gugus asam propionat dari bilirubin. Hasil konjugasi
(yang kita sebut sebagai bilirubin terkonjugasi) ini, sebagian besar
berada dalam bentuk diglukuronida (80%), dan sebagian kecil dalam
bentuk monoglukuronida.
Penempelan gugus glukuronida pada gugus propionat terjadi
melalui suatu ikatan ester, sehingga proses yang terjadi disebut proses
esterifikasi. Proses esterifikasi tersebut dikatalisasi oleh suatu enzim
yang disebut bilirubin uridin-difosfat glukuronil transferase
(lazimnya disebut enzim glukuronil transferase saja), yang berlokasi
di retikulum endoplasmik sel hati.
Akibat konjugasi tersebut, terjadi perubahan sifat bilirubin.
Perbedaan yang paling mencolok antara bilirubin terkonjugasi dan
tidak terkonjugasi adalah sifat kelarutannya dalam air dan lemak.
Bilirubin tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air, tapi
mempunyai afinitas tinggi terhadap lemak. Karena sifat inilah,
bilirubin tak terkonjugasi tidak akan diekskresikan ke urin. Sifat yang
sebaliknya terdapat pada bilirubin terkonjugasi.
Karena kelarutannya yang tinggi pada lemak, bilirubin tidak
terkonjugasi dapat larut di dalam lapisan lemak dari membran sel.
Peningkatan dari bilirubin tidak terkonjugasi dapat menimbulkan efek
yang sangat tidak kita inginkan, berupa kerusakan jaringan otak. Hal
ini terjadi karena otak merupakan jaringan yang banyak mengandung
lemak.
Kandung Empedu, berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi
empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu
diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat.
3. Mensintesis garam-garam empedu
Garam-garam empedu digunakan oleh usus kecil untuk
mengemulsi dan menyerap lemak, fosfolipid, kolesterol, dan
lipoprotein.
4. Sebagai tempat penyimpanan
Selain glikogen, hati juga digunakan sebagai tempat menyimpan
vitamin (A, B12, D, E, K) serta mineral (Fe dan Co). Sel-sel hati
terdiri dari sebuah protein yang disebut apoferritin yang bergabung
dengan Fe membentuk Ferritin sehingga Fe dapat disimpan di hati. Fe
juga dapat dilepaskan jika kadarnya didarah turun.
Jika terdapat kerusakan pada hati, otomatis akan mengganggu
fungsi tubuh seseorang. Salah satu kerusakan pada hati yang dikenal
adalah kolestasis. Kolestasis terjadi akibat kegagalan hati
memproduksi dan pengeluaran empedu. Seseorang yang menderita
kolestasis mengalami kesulitan dalam penyerapan lemak dan vitamin
A, D, E, K oleh usus. Selain itu kolestasis juga menyebakan adanya
penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati.
c. Gangguan Pada Hati
Disfungsi hati disebabkan akibat kerusakan pada sel-sel parenkim
hati yang bisa secara lansung disebabkan oleh penyakit primer atau secara
tidak lansung disebabkan oleh obstruksi aliran empedu atau gangguan
sirkulasi hepatik.
Penyebab. Proses perjalanan penyakit yang berkembang menjadi
disfungsi hepatoseluler dapat disebabkan oleh penyebab menular
(infectious agent), seperti bakteria serta virus, dan oleh keadaan anoksida,
kelainan metabolik, toksin serta obat-obatan, defiensi nutrisi, dan keadaan
hipersensitifitas.
Beberapa gangguan pada hati yang sering ditenui antara lain :
1. Penyakit hati karena infeksi (misalnya hepatitis virus) Yaitu ditularkan
melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato,
tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.
2. Penyakit hati karena racun (misalnya karena alkohol atau obat tertentu)
Alkohol bersifat toksik terhadap hati. Adanya penimbunan obat dalam
hati (seperti acetaminophen) maupun gangguan pada metabolisme obat
dapat menyebabkan penyakit pada hati.
3. Gangguan imun (misalnya hepatitis autoimun) Penyakit autoimun
merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan
terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya
yang dilawan adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang
kronis.
4. Kanker (misalnya Hepatocellular Carcinoma) Kanker hati dapat
disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya aflatoxin,
polyvinyl chloride (bahan pembuatan plastik), virus, dll. Aflatoxin
merupakan racun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan dapat
mengkontamisani makanan selama penyimpanan, seperti kacang-
kacangan, padi & singkong terutama pada daerah tropis. Hepatitis B
dan C maupun sirosis hati dapat berkembang menjadi kanker hati.
Adapun beberapa penyakit liver/hati yang umum terjadi dan
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi :
1. Hepatitis (Radang Hati)
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati. Virus merupakan
penyebab hepatitis yang paling sering, terutama virus hepatitis A, B, C,
D dan E, namun ada juga yang menyebutkan adanya hepatitis F dan G
(merupakan virus baru). Pada umumnya penderita hepatitis A & E
dapat sembuh, sebaliknya hepatitis B & C dapat menjadi kronis. Virus
hepatitis D hanya dapat menyerang penderita yang telah terinfeksi
virus hepatitis B dan dapat memperparah keadaan penderita.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis
hepatitis karena penderita hepatitis sering tidak bergejala atau gejala
tidak khas.
Pemeriksaan untuk hepatitis akut :
1) Enzim GOT, GPT
2) Penanda hepatitis A (Anti HAV IgM)
3) Penanda hepatitis B (HBsAg, Anti HBc IgM)
4) Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)
5) Penanda hepatitis E (Anti HEV IgM)
6) Pemeriksaan untuk hepatitis kronis :
7) Enzim GOT, GPT
8) Penanda hepatitis B (HBsAg, HBe, Anti HBc, Anti HBe, HBV
DNA
9) Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)
10) Penanda imunitas :
i. Anti HAV
ii. Anti HbsAg
Tips mencegah hepatitis adalah :
1) Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
2) Menghindari penularan melalui makanan & minuman yang
terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang terkontaminasi,
kegiatan seksual, dll
3) Bila perlu menggunakan jarum yang disposable/sekali pakai
4) Pemeriksaan darah donor tehadap hepatitis virus
5) Program vaksinasi hepatitis B
2. Kanker Hati
Kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan
hati. Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma
(HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis
kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan
hemochromatosis. Pemeriksaan untuk mendeteksi kanker hati : AFP,
PIVKA II
3. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5 % dari
berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati.
Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati
dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi
alkohol berlebih disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun
bukan karena alkohol disebut NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).
Pemeriksaan pada perlemakan hati : Enzim GOT, GPT, Fosfatase
Alkali
4. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang
ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam
jaringan. Penyakit ini bersifat genetik/keturunan. Pemeriksaan
laboratorium untuk hemochromatosis : Transferin, Ferritin.
5. Asites
Adalah pengumpulan cairan di dalam rongga perut.Asites
cenderung terjadi pada penyakit menahun (kronik). Paling sering
terjadi pada sirosis, terutama yang diisebabkan oleh alkoholisme Asites
juga bisa terjadi pada penyakit non-hati, seperti kanker, gagal jantung,
gagal ginjal dan tuberkulosis. Pada penderita penyakit hati, cairan
merembes dari permukaan hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1) hipertensi portal ;
2) menurunnya kemampuan pembuluh darah untuk menahan cairan;
3) tertahannya cairan oleh ginjal ;
4) perubahan dalam berbagai hormon dan bahan kimia yang
mengatur cairan tubuh.
Gejala klinis
1) Jika jumlah cairan yang terkumpul tidak terlalu banyak, biasanya
tidak menunjukkan gejala.
2) Jumlah cairan yang sangat banyak bisa menyebabkan
pembengkakan perut, rasa tidak nyaman, dansesak nafas.
3) Jumlah cairan yang sangat banyak, menyebabkan perut tegang dan
pusar menjadi datar, bahkan terdorong keluar.
4) Pada beberapa penderita, pergelangan kaki juga membengkak
(edema).
5) Pasien dengan asites harus ditanyakan tentang factor
resikopemakaian alcohol dan lamanya, hepatitis virus kronik atau
ikterik,pemakaian obat intravena, pasangan seksual, perilaku
seksual,danpemakaian transfusi.
6. Sirosis Hati
Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah lanjut dimana
fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di
dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C
yang berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit
lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat
disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang
terjadi (seperti muntah dan berak darah, asites/perut membesar, mata
kuning serta koma hepatikum).
Gejala klinis
1) Hilangnya massa hepatoseluler yang masih berfungsi menimbulkan
ikterik,edema, koagulopati, dan berbagai kelainan metabolic.
2) Fibrosis dan gangguan vaskuler menimbulkanhipertensi portal dan
sekuelnya termasuk varises gastroesefagus dan splenomegali.
3) Insifisiensi hepatoseluler dan hipertensi portal menyebakab
ensefalopati hepatic.
Berdasarkan etiologi dan morfologinya, sirosis dibagi menjadi:
1) Sirosis alkoholik atau Sirosis portal laenneck (alkoholik
nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah porta. Paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis
dan paling sering ditemukan di daerah barat. Lesi hati yang
ditimbulkan akibat alcohol, yaitu:
a) perlemakan hati alkoholik
b) hepatitis alkoholik
c) sirosis alkoholik.
2) Sirosis kriptogenik dan pascavirus./ Sirosis pasca nekrotik,
dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3) Sirosis biliaris, dimana terjadi pembentukan jaringan parut dalam
hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat
cidera pada obstruksi system bilier intra hati atau ekstrahepatik
yang kronis dan infeksi (kolangitis); insidensinya lebih rendah
daripada insiden sirosis Laennec dan pascanecrotik. Kelainan ini
berkaitan dengan gangguan ekskresi empedu, destruksi parenkim
hati, dan fibrosis progresif.Ditandai oleh:
a) peradangan kronik
b) obliterasi fibrosa duktus empedu intrahati.
Sirosis hepatic biliaris terdiri atas primer dan sekunder. Sirosis
hepatic biliaris sekunder terjadi akibat sumbatan jangka panjang
duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Sirosis hepatic biliaris
primer sering berkaitan dengan berbagai penyakit autoimun
Misalnya sindrom CRST (calsinosis, fenomena rayauilt,
sklerodaktili, telangiektasis); sindrom sika (mata dan mulut
kering), tiroiditis autoimun, dan asidosis tubuler renalis.
Gambaran klinis pada pemeriksaan penapisan terjadi
peningkatan kadar fosfatase alkali serum, lelah, pruritis mungkin
terbatas pada tangan dan kaki atau generalisata (gejala awal),
ikterik dan kulit yang terpajan menjadi gelap (melanosis) setelah
beberapa bulan – tahun, gangguan sekresi empedu. ditandai
dengan steatore, malabsorbsi vitamin larut lemak, pasien mudah
memar (tersering), nyeri tulang akibat osteomalisia (defisiensi
vitamin d) biasanya terdapat bersama osteoporosis, kadang buta
senja, dan dermatitis. peningkatan lipid serum terutama kolesterol.
akibat lanjut hipertensi portal, asites. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan antibody autoimun (+) dan biopsi hati, dan evaluasi
saluran empedu.
4) Sirosis kardiak
Terjadi akibat gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan yang
berat dan memanjang. etiologi gagal jantung kongestif sisi kiri-
kanan, transmisi retrograte dari peningkatan tekanan vena melalui
vena kava inferior dan vena hepatica, menyebabkan kongesti
hati. sinusoid hati menjadi berdilatasi dan berkongesti dengan
darah, dan hati menjadi bengkak secara tegang. akibat kongesti
dan iskemik pasif yang memanjang dari perfusi yang buruk
sekunder terhadap penurunan curah jantung, sirosis sentrilobulus
terjadi dan menyebabkan fibrosis pada area sentral ini; fibrosis
sentrilobulus berkembang dengan perluasan kolagen ke;luar dalam
pola bintang (cirri khas vena sentralis hepatic).
Gambaran klinis: pada kongesti hati, hati menjadi besar
dan lunak, pasien mungkin mengeluh nyeri kuadran kana atas
yang parah karena peregangan kapsul blisson; bilirubin serum
sedikit meningkat (baik terkunjugasi dan tidak terkonjugasi) kadar
AST sedikit meningkat. dan protrombin serum biasanya normal,
tetapi dapat abnormal pada syok hati. Pada kasus insufisiensi
tricuspid hati dapat berdenyut, tetapi menghilang ketika sirosis
berkembang. Pada gagal jantung perdarahan usofagus jarang, yang
menonjol adalah encefalopati kronik, asites dan edema perifer.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran dan
pengerasan hati pada pasien kronik dengan gagal jantung
vasvuller, perikarditis konstriktif, kor pulmonal (> 10 tahun)
memberikan kesan sirosis jantung. Biopsi hati. terdapat sindrom
budd-chiari (obstruksi atau oklusi simptomatik vena hati
menyebabkan cidera hati, nyeri dan lembek pada abdomen, asites
yang keras, ikterus ringan, akhirnya terjadi hipertensi portal dan
kegagalan hati) akibat oklusi vena hepatika atau vena kava
inferior. Hipertensi portal adalah peningkatan abnormal pada
tekanan dalam sirkulasi paru.
5) Sirosis metabolic, keturunan, dan terkait obat. Terjadi akibat
kelainan metabolit dan pemakaian obat-obtan.
6) Sirosis Hepatis. Sirosis hepatis adalah sirosis hati yang ditandai
dengan adanya skar. Ia merupakan penyakit kronis yang telah
menyebabkan destruksi difusi dan generasi fibrotik dari sel hepar.
Jaringan nekrotik diganti dengan jaringan fibrotik, struktur
normal dari hati dan vaskularisasi terganggu, gangguan aliran
darah dan limfe, mengakibatkan insufisiensi hati dan hipertensi
portal.
d. Patofisiologi
Faktor penyebab terjadinya sirosis, terutama adalah konsumsi
alcohol, defisiensi gizi (asupan protein yang kurang), terpapar zat kimia
seperti karbon tetraklorida, naftalen, terklorinisasi, arsen atau fosfor),
infeksi skistosomiasis yang menular. Insidensi tertinggi pada pria dengan
usia antara 40-60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan sirosis hepatic yang ditandai dengan
episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang
sepanjang perjalanan penyakit. Sel-sel hati yang hancur secara berangsur-
angsur menjadi jaringan parut, yang jumlahnya melebihi jaringan hati
yang masih berfungsi.
Pulau-pulau jaringan normal hati yang masih tersisa dan jaringan
hati hasil regenrasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi
sehingga hati yang sirotik menunjukkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatic biasanya
memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat
panjang sehingga kadang-kadang melebihi rentang waktu 30 tahun atau
lebih.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama
perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-
angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa
dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
e. Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan
febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal
perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis
akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang
sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran
darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif
yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh
darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau
diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-
jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi
aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke
dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian
harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya
pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol
darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun
akan menunjukan prognasis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan
perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen,
bila terus meninggi prognosis jelek.
8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/
HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis
hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
g. Jenis Pemeriksaan Laboratorium Uji Fungsi Hati
Jenis UFH (Uji Penggunaan
Fungsi Hati)

Bilirubin (total, Diagnosis ikterus, menilai beratnya penyakit,


direk, indirek) penyakit Gilbert, hemolisis, diagnosis kolektasis.

ALT Diagnosis dini penyakit hepatoselular (lebih


spesifik dibandingkan dengan AST), pemantauan

AST Diagnosis dini penyakit hepatoselular,


pemantauan, pada alkoholisme AST>ALT

ALP Diagnosis kolestasis, infiltrasi hepatik, diagnosis


kelainan metabolisme

GGT Penanda kolestasis biliar, alkoholisme

Albumin Menilai beratnya penyakit dan kronis

Masa protrombin Menilai beratnya penyakit dan beratnya


Kolestasis

y-globulin Diagnosis hepatitis kronis dan sirosis hati,


pemantauan

B. GANGGUAN SALURAN EMPEDU


a. Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk
seperti buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5
hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada
permukaan inferior hati oleh jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung
empedu terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan
dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum.
Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit
memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu yang
terletak antara korpus dan duktus sistika.
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu
dalam kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus
terletak diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari
hepatosit dan membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang
akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati
dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk
duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke
dalam intestinum.
Aliran empedu ke dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi
yang terletak pada tempat sambungan (junction) dimana duktus koledokus
memasuki duodenum .

b. Fisiologi Kandung Empedu


Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu.
Kapasitas kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di
hati akan dikeluarkan di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi
tertutup, empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung
empedu.
Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap
melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung
empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat
disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam
duodenum akan terjadi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter
Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum.
Respon ini diantarai oleh sekresi hormon kolesistokininpankreozimin
(CCK-PZ) dari dinding usus .
Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi
lemak oleh garam-garam empedu
Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak,
empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan
limbah dari tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu
membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan
kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.

c. Etiologi pada fungsi empedu


Penyakit kantung empedu dan traktus bilier umum terjadi, yang
secara khas merupakan kondisi menyakitkan, biasanya membutuhkan
pembedahan dan bisa membahayakan jiwa.
Di sebagian besar kasus, penyakit kantung empedu dan saluran
(duktus) empedu muncul di usia pertengahan. Antara usia 20-50 tahun.
Penyakit ini 6x lebih banyak menyerang wanita, dan insidensi pria dan
wanita menjadi sama setelah usia 50 tahun.
Penyakit ini umumnya berkaitan dengan pengendapan (deposit)
kalkulus dan inflamasi.
1. Kolelitiasis
a) Umumnya muncul saat melambatnya kinerja kantung empedu
akibat kehamilan, penggunaan kontraseptif hormonal, diabetes
militus, penyakit crohn, sirosis hati, pankreatitis dan obesitas
b) Batu/kalkulus (batu empedu) di kantung empedu yang
disebabkan oleh perubahan kompenen empedu
2. Kolesistitis
Inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang disebabkan
oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai
inflamasi di balik obstruksi
3. Sirosis bilier
Penyakit progresif dan kronis yang disertai kehancuran
autoimun saluran empedu intrahepatik dan kolestasis
4. Kolangitis
a) Perubahan bakterial atau metabolik asam empedu
b) Infeksi saluran empedu yang berkaitan dengan koledokolitiasis
dan kolangiografi transhepatik perkutaneus
5. Koledokolitiasis
Tersangkutnya batu di saluran empedu hepatik dan umum yang
meyebabkan obstruksi aliran empedu menuju duodenum
6. Kolesterolosis
Polip kolesterol atau endapan kristal dalam submukosa kantung
empedu yang disebabkan oleh sekresi empedu yang mengandung
kolesterol berkonsentrasi tinggi dan garam empedu yang tidak cukup
7. Ileus batu empedu
Tersangkutnya batu dalam ileus terminal
8. Sindrome postkolsistektomi
Batu empedu yang tertahan atau muncul kembali, spasma sfigter
oddi, gangguan fungsional pd usus, masalah teknis atau diagnosis
yang keliru, yang terjadi pada pasien yang telah menjalani
pembedahan untuk mengambil kantung empedu
d. Tipe-tipe batu emped

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun
dari pigmen dan batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer
dan Bare, 2002). Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik.
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari
seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu
kolesterol sering mengandung kristal kolesterol dan musin
glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya agak lunak dan
adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi lebih
keras (Gustawan, 2007). Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi
kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di
dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kandung empedu
tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu.
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang
cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang
kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk
batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu
2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang
tidak larut, terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan
kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen dalam
jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10- 30%
dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu
batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung
garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung
polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar,
sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan
sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam
umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik
kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat
sering dihubungkan dengan kejadian infeksi (Gustawan, 2007). Batu
pigmen akan terbentuk bila pigmen takterkonyugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu
e. Uji Diagnostik Gangguan Empedu
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis
adalah
1. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen,
Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung
empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.Namun,
hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk
dapattampak melalui pemeriksaan sinar-x.
2. Ultrasonografi,
Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi
oralkarena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukan pada penderitadisfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG
dapat mendeteksi kalkuli dalam kandungempedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
3. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografimenggunakan preparat radioaktif yang
disuntikkan secara intravena. Preparat inikemudian diambil oleh
hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistembilier.
Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambarkandung empedu dan percabangan bilier.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
Pemeriksaan inimeliputi insersi endoskop serat-optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hinggamencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktuskoledokus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke
dalamduktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi
percabangan bilier.ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung
struktur bilier dan memudahkanakses ke dalam duktus koledokus
bagian distal untuk mengambil empedu.
5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan,
Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahankontras langsung
ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras
yangdisuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem
bilier (duktushepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan
kandung empedu) dapat dilihat garisbentuknya dengan jelas.
6. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography),
Merupakan teknikpencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrumen, danradiasi ion. Pada MRCP
saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terangkarena
mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu
akanterlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu
dengan intensitassinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu.(Lesmana, 2006).
f. Patogenesis Batu Empedu
1. Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol
terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu
melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu
pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu.
Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi),
pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan
batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya
2. Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim β-
glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci
dalam patogenesis batu pigmen pada pasien dinegara Timur.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagaicalcium bilirubinate.
enzim β-glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman
lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat glucarolactone
yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak
3. Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien
sirosis, penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle.
Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak
terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan
karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan
proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian
membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium
bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi
yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini
merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang
terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini
sebagai awal proses terbentuknya batu
4. Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus
biliaris yang terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak
kolesterol dibanding batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu
mengandung empedu dan kolesterol yang sangat jenuh. Garam asam
lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat.
Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut
tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi
oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan
batu pigmen coklat
Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran
empedu, bakteri memproduksi enzim β-glucuronidase yang kemudian
memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam
empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh
dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi
asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan
ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium
bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan
kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses
adhesi dari pigmen bilirubin.
g. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada
yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien
kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh
penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium,
seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran
kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila
individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri
dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi
vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan
karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu
empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier
tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien
akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah
mengkonsumsi makanan dalam posi besar.
Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus
yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala
khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu
penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit.
Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat
gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat.
Kemudian gejala terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau
terganggunya proses penyerapan vitamin A, D, E dan K karena obstruksi
aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat proses
pembekuan darah yang normal.
BAB III
PENUTUP
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh terletak pada bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi
oleh iga-iga. Kerusakan fungsi hati yang biasa terjadi seperti perlemakan hati,
kegagalan hati, abses hati, sirosis.
Fungsi hati untuk memelihara kadar gula yang normal dengan kombinasi
glikogenesis, glikogenolisis, glikolisis, dan glukoneogenesis diatur oleh sejumlah
hormon termasuk insulin, glukagon, hormon pertumbuhan dan katekolamin
tertentu.
Gangguan umum yang terjadi pada hati adalah :
1. Hepatitis ( radang hati)
2. Kanker hati
3. Perlemakan hati
4. Hemochromatosi
5. Asites
6. Sirosis hati
Cairan empedu yang berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak
dengan cara emulsifikasi lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar
kolesterol yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukannya informasi kepada klien
tentang diet rendah lemak untuk mencegah terjadinya hipersaturasi cairan empedu
kembali pasca pembedahan. Berdasarkan hasil pengkajian, klien belum tahu
tentang apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah
lemak untuk dirinya, dan makanan apa saja yang mengandung lemak. Oleh karena
itu, masalah keperawatan yang muncul pada klien adalah defisiensi pengetahuan.
Klien diberikan pendidikan kesehatan terkait diet rendah lemak.
DAFTAR PUSTAKA

Ismail Vember,dkk.2015.Gangguan Hati.Jakarta:UI


Tuti Melyani,dkk.2017.Gangguan Saluran Empedu.Makassar:Universitas
Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai