Makalah Pajak Dan Zakat
Makalah Pajak Dan Zakat
Disusun Oleh:
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1 Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan
dan kemenangan hidup. Kehidupan yang mulia ini merupakan kehidupan yang penuh
dengan kebahagiaan hakiki, baik dunia maupun akhirat. Setiap Muslim bertujuan untuk
meraih falah dalam hidupnya. Sedangkan pengertian sektor publik dalam pembahasan ini
adalah sektor pemerintah dan sektor masyarakat.
1
Untuk menyiasati hal tersebut dalam keuangan publik klasik maupun
kontemporer suatu negara muslim kita mengenal yang namanya kebijakan
fiskal. Komponen kebijakan tersebut diantaranya adalah pajak dan zakat.
Meskipun secara fungsi memiliki peranan yang sama dalam mempengaruhi
arus menuju falah yang berkonsep pada keadilan, tetapi hal tersebut berbeda
secara dasar dan manfaat privasinya.
Di negara negara Islam khususnya Indonesia, pengembangan ekonomi
islami telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi. Hal ini
tidaklah mengherankan jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia 87%
adalah beragama Islam. Ditengah menguatnya peranan pajak dalam
penerimaan negara, secara bersamaan muncul sebuah kesadaran umat akan
peranan zakat. Dua hal ini menuntut adanya pengelolaan yang tepat.
Manajemen yang buruk atas dua hal ini akan menimbulkan efek yang kontra
produktif dalam pembangunan nasional. Salah satunya yaitu beban ganda atas
kewajiban untuk membayar pajak dan zakat (Damanhur, 2006: 24).
Dalam peraturan Negara kita, kewajiban membayar pajak merupakan
kewajiban material bagi warga negaranya yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran Negara. Kemudian dalam agama Islam kita
mengenal zakat yang wajib dikeluarkan atas perintah Allah SWT untuk
kepentingan orang lain menurut kadar yang telah ditentukan.
Hubungan antara pajak dan zakat masih menjadi polemik yang
berkepanjangan di kalangan umat Islam hingga saat ini. Banyak versi yang
mencoba memetakan hubungan tersebut secara tepat. Setidak-tidaknya ada
empat pendapat dalam hal ini, yaitu: (1) Zakat dan pajak adalah dua
kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara, yang dikemukakan oleh
Yusuf Qardhawi; (2) Zakat adalah kewajiban terhadap agama dan pajak
adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat Gazy Inayah ini pada prinsipnya
memisahkan antara kekuasaan Tuhan dan Raja/Presiden; (3) Pajak itu adalah
zakat, sebagaimana dikemukakan oleh Masdar F. Mas’udi, artinya kalau
seseorang telah membayar pajak, maka berarti ia telah membayar zakat; (4)
2
Pajak tidak wajib, tetapi bahkan hukumnya haram, sebagaimana
dikemukakan oleh Dr. Hasan Turabi (Sudan).2
Di dalam makalah ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai
“Pajak dan Zakat”, meskipun pada materi sebelumnya telah dibahas
mengenai kebijakan fiskal yang komponennya terdapat pajak dan zakat. Hal
ini dikarenakan pentingnya sebuah kajian yang lebih mendalam akan dua hal
itu. Mengingat fakta bahwa masyarakat sekarang dalam memenuhi
kewajibannya hanya pada satu komponen pajak saja sebagai warga negara
tanpa mempertimbankan kewajiban kita sebagai umat muslim dalam
membayar zakat untuk kemaslahatan umat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksut pajak dan zakat ?
2. Apa perbedaan serta persamaan pajak dan zakat ?
3. Bagaimana konsep serta peranan pajak dan zakat terhadap perekonomian
yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat dalam suatu negara ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
3 Pengertian pajak berdasarkan UUP No. 28, thn. 2007 tentang Sistem dan Tata Cara
Perpajakan.
4
2. Sistem Pemungutan Pajak
5
melanggar ketentuan yang berlaku.4
d. Withholding System
Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah
ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada
fiskus. Pada sistem ini fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus
hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
3. Pajak Penghasilan
Salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh wajib pajak adalah pajak
penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan tehadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak, jika kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir dalam tahun pajak5. Berikut ini penggolongan wajib pajak6.
a. Wajib Pajak Orang Pribadi, subjek pajaknya adalah individu sebagai
orang pribadi. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dikategorikan
menjadi dua, yaitu:
1) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan melakukan kegiatan
usaha dan atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan
pembukuan atau bekerja pada satu atau lebih pemberi kerja. Wajib
pajak ini wajib menyampaikan SPT 1770 pada tiap tahun pajak.
6
2) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan tidak melakukan
kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas dan bekerja pada satu atau
lebih pemberi kerja. Wajib pajak ini wajib menyampaikan SPT 1770
S pada tiap tahun pajak. Namun jika wajib pajak dengan jumlah
penghasilan bruto setahun tidak lebih dari Rp 48.000.000
menggunakan SPT 1770 SS.
b. Wajib Pajak Badan, subjek pajaknya adalah badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, ataupun badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia atau menerima penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
4. Jenis Penghasilan
7
2) Penghasilan berupa hadiah undian.
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura.
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan, dan
5) Penghasilan tertentu lainnya.
7Diktat perpajakan FEB, UMM thn 2014, hlm. 36 (telah disesuaikan dengan UUP thn 2007).
8Amortisasi dalam bahasan ini adalah barang yang meiliki sifat dapat mengalami
penyusutan nilai.
8
11) Biaya atau pengeluaran pembangunan infrastruktur
12) Zakat yang dibayarkan atau diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau telah disahkan oleh
pemerintah.
13) Biaya atau pengeluaran untuk sumbangan fasilitas pendidikan
14) Pengeluaran sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
15) Biaya atau pengeluaran untuk menyediakan makanan dan minuman
untuk karyawan ditempat kerja
16) Biaya atau pengeluaran dalam bentuk natura untuk daerah terpencil
17) Kerugian
18) PTKP untuk orang pribadi dalam negeri yang besarnya diatur dalam
UUP 1999.
Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat, begitu
pentingnya zakat sebab itu Allah SWT dalam Al Qur’an menyebut kata zakat
sebanyak 30 kali dan 27 diantaranya beriringan dengan kata shalat. Zakat
mempunyai kedudukan yang sangat penting baik dalam konteks manusia
dengan Allah, dengan dirinya, dengan masyarakat, dan dengan hartanya.
Dalam hubungan manusia dengan Allah, zakat adalah salah satu sarana
beribadah kepada Allah, yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Rasulullah menjelaskan bahwa, ”Sesungguhnya Allah menolong hamba-Nya
manakala hamba itu suka menolong saudaranya.” Kepatuhan membayar
zakat dinyatakan sebagai tanda kualitas orang yang benar-benar beriman
seperti dicantumkan dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat 18.
Dalam hubungannya dengan diri sendiri (muzzaki), zakat merupakan
salah satu cara memberantas pandangan hidup materialitis, suatu paham yang
menjadikan harta bukan lagi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup, tetapi
menempatkannya sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat menjaga
manusia dari kerusakan jiwa, dan membersihkannya dari sifat-sifat tercela.
Zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim karena patuh kepada Allah dan
mencari ridha Allah, akan dapat membersihkan dan mensucikannya dari dosa
9
dan sifat kikir. Di sisi lain, zakat melatih diri untuk selalu bersyukur atas
permberian Allah.
Zakat juga merupakan sarana ibadah amaliyah yang mempunyai
dimensi serta fungsi sosial ekonomi atas pemerataan karunia Allah SWT dan
juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan
dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan
bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan
sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan kuat dengan
yang lemah.
Selain itu, zakat adalah media untuk menumbuhkan kesadaran di dalam
diri manusia bahwa harta benda yang mereka miliki bukanlah hak penuh
mereka. Tetapi merupakan amanah Allah yang dititipkan kepada manusia
untuk mengelolanya, untuk mengambil manfaatnya dan dipergunakan sesuai
dengan ketentuan Allah pemilik yang sebenarnya. Sebab itu perlu pemahaman
lebih dalam pada diri seorang muslim mengenai zakat.
1. Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah,
tumbuh dan baik. Menurut lisan al Arab kata zaka mengandung arti suci,
tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut al Qardawi (1999) dalam
istilah fiqh adalah ”Sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan kepada
orang-orang yang berhak menurut syariat Allah SWT.” Arti tumbuh dan
suci disini tidak hanya dipakai untuk kekayaan saja, tetapi juga untuk jiwa
orang yang berzakat, sesuai firman Allah dalam Surat At-Taubah Ayat 103
yang artinya, ”Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan
dan sucikan mereka dengannya.” Terdapat delapan golongan orang-orang
yang berhak menerima zakat, yaitu: orang-orang fakir, orang-orang
miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), hamba sahaya
(riqab), orang yang berhutang (gharimin), orang yang berperang dijalan
Allah (sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).
Zakat menurut etimologi berarti, berkat, bersih, berkembang dan
baik. Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan dan menjauhkan
harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Zakat menurut terminologi
10
berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk
diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al Qur’an. Atau
bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk
orang tertentu. Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah harta yang diambil
dari harta orang yang berzakat. Zakat dalam Al Qur’an dan Hadis kadang-
kadang disebut dengan sedekah ( shadaqah).
2. Faedah dan Syarat Zakat
Faedah zakat dibagi menjadi tiga bagian (Wikipedia, 2009) yaitu
Faedah Diniyah, Faedah Khuluqiyah, dan Faedah Ijtimaiyyah. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Faedah Diniyah (segi agama)
1) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari
Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada
kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2) Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena
keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
3) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat
ganda, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Q.S. Al-
Baqarah: 276).
4) Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah
disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.
b. Faedah Khuluqiyah (segi akhlaq)
1) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada
kepada pribadi pembayar zakat.
2) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas
kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang
bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin
akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti
11
ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya.
4) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
c. Faedah Ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan)
1) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat
hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas
sebagian besar negara di dunia.
2) Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslimin dan
mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok
penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fisabilillah.
3) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa iri
bagi fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika
melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi
menghamburhamburkan harta untuk sesuatu yang tidak
bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka.
Jika harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk
mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan
cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang
jelas berkahnya akan melimpah.
5) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau
uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan
meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
Islam selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban
yang dibebankan kepada umatnya, termasuk penetapan harta yang
menjadi sumber atau obyek zakat. Persyaratan harta yang menjadi
sumber atau obyek zakat (Hafidhuddin, 2002) adalah:
(a) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan
yang halal.
(b) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk
dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha atau
12
perdagangan atau di investasikan, baik oleh diri sendiri atau
orang lain.
(c) Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol
dan dalam kekuasaan pemiliknya. Atau menurut sebagian
ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya dan di
dalamnya tidak tersangkut hak orang lain serta ia dapat
memilikinya.
(d) Harta tersebut harus mencapai nisab, yaitu jumlah minimal
yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat.
(e) Sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan,
peternakan, emas dan perak harus sudah berada atau
dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu tahun
(al-haul).
(f) Kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau
dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat
kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Macam-macam Zakat
a. Emas, perak dan uang
Dalil atas diwajibkannya zakat terhadap emas dan perak
adalah sebagai berikut, “Dan orang-orang yang membendaharakan
emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya di jalan
Allah, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa mereka akan
menderita azab yang pedih.” (Q.S. At Taubah: 34)
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
13
Ayat dan hadis tersebut menegaskan bahwa mengeluarkan
zakat dari emas dan perak yang telah mencapai syarat wajib zakat,
wajib hukumnya. Syarat wajib zakat adalah telah mencapai nisab
dan haulnya.
Berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, nisab zakat emas
adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200
dirham. Menurut Yusuf al Qardhawi, yang sekarang banyak dianut
oleh masyarakat, 20 misqal adalah sama dengan 85 gram emas. Dua
ratus dirham perak sama dengan 595 gram perak. Sedangkan zakat
uang sama atau setara dengan nisab emas yaitu 85 gram emas dan
kadarnya 2,5%.
b. Zakat hasil pertanian
Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat hasil pertanian,
sesuai dengan perintah Allah pada Al Qur’an surat Al Baqarah ayat
267 dan surat Al An’am ayat 141:9
14
sebab zakat adalah bagian dari barang tersebut atau bagian dari
jenisnya tanpa melihat kepemilikan tanahnya.
(b) Nisabnya 5 ausaq berdasarkan hadist Nabi: ”Harta yang
kurang dari 5 ausaq tidak wajib zakat.” Sedangkan kadar zakat,
menurut ketentuannya tanaman yang bergantung kepada tadah
hujan, maka kadar zakatnya sebanyak 10%, sedangkan
tanaman yang mempergunakan alat-alat yang memerlukan
biaya termasuk pemeliharaannya, kadar zakatnya 5%.
c. Zakat Peternakan
Dalam berbagai hadist dikemukakan bahwa hewan ternak yang
wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu
ada tiga jenis hewan ternak yaitu unta, sapi dan domba. Sedangkan
di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu
Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda dikenakan
kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi’i tidak
mewajibkannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan.
Karena itu, apabila diperhatikan dali-dalil dalam Al Qur’an
dan Hadis serta pendapat para ulama dapatlah disimpulkan bahwa,
hewan ternak selain tiga jenis tersebut di atas yang kini dalam
perekonomian modern berkembang pesat, seperti peternakan unggas,
tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak. Melainkan pada
zakat perdagangan, karena memang sejak awal jenis peternakan ini
sudah diniatkan sebagai komoditas perdagangan.
Nisab dan kadar zakat hewan ternak berbeda-beda untuk setiap
jenis dan jumlah ternak. Untuk unta, nisabnya mulai dari 5 ekor unta
dengan kadar zakatnya untuk jumlah 5 sampai 9 ekor unta adalah 1
ekor kambing yang berumur 2 tahun, sedangkan jika jumlahnya
melebihi 121 ekor maka kadar zakatnya 3 ekor anak unta betina
berumur 2 tahun atau lebih. Sedangkan sapi atau kerbau, nisabnya
mulai 30 sampai 39 ekor yang kadar zakatnya 1 ekor sapi atau
kerbau berumur 1 tahun. Untuk kambing, nisabnya mulai 40 ekor,
dan kadar zakatnya untuk jumlah 40 sampai 120 ekor adalah 1 ekor
15
anak kambing berumur 1 tahun.
Zakat peternakan ini hanya diperlakukan bagi hewan-hewan
yang sengaja diternakkan, tidak dengan maksud diperjualbelikan.
Sedangkan untuk hewan-hewan yang dibudidayakan dengan maksud
untuk diperjualbelikan hewannya ataupun hasilnya seperti ayam
(pedaging dan petelur), bebek, sapi (perah dan potong), unta, kuda,
biri-biri, madu dan lain sebagainya dikenakan zakat perdagangan.
d. Zakat Perdagangan
16
perdagangan para fuqaha berbeda pendapat mengenai nilai yang
dihitung ketika mengeluarkan zakat, yaitu:
1) Harta dagangan hendaknya dihitung dengan harga barang di
pasar ketika sampai waktu wajib zakat.
2) Harga barang tersebut dihitung dengan harga yang hakiki
terhadap nilai barang dagangan, pendapat ini berdasar riwayat
dari Ibnu Abbas. Sedangkan pendapat ketiga adalah orang
harus membayar zakat dengan harga yang dia beli dengan nilai
harta dagangan (al Qardawi). Nisab zakat harta perdagangan
adalah senilai dengan 20 misqal emas, dengan kadar zakat
2,5%.
17
adalah bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik
yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil
yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang
berharga lainnya, nisabnya dianalogikan dengan zakat pertanian.
Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan hasil
yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti
persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun.
18
a. Tercakup dalam pengertian keumuman kewajiban zakat mata uang.
b. Gaji, upah, honor, dan uang jasa diperbolehkan melalui pengorbanan
tenaga dan pikiran, sedangkan menurut Hukum Islam kadar
keberatan itu memperingan kadar kewajiban.
c. Mengikuti amalan Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah dan Umar bin
Abdul-Aziz dalam memotong gaji para angkatan bersenjata dan para
pegawai.
d. Menurut al Qardawi, sumber pajak ada tiga macam, yaitu modal,
tenaga, dan campuran modal dan tenaga. Pungutan pajak dari modal
lebih besar daripada yang lain. Pungutan pajak dari campuran modal
dan tenaga lebih besar daripada pungutan pajak dari tenaga. Jadi
pungutan pajak dari tenaga adalah yang paling ringan.
Mengenai dasar pengenaan zakat (penghasilan kena zakat),
beberapa kalangan berbeda pendapat mengenai hal ini, yaitu:
1) Secara langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari penghasilan
bruto secara langsung tanpa dikurangkan dengan biaya
kebutuhan hidup yang menjadi tanggungan muzakki . Hal ini
dikarenakan sulitnya mengukur patokan kebutuhan pokok yang
layak bagi setiap orang. Dalam surat Al Baqarah ayat 267, “
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”
2) Secara tidak langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari
penghasilan bruto setelah dikurangkan dengan biaya kebutuhan
hidup yang menjadi tanggungan muzakki. Hal ini berpegang
pada surat Al Baqarah ayat 219, yang artinya “Dan mereka
bertanya kepadamu, apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: yang lebih dari keperluan...”
Namun menurut Yusuf Qardawi, zakat penghasilan sebaiknya
ditunaikan dari jumlah bruto penghasilan yang diterima oleh
muzakki. Hal senada juga diungkapkan oleh ketua BAZNAS Didin
Hafidhuddin (2007).
19
5. Golongan yang berhak menerima zakat
Dari delapan asnaf tersebut bisa kita perluas maknanya, sehingga dalam
penyalurannya kita tidak hanya terpaku pada tekstual ayat semata.
1) Fakir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak mempunyai
sumber penghasilan sehingga hidupnya sehari-hari sangat
kekurangan..
2) Miskin merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai sumber
penghasilan akan tetapi penghasilan yang diperoleh masih sangat kecil
sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3) Amil, yaitu individu, lembaga atau institusi pengelola zakat. Mereka
berhak menerima zakat karena untuk operasional dan biaya hidup
mereka.
4) Muallaf yaitu individu yang baru saja masuk ke dalam Islam.
5) Riqab atau budak adalah kondisi dimana manusia diperlakukan tidak
layak yang dianggap sebagai benda.
6) Gharimin adalah individu yang terlilit hutang, dimana hutang tersebut
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk
keperluan maksiat seperti judi.
7) Sabilillah merupakan kondisi individu yang berjuang untuk
menegakkan agama Allah.
8) Ibnu Sabil yaitu individu yang sedang dalam perjalanan dimana
perjalanan yang dilakukan adalah untuk kebajikan dan bukan untuk
maksiat.
20
3) LAZ Yayasan Amanah Takaful
4) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
5) LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
6) LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
7) LAZ Baitul Maal Hidayatullah
8) LAZ Persatuan Islam
9) LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
10) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
11) LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
12) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
13) LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil
14) LAZ Baituzzakah Pertamina
15) LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
16) LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
17) LAZIS Muhammadiyah
18) LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
19) LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
21
kegiatan usahanya. Demikian sama halnya dalam zakat tidak pula
memperoleh suatu imbalan. Ia membayar zakat selaku anggota
masyarakat. Ia hanya memperoleh lindungan, penjagaan dan
solidaritas dari masyarakat. Ia wajib memberikan hartanya untuk
menolong masyarakat dan membantu mereka dalam menanggulangi
kemiskinan, kelemahan dan penderitaan hidup, juga menunaikan
kewajibannya untuk menanggulangi kepentingan umat Islam tanpa
mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya.
4. Apabila pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan ke
masyarakat, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka
zakat mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih
luas daripada aspek-aspek tersebut.
Ibrahim (1992: 148) menguraikan titik temu dan letak persamaan
serta perbedaan antara zakat dan pajak dimana kedua-duanya sama-sama
wajib. Bedanya zakat kewajibannya berdasarkan nash agama sedangkan
pajak berdasarkan ijtihad ulil amri, sejalan dengan tututan kebutuhan dan
kemaslahatan. Sisi persamaannya adalah keduanya sama-sama mempunyai
nilai sosial sebagai realisasi prinsip tolong menolong, kerjasama, gotong
royong yang jika dilandasi dengan niat yang tulus akan mendapat pahala
yang besar dari sisi Allah.
22
sebagai tanda syukur kepada Tuhan. Adapun pajak adalah kewajiban
dari negara semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna
ibadah.
Karena zakat adalah ibadah dan merupakan rukun Islam
sehingga pembayarannya tidak sah jika tidak diikuti dengan niat.
Karena itu pula zakat tidak diwajibkan atas non-muslim. Sedangkan
pajak dapat dikenakan atas muslim dan non-muslim dan
keabsahannya tidak tergantung pada niat penyetor (Ibrahim Teuku
H. Muslim, 1992: 173).
3) Mengenai Batas dan Ketentuannya
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai
pembuat syariat. Dialah yang menentukan batas nisab bagi setiap
macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang
kurang nisabnya. Allah juga memberikan ketentuan atas kewajiban
zakat iru dari seperlima, separuh, sampai seperempat puluh. Tak
seorang pun boleh mengubah atau mengganti apa yang telah
ditentukan oleh syariat, ataupun menambah atau mengurangi.
Berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijakan dan
kekuasaan penguasa baik mengenai objek, persentase, harga dan
ketentuan lainnya. Bahkan ditetapkan dan dihapuskannya pajak itu
tergantung pada penguasa, sesuai dengan kebutuhan (al Qardawi).
4) Mengenai Kelestarian dan Kelangsungannya
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-
menerus. Ia akan diwajibkan seterusnya selagi Islam dan umat
Muslim ada di muka bumi ini. Adapun pajak tidak memiliki sifat
yang tetap dan terus-menerus, baik mengenai macam, persentase,
dan kadarnya. Pajak amat tergantung pada situasi, kondisi
perkembangan zaman dan perubahan kebutuhan sehingga
pemerintah dapat mengubahnya selagi diperlukan.
5) Mengenai Pengeluarannya
Zakat mempunyai sasaran khusus yang telah ditetapkan
dalam Al Quran. Sasarannya adalah kemanusiaan dan ke-Islaman.
23
Sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum negara sesuai dengan ketetapan penguasa.
6) Tujuan Spiritual
Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi
dari pajak. Tujuan yang luhur itu tersirat pada kata zakat yang
terkandung didalamnya.
Tabel 2.4
Perbedaan Zakat dan Pajak
24
Sanksi Sanksi dari Allah, baru Dapat dikenakan sanksi secara
dikenakan di akhirat, kecuali langsung berdasarkan undang
negara-negara yang undang.
pemerintahannya menggunakan
dasar Hukum Islam.
Motivasi Keimanan dan ketaqwaan Ketaatan dan ketakutan kepada
Pembayaran kepada Allah. negara dan sanksinya.
Pemanfaatan Disalurkan untuk 8 golongan Digunakan untuk pembangunan
sarana dan
Penerimaan yaitu fakir, miskin, amil zakat, prasarana publik, sehingga
muallaf, budak, garim, hasilnya bias dinikmati oleh
sabilillah dan ibnu sabil. orang kaya atau orang miskin.
Perhitungan Dipercayakan kepada muzakki. Dapat menggunakan bantuan
jasa akuntan atau konsultan
pajak.
Ijab Qabul Disyaratkan untuk melakukan Tidak perlu ijab qabul.
ijab qabul.
Sifat Meskipun zakat adalah Dapat dipaksakan berdasarkan
kewajiban tiap Muslim, namun ketentuan perundang-undangan
pemungutan zakat tidak dapat pajak yang berlaku.
dipaksakan.
Sumber: Indonesian Tax Review Vol IV/Ed 47/2007
25
2) Meningkatnya Jumlah Wajib Pajak dan Muzakki
Kebijakan zakat sebagai pengurang penghasilan neto dirasa masih
memberatkan wajib pajak yang beragama Islam karena menimbulkan
adanya kewajiban ganda. Keadaan ini akan memacu timbulnya tiga
kelompok masyarakat. Pertama, masyarakat yang memilih untuk
membayar zakat dan pajak. Kedua, kelompok yang memilih membayar
zakat saja. Ketiga, kelompok yang memilih membayar pajak saja.
Kedua kelompok terakhir inilah yang potensial untuk dicapai
dengan adanya penerapan zakat sebagai kredit pajak. Dengan adanya
kebijakan ini, tidak ada lagi kewajiban ganda yang memberatkan umat
Islam yang juga merupakan wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak
yang sebelumnya tidak membayar zakat akan tergerak untuk membayar
zakat. Dan sebaliknya, muzakki yang sebelumnya hanya membayar
zakat tetapi tidak membayar pajak akan tergerak untuk membayar. Hal
ini terjadi karena kedua kelompok tersebut tidak lagi merasakan adanya
dua kewajiban yang memberatkan karena zakat yang mereka bayarkan
dapat dikreditkan dengan total PPh terutang. Kondisi ini membuat
jumlah wajib pajak dan muzakki bertambah dan pada akhirnya akan
meningkatkan penerimaan dari pajak maupun zakat secara bersamaan.
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Gusfahmi. 2010. Pajak Menurut Syariah (Jakarta, Rajawali Pers), cetakan kedua.
Ibrahim, Teuku H. Muslim. 1992. Hubungan Antara Zakat dan Pajak Sebagai
Sumber Dana Kemasyarakatan. Jakarta: PT Bina Rena Pariwara.
Suharto, Ugi. 2004. Keuangan Publik Islam: Reinterprestasi Zakat dan Pajak.
Yogyakarta: Pusat Studi Zakat (PST), Islamic Busines School, Sekolah
Tinggi Ilmu Syariah.
Fimadani. 2011. Inilah 19 Lembaga Zakat yang Diakui oleh Ditjen Pajak.
(http://www.fimadani.com/inilah-19-lembaga-zakat-yang-diakui-oleh-
ditjen-pajak/). diakses pada: 08 Desember 2014, 8:14:41
28