Email : rizkiyanialya@gmail.com
Phone : (+62)85794044403
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai pengaplikasian dari Hukum Ohm.
Seperti pada penggunaan alat-alat elektronik dan listrik seperti televisi, lampu, kulkas, dan
lain sebagainya. Hukum Ohm menyatakan bahwa besar arus listrik yang mengalir melalui
sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan
kepadanya. Maka bila alat listrik diberi tegangan listrik yang lebih kecil dari seharusnya, arus
akan mengecil sehingga alat itu tidak bekerja normal (misalnya lampu akan redup).
Pada praktikum kali ini dilakukan 6 kali percobaan. Disediakan dua buah gambar
dengan rangkaian yang berbeda, dan disediakan dua buah lampu yang disusun seri dan
parallel. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan arus yang mengalir di setiap
tegangan yang berberda dan pengaruhnya pada hambatan yang terjadi di setiap rangkaian
yang berbeda.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
V=I.R E=I.R
Di mana :
I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere.
V atau E adalah tegangan listrik/ beda potensial yang terdapat pada kedua ujung
penghantar dalam satuan volt.
R adalah nilai hambatan listrik (resistansi) yang terdapat pada suatu penghantar dalam
satuan ohm.
Hukum ini dicetuskan oleh George Simon Ohm, seorang fisikawan dari Jerman pada
tahun 1825 dan dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul The Galvanic Circuit
Investigated Mathematically pada tahun 1827.
Untuk menghitung power yang diberikan pada lampu, diekspresikan dengan persamaan :
P=E.I
Di mana :
P adalah daya / laju energi yang dihantarkan dalam satuan watt.
E adalah tegangan listrik/ beda potensial yang terdapat pada kedua ujung penghantar
dalam satuan volt.
I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere.
2
BAB III
ISI
1. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan yaitu sumber arus, voltmeter, amperemeter, lampu
1 dan dua, dan kabel penghubung.
2. Susunlah rangkaian seperti pada gambar 1, dengan memakai lampu 1 (100 watt) dan
belum dihubungkan dengan sumber arus jaringan tegangan. Perhatikan besarnya
tegangan listrik yang harus digunakan (output 220 V)
3. Setelah rangkaian diperiksa kebenarannya oleh dosen pembimbing, barulah
rangkaian dihubungkan dengan sumber arus.
4. Catatlah kuat arus untuk harga potensial 50 V, 75 V, dan 100 V
5. Ulangi percobaan diatas menggunakan lampu 2 (60 watt)
6. Ulangi percobaan 2 s/d 3 menggunakan lampu 1 yang dipasang seri dengan lampu 2.
Perhatikan perbedaan nyala lampunya dan kuat arusnya.
7. Ulangi percobaan 6, tetapi kedua lampu dipasang paralel. Perhatikan nyala lampu dan
kuat arusnya.
3
8. Ulangi percobaan 1 s/d 7 untuk rangkaian seperti pada gambar 2.
Gambar 2
LAMPU 1 (100
LAMPU 2 (60 W) LAMPU 1 & 2 SERI LAMPU 1 & 2 PARALEL
W)
E I KE E I KE E I E I
KET. KET
(v) (mA) T. (v) (mA) T. (v) (mA) (v) (mA)
L1 TIDAK MENYALA,
50 200 R 50 120 SR 50 100 50 300 L1 R, L2 R
L2 SR
L1 TIDAK MENYALA,
75 240 T 75 140 R 75 120 75 380 L1 T, L2 T
L2 R
L1 TIDAK MENYALA, L1 ST, L2
100 280 ST 100 160 T 100 140 100 440
L2 R ST
Keterangan :
L1 = Lampu 1
L2 = Lampu 2
SR = Sangat Redup
R = Redup
T = Terang
ST = Sangat Terang
1. Hitunglah tahanan setiap lampu, pada setiap pasang kuat arus dan beda potensial
untuk setiap metoda.
E=I.R
4
Di mana :
I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere.
E adalah tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar dalam
satuan volt.
R adalah nilai hambatan listrik (resistansi) yang terdapat pada suatu penghantar dalam
satuan ohm.
Maka untuk mencari tahanan atau hambatan pada setiap lampu, dapat diekspresikan
menggunakan persamaan :
𝑬
R=
𝑰
Gambar 1
LAMPU 1 (100 W) LAMPU 2 (60 W)
E (v) I (mA) R (Ω) E (v) I (mA) R (Ω)
50 200 250 50 120 416,67
75 240 312,5 75 140 535,71
100 300 333,33 100 170 588,24
V dR 1 dR
RL = , , V
I dV I dI
𝑑𝑅 2 2 𝑑𝑅 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 + | | ∆𝐼 2
𝑑𝑉 𝑑𝑙
12 2
√
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉)2 ∆𝐼 2
𝐼
Maka:
5
Metoda 1
LAMPU 1 (100 W)
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,2 250
75 0,24 312,5
100 0,3 333,33
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √156,5 = 12,509996 Ω
𝐼 0,2
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √109,0694444
𝐼 0,24
= 10,44363177Ω
RL2 = 312,5± 10,44 ohm
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √70,44444444
𝐼 (0,3)
= 8,393118875Ω
RL3 = 333,33 ± 8,39 ohm
6
Lampu 2 (60 W)
LAMPU 2 (60 W)
50 0,12 416,67
75 0,14 535,71
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √434,2777778
𝐼 0,12
= 20,83933247 Ω
RL1 = 416,67 ± 20,84 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √319,440051
𝐼 0,14
= 17,87288592 Ω
RL2 = 535,71 ± 17,87 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √217,2629758
𝐼 0,17
= 14,73984314Ω
RL3 = 588,24 ± 14,74 ohm
7
Gambar 2
LAMPU 1 (100 W) LAMPU 2 (60 W)
Lampu 1 (100 W)
LAMPU 1 (100 W)
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,2 250
75 0,24 312,5
100 0,28 357,14
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √156,5 = 12,509996 Ω
𝐼 0,2
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √109,0694444
𝐼 0,24
= 10,44363177Ω
RL2 = 312,5 ± 10,44 ohm
8
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √179,7193878
𝐼 0,28
= 13,40594599Ω
RL3 = 357,14 ± 13,41 ohm
Lampu 2 (60 W)
LAMPU 2 (60 W)
50 0,12 416,67
75 0,14 535,71
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √434,2777778
𝐼 0,12
= 20,83933247 Ω
RL1 = 416,67 ± 20,84 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √319,440051
𝐼 0,14
= 17,87288592 Ω
RL2 = 535,71 ± 17,87 ohm
9
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √245,140625
𝐼 0,16
= 15,6569673 Ω
RL3 = 625 ± 15,66 ohm
𝑬
R=
𝑰
Gambar 1
LAMPU 1 & 2 SERI LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (mA) R (Ω) E (v) I (mA) R (Ω)
50 100 500 50 340 147,06
75 130 576,92 75 400 187,5
100 150 666,67 100 460 217,39
Seri
LAMPU 1 & 2 SERI
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,1 500
75 0,13 576,92
100 0,15 666,67
10
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √625,25 = 25,0049995 Ω
𝐼 0,1
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √370,3849852
𝐼 0,13
= 19,24538867 Ω
RL2 = 576,92 ± 19,24 ohm
12 2 1 2
√ 2 2 √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √278,7777778
𝐼 0,15
= 16,69663972 Ω
RL3 = 666,67 ± 16,70 ohm
Paralel
LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,34 147,06
75 0,4 187,5
100 0,46 217,39
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √54,31574394
𝐼 0,34
= 7,36992157 Ω
11
RL1 = 147,06 ± 7,37 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √39,625 = 6,294839156 Ω
𝐼 0,4
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √30,536862
𝐼 0,46
= 5,52601683 Ω
RL3 = 217,39 ± 5,53 ohm
Gambar 2
LAMPU 1 & 2 SERI LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (mA) R (Ω) E (v) I (mA) R (Ω)
50 100 500 50 300 166,67
75 120 625 75 380 197,37
100 140 714,29 100 440 227,27
Seri
LAMPU 1 & 2 SERI
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,1 500
75 0,12 625
100 0,14 714,29
12
R1 = 500 (Ohm)
12 2 1 2
√ √
∆𝑅 = | | ∆𝑉 + (𝑉) ∆𝐼 = | | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √625,25 = 25,0049995 Ω
2 2
𝐼 0,1
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √434,5902778
𝐼 0,12
= 20,84682896 Ω
RL2 = 625 ± 20,85 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √55,06574394
𝐼 0,34
= 7,420629619 Ω
RL3 = 714,29 ± 7,42 ohm
Paralel
LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (A) R (Ω)
50 0,3 166,67
75 0,38 197,37
100 0,44 227,27
13
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼2 = √| | (2,5)2 + (50)2 (0,01)2 = √69,69444444
𝐼 0,3
= 8,348319858 Ω
RL1 = 166,67 ± 8,35 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (75)2 (0,01)2 = √43,84504848
𝐼 0,38
= 6,621559369 Ω
RL2 = 197,37 ± 6,62 ohm
12 1 2
∆𝑅 = √| | ∆𝑉 2 + (𝑉)2 ∆𝐼 2 = √| | (2,5)2 + (100)2 (0,01)2 = √33,28305785
𝐼 0,44
= 5,769147064 Ω
RL3 = 227,27 ± 5,77 ohm
3. Hitunglah power yang diberikan pada setiap lampu untuk setiap keadaan.
Untuk menghitung power yang diberikan pada lampu, diekspresikan dengan persamaan :
P=E.I
Di mana :
P adalah daya / laju energi yang dihantarkan dalam satuan watt.
E adalah tegangan listrik/ beda potensial yang terdapat pada kedua ujung penghantar
dalam satuan volt.
I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar dalam satuan Ampere.
14
Gambar 1
LAMPU 1 (100 W) LAMPU 2 (60 W) LAMPU 1 & 2 SERI LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt)
P=E.I=V.I
dP dP
I, V
dV dI
P ( I ) 2 V 2
(V ) 2 I 2
Lampu 1 (100 W)
LAMPU 1 (100 W)
50 0,2 10
75 0,24 18
100 0,3 30
P1 = 10 ± 0,7071 watt
P2 = 18 ± 0,9605 watt
15
I3 = 0,3 ± 0,01 (A)
V3 = 100 ± 2,5 (Volt)
P3 = 30 Watt
Lampu 2 (60 W)
LAMPU 2 (60 W)
50 0,12 6
75 0,14 10,5
100 0,17 17
16
Seri
LAMPU 1 & 2 SERI
50 0,1 5
75 0,13 9.75
100 0,15 15
P1 = 5 ± 0,5590 watt
Paralel
LAMPU 1 & 2 PARALEL
50 0,34 17
17
75 0,4 30
100 0,46 46
Gambar 2
LAMPU 1 (100 W) LAMPU 2 (60 W) LAMPU 1 & 2 SERI LAMPU 1 & 2 PARALEL
E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt) E (v) I (mA) P (watt)
Lampu 1 (100 W)
LAMPU 1 (100 W)
18
50 0,2 10
75 0,24 18
100 0,28 28
P1 = 10 ± 0,7071 watt
P2 = 18 ± 0,9605 watt
Lampu 2 (60 W)
LAMPU 2 (60 W)
50 0,12 6
75 0,14 10.5
100 0,16 16
19
V1 = 50 ± 2,5 (Volt)
P1 = 6 Watt
P3 = 16 ± 1,0770 watt
Seri
LAMPU 1 & 2 SERI
50 0,1 5
75 0,12 9
100 0,14 14
P1 = 5 ± 0,5590 watt
20
V2 = 75 ± 2,5 (Volt)
P2 = 9 Watt
50 0,3 15
75 0,38 28.5
100 0,44 44
21
P3 = 44 Watt
0.6 SERI
0.4 LAMPU 2
0.2 LAMPU 1
0
50 75 100
Gambar 2
0.5
0.4
LAMPU 1
0.3
LAMPU 2
0.2
SERI
0.1 PARALEL
0
50 75 100
22
5. Buatlah grafik dari tahanan sebagai fungsi kuat arus untuk tiap lampu dan tiap
metoda.
Gambar 1
LAMPU 1 LAMPU 2
400 800
300 600
200 400
LAMPU 1 LAMPU 2
100 200
0 0
0.2 0.24 0.3 0.12 0.14 0.17
SERI PARALEL
800 300
600
200
400
SERI 100 PARALEL
200
0 0
0.1 0.13 0.15 0.34 0.4 0.46
Gambar 2
LAMPU 1 LAMPU 2
400 800
300 600
200 400
LAMPU 1 LAMPU 2
100 200
0 0
0.2 0.24 0.28 0.12 0.14 0.16
SERI PARALEL
800 300
600 200
400
SERI 100 PARALEL
200
0 0
0.1 0.12 0.14 0.3 0.38 0.44
23
6. Buatlah grafik tahanan sebagai fungsi dari kuat power untuk tiap lampu dan tiap
metoda
Gambar 1
LAMPU 1 LAMPU 2
40 20
30 15
20 10
LAMPU 1 LAMPU 2
10 5
0 0
0.2 0.24 0.3 0.12 0.14 0.17
SERI PARALEL
20 60
15
40
10
SERI 20 PARALEL
5
0 0
0.1 0.13 0.15 0.34 0.4 0.46
Gambar 2
LAMPU 1 LAMPU 2
30 20
15
20
10
10 LAMPU 1 LAMPU 2
5
0 0
0.2 0.24 0.28 0.12 0.14 0.16
SERI PARALEL
15 60
10 40
5 SERI 20 PARALEL
0 0
0.1 0.12 0.14 0.3 0.38 0.44
24
7. Bagaimanakah bentuk grafik pada pertanyaan no 4, 5, dan 6? Apakah R konstan?
Berilah pembahasan! Faktor apa saja yang menyebabkan ini?
Bentuk grafik pada pertanyaan no 4 yaitu menanjak, menunjukkan bahwa beda potensial
berbanding lurus dengan arus listrik yang mengalir. Pada pertanyaan no 5, bentuk grafik yaitu
menanjak, menunjukkan bahwa jika beda potensial di naikkan, maka arus yang mengalir akan
meningkat dan hambatannya pun membesar. Namun jika nilai hambatan diperbesar maka
kuat arus akan menurun untuk beda potensial yang tetap. Hambatan berbanding terbalik
dengan kuat arus. Jika nilai hambatan konstan maka hubungan antara kuat arus dan beda
potesial adalah berbanding lurus, dengan kata lain semakin besar beda potensial makin besar
kuat arusnya. Dan pada pertanyaan no 6, grafiknya yaitu menanjak, menunjukkan bahwa
semakin besar hambatan yang diakibatkan tegangan yang diberikan berbeda, maka daya yang
terjadi semakin besar.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada praktikum kali ini dapat diketahui
bahwa nilai hambatan tidaklah konstan. Pada rangkaian seri, nilai hambatannya lebih besar
daripada nilai hambatan pada rangkaian parallel. Sedangkan untuk power, pada rangkaian
parallel lebih besar nilai powernya daripada nilai power pada rangkaian seri.
9. Dari segi kwalitatif, mana yang lebih terang, pemasangan seri atau parallel? Beri
penelasan?
Nyala lampu yang lebih terang dari segi kualitatif yaitu ketika pemasangan yang
dilakukan secara parallel. .Hal ini disebabkan karena susunan kawat pengahantar atau kabel
pada rangkaian paralel terdiri dari banyak arus atau saluran untuk menghantarkan arus listrik
lebih dari satu sehingga nyala lampu lebih terang bila dibandingkan dengan rangkaian seri
25
yang hanya menggunakan satu kabel pada penysusunan rangkaiannya. Pada susunan parallel,
bola lampu mendapatkan arus listrik langsung dari sumber arus.
10. Gambarkan rangkaian listrik yang saudara buat dan gambar pula skema benda-benda
(tidak dengan lambang) yang saudara rangkaikan. Beri tanda positif dan negative bila
perlu.
Gambar 1 (metoda 1)
Gambar 2 (metode 2)
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum ini, antara lain :
1. Hukum Ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang mengalir melalui
sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan
kepadanya.
2. Nilai hambatan tidaklah konstan. Pada rangkaian seri, nilai hambatannya lebih besar
daripada nilai hambatan pada rangkaian parallel.
3. Nilai power pada rangkaian parallel lebih besar daripada nilai power pada rangkaian
seri.
4. Jika nilai hambatan diperbesar maka kuat arus akan menurun untuk beda potensial
yang tetap karena hambatan berbanding terbalik dengan kuat arus.
5. Semakin tinggi temperatur suatu penghantar, maka akan menghambat jalannya
muatan listrik (arus listrik) dalam penghantar.
6. Nyala lampu lebih terang jika dirangkai secara parallel, dibangdingkan secara seri,
karena arus yang mengalir pada rangkaian parallel lebih banyak.
4.2 Saran
Kami memberikan saran untuk praktikum hukum ohm, antara lain:
1. Perdalam materi sebelum melakukan percobaan.
2. Berhati-hati menggunakan alat-alat yang berhubungan dengan arus listrik.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Ohm
https://astrofiska.wordpress.com/2012/11/18/75/
https://tuvayuliap.wordpress.com/2015/06/17/hukum-ohm/
http://www.wirahadie.com/2016/12/perbedaan-rangkaian-seri-dengan-paralel.html
28