PEMBAHASAN MATERI
1
yang diperoleh perusahaan dengan besarnya total aktiva perusahaan, serta ROE
(Return On Equity).
Persediaan
Dari bagan rumus DuPont diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
DuPont menganggap penting angka Return on Investment (ROI) sehingga
ia memulai analisisnya dari angka ini. ROI (Return On Investment) adalah satu
bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur
2
kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva
yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor :
Aset Turnover
Persentase Laba Bersih (Profit Margin), yaitu besarnya keuntungan
operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih.
% Laba Bersih ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai
oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kuantitatif, yaitu
dengan melakukan perhitungan yang relevan terhadap masalah yang diteliti.
Adapun teknik analisis yang digunakan adalah DuPont System atau ROI,
dengan langkah-langkah sbb:
Langkah I
Menentukan Perputaran Total Aset / Total Asset Turnover
Perputaran Total Aset adalah suatu rasio yang bertujuan untuk mengukur
tingkat efisiensi aset perusahaan didalam menghasilkan volume penjualan
tertentu. Aset Turnover diambil dari Neraca.
- Aset Lancar
Aset Lancar = Kas + Surat Berharga + Piutang + Persediaan
- Total Aset
Total Aset = Total Aset Lancar + Aset Tetap
Total Aset
3
Langkah II
Menentukan Rasio Laba Bersih / Net Profit Margin
Rasio laba bersih mengukur besarnya laba bersih yang dicapai dari
sejumlah penjualan tertentu. Persentase laba bersih diambil dari laporan
Laba/Rugi.
- Total Biaya
Total Biaya = Harga Pokok Penjualan + Biaya Operasi + B.Bunga +
Pajak Penghasilan
Penjualan
Langkah III
Menentukan Return On Investasi (ROI) DuPont
ROI dapat mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi
total perusahaan.
atau
4
2. Return On Equity (ROE)
Untuk lebih mengetahui bagaimana analisis DuPont System dengan
Return On Equity (ROE) kita dapat melihat melalui bagan berikut:
Penjualan Aset Persediaan
tetap
Pitang
Perputaran dangang
total aset
Aset
Multiplier Total aset Kas
lancar
Return ekuitas
On
Equity total Harga
Laba Pokok
(ROE) biaya
Pengembalian bersih Penjualan
Margin
Aset laba
penyusutan
penjualan
penjualan
Beban penjualan
umum & adm
Bunga
Pajak
Dari bagan rumus DuPont diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Return On Equity (ROE) dipengaruhi oleh laba bersih dan total ekuitas.
Maka perhitungannya dapat dibuat sebagai berikut:
Laba Bersih
ROE = Total Equitas
Kita dapat melihat lebih dalam dengan mengalikan rasio ini dengan aset
tanpa mengubah apa pun :
a. Rasio solvabilitas jangka pendek atau likuiditas :
Aset Lancar
Rasio Lancar =
Kewajiban Lancar
Aset Lancar − Persediaan
Rasio Cepat =
Kewajiban Lancar
Kas
Rasio Kas =
Kewajiban Lancar
Modal kerja bersih
Rasio modal kerja bersih terhadap total aset =
Total aset
5
Aset Lancar
Ukuran Interval =
Rata − rata biaya operasional per hari
6
d. Rasio nilai pasar :
Laba Bersih
Margin Laba =
Penjualan
Penjualan
Perputaran Total Aset =
Total Aset
Laba Bersih
Pengembalian Equitas (ROE) =
Total Ekuitas
Laba Bersih Laba Bersih Aset
ROE = X X
Penjualan Penjualan Ekuitas
Dengan ini kita telah menyatakan ROE sebagai produk dua rasio, yaitu
ROA dan multiplier ekuitas :
ROE = ROA x Pengali (multiplier) Ekuitas = ROA x (1+Rasio Utang
Ekuitas.
Kita dapat menurunkan ROE lebih lanjut dengan mengalikan bagian atas
dan bawah dengan total penjualan :
Laba Bersih Penjualan Aset
ROE = X X
Penjualan Aset Total Ekuitas
ROA
7
= Margin Laba x Perputaran Total Aset x Pengali (Multiplier)
Ekuitas
Disini terlihat membagi ROA menjadi dua bagian komponen, yaitu margin
laba dan perputaran total aset. Rumus di atas yang diturunkan dari persamaan
sebelumnya disebut identitas Du Pont (Du Pont Identity), yang diambil dari DU
Pont Corporation yang mempopulerkan penggunaannya.
Identitas DuPont menjabarkan bahwa ROE akan dipengaruhi oleh tiga hal:
Efisiensi operasi (yang diukur dengan margin laba).
Efisiensi pengguinaan aset (yang diukur oleh perputyaran total aset).
Pengungkitan keuangan (yang diukur oleh multiplier ekuitas).
Kelemahan dalam efisiensi operasi atau penggunaan aset (atau kedua-
duanya) akan muncul dalam penurunan nilai pengembalian aset (ROA), yang akan
diterjemahkan menjadi nilai ROE yang lebih rendah.
Dengan melihat identitas Du Pont, sepertinya ROE dapat diungkit naik
dengan meningkatkan jumlah utang dalam perusahaan. Akan tetapi, perlu
diperhatikan peningkatan hutang akan meningkatkan beban bunga, yang akan
mengurangi margin laba dan kemudian akan menurunkan ROE. Hendaknya
pendanaan menggunakan harus bijaksana karena memiliki sejumlah pengaruh
lain.
8
2. Dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas masing-masing
produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga diketahui produk mana
yang potensial.
3. Dalam menganalisis laporan keuangan menggunakan pendekatan
yang lebih integratif dan menggunakan laporan keuangan sebagai elemen
analisisnya.
Kelebihan lain dari analisis DuPont, yaitu:
1. Dapat membandingkan efisiensi penggunaan ekuitas pada perusahaannya
dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah
perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-ratanya.
2. Dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua beban
dan ekuitas ke dalam bagian yang bersangkutan.
3. Dapat digunakan untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan
perencanaan.
9
1. ROI suatu perusahaan sulit dibandingkan dengan ROA perusahaan lain
yang sejenis, karena adanya perbedaan praktek akutansi yang digunakan.
2. Kelemahan lain dari teknik analisa ini adalah terletak pada adanya
fluktuasi nilai dari uang (daya belinya).
3. Dengan menggunakan ROA saja tidak akan dapat digunakan untuk
mengadakan perbandingan antara dua permasalahan atau lebih dengan
mendapatkan kesimpulan yang memuaskan.
10
Konsep leverage sangat bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan
pengendalian keuangan.
Perusahaan menggunakan operating dan financial leverage dengan tujuan
agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber
dananya, sehingga akan dapat meningkatkan keuntungan pemegang saham.
Sebaliknya penggunaan leverage juga dapat meningkatkan resiko keuntungan.Jika
perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya, maka
penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang sahamnya.
penjualan
11
S − VC Q (P − V)
DOL Q unit = =
S − VC − FC Q(P − V) − FC
Atau
S − VC EBIT + FC
DOL S Rupiah = =
S − VC − FC EBIT
Dimana :
DOL Q unit = DOL dari penjualan dalam unit
DOL S Rupiah = DOL dari penjualan dalam rupiah
EBIT = Laba operasi sebelum pajak dan bunga
P = Harga per unit
V = Biaya variabel per unit
(P-V) = Margin kontribusi per unit
Q = Kuantitas (unit) barang yang diproduksi atau dijual
FC = Biaya tetap
VC = Baiaya variabel
S = Penjualan
Laba Operasi (EBIT)= [P (Q) – V(Q)] – FC
(EBIT) = Q (P – V) – FC
Contoh 1 :
Berikut ini terdapat 3 kondisi keuangan 3 perusahaan K, M dan N dengan
keaadaan sebagai berikut :
Tabel 1 : Laporan Laba-Rugi Perusahaan K, M dan N
Keterangan Perusahaan K Perusahaan M Perusahaan N
(Rp) (Rp) (Rp)
Penjualan 120 juta 180 juta 240 juta
Biaya Variabel 24 juta 120 Juta 40 juta
Marjin Kontribusi 96 juta 60 juta 200 juta
Biaya Tetap 56 juta 60 juta 120 juta
Keuntungan Operasi
(EBIT) 40 juta 30 juta 80 juta
12
Harga per Unit 10.000 10.000 10.000
Biaya Variabel/Unit 2.000 6.667 1.667
Volume Penjualan 12.000 unit 18.000 unit 24.000 unit
Untuk membuktikan efek perubahan penjualan terhadap EBIT yang
diperlihatkan oleh besarnya DOL masing-masing perusahaan, maka dapat dilihat
pada tabel 2 berikut ini apabila penjualan ketiga perusahaan naik 10% dan biaya
variabel juga naik 10 %.
Tabel 2 : perubahan laporan Laba-Rugi Perusahaan K,M,N
Keterangan Perusahaan Perusahaan Perusahaan
K M N
(Rp) (Rp) (Rp)
Penjualan (naik 10%)
Biaya Variabel (naik 10%)
Marjin kontribusi
Biaya tetap
Keuntungan operasi (EBIT)
DOL merupakan salah satu komponen yang menunjukkan resiko bisnis
perusahaan. DOL perusahaan memperbesar dampak dari faktor lain pada
variabilitas laba operasi. DOL yang tinggi tidak akan berpengaruh, bila
perusahaan dapat memelihara penjualan dan struktur biaya yang konstan. Jadi
DOL dapat dipandang sebagai suatu ukuran dari resiko potensial yang menjadi
aktif hanya jika penjualan dan biaya produksi berubah-ubah.
Besarnya tingkat perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan
penjualan (DOL) sangat erat hubungannya dengan titik impas/titik pulang pokok.
Titik impat menunjukkan besarnya pendapatan sama dengan jumlah biaya yang
harus dikeluarkan perusahaan.
Semakin besar penjualan berarti semakin besar laba operasi secara absolut
berarti semakin jauh dari titik impas, sebaliknya DOL-nya semakin kecil. Pada
umumnya perusahaan tidak senang beroperasi dengan DOL yang tinggi, karena
penurunan sedikit dalam penjualan dapat mengakibatkan kerugian (penurunan
laba yang besar sehingga menjadi rugi).
13
C. Leverage Keuangan (Financial Leverage)
Leverage Keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap
dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per
lembar saham (EPS = Earning Per Share).
Masalah Leverage Keuangan baru timbul setelah perusahaan
menggunakan dana dengan beban tetap. Perusahaan yang menggunakan dana
dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan
(Favorable Financial Laverage) atau efek yang positif apabila pendapatan yang
diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dari pada beban tetap atas
penggunaan dana yang bersangkutan.
Efek yang menguntungkan dari leverage keuangan sering disebut Trading
in Equit.
Leverage keuangan itu merugikan (Unfavorable Leverage) apabila
perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut
lebih besar daripada beban tetap yang harus dibayar.
Nilai leverage keuangan positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh
leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Artinya
bagaimana pengaruh alternatif pendanaan yang akan dipilih terhadapat
pendapatan per lembar saham. Alternatif kombinasi pendanaan tersebut misalnya,
alternatif pendanaan hutang obligasi dengan saham biasa, obligasi dengan saham
preferen, obligasi dengan saham biasa atau saham preferen dengan saham biasa.
Dari alternatif-alternatif pendanaan tersebut perlu dicari berapa jumlah biaya
pendanaan yang harus dikeluarkan agar dengan pendanaan tersebut menyebabkan
nilai laba operasi (EBIT) yang menghasilkan EPS yang sama atau tercapai titik
indifferen (Indifferent Point). Titik Indifferent adalah suatu keadaan dimana pada
keadaan tersebut tercapai tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama
pada berbagai alternatif pendanaan.
14
D. Analisis Titik Indifferent (Analisis Hubungan EBIT – EPS)
Analisis Titik Indifferen adalah analisis untuk menentukan titik yang
menunjukkan tingkat laba operasi (EBIT) yang menghasilkan laba per lembar
saham (EPS) yang sama untuk dua pilihan struktur modal.
Rumus EPS :
(EBIT − I)(1 − t) − PD
EPS =
NS
Dimana : EPS : Earning Per Share = Pemdapatan per lembar
saham
I : Bunga hutang obligasi
PD : Deviden tahunan saham preferen
t : Tarif pajak
NS : Jumlah lembar saham
1. Apabila perusahaan tersebut sebelumnya belum memiliki obligasi
maka besarnya indifferent point tersebut dapat dihitung secara
langsung dengan menggunakan rumus sbb :
X(1 − t) (X − C)(1 − t)
Saham Biasa Vs Obligasi = =
S1 S2
Dimana :
X = EBIT pada titik indiferent point
C = Jumlah bunga obligasi (dalam Rp)
S1 = Jumlah lembar Saham Biasa yang beredar jika hanya menajual
Saham Biasa
S2 = Jumlah lembar Saham Biasa yang beredar jika hanya menjual
Saham Biasa dan obligasi
t = Tarif pajak
2. Apabila suatu perusahaan sebelumnya sudah memiliki obligasi dan akan
mengeluarkan obligasi baru, maka besarnya indifferent point tersebut
dapat dihitung secara langsung dengan menggunakan rumus sbb :
(X−C1)(1−t) (X−C2)(1−t)
=
S1 S2
15
Dimana :
X = EBIT pada titik indiferent point
C1 = Jumlah bunga dalam Rp yang dibayarkan dari jumlah pinjaman
yang telah ada
C2 = Jumlah bunga dalam Rp yang dibayarkan baik untuk pinjaman
yang telah ada (yang lama) maupun dari pinjaman yang baru
S1 = Jumlah lembar Saham Biasa yang beredar jika tambahan dana
dipenuhi dengan hanya menjual saham baru
S2 = Jumlah lembar Saham Biasa yang beredar jika tambahan
dipenuhi dengan hanya mengeluarkab obligasi
baru/mengeluarkan obligasi bersama-sama dengan pengeluaran
saham baru
t = Tarif pajak
16
F. Combined Leverage
Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating
leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan
keuntungan bagi pemegang saham biasa. Degree combined leverage adalah
multiplier atas perubahan laba per lembar saham (EPS) karena perubahan
penjualan. Dengan kata lain degree of combined leverage adalah rasio antara
persentase perubahan EPS dengan persentase perubahan penjualan.
Setelah menghitung nilai DCL, selanjutnya menganalisis hasil dari
perhitungan DCL. DCL dapat diartikan, jika volume penjualan berubah
(naik/turun) sebesar m%, maka EPS akan berubah searah sebesar m% x DCL. Jadi
DCL menunjukkan tingkat sensitivitas volume penjualan terhadap EPS.
Seperti halnya degree of operating leverage dan degree of financial
leverage, maka degree of combined leverage juga mengukur resiko perusahaan
secara keseluruhan, baik risiko bisnis maupun risiko financial. Bagi investor yang
ingin menanamkan dananya dalam hubungannya untuk menentukan tingkat
keuntungan yang diminta. Apabila DCL tinggi berarti resiko perusahaan secara
keseluruhan juga tinggi maka investor juga akan tingkat keuntungan yang tinggi
pula. Dengan kata lain perusahaan yang menggunakan excessive leverage akan
menanggung beban tetap yang lebih tinggi pula kemudian beban tetap yang lebih
tinggi ini cenderung akan offset keuntungan karean penggunaan leverage, dan
akhirnya penggunaan leverage yang excessive akan menyebabkan harga pasar
saham menurun yang berarti nilai perusahaan juga kemakmuran pemegang saham
menurun.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
17
3.1 Deskripsi Jurnal
1. Tujuan Utama Penelitian
Jurnal ini melakukan pengukuran kinerja 12 Top Bank yang terdaftar di
Bombay Stock Exchange (BSE) dengan menggunakan pendekatan metode
DuPont .
2. Metode Penelitian
a. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah bank yang terdaftar di Bombay Stock
Exchange (BSE). Kemudian diambil sebanyak 12 Bank yang masuk kategori Top
Bank di BSE. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Hal
ini sudah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meneliti kinerja 12 Top Bank di
BSE.
3. Hasil Penelitian
Tabel 1
Peringkat Bank berdasarkan Net Profit, ROA dan ROE
State Bank of India (SBI ) adalah bank yang memiliki Net Profit paling
tinggi, diikuti oleh ICCI Bank, Punjab National Bank dan HDFC Bank. Net Proft
SBI tinggi disebabkan oleh adanya inovasi dalam proses operasional bank. SBI
juga menguasai 58 % pangsa pasar perbankan. Meskipun Net Profit SBI tinggi,
namun indikator kinerja yang lain menunjukkan trend rendah. ROE SBI berada di
peringkat 8, sedangkan Punjab National Bank diurutan pertama kemudian diikuti
oleh Yes Bank. Rasio ROA SBI menduduki peringkat ke-11, hal ini
mengindikasikan bahwa walaupun Net Profit SBI tinggi tapi managemen
18
perusahaan tidak efisiens dalam menggunakan asset dan menciptakan return
saham yang tinggi untuk para pemegang saham. Penggunaan asset yang tidak
efisien disebabkan oleh penurunan kualitas asset.
Hubungan antara Net Profit dan ROa adalah negative, mengindikasikan
bahwa tingkat laba yang tinggi tidak mengarah pada tingginya tingkat Rasio
Profitabilitas. Hal in terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Korelasi Net Profit, ROA dan ROE
Hubungan antara ROA dengan ROE juga negatif. Hal ini mengindikasikan
perusahaan lebih mementingkan untuk meingkatkan kesejahteraan pemegang
saham dibandingkan meningkatkan ROI
4. Kesimpulan Penelitian
Analisa rasio adalah alat bantu untuk menganalisa kinerja perusahaan.
Salah satu rasio yang digunakan adalah DuPont. Analisa DuPont ini memberikan
pemahaman lebih dalam tentang efisiensi perusahaan.
Bank yang memiliki Net Profit tinggi belum tentu efisien. Net Profit yang
tinggi merupakan cerminan modal perusahaan yang besar tapi tidak dapat
melakukan efisiensi dalam penggunaan modal tersebut.
3.2 Telaah Jurnal
A. Fokus Utama Penelitian
Fokus utama penelitian ini adalah mengukur kinerja 12 Top Bank yang
terdaftar di BSE India
B. Elemen yang mempengaruhi tingkat kepercayaan suatu penelitian
1. Gaya Penulisan
a. Sistematika Penulisan
19
Penelitian ini disajikan dengan pola yang bersifat baku,
menguraikan dan menyajikan sesuatu secara berurutan
b. Tata bahasa
Penulis menggunakan komunikasi yang jelas lewat tata
bahasa tulis yang baik. Pernyataan disampaikan secara mulus
dengan kontinuitas yang terpelihara antara satu gagasan dengan
gagasan lainnya. Dalam penulisan penelitiannya, penulis
mengemukakan fakta, serta deduksi dan induksi yang didasari oleh
fakta.
2. Penulis
a. Kualifikasi penulis
Peneliti utama, yaitu Vaishali Padake adalah seorang
asisten professor dari K J Somaiya Institute of Management
Studies and Research, Mumbai, Maharashtra, India. Peneliti kedua,
yaitu Rashmi Soni adalah seorang associate professor dari kampus
yang sama. Tema penelitian yang dilakukan sudah sesuai dengan
kualifikasi peneliti
3. Judul
a. Kelebihan
b. Kekurangan
Judul penelitian sudah banyak digunakan.
4. Abstrak
Abstrak yang ditulis jelas, karena sudah menujukkan data dari hasil
penelitian. Selain itu, abstrak ini mudah dibaca dan dipahami oleh
pembaca.
20