RETARDASI MENTAL
DI RUANG POLI TUMBUH KEMBANG ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan bersama diharapkan para peserta
dapat mengerti dan memahami bagaimana cara mengatasi anak yang
mengalami retardasi mental
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pentingnya pengetahuan
slow leaners, diharapkan peserta dapat:
1) Mengetahui pengertian dari retardasi mental
2) Mengetahui karakteristik dari retardasi mental
3) Mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4) Mengetahui penyebab dari retardasi mental
5) Mengetahui tanda dan gejala dari retardasi mental
6) Mengetahui cara penyesuaian diri pada anak yang mengalami retardasi
mental
7) Mengetahui penatalaksanaan dari retardasi mental
1
2. Sasaran
Sasaran yang ditunjukkan pada keluarga pasien poli tumbuh kembang di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
3. Strategi Pelaksana
a. Metode : Ceramah
b. Media : Lembar balik dan Lefleat
4. Setting
Peserta pembelajaran duduk berhadapan dengan penyaji :
Keterangan :
= Moderator
= Penyaji
= Fasilitator
= Observer
= Peserta
5. Pengorganisasian Kelompok
a. Moderator : Ghoniyatur Rohmah
b. Penyaji : Sofia Kamala
c. Observer & Sekertaris : Mita Dewi Nurandila & Evie Nurainy
d. Konsumsi & Dokumentasi : Sinta Anggyliani & Farahdhillah Zahrah
2
6. Pelaksanaan Kegiatan
7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktural
1) Tenaga pelaksana kegiatan ini adalah mahasiswa profesi ners
2) Kegiatan berkerjasama dengan RSJ Menur (ruang poli tumbuh
kembang)
3) 100% peserta menghadiri kegiatan ini
4) Lingkungan yang nyaman dan terbuka membuat kegiatan ini
terlaksana dengan lancar
5) Tersedianya alat, bahan, dan media untuk pelaksanaan kegiatan
3
b. Evaluasi Proses
1) Mahasiswa dapat melaksanakan kegiatan sesuai perannya
2) Peserta kooperatif dan sangat antusias dengan pembelajaran yang
diberikan
3) Media yang digunakan membuat peserta lebih mudah paham tentang
pentingnya pengetahuan retardasi mental bagi anak
4) Kegiatan terlaksana secara sistematis dan sesuai degan rencana
kegiatan
c. Evaluasi Hasil
1) Proses pembelajaran berjalan dengan baik
2) Para peserta sudah dapat memahami pentingnya pengetahuan
retardasi mental bagi anak
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
5
d. Anggota tubuh : tangan dengan penderita retardasi mental ini cenderang
lebih lebar dengan jari-jari yang pendek. Sedangkan kaki cenderung
pendek dan tebal serta mempunyai sela yang lebar antara jempol kaki
dan jari-jari di sebelahnya.
e. Koordinasi anggota tubuh : adakalanya koordinasi antara tangan dan
kaki juga kurang baik. Hal ini bisa terlihat pada anak yang ragu-ragu
melangkah dan menggerakkan tangannya.
f. Gaya duduk : biasanya kedua lututnnya mengarah lebih ke depan,
sedangkan bagian lutut ke bawah sampai telapak kaki terlipat mengarah
ke belakang. Masing-masing di sebelah kanan dan kiri pinggang.
2. Sikap dan tingkah laku
Ada yang terlalu apatis (diam) dan ada pula yang terlalu hiperaktif.
3. Perkembangan anak cacat mental
Perkembangan anak cacat mental, tidak hanya lebih lambat atau bahkan
jauh tertinggal dari mereka yang tanpa cacat, tetapi yang dicapai juga tidak
lengkap, dan dalam masa dewasanya mereka yang cacat mental akan lebih
memerlukan bantuan dari rata-rata orang dewasa pada umumnya.
6
Menurut Abdul Muhith, 2015 klasifikasi retardasi mental adalah
sebagai berikut :
Klasifikasi IQ Klinis
7
Menurut Arif Muttaqin, 2008 berikut ini adalah nilai IQ :
8
2) Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka serta keracunan sewaktu
bayi berada dalam kandungan.
3) Terjadi keracunan, dikarenakan ibu yang sedang mengandung muda
meminum obat-obatan penenang yang beracun, antara lain obat
malidomide dan kontraseptif.
c. Faktor Natal
1) Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali
umbilicus.
2) Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus dan kelainan bentuk jalan lahir.
3) Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal.
d. Faktor Pascanatal
1) Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis dan
infeksi).
2) Tumor otak.
3) Kelainan tulang tengkorak.
4) Kelainan endokrin dan metabolik, keracunan pada otak, serta faktor
sosio – budaya
9
8. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis dan acuh
tak acuh terhadap sekitarnya.
9. Sering keluar cairan dari mulut.
10
dengan orang tuanya. Kepribadiannya termasuk kestabilan atau
ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan
kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya.
Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang cacat mental
dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk
menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui
kekurangan-kekurangan anak itu dan melemahkan dorongannya untuk
mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan kepuasan
terhadap apa yang dapat dilakukannya.
Orang tua dari anak yang cacat mental berada dalam situasi yang
sulit. Karena sikap masyarakat, karena mereka mungkin merasa malu
karena anak mereka cacat dan perasaan malu itu mungkin mengakibatkan
anak itu ditolak secara terang-terangan atau tidak terang-terangan.
Banyak keluarga yang secara drastis mengubah cara hidup mereka karena
kehadiran anak yang cacat mental itu didalam keluarga dan hampir sama
sekali menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat. Dalam situasi
yang demikian, anak tersebut mungkin menyadari bahwa dialah yang
menjadi penyebabnya. Orang tua dari anak cacat mental harus menerima
cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya
itu. Di samping iu, mereka harus menghindari tujuan - tujuan yang
ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai dan mereka harus menyadari juga
bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi
kebutuhannya akan prestasi di dalam bidang - bidang kegiatan yang
terbatas. Meskipun ia tidak mungkin bekerja dengan baik dalam bidang
akademik, tetapi ada banyak jenis keterampilan yang dapat dikuasainya.
Jika ia merasa aman dalam hubungannya dengan keluarganya, jika ia
mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperlihatkannya dan
mereka puas dengan sedikit prestasi yang dicapainya, maka dengan ini ia
banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar. Menerima
keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental dan
perasaan adekuat dalam masyarakat bagi semua anak cacat mental,
terutama bagi yang sedikit cacat.
11
3. Kestabilan emosi
Orang - orang yang cacat mental akan lebih mudah terkena
gangguan-gangguan tingkah laku dari pada orang - orang yang mentalnya
normal. Gangguan-gangguan ini mulai dari ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri yang ringan, seperti kurang mampu menguasai emosi
yang diduga karena rendahnya usia mental mereka, sampai keadaan
psikotik. Meskipun ada perbedaaan pendapat mengenai reaksi-reaksi
psikotik yang benar-benar terjadi pada orang cacat mental, tetapi pada
umumnya diterima bahwa reaksi-reaksi itu tampaknya lebih sering dari
pada yang terjadi pada penduduk atau masyarakat yang intelegensinya
normal. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan ternyata bahwa reaksi-
reaksi psikotik kira-kira tiga kali lebih besar dari pada yang diduga di
antara orang-orang cacat mental berdasarkan perbandingan jumlah
mereka. Ini tidak mengherankan mengingat kesulitan-kesulitan mereka
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Seperti pada penduduk
biasa, dalam kelompok cacat mental reaksi-reaksi neurotik lebih sering
ditemukan dari pada reaksi-reaksi psikotik.
Meskipun terapi pada anak-anak dan orang dewasa yang cacat
mental mengandung banyak masalah, tetapi tidak berarti bahwa sama
sekali tidak ada harapan. Suatu terapi lingkungan biasanya sangat
penting. Terapi ini dilakukan dengan cara memanipulasikan lingkungan
dengan tujuan mmbantu orang-orang yang cacat mental itu dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan emosionalnya. Terapi kerja juga terbukti
sangat berguna. Orang-orang yang cacat mental kadang-kadang
mengadakan hubungan sosialnya yang pertama dengan kalangan diluar
keluarganya melalui suatu kelompok terapi kerja. Terapi kelompok yang
lebih langsung menangani masalah-masalah emosional masih dalam taraf
percobaan tetapi bisa merupakan suatu metode yang sangat bernilai
dalam membantu orang-orang cacat mental yang memiliki masalah-
masalah emosi. Dalam banyak kasus, terapi individual dilakukan dengan
hasil yang baik. Psikoterapi tidak akan meningkatkan kapasitas mental
bawaan orang yang cacat mental tetapi jika berhasil, maka ia dapat
12
berfungsi dengan lebih adekuat dalam keterbatasan-keterbatasan
intelektualnya karena gangguan-gangguan emosionalnya berkurang.
Latihan-latihan
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental :
1. Latihan di rumah : makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan di sekolah : pengembangan rasa sosial.
3. Latihan teknis : diberikan sesuai minat, jenis kelamin dan kedudukan
sosial, misalnya peternakan dan menjahit.
4. Latihan moral : pelajaran tentang yang baik dan tidak baik. Agar mengerti
tiap pelanggaran disiplin disertai hukuman, dan tiap perbuatan baik disertai
hadiah.
Selain itu lingkungan anak tersebut harus memberi contoh yang baik.
13
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
14