Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA KEGIATAN (SAK)

RETARDASI MENTAL
DI RUANG POLI TUMBUH KEMBANG ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Topik : Retardasi Metal


Judul : Pentingnya Pengetahuan Retardasi Mental Bagi Anak
Hari/Tanggal : Selasa, 27 November 2018
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB
Penyaji : Mahasiswa Profesi Ners UNUSA
Tempat : Ruang Poli Tumbuh Kembang Anak dan Remaja
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya,

1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan bersama diharapkan para peserta
dapat mengerti dan memahami bagaimana cara mengatasi anak yang
mengalami retardasi mental
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pentingnya pengetahuan
slow leaners, diharapkan peserta dapat:
1) Mengetahui pengertian dari retardasi mental
2) Mengetahui karakteristik dari retardasi mental
3) Mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4) Mengetahui penyebab dari retardasi mental
5) Mengetahui tanda dan gejala dari retardasi mental
6) Mengetahui cara penyesuaian diri pada anak yang mengalami retardasi
mental
7) Mengetahui penatalaksanaan dari retardasi mental

1
2. Sasaran
Sasaran yang ditunjukkan pada keluarga pasien poli tumbuh kembang di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
3. Strategi Pelaksana
a. Metode : Ceramah
b. Media : Lembar balik dan Lefleat
4. Setting
Peserta pembelajaran duduk berhadapan dengan penyaji :

Keterangan :
= Moderator
= Penyaji
= Fasilitator
= Observer
= Peserta

5. Pengorganisasian Kelompok
a. Moderator : Ghoniyatur Rohmah
b. Penyaji : Sofia Kamala
c. Observer & Sekertaris : Mita Dewi Nurandila & Evie Nurainy
d. Konsumsi & Dokumentasi : Sinta Anggyliani & Farahdhillah Zahrah

2
6. Pelaksanaan Kegiatan

Respon Pasien RSJ Menur


No. Kegiatan Surabaya (Ruang Poli Waktu
Tumbuh Kembang)
1. Pendahuluan
a. Salam pembuka Menjawab salam
b. Perkenalan Menyimak
c. Menyampaikan pokok Menyimak 5 menit
bahasan
d. Menyampaikan tujuan Menyimak
2. Kegiatan Inti
Penyampaian materi tentang:
a. Mengetahui pengertian Memperhatikan
reatardasi mental
b. Mengetahui karakteristik Memperhatikan
retardasi mental
c. Mengetahui klasifikasi Memperhatikan
retardasi mental
d. Mengetahui penyebab dari Memperhatikan
15 menit
retardasi mental
e. Mengetahui tanda dan gejala Memperhatikan
retardasi mental
f. Mengetahui cara penyesuaian Memperhatikan
diri pada anak yang
mengalami retardasi mental
g. Mengetahui penatalaksanaan Memperhatikan
dari retardasi mental
3. Tanya jawab Peserta antusias bertanya
15 menit
kepada pemateri
4. Penutup
Memberikan salam penutup Menjawab salam
5 Menit

7. Evaluasi
a. Evaluasi Struktural
1) Tenaga pelaksana kegiatan ini adalah mahasiswa profesi ners
2) Kegiatan berkerjasama dengan RSJ Menur (ruang poli tumbuh
kembang)
3) 100% peserta menghadiri kegiatan ini
4) Lingkungan yang nyaman dan terbuka membuat kegiatan ini
terlaksana dengan lancar
5) Tersedianya alat, bahan, dan media untuk pelaksanaan kegiatan

3
b. Evaluasi Proses
1) Mahasiswa dapat melaksanakan kegiatan sesuai perannya
2) Peserta kooperatif dan sangat antusias dengan pembelajaran yang
diberikan
3) Media yang digunakan membuat peserta lebih mudah paham tentang
pentingnya pengetahuan retardasi mental bagi anak
4) Kegiatan terlaksana secara sistematis dan sesuai degan rencana
kegiatan
c. Evaluasi Hasil
1) Proses pembelajaran berjalan dengan baik
2) Para peserta sudah dapat memahami pentingnya pengetahuan
retardasi mental bagi anak

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental
disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau
tuna mental (Abdul Muhith, 2015).
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi
yang rendah biasanya IQ dibawah 70 yang menyebabkan ketidakmampuan
individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas
kemampuan yang dianggap normal. Anak dengan retardasi mental akan
mengalami gangguan perilaku adaptasi sosial, yaitu dimana anak akan
mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya,
tingkah laku kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya (Arif Muttaqin,
2008).

B. Karakteristik Retardasi Mental


Menurut Ermawati Dalami, 2009 ada beberapa karakteristik dari
retardasi mental sebagai berikut :
1. Fisik
a. Wajah : biasanya anak yang mengalami retardasi mental mempunyai
bentuk wajah yang bundar. Kalau dilihat dari samping, wajahnya
cenderung mempunyai tampang yang pipih. Hal ini seperti dikenal
dengan “Brachycephaly” (kepala pendek dan lebar).
b. Mata : dari hampir semua anak yang mengalami retardasi mental
cenderung sipit atau miring keatas.
c. Mulut : rongga mulutnya sedikit lebih kecil dan lidahnya lebih besar
dari yang biasanya. Inilah yang mendorong anak untuk mempunyai
kebiasaan mengeluarkan lidahnya.

5
d. Anggota tubuh : tangan dengan penderita retardasi mental ini cenderang
lebih lebar dengan jari-jari yang pendek. Sedangkan kaki cenderung
pendek dan tebal serta mempunyai sela yang lebar antara jempol kaki
dan jari-jari di sebelahnya.
e. Koordinasi anggota tubuh : adakalanya koordinasi antara tangan dan
kaki juga kurang baik. Hal ini bisa terlihat pada anak yang ragu-ragu
melangkah dan menggerakkan tangannya.
f. Gaya duduk : biasanya kedua lututnnya mengarah lebih ke depan,
sedangkan bagian lutut ke bawah sampai telapak kaki terlipat mengarah
ke belakang. Masing-masing di sebelah kanan dan kiri pinggang.
2. Sikap dan tingkah laku
Ada yang terlalu apatis (diam) dan ada pula yang terlalu hiperaktif.
3. Perkembangan anak cacat mental
Perkembangan anak cacat mental, tidak hanya lebih lambat atau bahkan
jauh tertinggal dari mereka yang tanpa cacat, tetapi yang dicapai juga tidak
lengkap, dan dalam masa dewasanya mereka yang cacat mental akan lebih
memerlukan bantuan dari rata-rata orang dewasa pada umumnya.

C. Klasifikasi Retardasi Mental


Prevalensi retardasi mental sekitar 1% dalam satu populasi. Di
Indonesia 1-3% penduduknya menderita kelainan retardasi mental.
Insidennya sulit diketahui karena retardasi mental kadang-kadang tidak
dikenali sampai anak-anak berada diusia pertengahan dimana retardasinya
masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan
puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Abdul Muhith,
2015).

6
Menurut Abdul Muhith, 2015 klasifikasi retardasi mental adalah
sebagai berikut :
Klasifikasi IQ Klinis

Retardasi IQ 55 - 69 sekitar Merupakan level yang umum.


Mental Ringan 85% dari orang yang Anak dapat belajar keterampilan
terkena retardasi teoritis, dapat hidup mandiri
mental. dengan latihan khusus misalnya
belajar ilmu hitung. Anak juga
dapat mandiri seperti mandi,
memakai baju sendiri. Anak
dapat mencapai usia kejiwaan 8
- 12 tahun (usia sekolah).

Retardasi IQ 49 - 54 sekitar Dapat belajar keterampilan


Mental Sedang 10% dari orang yang merawat diri, latihan sosial dan
terkena retardasi kejuruan dasar lingkungan kerja
mental. yang terlindung. Usia kejiwaan
anak adalah 3 - 7 tahun (usia
Prasekolah).

Retardasi IQ 25 - 39 sebanyak Perlu pengawasan sepanjang sisa


Mental Berat 4% dari orang yang waktu lahir, dapat melakukan
terkena retardasi latihan khusus untuk
mental. mempelajari beberapa kete-
rampilan diri. Usia kejiwaan
anak biasanya toodler.

Retardasi IQ kurang dari 24 Tidak mampu belajar kete-


Mental Sangat sekitar 1 - 2% dari rampilan merawat diri. Anak
Berat orang yang terkena umumnya dilembagakan, usia
retardasi mental. kejiwaan usia bayi.

7
Menurut Arif Muttaqin, 2008 berikut ini adalah nilai IQ :

No Jenis Golongan Nilai IQ


1. Sangat superior 140 atau lebih
2. Superior 120-140
3. Diatas rata-rata 110-120
4.. Rata-rata 90-110
5. Retardasi mental borderline 80-90
6. Retardasi mental ringan 70-80
7. Retardasi mental sedang 50-70

8. Retardasi mental berat 25-50

9. Retardasi mental sangat berat 0-25

D. Penyebab Retardasi Mental


Menurut Arif Muttaqin, 2008 secara garis besar faktor penyebab dari retardasi
mental dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Non organik
a. Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis.
b. Faktor sosiokultural.
c. Interaksi anak dan pengasuh yang tidak baik.
d. Penelantaran anak.
2. Organik
a. Faktor Genetik
Akibat kelainan kromosom :
1) Kelainan jumlah kromosom misalnya trisomi 21 atau dikenal dengan
Mongolia atau down syndrome.
2) Kelainan bentuk kromosom
Akibat peristiwa idiopathy, psikhosa, dan neurosa :
Pada peristiwa idiopathy, psikhosa (gangguan kejiwaan), neurosa
(gangguan saraf) pada umumnya dapat mengakibatkan retardasi mental,
karena apabila orang tua si bayi menderita penyakit tersebut, maka akan
memberi pengaruh buruk pada janin (fetus intra uterina).
b. Faktor Prenatal
1) Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang mengandung
menderita sakit, ibu yang sudah menopause berumur 40 an.

8
2) Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka serta keracunan sewaktu
bayi berada dalam kandungan.
3) Terjadi keracunan, dikarenakan ibu yang sedang mengandung muda
meminum obat-obatan penenang yang beracun, antara lain obat
malidomide dan kontraseptif.
c. Faktor Natal
1) Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali
umbilicus.
2) Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus dan kelainan bentuk jalan lahir.
3) Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal.
d. Faktor Pascanatal
1) Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis dan
infeksi).
2) Tumor otak.
3) Kelainan tulang tengkorak.
4) Kelainan endokrin dan metabolik, keracunan pada otak, serta faktor
sosio – budaya

E. Tanda dan Gejala Retardasi Mental


Menurut Arif Muttaqin, 2008 berikut ini adalah manifestasi klinis dari
retardasi mental :
1. Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu kecil/besar, mulut
melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk.
2. Kecerdasan terbatas.
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia.
4. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatas dan sederhana
saja.
5. Perkembangan bahasa/bicara lambat.
6. Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungannya (pandangan
kosong) dan perhatiannya labil, sering berpindah-pindah.
7. Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali.

9
8. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis dan acuh
tak acuh terhadap sekitarnya.
9. Sering keluar cairan dari mulut.

F. Cara Penyesuaian Diri Anak Yang Mengalami Retardasi Mental


Menurut Yustinus Semiun, 2006 berikut ini adalah cara penyesuaian
diri anak yang mengalami retardasi mental :
1. Penyesuaian diri disekolah
Anak yang intelegensinya dibawah rata - rata biasanya mengalami
kesulitan dikelas. Ada dua pemecahan bagi masalah sekolah anak-anak
yang sedikit mengalami retardasi mental, yakni yang ber IQ 51 - 69.
Anak tersebut dididik dalam program sekolah khusus atau dalam
program sekolah biasa yang heterogen. Dalam program sekolah khusus,
anak dididik mengenai keterampilan - keterampilan dasar seperti
membaca tanda-tanda sederhana, menghitung dan sebagainya. Dalam
program sekolah khusus itu, agak mudah untuk menyesuaikan isi
kurikulum dan metode-metode pengajaran dengan kebutuhan dan
kemampuan anak-anak yang diajar. Sedangkan pada program sekolah
biasa (heterogen) sekolah, Guru harus tetap mengadakan pembedaan
dengan anak-anak lain untuk membantu anak - anak yang cacat mental
itu dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya, meskipun
terbatas. Kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan bahan pelajaran dan
metode-metode mengajar dengan kebutuhan dan kemampuan dari
kelompok yang sangat lamban ini jauh lebih besar dibandingkan dengan
yang terdapat pada program sekolah khusus. Walaupun demikian, banyak
hal yang dilakukan. Guru tentu saja tidak hanya sadar akan perlunya
mengadakan penyesuaian-penyesuaian diri tetapi ia juga harus
mengetahui kebutuhan dan kemampuan dari kelompok yang cacat mental
itu dan mengetahui bagaimana cara mengajar mereka.
2. Penyesuaian diri didalam keluarga
Hubungan anak yang cacat mental dengan orang tuanya sangat
penting dibandingkan dengan hubungan anak yang intelegensinya normal

10
dengan orang tuanya. Kepribadiannya termasuk kestabilan atau
ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan
kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya.
Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang cacat mental
dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk
menyesuaikan diri yang normal. Mereka mungkin tidak mau mengakui
kekurangan-kekurangan anak itu dan melemahkan dorongannya untuk
mencapai sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan kepuasan
terhadap apa yang dapat dilakukannya.
Orang tua dari anak yang cacat mental berada dalam situasi yang
sulit. Karena sikap masyarakat, karena mereka mungkin merasa malu
karena anak mereka cacat dan perasaan malu itu mungkin mengakibatkan
anak itu ditolak secara terang-terangan atau tidak terang-terangan.
Banyak keluarga yang secara drastis mengubah cara hidup mereka karena
kehadiran anak yang cacat mental itu didalam keluarga dan hampir sama
sekali menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat. Dalam situasi
yang demikian, anak tersebut mungkin menyadari bahwa dialah yang
menjadi penyebabnya. Orang tua dari anak cacat mental harus menerima
cacatnya dan membantunya untuk menyesuaikan diri dengan cacatnya
itu. Di samping iu, mereka harus menghindari tujuan - tujuan yang
ditetapkan terlalu tinggi untuk dicapai dan mereka harus menyadari juga
bahwa ada banyak hal yang dilakukan untuk membantu memenuhi
kebutuhannya akan prestasi di dalam bidang - bidang kegiatan yang
terbatas. Meskipun ia tidak mungkin bekerja dengan baik dalam bidang
akademik, tetapi ada banyak jenis keterampilan yang dapat dikuasainya.
Jika ia merasa aman dalam hubungannya dengan keluarganya, jika ia
mengetahui bahwa orang tuanya benar-benar memperlihatkannya dan
mereka puas dengan sedikit prestasi yang dicapainya, maka dengan ini ia
banyak dibantu dalam menyesuaikan diri dengan dunia luar. Menerima
keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental dan
perasaan adekuat dalam masyarakat bagi semua anak cacat mental,
terutama bagi yang sedikit cacat.

11
3. Kestabilan emosi
Orang - orang yang cacat mental akan lebih mudah terkena
gangguan-gangguan tingkah laku dari pada orang - orang yang mentalnya
normal. Gangguan-gangguan ini mulai dari ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri yang ringan, seperti kurang mampu menguasai emosi
yang diduga karena rendahnya usia mental mereka, sampai keadaan
psikotik. Meskipun ada perbedaaan pendapat mengenai reaksi-reaksi
psikotik yang benar-benar terjadi pada orang cacat mental, tetapi pada
umumnya diterima bahwa reaksi-reaksi itu tampaknya lebih sering dari
pada yang terjadi pada penduduk atau masyarakat yang intelegensinya
normal. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan ternyata bahwa reaksi-
reaksi psikotik kira-kira tiga kali lebih besar dari pada yang diduga di
antara orang-orang cacat mental berdasarkan perbandingan jumlah
mereka. Ini tidak mengherankan mengingat kesulitan-kesulitan mereka
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Seperti pada penduduk
biasa, dalam kelompok cacat mental reaksi-reaksi neurotik lebih sering
ditemukan dari pada reaksi-reaksi psikotik.
Meskipun terapi pada anak-anak dan orang dewasa yang cacat
mental mengandung banyak masalah, tetapi tidak berarti bahwa sama
sekali tidak ada harapan. Suatu terapi lingkungan biasanya sangat
penting. Terapi ini dilakukan dengan cara memanipulasikan lingkungan
dengan tujuan mmbantu orang-orang yang cacat mental itu dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan emosionalnya. Terapi kerja juga terbukti
sangat berguna. Orang-orang yang cacat mental kadang-kadang
mengadakan hubungan sosialnya yang pertama dengan kalangan diluar
keluarganya melalui suatu kelompok terapi kerja. Terapi kelompok yang
lebih langsung menangani masalah-masalah emosional masih dalam taraf
percobaan tetapi bisa merupakan suatu metode yang sangat bernilai
dalam membantu orang-orang cacat mental yang memiliki masalah-
masalah emosi. Dalam banyak kasus, terapi individual dilakukan dengan
hasil yang baik. Psikoterapi tidak akan meningkatkan kapasitas mental
bawaan orang yang cacat mental tetapi jika berhasil, maka ia dapat

12
berfungsi dengan lebih adekuat dalam keterbatasan-keterbatasan
intelektualnya karena gangguan-gangguan emosionalnya berkurang.

G. Penatalaksanaan Retardasi Mental


Menurut Abdul Muhith, 2015 berikut ini adalah penatalaksanaan dari
retardasi mental dibagi menjadi 2 yaitu :
Obat-obatan
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan :
1. Obat-obatan psikotropika (tioridazine untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri).
2. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hyperaktif.
3. Antidepresan (imipramin, tofranil).
4. Karbamazepin (tegrevetol) dan propanolol (inderal).

Latihan-latihan
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental :
1. Latihan di rumah : makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan di sekolah : pengembangan rasa sosial.
3. Latihan teknis : diberikan sesuai minat, jenis kelamin dan kedudukan
sosial, misalnya peternakan dan menjahit.
4. Latihan moral : pelajaran tentang yang baik dan tidak baik. Agar mengerti
tiap pelanggaran disiplin disertai hukuman, dan tiap perbuatan baik disertai
hadiah.
Selain itu lingkungan anak tersebut harus memberi contoh yang baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta : Cv. Trans Info Media.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Cv. Andi

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius.

14

Anda mungkin juga menyukai