Anda di halaman 1dari 7

HEALTH BELIEF MODEL

Mata Kuliah Proses Pengambilan Keputusan dan ORSA

Oleh :
SHEILLA TANIA MARCELINA
NIM. 101614153045

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
1. KONSEP HEALTH BELIEF MODEL
Health Belief Model adalah salah satu model yang dikembangkan untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang untuk mencari
upaya hidup sehat. Menurut Rosenstock (1960) dalam Anies (2006), model ini
pertama kali dikembangkan pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli
psikologi sosial yang menjelaskan penyebab kegagalan individu dalam menjalani
program pencegahan penyakit. Kemudian diperluas oleh Becker (1974)
menjelaskan mengenai perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan
khususnya masalah kepatuhan terhadap pengobatan. Health Belief Model juga
digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health
behavior).
Health Belief Model yaitu teori yang dikembangkan oleh Rosenstock
(1982). Menurut teori ini, individu berperilaku tertentu ditentukan oleh motif dan
kepercayaannya terhadap suatu hal tertentu tanpa memperdulikan apakah motif
dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau pandangan orang
lain tentang apa yang baik untuk individu tersebut.
Oleh karena itu penting untuk membedakan apakah kebutuhan tersebut
termasuk kebutuhan kesehatan yang obyektif atau yang subyektif. Kebutuhan
kesehatan obyektif adalah kebutuhan yang diidentifikasi oleh petugas kesehatan
berdasarkan penilaian yang dilakukan secara profesional dengan
mempertimbangkan adanya gejala yang mengganggu/membahayakan kesehatan
individu. Sedangkan kebutuhan kesehatan subyektif yaitu individu menentukan
sendiri apakah dirinya mengalami penyakit atau masalah kesehatan tertentu,
berdasarkan perasaan dan penilaiannya sendiri. Pendapat subyektif ini merupakan
penyebab atau kunci bahwa individu akan melakukan atau tidak melakukan suatu
tindakan kesehatan. Individu akan melakukan suatu tindakan untuk
menyembuhkan penyakitnya jika benar-benar merasa terancam oleh penyakit
tersebut. Jika tidak merasa terancam, individu tidak akan melakukan suatu hal
apapun (Noerkasiani, 2009).
2. KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL
Terdapat empat variabel yang mempengaruhi perilaku pencarian
pengobatan dan tindakan pencegahan, berupa kerentanan yang dirasakan,
keparahan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, rintangan yang dirasakan dan
isyarat:
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Merupakan persepsi subyektif seseorang tentang risiko terkena penyakit.
Seseorang akan bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya,
bila ia merasa bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap serangan
penyakit tersebut.
2. Keparahan yang dirasakannya (perceived seriousness)
Persepsi seseorang terhadap tingkat keparahan penyakit yang dideritanya.
Tindakan seseorang untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit
didorong oleh ancaman dari penyakit tersebut.
3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits)
Seseorang menerima tindakan atau melakukan pengobatan atau mencari
upaya pencegahan terhadap suatu penyakit didasarkan pada keyakinannya
bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi ancaman penyakit dan ia
sanggup melakukan tindakan kesehatan tersebut. Meskipun ia rentan
terhadap suatu penyakit dan sudah mengetahui bahaya penyakit tersebut,
ia tidak begitu saja menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan
kepadanya.
4. Rintangan yang dirasakannya (perceived barriers)
Merupakan aspek negatif yang menghalangi seseorang untuk melakukan
tindakan kesehatan atau upaya pencegahan terhadap penyakit, misalnya
mahalnya biaya, bahaya yang ditimbulkan dari kegiatan, kegiatan tidak
menyenangkan, menyita terlalu banyak waktu, dan sebagainya.
5. Isyarat atau tanda-tanda (cues to action)
Bisa bersifat internal (misalnya gejala), atau merupakan faktor eksternal
(pesan-pesan kesehatan melalui media massa, nasihat atau anjuran teman
atau konsultasi dengan petugas kesehatan) yang mempengaruhi seseorang
dalam mendapatkan pengertian yang benar tentang kerentanan, kegawatan
dan keuntungan tindakan pencegahan dan pengobatan yang dilakukannya.

3. APLIKASI HEALTH BELIEF MODEL PADA KIA


Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita dalam memilih
metode persalinan: Health Belief Model
Penelitian yang dilakukan oleh Loke et, al (2015) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan yang dibuat
perempuan dalam memilih metode persalinan mereka, didukung oleh Health
Belief Model yang dilakukan secara cross sectional pada ibu yang sedang
hamil atau telah melahirkan dalam waktu 3 tahun terakhir. Dari 319 wanita, 73
diantaranya memilih melahirkan secara operasi sesar. Hasilnya menunjukkan
bahwa wanita lebih memilih operasi sesar karena mereka khawatir hamil pada
usia lanjut, khawatir tentang persepsinya karena sakit saat persalinan dan
perineum yang robek, selain itu alas an lain yaitu ingin mendapatkan rencana
cuti hamil yang lebih baik, karena telah memilih tanggal yang menguntungkan
untuk melahiran, dan merasakan bahwa operasi sesar adalah cara yang lebih
nyaman untuk dilakukan. Manfaat yang dirasakan dan tingkat keparahan
ketika melahirkan secara noral / kelahiran pervaginam, dan manfaat yang
dirasakan, tingkat keparahan, dan isyarat untuk tindakan pada operasi sesar,
mempengaruhi keputusan untuk menjalani persalinan normal atau persalinan
sesar.
Data menunjukkan bahwa teori Health Belief Model, terkait kerentanan
yang dirasakan, tingkat keparahan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan,
dan isyarat untuk bertindak, hal-hal ini mempengaruhi keputusan yang dibuat
perempuan untuk menggunakan metode tertentu dalam proses melahirkan
mereka.
HBM dapat menentukan hubungan antara keyakinan / faktor yang
berkaitan dengan kesehatan dan perilaku ibu, sehingga membantu dalam
memprediksi kemungkinan seorang wanita memilih cara kelahiran tertentu.
Pengalaman negatif pada kelahiran sebelumnya dapat mempengaruhi
preferensi wanita terhadap metode persalinan tertentu pada kelahiran
berikutnya, karena keyakinan bahwa pengalaman negatif dapat terjadi lagi.
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Jika diyakini bahwa ada komplikasi yang sangat serius atau tidak dapat
ditolerir yang terkait dengan metode persalinan tertentu, wanita cenderung
lebih mengutamakan metode persalinan alternatif, sehingga mengurangi risiko
mereka. Komplikasi persalinan SC yaitu resiko karena SC tiga kali lebih besar
daripada persalinan normal, berisiko masuk ke unit perawatan intensif,
berisiko membutuhkan transfusi darah. Telah dicatat bahwa SC dapat
memiliki beberapa konsekuensi negatif pada kesehatan ibu, termasuk hasil
buruk yang berkaitan dengan anestesi, dan berisiko terjadinya ruptur uteri dan
juga depresi pernafasan neonatal akibat anestesi yang diberikan pada ibu.

2. Keparahan yang dirasakannya (perceived seriousness)


Komplikasi persalinan normal pervaginam meliputi risiko terjadinya
prolaps organ panggul, persalinan yang berlangsung lama, dan trauma
perineum. Untuk neonatus, ada juga peningkatan risiko tertular infeksi seperti
Hepatitis C, HIV, dan HPV selama kelahiran vagina dari transmisi maternal
ke neonatus.

3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits)


Ketika mempertimbangkan manfaat yang dirasakan untuk kesehatan
wanita yang melahirkan, telah dicatat bahwa di sejumlah negara, wanita
menghubungkan persalinan normal memiliki manfaat lebih banyak daripada
operasi sesar. Ketika berfokus pada kesehatan neonatal, hampir 60% wanita
percaya bahwa persalinan normal lebih aman untuk bayi, selain itu
memungkinkan ibu dan bayi dengan melakukan inisiasi meyusu dini.

4. Rintangan yang dirasakannya (perceived barriers)


Ketakutan akan persalinan dan tindakan pemeriksaan vagina berulang
adalah alasan mendasar mengapa wanita lebih memilih persalinan dengan
operasi. Hal ini didukung oleh wanita yang mengalami ketakutan saat
kontraksi, persalinan lama, gawat janin, dan trauma perineum yang terkait
dengan persalinan normal.
Keinginan untuk memilih melakukan persalinan normal terhambat oleh
kontraindikasi medis yang ada. Ada beberapa kontraindikasi medis untuk ibu
yang meninginkan persalinan normal, termasuk disproportion pelvis / panggul
sempit, pre-eklampsia, penyakit kardiovaskular berat, diabetes mellitus,
herpes genital aktif, infeksi HIV, dan kehamilan multipel. Di sisi lain,
kontraindikasi medis untuk bayi meliputi gambaran kelainan janin,
malformasi janin, prolaps tali pusat, dan makrosomia.

5. Isyarat atau tanda-tanda (cues to action)


Saran dari saudara, teman, profesional perawatan kesehatan, serta
kesadaran akan hak perempuan merupakan faktor penting yang membimbing
keputusan ibu atas metode persalinan. Keyakinan dan sikap wanita terhadap
cara persalinan tertentu sangat dipengaruhi oleh cerita dan nasehat yang
mereka dengar dari saudara dan teman. Wanita didorong ke metode persalinan
alternatif setelah mendengar cerita negatif tentang metode tertentu yang
meningkatkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin memiliki pengalaman
yang sama saat mereka melahirkan. Selain itu, wanita hamil mungkin juga
khawatir jika ada riwayat keluarga hasil obstetrik yang buruk. Nasihat dari
profesional perawatan kesehatan seperti bidan dan dokter sangat
mempengaruhi pemahaman wanita tentang mode persalinan tertentu dan
pilihannya untuk itu. Selain saran dari orang lain, beberapa wanita merasa
bahwa mereka harus memiliki hak mereka sendiri untuk memutuskan cara
persalinannya.
.
DAFTAR PUSTAKA

Noerkasiani, Heryati, Rita Ismail. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.


Hal 30-31.
Anies, Dr., dr. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi
Pencegahan dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Hal 17-19.
Loke et al. Factors influencing the decision that women make on their mode of
delivery: the Health Belief Model. BMC Health Services Research (2015),
Online,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4506759/pdf/12913_2015_
Article_931.pdf diakses pada 23 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai