Anda di halaman 1dari 4

PROYEK INOVASI KEPERAWATAN

A. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah
utama dalam kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. DM adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes
adalah diabetes melitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena
berkurangnya fungsi sel beta pancreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi
insulin (American Diabetes Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien dengan DM di
dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara
miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta
penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%
akan didapatkan 8,2 juta klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada
seluruh provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar
5,7% (Balitbang Depkes RI, 2008).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak negatif
terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi seperti poliuria,
polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2005). Disamping itu
klien juga dapat mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala. Dampak
psikologis yang terjadi pada klien dengan DM seperti kecemasan, kemarahan, berduka,
malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi, kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010),
ditambah lagi klien dapat menjadi pasif, tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan
merasa menderita (Purwaningsih & Karlina, 2012).
Luka merupakan kerusakan integritas epithel dari kulit akibat trauma (Brown, 2004).
Proses penyembuhan luka ditentukan oleh jenisnya, yaitu akut atau kronis. Luka akut akan
sembuh normal melalui proses penyembuhan dalam waktu tertentu sampai integritas dan
anatomi pulih kembali (Cohen et.al, 1999). Contoh luka akut yaitu luka yang terjadi karena
trauma pada organ atau jaringan. Sedangkan luka kronik terjadi karena kegagalan proses
penyembuhan yang diharapkan (Torre, 2006). Kegagalan tersebut akibat adanya kondisi
patologis yang mendasarinya. Oleh karena itu proses penyembuhan luka kronis
membutuhkan waktu yang panjang dan tidak sempurna.
Eksudat luka kronis terdiri atas enzym-enzym yang berpotensi menghambat proses
penyembuhan, memperluas luka dan menimbulkan nyeri. Fokus perawatan luka modern
pada luka kronis adalah kemampuan perawatan pada manajemen eksudat (pus) secara
efisien. Pembalut wanita herbal diproduksi dengan bio teknologi, yang dapat berfungsi
sebagi antiseptik. Sehingga pembalut ini merupakan salah satu bentuk terapi non
farmakologi untuk mengobati infeksi bakteri tersebut.

B. LANDASAN TEORI
Perawatan luka telah berkembang secara pesat saat ini. Dimulai dari hasil penelitian
Professor G.D Winter pada tahun 1962 tentang lingkungan optimal untuk penyembuhan luka
(Agustina, 2010). Pada teknik perawatan luka tradisional, luka ditutup dengan kain kassa
dengan tipe kering atau basah kering (Miguel et. al, 2007). Proses penyembuhan luka
dengan teknik ini akan lebih lama. Karena perawatan yang dilakukan hanya membungkus
luka di bagian dalam, tanpa melihat proses perkembangan luka. Sehingga kondisi luka akan
lebih parah, penyembuhan akan lebih lama, dan sering terjadi komplikasi atau dilakukan
amputasi.
Pada teknik perawatan luka modern, luka dipertahankan dalam kondisi lembab
(Miguel et. al, 2007). Kondisi ini didasarkan teori antara lain : 1) mempercepat terjadinya
fibrinolisis fibrin yang terbentuk pada luka kronis, yang dapat dihilangkan lebih cepat oleh
netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab; 2) mempercepat angiogenesis, karena
keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh
darah lebih cepat; 3) menurunkan resiko infeksi; 4) kejadian infeksi relatif lebih rendah
daripada perawatan tipe kering; 5) mempercepat pembentukan growth factor yang berperan
untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, yang produksinya akan lebih cepat
pada suasana lembab; 6) mempercepat pembentukan sel aktif, karena invasi netrofil yang
diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi awal dalam suasana
lembab.
Tujuan dari balutan konvensional ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi. Pada
balutan konvensional ketika akan merawat luka pada hari berikutnya, kassa akan menempel
pada luka dan menyebabkan rasa sakit pada klien, di samping itu juga sel-sel yang baru
tumbuh juga akan rusak. Untuk itu diperlukan pemilihan metode balutan lukayang tepat
untuk mengoptimal-kan proses penyembuhan luka. Saat ini, teknik perawatan luka telah
banyak mangalami perkembangan, dimana perawatan luka sudah menggunakan balutan
modern (Handayani, 2016).

C. METODE
Implementasi yang dilakukan pada Tn.A diadopsi dari penelitian Andriany (2013)
yang berjudul "Studi Kasus : Penggunaan Pembalut Herbal Sebagai Absorbed Pada Modern
Dressing” Penelitian ini menggunakan desain studi kasus. Sampel berjumlah 3 responden
dengan ulkus diabetes mellitus. Responden pembalutan luka dilakukan dengan kassa biasa
ketika kunjungan pertama. Pada kunjungan berikutnya berat kassa ditimbang, dan
pembalutan diganti menggunakan pembalut herbal. Penelitian ini dimodifikasi oleh
kelompok yang akan dibandingkan dengan penelitian menggunakan pembalut pad daun sirih
untuk pasien Tn.A rawat inap yang nanti akan dilihat hasil setelah menggukan dari pad daun
sirih seperti warna, bau serta mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi
peradangan, dan rasa nyeri.

D. HASIL
Hasil penelitian Andriany (2013) memperlihatkan 3 dari responden bahwa pembalut
herbal mampu menyerap eksudat lebih banyak, mempercepat proses penyembuhan luka,
mengurangi peradangan, dan rasa nyeri. Penyerapan eksudat oleh luka yang ditutup oleh
pembalut herbal lebih banyak jika dibandingkan dengan luka yang ditutup oleh kassa biasa.
Pembalut herbal yang digunakan dalam penelitian menggunakan lapisan penyerap berbentuk
gel terbuat dalam bahan organik sehingga aman. Setelah selama 3 hari digunakan untuk
menutup luka, pembalut herbal lebih banyak menyerap eksudat dari pada kassa biasa.
Kondisi luka ketika menggunakan pembalut herbal juga lebih baik. Perdarahan yang terjadi
sangat minimal, dasar luka kemerahan, bau tidak terlalu menyengat, dan berkurangnya
edema. Responden juga merasakan lebih nyaman menggunakan pembalut herbal karena
ringan, tidak bocor, serta mengurangi nyeri dan bau.
E. PEMBAHASAN
F. KESIMPULAN
G. REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai