Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TRAUMA SERVIKAL

Topik : Trauma Servikal


Sub Topik : Mengenal Trauma Servikal
Sasaran : Keluarga Pasien
Hari / Tanggal : Kamis, 18 Oktober 2018
Waktu : 1 x 15 menit
Tempat : Ruang Nuri RSUD Idaman Banjarbaru
Penyuluh : Sabila Farhana

A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan sasaran mampu mengetahui dan
memahami terkait Trauma Servikal

B. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, peserta mampu :
1. Memahami pengertian Trauma Servikal
2. Memahami penyebab Trauma Servikal
3. Mengenali tanda dan gejala Trauma Servikal
4. Mengetahui komplikasi dari Trauma Servikal
5. Mengetahui penatalaksanaan Trauma Servikal

C. Analisa Situasi
Peserta hadir di tempat penyuluhan ± 15 menit sebelumnya dan dikondisikan
berdasarkan bagan sebagaimana berikut :
Keterangan :
: Pemateri / Penyuluh
: Observer
: Fasilitator
: Peserta

D. Proses Penyuluhan
TAHAP WAKTU PENYULUH PESERTA
Pendahuluan 2 menit 1. Mengucapkan salam. 1. Menjawab salam.
(Orientasi) 2. Memperkenalkan diri. 2. Mendengarkan dan
3. Menyampaikan maksud bersedia untuk diberikan
dan tujuan. penyuluhan.
4. Kontrak waktu dan
bahasa.
5. Mengevaluasi
pemehaman peserta
terkait Trauma Servikal
Penyampaian 5 menit Menjelaskan materi tentang: 1. Mendengarkan dan
Materi Pengertian, penyebab, tanda memperhatikan penjelasan
dan gejala, komplikasi, dan dari penyuluh.
penatalaksanaan trauma 2. Menayakan hal yang
servikal. belum dimengerti.
Diskusi 5 menit Tanya jawab 1. Peserta bertanya.
1. Memberikan 2. Mendengar dan
kesempatan peserta memperhatikan.
untuk bertanya.
2. Menjawab pertanyaan
peserta.
Evaluasi 1 menit Menanyakan kembali materi Menjawab pertanyaan.
yang telah disampaikan.
Kesimpulan 2 menit 1. Menyimpulkan materi 1. Mendengarkan dan
penyuluhan yang telah memperhatikan.
disampaikan. 2. Menyahut salam.
2. Mengucapkan salam.

E. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab

F. Media
Media yang digunakan dalam penyampaian materi yaitu :
Lembar leafleat yang berisi materi Trauma Servikal
Materi

G. Pengorganisasian
Pengorganisasian dilakukan sebagai berikut :
1. Penyuluh : Sabila Farhana
2. CI (Observer) :

H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dilakukan
penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta mampu menjawab saat penyuluh menanyakan kembali tentang materi
penyuluhan
c. Peserta menanyakan hal yang belum dimengerti

3. Evaluasi Hasil
Peserta mengerti dan mampu menjelaskan kembali tentang Diabetes Melitus
berdasarkan tujuan Khusus meliputi :

No. Kateg Skor


1. ori
Baik 5
2. Cukup 3-4
3. Baik
Kurang 1-2
Baik

Persentase keberhasilan penyuluhan dikategorikan sebagai berikut :

No. Kategori Persentase


1. Berhasil 76 – 100%
2. Cukup Berhasil 56 – 75%
3. Kurang Berasil 0 – 55%

Mengetahui :
CI

(..........................................)
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Trauma Servikal


Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi
servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal
merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah
terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).

B. Penyebab
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang
mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma
langsung tersebut dapat berupa :
1. Kecelakaan lalulintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industry
4. Jatuh dari pohon/bangunan
5. Luka tusuk
6. Luka tembak
7. Kejatuhan benda keras

C. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (2006) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut :
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada
gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut.
Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan
beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma
dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian
penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti
makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan
ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten.
pasien biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.
2. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma
rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi
lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami
rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di
angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah
fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher
dan triagular anterior dari daerah lengan atas.
3. Lesi C6
Pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal
dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan
abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid,
bisep dan otot brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis
yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja
refleks kembali.
Menurut Price, (2002 )menyampaikan manifestasi klinik pada fraktur adalah sebagai
berikut:
b. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
c. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
e. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
f. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
g. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
h. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
i. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
j. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
k. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

D. Komplikasi
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus
vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti
lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal
atas.
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.

E. Penatalaksanaan
Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5. Menyediakan oksigen tambahan.
6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.
9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10. Berikan antiemboli
11. Tinggikan ekstremitas bawah
12. Gunakan baju antisyok.
13. Meningkatkan tekanan darah
14. Monitor volume infus.
15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi.
17. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8
jam setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi
jika ada indikasi.
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai